Macam-Macam Gaya Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan 1. Konsep Pemimpin dan Kepemimpinan

ia menghargai setiap pendapat dan gagasan dari para bawahannya untuk kebaikan organisasi. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan juga dengan leluasa memberikan kesempatan kepada para pegawai untuk menyumbangkan ide-ide dan mengajak pegawainya untuk ikut andil dalam menentukan jawaban dari setiap permasalahan yang ada disekolah. Pemimpin dalam hal ini mengutamakan hubungan yang baik antara atasan-bawahan dan antar sesama rekan kerja. Pemimpin ini mengutamakan kenyamanan para bawahan dalam bekerja. Pada dimensi struktur tugas, Fiedler berpendapat bahwa apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelaskabur. 19 Tugas yang diberikan oleh pemimpin harus jelas karena ketepatan pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai akan berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan organisasi. Tugas-tugas yang jelas, arahan dan pengontrolan yang baik dari pemimpin akan sangat membantu memaksimalkan kinerja para pegawai. Gaya kepemimpinan berorientasi tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan digunakan secara efektif apabila hubungan pemimpin dengan anggotanya, struktur tugas dan posisi kekuasaan sebagai berikut : 19 Soewarno Hendayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan Manajemen, Jakarta: PT Dharma Karsa Utama, 1990, h. 79 Hubungan pemimpin dengan anggotanya + Struktur tugas + Posisi kekuasaan Gaya kepemimpinan Yang efektif : Gaya yang berorientasi pada tugas : Gaya yang berorientasi pada hubungan Gambar 2.1 Kombinasi Variabel Situasional Pemimpin yang berorientasi pada tugas berhasil dengan efektif menyelesaikan tugas-tugasnya dalam situasi yang menguntungkan kolom 1, 2, 3 dan dalam situasi yang paling tidak menyenangkan kolom 8. Pada kolom situasi 1, 2, dan 3; situasi sangat menyenangkan, suasana kelompok baik, dan tuigas-tugas terstruktur; pemimpin dihormati, pelaksanaan tugas 1 2 3 4 5 6 7 8 Baik Tinggi Kuat Baik Tinggi Lemah Baik Rendah Kuat Baik Rendah Lemah Buruk Tinggi Kuat Buruk Tinggi Lemah Buruk Rendah Kuat Buruk Rendah Lemah T T T H H H H T Menu ju T H yang ada memungkinkan kebebasan untuk memberi hadiah dan hukuman kepada bawahan tertata dengan jelas dan spesifik. 20 Pada situasi yang tidak menyenangkan kolom 8, posisi kekuasaan pemimpin rendah. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas akan berjalan dengan baik jika pemimpinnya memiliki profesionalisme tinggi. Gaya yang berorientasi pada hubungan akan efektif digunakan dalam situasi yang relatif menyenangkan kolom 4, 5, 6, dan 7. Kolom 5, pemimpin tidak disukai oleh anggota kelompok karena kondisi tugas yang terstruktur. Kolom 4, pemimpin disukai oleh anggota kelompoknya tetapi tugas-tugas tidak terstruktur. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan dapat bekerja dengan efektif apabila mendapat dukungan dari kelompoknya. Tugas seorang pemimpin yang berorientasi pada hubungan adalah dengan menjaga hubungan baik antar kelompok. Menurut Hersey dan Blanchard, hubungan antara pimpinan dan anggotanya mempunyai empat tahapfase yang diperlukan bagi pimpinan untuk mengubah gaya kepemimpinan, yaitu : a. Pada kesiapan awal perhatian pimpinan pada tugas sangat tinggi, anggota diberi instruksi yang jelas dan dibiasakan dengan peraturan, struktur dan prosedur kerja. b. Tahap selanjutnya adalah dimana anggota sudah mampu menangani tugasnya, perhatian pada tugasnya sangat penting karena bawahan belum dapat bekerja tanpa struktur. Kepercayaan pimpinan pada bawahan semakin meningkat. c. Tahap ketiga dimana anggota mempunyai kemampuan lebih besar dan motivasi berprestasi mulai tampak dan mereka secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar, pemimpin masih harus mendukung dan memberikan perhatian, tetapi tidak perlu lagi memberikan pengarahan. d. Tahap yang terakhir adalah tahap dimana anggota mulai percaya diri, dapat mengarahkan diri dan berpengalaman, 20 Abi Sujak, Kepemimpinan Manajer, Jakarta: Rajawali Press, 1990, h. 14 pemimpin dapat mengurangi jumlah perhatian dan pengarahan. 21 Tinggi Tingkah laku hubungan memberikan tingkah laku untuk mendukung Rendah Tingkah laku tugas Memberikan pedomanpengarahan Gambar 2.2 Model Kepemimpinan Situasional Hersey- Blanchard 22 Pada model 1 pemimpin memberikan pengarahan yang baik terhadap tugas para bawahannya agar mereka maksimal dalam mengerjakan pekerjaannya, ia memotivasi para bawahannya dengan baik sehingga pekerjaan menjadi lebih baik. Tetapi dalam model ini, antara pemimpin dengan bawahannya tidak memiliki hubungan yang baik, ia lebih mementingkan pekerjaannya daripada hubungannya dengan para bawahan. Pada model 2 pemimpin memberikan pengarahan yang baik terhadap tugas-tugas yang ia berikan, pemimpin memotivasi para bawahan dengan baik agar pekerjaannya lebih baik, anggota diberikan instruksi yang baik oleh pemimpin, dan dalam model ini antara pemimpin dengan para bawahannya memiliki hubungan yang baik, ia menaruh kepercayaan kepada para bawahannya 21 Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, h. 16 22 Ibid Hubungan tinggi dan tugas rendah 3 Tugas tinggi dan hubungan tinggi 2 Hubungan rendah dan tugas rendah 4 Tugas tinggi dan hubungan rendah 1 dengan baik, dan percaya terhadap para bawahannya bahwa mereka mampu dan bisa mengerjakan semua pekerjaannya. Pada model 3 hubungan antara pemimpin dengan anggotanya berjalan dengan baik, pemimpin memotivasi para bawahan dengan baik, pemimpin memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk ikut andil dalam mengeluarkan pendapat yang positif untuk kemajuan organisasi. Tetapi dalam model ini pemimpin kurang memberikan pengarahan yang baik terhadap para bawahannya mengenai tugas yang diberikan. Pada model 4 hubungan antara pemimpin dengan para anggotanya rendah, dan dalam model ini pemimpin tidak memberikan pengarahan yang baik terhadap para bawahan. Pemimpin dalam model ini tidak memperdulikan hubungannya dengan para bawahan, dan tidak memperdulikan bagaimana kinerja para pegawai. Pada dimensi hubungan pemimpin dan anggota kelompok, fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin, apabila kekuasaan atas dasar kedudukanjabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usahaorganisasi dan selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap pemimpinnya dan suka mengikuti kepemimpinannya. 23 Fiedler memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia mengembangkan Least- Preferred Co-Worker LPC Scale untuk mengukur dua gaya kepemimpinan : a. Gaya berorientasi tugas, yang mementingkan tugas atau otoritatif. b. Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan. Sedangkan kondisi situasi terdiri dari dua faktor utama, yaitu : 23 Soewarno Hendayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan Manajemen, Jakarta: PT Dharma Karsa Utama, 1990, h. 80 a. Hubungan pemimpin-anggota, yaitu derajat baikburuknya hubungan antara pemimpin dan bawahan. b. Struktur tugas, yaitu derajat tinggirendahnya strukturisasi, standardisasi dan rincian tugas pekerjaan. 24 Hubungan antar manusia yang baik adalah landasan penting untuk terciptanya sebuah organisasi yang baik. Hubungan yang baik antara kepala sekolah dengan guru akan memperbaiki tugas dan kualitas pekerjaan para guru. Guru tidak sungkan mengeluarkan pendapatnya dalam berbagai forum sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sekolah dan memberikan pendapatnya agar kualitas sekolah semakin meningkat. Jika tidak ada hubungan yang baik antara guru dengan kepala sekolah, para guru takut untuk mengeluarkan pendapat mereka dan pikiran mereka tidak berkembang karena pemimpin tidak memberikan kebebasan kepada para guru untuk mengeluarkan pendapat mereka. hubungan antara kepala sekolah dengan guru yang baik, menjadikan kualitas sekolah lebih baik. Kepala sekolah yang memiliki kedekatan dan memiliki hubungan yang baik dengan para guru, ia akan dengan gampang mempengaruhi kinerja para guru, mengontrol setiap pekerjaan para guru dengan efektif. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru adalah hubungan yang baik antara kepala sekolah dengan guru, karena dengan hubungan yang baik maka akan tercipta iklim organisasi yang baik. Guru yang memiliki kedekatan hubungan yang baik dengan kepala sekolah akan merasa senang bekerja, karena kepala sekolah memberikan motivasi agar pekerjaannya lebih baik, kepala sekolah mendorong para guru untuk bekerja lebih baik dari sebelumnya. 24 Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, h. 12 Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada pusat riset Universitas of Michigan, melalui penelitian ini mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employee-centered yang berorientasi pada karyawan. a. Pemimpin yang job-centered Pemimpin yang berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat, sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan. b. Pemimpin yang berpusat pada bawahan Mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang suportif. 25 Sama halnya dengan pendapat-pendapat yang sebelumnya bahwa pemimpin yang berorientasi pada tugas sangat memperhatikan tugas-tugas para bawahannya. Pemimpin ini menerapkan pengawasan yang ketat, mengandalkan hukuman kepada para pekerja yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur. Menurutnya perhatian terhadap para pekerja adalah sesuatu yang mewah. Jika pemimpin yang berorientasi terhadap hubungan manusia, ia lebih memperhatikan hubungan yang baik dan lingkungan atau iklim organisasi yang baik, karena menurutnya dengan mempunyai hubungan kerja yang baik dengan para bawahan, maka akan sangat mudah untuk mempengaruhi dan mengevaluasi pekerjaan para bawahan. Ia mendelegasikan pengambilan keputusan kepada bawahannya, karena ia ingin para anggotanya ikut andil dalam mengeluarkan pendapat demi ketercapaian tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Sondang. P. Siagian dalam bukunya, dari sudut gaya manajerialnya, para pemimpin dalam berbagai bentuk organisasi dapat digolongkan dalam : a. Tipe paternalistik b. Tipe Demokratik 26 25 Ibid Terdapat beberapa macam tipe pemimpin menurut Sondang. P. Siagian dari sudut pandang gaya manajerialnya, yaitu tipe paternalistik yaitu tipe pemimpin yang terlalu melindungi karena ia menganggap bawahannya adalah makhluk yang tidak dewasa, dan tipe pemimpin ini, ia tidak memberikan kesempatan kepada para bawahannya untuk mengambil keputusan karena ia menganggap dirinyalah yang paling tahu. Pemimpin ini jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi mereka, jarang memberikan kesempatan para bawahannya untuk mengeluarkan pendapat bahkan ia tidak mengajak para bawahannya untuk ikut andil dalam memutuskan jawaban dari setiap persoalan dalam organisasi. ia juga tidak memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan potensi dirinya dalam organisasi. Ia menganggap dirinyalah yang paling tahu, maka dari itu ia tidak memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk maju. Lain halnya dengan tipe demokratis, pada tipe ini ia senang menerima pendapat dari para bawahannya, ia dengan bebas memberikan kesempatan kepada para bawahannya untuk mengeluarkan pendapatnya untuk kebaikan dan kemajuan organisasi. Ia selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses darinya. Ia mengarahkan para bawahannya untuk berani bertindak walaupun mungkin berakibat pada kesalahan agar para bawahannya tidak melakukan kesalahan yang sama. Pemimpin ini memberikan kesempatan maju untuk para bawahannya. Ia juga berusaha mengembangkan dirinya menjadi lebih baik. Dalam hal ini, pemimpin tidak memaksakan kehendaknya, ia selalu mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi para bawahannya, dan ia selalu memberikan 26 Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008, h. 34-36 masukan-masukan atas keluhan-keluhan yang dialami oleh bawahannya. ia senang menerima pendapat bahkan kritikan dari bawahannya, ia menganggap dengan kritikan dan pendapat ia dapat menjadi lebih baik dan organisasi juga dapat berjalan dengan baik bahkan dapat lebih berkembang. Graves di Stanford University memberikan laporan “Group Processes In Training Administrations” laporannya dalah mengenai 4 tipe kepemimpinan yang antara lain terdiri dari : a. Tipe Autorian b. Tipe Laizzes-faire c. Tipe demokratis d. Tipe pseudo demokratis 27 Dalam bukunya, Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto berpendapat bahwa ada 4 tipe kepemimpinan berdasarkan laporan “Group Process in Training Administration yaitu tipe autorian, yaitu seorang pemimpin yang bersifat ingin berkuasa, dan tidak memberikan kesempatan kepada para anggota untuk ikut andil dalam memutuskan persoalan. Lain halnya dengan tipe laizzes faire, tipe ini segala peraturan, kebijaksanaan suatu institusi berada di tangan anggota. Jika tipe demokratis, pemimpin dalam tipe ini menghargai seluruh masukan dari para anggotanya, tetapi keputusan tetap berada di tangan seorang pemimpin. Jika tipe pseudo demokratis, pemimpin ini adalah pemimpin demokrasi yang semu, pemimpin ini memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk ikut serta dalam mengambil keputusan, tetapi sebenarnya hal ini memanipulasi agar pendapatnya yang disetujui. 27 Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto, Kepemimpinan Dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1988, h. 7-9 Tannenbaum dan Schmidt dalam artikel mereka yang dimuat dalam majalah Havard Bussiness Review : “How To Choose a Leadership Pattern”, berargumen bahwa gaya kepemimpinan otokratis dan demokratis, keduanya merupakan gaya kepemimpinan, dan oleh karenanya dapat didudukkan dalam suatu kontinum dari perilaku pemimpin yang sangat otokratis pada suatu ujung sampai pada perilaku pemimpin yang sangat demokratik pada ujung yang lain : a. Gaya kepemimpinan kontinum Menurut Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt ada dua bidang pengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. b. Gaya managerial Grid Dalam pendekatan ini manager berhubungan dengan dua hal, yakni produksi disatu pihak dan orang-orang dipihak lain. Dalam hal ini ada gaya yang efektif dan tidak efektif, yaitu : 1 Gaya efektif a Eksekutif b Pencinta pengembangan c Otokratis yang baik hati d Birokrat 2 Gaya tidak efektif a Pencinta kompromi b Missionari c Otokrat d Lari dari tugas Deserter. 28 Dalam bukunya terdapat dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan kontinum dan gaya kepemimpinan managerial grid. Gaya kepemimpinan kontinum yang pertama adalah bidang pengaruh pimpinan dalam hal ini pemimpin menggunakan otoritasnya dalam memimpin, dengan kata lain pada gaya yang pertama adalah gaya kepemimpinan yang bersifat otoriter, ia menggunakan otoritasnya untuk memimpin, seluruh anggotanya harus melaksanakan apa yang ia perintahkan, dan dalam pengambilan keputusan ia bersikap otoriter, keputusan berada 28 Miftah Toha, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Utama, 2007, h. 302-314 ditangannya, dan tidak memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk memberikan pendapatnya. Lain halnya dengan yang kedua, yaitu bidang pengaruh kebebasan bawahan. Dalam hal ini pemimpin bersikap demokratis, ia mau menerima pendapat dari para bawahannya, ia memberikan kebebasan kepada para bawahan untuk mengeluarkan pendapatnya. Pemimpin mengarahkan para bawahan untuk mengeluarkan pendapatnya. Gaya yang kedua adalah gaya managerial grid dalam pendekatan ini ada dua hal yaitu bagaimana seorang pemimpin memikirkan mengenai produksi dan hubungan antar personal. Dalam gaya ini ia harus mempertimbangkan berapa banyak produksi yang harus dihasilkan dengan tidak mengurangi hubungannya dengan para bawahan. Ia harus benar-benar mempertimbangkan keputusan yang akan ia ambil, memahami prosedur, melakukan penelitian dan harus memiliki pemikiran yang kreatif, dengan tidak lupa memperhatikan kualitas pelayanan para bawahan, dan menjadikan pekerjaannya berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam gaya manajerial grid terbagi menjadi dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan efektif dan tidak. Gaya kepemimpinan yang tergolong efektif yang pertama adalah gaya eksekutif yaitu gaya yang banyak memberikan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja. Ada pula gaya pecinta pengembangan, yaitu gaya yang memberikan banyak perhatian terhadap hubungan kerja tetapi minim terhadap tugas-tugas pekerjaan. Gaya otokratis yang baik hati, yaitu kebalikan dari gaya pencinta pengembangan, gaya ini lebih banyak memperhatikan pekerjaan dan tugas-tugas yang dilaksanakan, daripada hubungan kerja. Dan yang terakhir adalah gaya birokrat, yaitu gaya ini mempunyai perhatian yang minim kepada tugas yang dikerjakan, maupun hubungan kerja. Ada pula gaya yang tidak efektif. Yang pertama adalah gaya pencinta kompromi, yaitu gaya ini memberikan perhatian yang besar terhadap tugas yang dikerjakan dan hubungan kerja yang menekankan pada kompromi, apapun yang dilakukan harus berdasarkan kompromi. Gaya yang kedua adalah gaya missionari yaitu memberikan perhatian yang besar terhadap hubungan kerja, tetapi kurang memberikan perhatian terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Ada pula gaya otokrat, yaitu ia memiliki perhatian yang besar terhadap pekerjaan tetapi minim dalam hubungan kerja. Jika gaya kepemimpinan yang lari dari tugas, yaitu gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Robert House mengemukakan ada empat gaya kepemimpinan yang menjadi perilaku seorang pemimpin, yakni : a. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi b. Kepemimpinan direktif c. Kepemimpinan partisipatif d. Kepemimpinan suportif. 29 Menurut Robert House pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menyesuaikan dirinya dengan situasi dalam sebuah organisasi. Ia mengemukakan ada 4 gaya kepemimpinan, yaitu : kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi, dalam gaya ini pemimpin menaruh rasa percaya yang besar kepada para bawahannya bahwa mereka mampu menyelesaikan seluruh tugas dengan baik. Pemimpin hanya berpusat pada prestasi para pegawainya, pemimpin memberikan tantangan kepada para pegawai dan ia mengharapkan agar para bawahan berusaha mencapai tujuan seoptimal mungkin. Gaya yang ke 2 adalah gaya kepemimpinan direktif, yaitu pemimpin yang berorientasi pada hasil. Ia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk 29 Abi Sujak, Kepemimpinan Manajer, Jakarta: Rajawali Press, 1990, h. 18-19 mengentahui apa yang menjadi harapannya untuk organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin dengan gaya ini memberikan pengarahan tentang tugas yang akan dilaksanakan oleh para bawahannya. Gaya kepemimpinan yang ke 3 yang dikemukakan oleh Robert Housen adalah gaya kepemimpinan partisipatif, yaitu pemimpin yang mau meminta saran kepada para bawahannya dan meminta para bawahannya untuk ikut andil dalam menberikan masukan- masukan positif dan ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan dalam orgsanisasi. Dan gaya kepemimpinan yang ke 4 adalah gaya kepemimpinan suportif, yaitu seorang pemimpin yang berorientasi pada hubungan manusia. Ia berusaha mendekatkan diri dan menyenangkan perasaan para bawahannya, ia menganggap bawahannya adalah kawan, menurutnya, sebuah organisasi dapat berjalan dengan baik jika seluruh anggota dalam organisasi tersebut memiliki hubungan yang baik. Dengan memiliki hubungan yang baik antara atasan dan bawahan, maka akan dengan sangat mudah ia mengontrol, membimbing para bawahannya. Gaya kepemimpinan yang utama terbagi menjadi dua yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas lebih mengutamakan tugas yang dikerjakan, ia mengarahkan, mengontrol pekerjaan para pegawainya dengan sangat teliti, tidak jarang pemimpin dalam hal ini memiliki sikap yang otoriter dan memaksakan kehendaknya. Yang ia perdulikan hanya pekerjaan, semua pekerjaan harus sesuai dengan yang ia inginkan, pemimpin membantu para pekerjanya untuk menyusun rencana kerja, memberi arahan kepada para pekerja agar pekerjaannya berjalan sesuai dengan yang ia inginkan. Pemimpin dengan tegas memberi tahu aturan-aturan yang terdapat dalam organisasi, dan para pegawainya harus melaksanakan tugas sesuai dengan aturan-aturan yang ia buat. Pemimpin memberikan tugas sesuai dengan jabatan dan keahlian para pekerjanya. Pemimpin dalam hal ini harus menciptakan saluran komunikasi yang baik dalam organisasi. Setiap informasi ia bagikan kepada seluruh anggotanya sesuai dengan struktur yang terdapat dalam organisasi. pemimpin mengarahkan seluruh pegawainya untuk mengikuti aturannya dan mengarahkan pegawainya agar tujuan dari organisasi tercapai. Ia menganggap keberhasilan sebuah organisasi tergantung dari kualitas pekerjaan yang dilakukan. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan adalah pemimpin yang lebih mementingkan hubungannya dengan para bawahan. Pemimpin ini lebih mengutamakan hubungannya dengan para bawahan. Ia mengganggap dengan memiliki hubungan yang baik, maka akan dengan mudah ia dapat mempengaruhi bawahannya. Ia menaruh rasa percaya yang besar kepada para pegawainya bahwa mereka mampu melaksanakan tugas dengan baik tanpa harus memaksakan kehendak. ia menampung seluruh keluhan-keluhan yang dialami setiap pegawainya dan berusaha memberikan solusi yang terbaik dari setiap keluhan dan permasalahan yang dialami. Pemimpin menghargai setiap pekerjaan para bawahannya, ia membiarkan para pekerjanya untuk mengembangkan potensi dirinya. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan membiarkan para pegawai untuk mengembangkan dirinya, agak kualitas pekerjaannya semakin baik. Pemimpin memberikan kebebasan para pegawai untuk mengeluarkan pendapatnya, dan mengajak berdiskusi untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh organisasi. Pemimpin ini harus dapat menciptakan hubungan yang baik dalam organisasi, karena hubungan yang baik akan memberikan kenyamanan seseorang dalam bekerja. Motivasi dan perhatian yang baik dari pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap ketercapaian pekerjaan, dengan memberikan motivasi maka para pegawai merasa diperhatikan dan dihargai, bahkan dipercaya oleh pemimpinnya untuk mengerjakan tugas dengan baik. Motivasi dan arahan yang baik sangat menunjang ketercapaian pekerjaan yang baik yang annatinya akan berpengaruh terhadap kualitas organisasi.

B. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Dan Hakikat Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja seseorang adalah merupakan suatu perasaan yang bersifat individual, setiap orang akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda tergantung dari cara penilaian oleh diri individu yang bersangkutan. 30 Dalam sebuah organisasi kepuasan kerja pegawai sangat penting, karena kepuasan kerja adalah perasan puastidak puasnya seseorang dalam bekerja. Dalam bukunya, Sondang. P. Siagian mengartikan kepuasan kerja sebagai suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaanya.” 31 Menurut Stephen P. Robbins dan Timithy A . Judge kepuasan kerja adalah “suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karak teristiknya.” 32 Jika pegawai merasa puas dengan apa yang ia kerjakan, maka akan berpengaruh positif terhadap kinerjanya, dan akan menjadikan kualitasnya lebih baik. Jika menurut Adam Ibrahim Indrawijaya, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal, seperti kognisi, emosi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tidak nampak 30 Try bubu, Kepuasan Kerja, diakses pada tanggal 4 september 2013 http:ruined- info4u.blogspot.com201103kepuasan-kerja.html 31 Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, h. 295 32 Stephen P. Robbins, Timoty A. Judge, Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba empat, 2008, h. 107 secara nyata, tetapi dapat berwujud dalam sutu hasil pekerjaan. 33 Menurut Ibrahim Indrawijaja, seseorang yang merasa puas atau tidak puas dalam pekerjaannya tidak nampak secara nyata, tetapi hasil dari pekerjaannyalah yang memperlihatkan bahwa ia puas atau tidak puas dalam bekerja. Menurutnya, perilaku seseorang dan hasil pekerjaanlah yang menunjukkan seorang pegawai tersebut puas atau tidak. Dengan kata lain, hasillah yang menentukan puas dan tidaknya seseorang dalam bekerja. Pendapat lain dikemukakan oleh Newstrom bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami pegawai dalam bekerja. 34 Jadi menurut Newstrom puas dan tidaknya seseorang dalam bekerja adalah sebuah perasaan yang diungkapkan oleh pegawai. Perasaan tersebut dapat mendukung atau tidak mendukung seseorang dalam pekerjaannya. Jika ia merasa tidak puas maka dukungan untuk bekerja rendah sehingga hasil yang dikerjakan oleh pegawaipun tidak maksimal. Seorang pegawai yang kepuasan kerjanya tinggi, maka otomatis dirinya akan mendukung dirinya sendiri untuk bekerja lebih baik lagi, dan menghasilkan pekerjaan yang baik pula. Robbins mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Sikap individu bisa menyangkut puas dan tidak puas pada seluruh dimensi pekerjaannya. 35 Menurutnya kepuasan kerja kerja adalah sebuah perasaan yang timbul akibat pekerjaannya, jika ia tidak merasa nyaman dengan 33 Adam Ibrahim Indrawijaya, Perilaku Organisasi, Bandung: Sinar Baru, 1989, h. 72 34 Anan Nur, Kepuasan Kerja, diakses pada tanggal 6 februari 2013, http:anan- nur.blogspot.com201102kepuasan-kerja.html 35 Husaini Usman, Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 498 pekerjaannya, maka otomatis kepuasan kerja pegawai tersebut juga buruk. Sikap yang ditimbulkan oleh pegawai mencerminkan perasaan ia terhadap pekerjaannya. Pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, akan berakibat pada ketidak puasan kerja pegawai tersebut, yang nantinya akan berakibat pula kepada hasil dr pekerjaan tersebut. Lain halnya dengan yang diungkapkan Yulk, ia menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan. 36 Howell dan Dipboye memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Model A Kondisi Sikap Motivasi Unjuk Kerja Kerja Kerja Kerja Model B Kondisi Motivasi Unjuk Sikap Kerja Kerja Kerja Kerja Model C Kondisi Motivasi Sikap Kerja 1 Kerja 1 Kerja Kondisi Motivasi Unjuk Kerja 2 Kerja 2 Kerja Gambar 2.3 Beberapa Model Dari Hubungan Kausal Antara Motivasi Kerja, Unjuk Kerja, Dan Sikap Kerja 37 36 Ibid., h. 464 37 Ashar Sunyoto Munandar, Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta: UI Press, 2006, h. 350-353 Pada model A, kondisi kerja mempengaruhi sikap tenaga kerja terhadap pekerjaan dan organisasi, dan sikap ini mempengaruhi usaha untuk melakukan pekerjaan. Berdasarkan model A, manajemen perlu menciptakan kondisi kerja yang baik dan positif terhadap pekerjaan, karena sikap kerja yang positif akan membuat para pekerja lebih efektif dalam bekerja. Dalam model B, para pekerja yang bekerja dengan baik dan giat akan merasa bangga terhadap pekerjaannya dan secara langsung akan lebih mengembangkan pekerjaan mereka dan akan berpengaruh terhadap organisasi. Manajemen tidak perlu secara langsung memperhatikan kepuasan kerja para pekerjanya, manajemen hanya perlu menunjukkan tindakan yang menyatakan bahwa mereka dapat bekerja dengan baik dan profesional dan mendapat umpan balikan tentang hasil unjuk kerjanya. Model C bahwa tidak ada hubungan langsung antara sikap kerja dan unjuk kerja. Sikap kerja tidak menyebabkan timbulnya unjuk kerja tertentu, begitu juga sebalikya. Implikasi dari model ini ialah manajemen perlu melakukan tindakan positif jika menginginkan sikap kerja yang positif dan melakukan tindakan lain jika ingin memotivasi para pekerja, sehingga akan menimbulkan unjuk kerja yang tinggi. Sikap kerja dalam model A, B, C mengungkapkan kepuasan kerja. Dalam model ini semakin positif sikap kerjanya, maka akan semakin besar kepuasan kerjanya. Salah satu diantara persoalan paling banyak menimbulkan perdebatan dan menimbulkan kontroversi pendapat yaitu studi tentang kepuasan jabatan. Ada tiga macam pandangan sehubungan dengannya, yaitu : a. Kepuasan menyebabkan timbulnya unjuk kerja b. Unjuk kerja menyebabkan timbulnya kepuasan c. Imbalan-imbalan menimbulkan pengaruh, tetapi tidak adanya hubungan yang bersifat inheren. 38 Jika seorang pegawai merasa puas dengan pekerjaannya maka unjuk kerja yang ditunjukkan akan baik, dan sebaliknya unjuk kerja yang baik menyebabkan kepuasan kerja yang baik. Jika seorang pegawai bekerja dengan penuh semangat, dan pekerjaannya sesuai dengan yang ia harapkan maka ia akan merasa puas dengan pekerjaannya karena hasil pekerjaan yang baik berarti kepuasan kerjanya tinggi, begitu pula sebaliknya. imbalan yang diterima pegawai menimbulkan pengaruh terhadap kepuasan kerja dan hasilnya, tetapi imbalan bukan faktor yang utama atau satu- satunya faktor yang menunjang kepuasan kerja pegawai. Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan berdasarkan imbalan material dan imbalan psikologis. Kepuasan kerja memiliki banyak dimensi, antara lain : a. Kepuasan kerja dapat mewakili sikap secara menyeluruh atau mengacu pada bagian pekerjaan misalnya pada isi pekerjaan dan pada konteks pekerjaan. b. Kepuasan kerja merupakan seperangkat perasaan. c. Kepuasan kerja bersifat dinamik, ia dapat naik dan turun dengan cepat sehingga perasaan pekerja terhadap organisasi perlu diperhatikan secara berkesinambungan. 39 Kepuasan kerja adalah perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja dapat mewakili sikap para pekerjanya. Karena kepuasan kerja adalah sebuah perasaan, maka jika ia merasa puas, pekerjaannya akan berjalan dengan baik, jika tidak maka pekerjaan tersebut akan 38 J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007, h. 218 39 Ibid