Moser mengemukakan dua konsep penting, yakni pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Pemberdayaan perempuan berdasarkan analisis
gender adalah membuat perempuan berdaya dalam memenuhi kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Analisis kebutuhan praktis dan strategis
berguna untuk menyusun suatu perencanaan ataupun mengevaluasi apakah suatu kegiatan pembangunan telah mempertimbangkan ataupun ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan yang dirasakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Pemenuhan
kebutuhan praktis
melalui kegiatan
pembangunan kemungkinan hanya memerlukan jangka waktu yang relatif pendek. Proses
tersebut melibatkan input, antara lain seperti peralatan, tenaga ahli, pelatihan, klinik atau program pemberian kredit. Umumnya kegiatan yang bertujuan
memenuhi kebutuhan praktis dan memperbaiki kondisi hidup akan memelihara atau bahkan menguatkan hubungan tradisional antara laki-laki dan perempuan
yang ada. Kebutuhan strategis biasanya berkaitan dengan perbaikan posisi perempuan misalnya memberdayakan perempuan agar memperoleh kesempatan
lebih besar terhadap akses sumberdaya, partisipasi yang seimbang dengan laki- laki dalam pengambilan keputusan memerlukan jangka waktu relatif lebih
panjang.
6.1.2 Pemberdayaan Perempuan di Bidang Politik
Harus diakui meskipun saat ini emasipasi perempuan telah dibuka lebar, tetapi masih ada ketidakberdayaan empowering perempuan khususnya dalam
Universitas Sumatera Utara
bidang politik. Hal ini terkait erat dengan kedudukan perempuan dalam masyarakat tradisional, dimana perempuan ditempatkan untuk mengelola urusan-
urusan keluarga, atau sebagai pekerja untuk menghasilkan sesuatu yang produktif. Dengan demikian perempuan bukan penentu keputusan untuk menghasilkan
sesuatu, dengan kata lain perempuan bukan sebagai subyek tetapi hanya sekedar sebagai obyek atau pelaksana.
Dalam konteks yang lain perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, maka apabila ingin meluruskan jangan menggunakan kekerasan paksa
karena akan patah tetapi kalau dibiarkan akan tetap bengkok. Oleh karena itu untuk meluruskan perempuan harus dengan wasiat petuah-petuah yang baik
disarikan dari Hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah R.A.. Dengan demikian perempuan merupakan makhluk yang perlu dijaga dan
dilindungi, hal ini dikarenakan perempuan merniliki berbagai sifat yang menjadi kelemahannya, yaitu; hidup dengan perasaan, tidak senang blak-blakan, lebih
menyukai harta, suka bertipu daya, dan senang dirayu. Sisi kelemahan lainnya dan perempuan menunut S.C., Utami Munandar adalah
11
: 1.
Memiliki sifat inferior, dan tidak berani mengambil inisiatif apalagi mengambil keputusan yang menentukan.
2. Lebih emosional dan kurang berfikir secara rasional.
11
Utami Munandar, 1985, Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia, Suatu Tinjauan Psikologis, Jakarta: UI Pres, hal. 35
Universitas Sumatera Utara
3. Menghendaki cinta orang lain hanya untuk dirinya, tanpa memperhatikan
kepentingan orang lain. 4.
Menginginkan atensi, afeksi dan kasih sayang dan orang lain.
Melihat kenyataan yang didasarkan teori dan pendapat dan para pakar tersebut, maka sangat penting adanya upaya-upaya untuk memberdayakan
perempuan dalam bidang politik agar kaum perempuan dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan politik. Dalam dimensi politik pemberdayaan
menyangkut proses peningkatan kesadaran perempuan akan kemampuan mereka, akan hak dan kewajibannya, dan mampu menggunakan kemampuan dan
pengetahuannya untuk mengorganisasikan diri mereka sendiri. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memberdayakan perempuan dalam bidang politik, adalah
sebagai berikut
12
: 1.
Melibatkan kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat lokal
Banyak yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Hal ini bisa dilihat dari pengikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan pada tingkat nasioanal, daaerah, kabupatenkota
sampai tingkat desakelurahan. Namun pengikutsertaan perempuan dalam proses pengambilan keputusan tersebut masih bersifat semu, peran perempuan dalam
12
Sabar Marniyati, 2011, Pemberdayaan Perempuan Transformasi Menuju Partisipasi Politik, Surakarta: Responbilitas volume 3, hal 21-25
Universitas Sumatera Utara
proses pengambilan keputusan hanya sebuah pelengkap, sehingga keikutsertaan perempuan dalam proses pengambilan keputusan belum mampu memasukkan
agenda yang menjadi kepentingannya. Hal ini dikarenakan segala yang berkaitan dengan perenca-naan dan pelaksanaan program sudah disusun sedemikian rupa
sehingga tinggal mengambil keputusan saja. Peran perempuan dalam hal ini hanya sebagai alat legitimasi terhadap program dan proyek yang telah disusun. Oleh
Karena itu kiranya masih perlu pelibatan perempuan secara nyata dalam proses pengambilan keputusan dengan mem-berikan kesempatan kepada perempuan
untuk berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dan proyek sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat.
2. Menggugah kaum perempuan dalam memilih kepemimpinan yang
mempresentasikan kepentingannya pada tingkat lokal, regional maupun nasional
Secara filosofi dilaksanakannya pilihan presiden, gubernur dan bupati serta kepala desa secara langsung membuka peluang bagi perempuan untuk
menggunakan hak yang sama dengan kaum laki-laki. Namun tidak banyak perempuan yang menggunakan kesempatan untuk bisa duduk dalam jabatan
politik karena arena politik yang keras, penuh intrik, adu strategi, bahkan intimidasi dan violence kekerasan, sehingga perempuan rnenganggap arena
politik bukan tempat yang “aman” baginya . OIeh karena itu perlu dilakukan pendidikan politik kepada perempuan dalam rangka menggugah kesa-daran hak
dan kewajibannya sebagai warga negara. Masih adanya sisa-sisa konsep politik
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat paternalism akan sedikit berat, tetapi hal ini harus dilakukan untuk rnewujudkan peran serta penempuan dalam bidang politik.
3. Melibatkan kaum perempuan dalam membagi kekuasaan secara demokratis.
Membagi kekuasaan secara demokratis mengandung pengertian bahwa penyelesaian masalah yang ada diletakkan pada tingkatan kekuasaan yang
terdekat. Organisasi-organisasi yang ada diberi kebebasan untuk me-nyelesaikan masalahnya sendini, termasuk organisasi kaum perempuan. Pemerintah tidak
perlu mencampuri masalah intern organisasi selama organisasi yang bersangkutan mam-pu menyelesaikan masalahnya sendiri. Pemerintah hanya perlu memberi
support kepada organisasi perempuan untuk bisa eksis dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat termasuk dalam pengambilan keputusan, karena pengam-
bilan keputusan merupakan kegiatan yang bersifat politis. 4.
Melibatkan kaum perempuan dalam mengalokasikan sumber-sumber komunal secara adil.
Sumber-sumber komunal yang ada harus dialokasikan secara adil, sehingga tidak ada yang memiliki hak istimewa dan yang dimarjinalkan untuk
menikmati sumber-sumber komunal yang ada. Oleh karena itu tidak boleh ada diskriminasi antara kaum perempuan dengan laki-laki dalam pengalokasian
sumber-sumber komunal. Disinilah satu makna yang mencerminkan terwujudnya emansipasi perempuan.
Universitas Sumatera Utara
6.1.3 Pemberdayaan Perempuan di Parlemen