xx
6. BAB II
TINJAUAN TEORITIS KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A. Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata miskin memiliki arti sebagai berikut: “ Miskin tidak berharta benda, serba kekurangan
berpenghasilan sangat rendah. Kemiskinan: hal miskin keadaan miskin absolut. Situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya
memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum.
12
Dalam agama Islam, kata miskin berarti :
Orang-orang yang tidak dapat memperoleh sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan diamlah yang menyebabkan
kefaqirannya.
13
Selanjutnya, Dalam literatur hukum Islam, istilah kemiskinan atau “miskin” dibedakan dengan “fakir” mengenai perbedaan kedua istilah
tersebut, dari hasil telaah kitab fiqih, Ali Yafie membuat rumusan definisi miskin adalah yang memiliki harta bendapencaharian atau kedua-duanya
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998 , h.233
xx hanya menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan pokok. Sedangkan
yang disebut fakir ialah mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak mempunyai mata pencaharian tetap atau mempunyai harta
benda tetapi hanya menutupi kurang seperdua kebutuhan pokoknya.
14
Kemiskinan dari sudut sosiologi dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan
kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya
telah hidup di atas garis kemiskinan, namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin kultural berkaitan
erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari
pihak lain yang membantunya.
15
Soejono Soekanto merumuskan: “kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana keadaan seseorang tidak sanggup untuk memelihara diri
sendiri yang sesuai dengan taraf kehidupan kekelompokannya.
16
Parsudi Suparlan, secara singkat mendefnisikan kemiskinan sebagai suatu standar
tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya sesuatu tingkat kekurangan materi pada jumlah golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
13
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui atas Berbagai Persoalan Umat,
Jakarta : Mizam, 1996 , h.83.
14
Ali Yafie, Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren, Jakarta: Buku P3LM, 1986 Hal,6
15
http:www.Kimpraswil . Go.idpublicP2KPDesMemahami Kemiskinan
xx umum yang berlaku dalm masyarakat yang bersangkutan, dan secara
langsung tampak pengaruhnya terhadap kesehatan, moral dan rasa harga diri sebagai orang miskin.
17
Sedangkan menurut Nabil Subhi Ath-Thawil, kemiskinan adalah adanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan pokok.
Kebutuhan-kebutuhan itu dianggap pokok, karena ia menyediakan batas kecukupan minimum untuk hidup manusia yang lain dengan tingkatan
kemuliaan yang dilimpahkan Allah atas dirinya.
18
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa hidup dalam keadaan yang dialami oleh sebagian penduduk yang hidup dalam
keadaan serba kekurangan untuk memperoleh kebutuhan hidupnya yang pokok disebabkan kurangnya kemampuan ekonomi. Orang-orang yang
mengalami hal tersebut dikenal dengan sebutan orang-orang miskin. Syekh Mustafa Maraghi menerangkan, bahwa orang-orang miskin adalah yang
lemah usahanya ataupun kemampuannya.
19
Berdasarkan data BPS Badan Pusat Statistik populasi penduduk miskin Indonesia sebelum krisis pada tahun 2000 sekitar 18,95 atau
sekitar 37,8 juta jiwa di tahun 2001 menjadi sekitar 14 atau sekitar 26,8 juta jiwa di akhiri tahun 2005. Maka dalam rangka percepatan
pengangguran jumlah penduduk miskin, pemerintah membentuk wadah yang membantu menyelesaikan masalah kemiskinan yaitu KPK Komite
16
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: VI press, 1998.cet.ke-6 h.368.
17
Parsudi Suparlan, Kemiskinan Perkotaan, Jakarta : Yayasan Obor, 1993, Cet-2 h.11.
18
Nabil Subhi At-Tahwil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim, h.36
xx Penanggulangan Kemiskinan. Keppes No 8 tahun 2002 No 34 tahun
2002, untuk memperlancar tugas dan fungsi KPK secara khusus menyelenggarakan upaya penanggulangan kemiskinan melalui kordinasi
dan manajemen program terhadap berbagai upaya atau kemiskinan di semua
jalur pembangunan
dan setiap
lapisan penyelengara
pembangunan.
20
Kemiskinan merupakan suatu kondisi sosial dan telah menjadi masalah sosial di Indonesia. Ciri-ciri kemiskinan adalah sebagai berikut:
21
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar pangan, sandang dan papan.
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi.
3. Ketiadaan jaminan masa depan karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga.
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
5. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.
6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat. 7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan. 8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
19
Syekh Mustafa Maraghi, Sosiologi Suatu Pengantar. Mesir ; Mustafa Baadi, 1974, Juz 1.h.130
20
www. Ekonomi Rakyat.or.idedisi 13Artikel.
xxi 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial anak terlantar,
wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil.
Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, Edi Suharto membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi:
22
1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang umumnya adalah Negara-negara
maju. Sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan
prasyarat globalisasi. 2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan
subsistem kemiskinan akibat rendahnya pembangunan, kemiskinan pedesaan kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses
pembangunan, kemiskinan perkotaan kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan.
3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak- anak, dan kelompok minoritas.
4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian- kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti
konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.
Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial World Summit for Social Develompment
, Kopenhagen, Maret, 1995, menyatakan bahwa
21
Edi Suharto, Op.cit., h. 132
xx “Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya
pendapatan dan sumberdaya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat
kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan kematian akibat
penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta
diskriminasi dan keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan
dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya”. Para ahli mengatakan bahwa, “paling tidak ada tiga macam konsep
kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif”. Kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran
tertentu yang konkret a fixed yardstick. Ukuran itu lazim berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat sandang,
pangan dan papan. Kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative
standard , yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar
asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lain.
Kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick dan tidak
memperhitungkan the idea of relative standard. Kelompok yang menurut
22
Ibid.
xx ukuran berada di bawah garis kemiskinan, boleh jadi tidak menganggap
dirinya sendiri miskin dan demikian juga sebaliknya. Kelompok yang dalam perasaan kita tergolong hidup dalam kondisi tidak layak boleh jadi
tidak menganggap dirinya semacam itu dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, konsep kemiskinan semacam ini dianggap lebih tepat
apabila dipergunakan untuk memahami kemiskinan dan merumuskan cara atau strategi yang efektif untuk penanggulangannya.
Dengan demikiaan kemiskinan menyangkut berbagai dimensi sosial, politik, ekonomi, dan budaya, namun pada dasarnya kemiskinan
adalah tidak terpenuhinya dua aspek pokok yaitu aspek pemenuhan kebutuhan yang berbentuk fisikmaterial dan aspek spiritualmental.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa hidup dalam keadaan yang dialami oleh sebagian penduduk yang hidup dalam
keadaan serba kekurangan untuk memperoleh kebutuhan hidupnya yang
pokok disebabkan kurangnya kemampuan ekonomi.
Jika ditinjau dari sumber penyebab kemiskinan, dikenal adanya kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.
23
Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh
gaya hidup, kebiasaan hidup, dan budayanya. Mereka sudah merasa berkecukupan dan tidak merasa kekuarangan. Kelompok masyarakat ini
tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak terlalu tergerak berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga
menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukurang yang umum
xx dipakai. Dengan ukuran absolute, misalnya, tingkat pendapatan minimum,
mereka dapat dikatakan miskin, tapi mereka tidak merasa miskin dan tidak mau disebut miskin. Dalam keadaan seperti ini, bermacam tolak ukur
kebijaksanaan pembangunan tidak mudah menjangkau mereka. Keadaan kepemilikian sumber daya yang tidak merata,
kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha dan memperolah pendapatan akan
menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan tidak merata pula. Ketimpangan ini pada gilirannya menyebabkan perolehan pendapatan
tidak seimbang, dan selanjutnya menimbulkan struktur masyarakat yang timpang. Perbedaan antara masyarakat yang ikut serta dalam proses
pembangunan dengan yang masih tertinggal menybebabkan keadaan kemiskinan baik absolut maupun relatif. Keadaan semacam ini dikenal
sebagai kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural ini juga dikenal sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum
seimbang dan hasilnya belum bisa dibagi secara merata.
24
Kondisi kemiskinan sekurang-kurangnya dapat disebabkan oleh empat penyebab, yaitu sebagai berikut:
25
Pertama, rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan
pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Dalam bersaing untuk mendapatkan lapangan kerja
yang ada, taraf pendidikan menentukan. Taraf pendidikan yang rendah
23
Ginandjar Kartasasmita, Op.cit., h. 239
24
Ibid., h. 240
25
Ibid., h. 240-241
xx juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah
menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya tahan pikir, dan prakarsa. Ketiga,
terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.
Selama ada kegiatan usaha atau lapangan kerja, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu. Keempat, kondisi
keterisolasian. Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil atau terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau
tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Keempat penyebab kemiskinan yang diuraikan tersebut di atas menunjukkan adanya lingkaran kemiskinan. Rumah tangga miskin pada
umumnya berpendidikan rendah dan terpusat di daerah-daerah perdesaan. Karena berpendidikan rendah, maka produktifitasnya pun rendah sehingga
imbalan yang diterima tidak cukup memadai untuk memnuhi kebutuhan hidup minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan, yang diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja. Akibatnya, rumah tangga miskin akan menghasilkan keluarga-
keluarga miskin pula pada generasi berikutnya. Imbalan yang rendah menghambat pengembangan kegiatan sosial
ekonomi, serta membatasi peran serta penduduk miskin dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan di dalam proses pembangunan, yang menikmati
hasil pembangunan haruslah yang dapat menghasil sesuatu. Maka kunci
xx pemecahan masalah kemiskinan adalah memberi kesempatan kepada
penduduk miskin untuk ikut serta dalam proses produksi dan kepemilikan aset produksi.
2. Penanggulangan Kemiskinan