malaria yang penderitanya resisten terhadap obat anti malaria semakin meluas. Hingga tahun 1996 telah ditemukan resistensi P.falciparum terhadap klorokuin dengan derajat
yang berbeda di semua propinsi. P.falciparum yang resistensi terhadap sulfadoksin- pirimetamin secara in vivo dan in vitro juga telah ditemukan antara lain di 11 propinsi di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya Depkes RI, 2003 ; Tjitra, 2000. Kecepatan penyebaran resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria berbeda
pada masing-masing daerah atau negara. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan resistensi adalah penggunaan dosis obat yang tidak tepat pada pengobatan malaria.
Minum obat yang tidak benar, seperti kurangnya kepatuhan penderita, kualitas obat yang jelek, intensitas transmisi malaria, dan imunitas yang rendah juga memudahkan
terjadinya resistensi Bloland, 2001.
2.5. Pengobatan Malaria dengan Kombinasi Obat
Pengobatan kombinasi adalah pengobatan dua atau lebih obat anti malaria secara simultan dimana masing-masing obat mempunyai cara kerja yang independen dan
mempunyai target biokimia yang berbeda pada parasit. Obat-obat kombinasi ini harus mempunyai cara kerja yang berbeda dan mekanisme terjadinya resistensi juga harus
berbeda. Selain itu masing-masing obat yang dikombinasi harus mempunyai batas efikasi minimal 75 PAPDI, 2003; Tjitra, 2004.
Obat anti malaria kombinasi di Indonesia yang ideal harus aman dan toleran untuk semua kelompok umur, efektif dan cepat, respon pengobatannya baik untuk semua jenis
Plasmodium, singkat waktu pengobatannya, belum mengalami resistensi, dan terjangkau. Pengobatan dengan kombinasi obat anti malaria bertujuan untuk memperbaiki efikasi dari
Indira Julia : Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Artesunat + Sulfadoksin – Pirimetamin Dengan Artesunat…, 2007 USU e-Repository © 2008
masing-masing obat tersebut, meningkatkan angka kesembuhan, mempercepat respon pengobatan, dan mencegah berkembangnya resistensi Tjitra, 2004.
Secara umum kombinasi obat anti malaria dikelompokkan menjadi kombinasi obat anti malaria artemisinin dan non artemisinin. Mulai tahun 2004 untuk daerah yang
resisten klorokuin, WHO menganjurkan untuk melakukan pengobatan dengan kombinasi derivat artemisinin. Pada saat ini penggunaan kombinasi derivat arrtemisinin telah
terbukti efektif dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria Tjitra, 2004; White, 1996 ; WHO, 2006.
Indira Julia : Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Artesunat + Sulfadoksin – Pirimetamin Dengan Artesunat…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa, dan Amandraya, Kabupatan Nias Selatan pada bulan September sampai dengan Desember 2006.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Peralatan Pemeriksaan Fisik dan Klinis
Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan fisik dan klinis dengan menggunakan peralatan : termometer suhu tubuh, timbangan badan, stetoskop.
3.2.2. Peralatan dan Bahan Laboratorium
Peralatan dan bahan laboratorium yang dibutuhkan adalah : mikroskop object glass, cover glass, slide box, hemolet, rak pewarnaan, kapas, kertas tissue, pipet tetes, pipet 10
ml, gelas ukur 10 ml dan 100 ml, aquadest, baker glass 100 ml dan 500 ml, tabung reaksi, hair dryer, minyak imersi, larutan Giemsa, metanol, alkohol dan larutan
buffer.
3.2.3. Obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Indira Julia : Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Artesunat + Sulfadoksin – Pirimetamin Dengan Artesunat…, 2007 USU e-Repository © 2008