dibakar dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat.
17
Gambar 2. Resistensi Insulin Pada Diabetes Mellitus Tipe 2
17
Pada individu yang telah lama menderita DM tipe 2 telah terjadi penurunan kadar insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi
insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal.
6
Jadi hiperglikemia yang terjadi pada DM tipe 2 tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin defisiensi insulin, tetapi pada saat yang bersamaan juga
terjadi karena rendahnya respon jaringan tubuh terhadap insulin resistensi insulin.
1
2.1.2 Test DM
Tindakan pengendalian DM sangat diperlukan, khususnya dengan mengusahakan tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal, merupakan salah
satu usaha pencegahan yang terbaik terhadap kemungkinan berkembangnya komplikasi dalam jangka panjang. Adapun kriteria untuk menyatakan pengendalian
yang baik diantaranya; tidak terdapat atau minimal glukosaria, tidak terdapat ketonuria, tidak ada ketodiasis, jarang sekali terjadi hipoglikemia, glukosa pp nomal,
dan HbA1C Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin.
4
Dari keenam kriteria tersebut, maka hasil pemeriksaan HbA1C merupakan pemeriksaan tunggal
yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM.
4,17
Tabel 1. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus
2
Baik Sedang
Buruk Glukosa darah mgdl
• Puasa
• 2 jam postprandial
A1c Kol. total mgdl
Kol. LDL mgdl Kol. HDL mgdl
Trigliserida mgdl IMT kgm
2
Tekanan darah mmHg 80 – 100
80 – 144
6,5 200
100 45
150 18,5 – 23
≤ 13080 100 – 125
145 – 179
6,5 – 8 200 – 239
100 – 129 150 – 199
23 – 25 130–140 80–90
≥ 126 ≥180
≥ 8
≥ 240 ≥ 130
≥ 200 25
14090
Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2, Perkeni 2006
2
Sekitar 5 hemoglobin Hb darah terikat secara kovalen dengan glukosa. HbA1 terdiri atas HbA1A, HbA1B dan HbA1C. HbA1C merupakan bagian terbesar
dari HbA1 dan termasuk komponen yang penting serta merupakan ikatan nonenzimatik dan bersifat permanen antara glukosa dengan N terminal valine dari
rantai beta Hb. Proses ini berlangsung seumur eritrosit sekitar 120 hari. HbA1C pada DM meningkat dan sesuai dengan kadar gula darah panderita dalam kurun waktu 8-
10 minggu.
18
Studi menunjukkan bahwa menurunkan angka HbA1C dapat menunda atau mencegah komplikasi kronis.
3
HbA1C biasanya dinyatakan sebagai persentase dari total hemoglobin. Korelasi antara nilai A1C dengan perkiraan rata-rata glukosa
plasma dapat dilihat pada tabel 2 berdasarkan hitungan formula konversi yang merupakan hasil studi multinasional ADAG A1C Derived Averange Glucose yang
didukung oleh American Diabetes Association ADA, European Assocition for the study of Diabetes EASD dan International Diabetes Federation IDF, dengan
rumus konversi korelasi HbA1C terhadap rata-rata glukosa plasma:
19
Rata-rata glukosa plasma mgdl =
28,7 x HbA1C – 46,7 Rata-rata glukosa plasma mmolL =
1,59 x HbA1C -2,59
Tabel 2. Daftar Konversi A1C Dalam Rata-rata Glukosa Darah A1C
Estimasi rata-rata kadar glukosa darah mgdl 5
5,5 6
6,5 7
7,5 8
8,5 9
9,5 10
10,5 11
11,5 97
111 126
140 154
169 183
197 212
226 240
255 269
283
Sumber : Soegondo, dkk. 2009
17
Walau pemeriksaan HbA1C menggambarkan kondisi glikemik penderita DM dalam jangka waktu ± 3 bulan, perlu kriteria pengendalian dalam merawat DM setiap
harinya untuk mencegah kadar glukosa terus meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PERKENI tahun 2006, bahwa
pengendalian DM dengan pemeriksaan selain HbA1C perlu dilakukan dan dapat saling melengkapi. Tingkat HbA1C yang buruk mencerminkan ketidakpatuhan
penderita DM menjalani terapi diabetik. Terapi diabetik merupakan terapi yang diberikan kepada penderita DM untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai
pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan untuk mencapai kadar gula darah senormal mungkin.
4
Beberapa faktor yang menjadi alasan utama yang mendukung penggunaan HbA1C sebagai alat untuk skrining dan diagnosis diabetes:
19
1. Tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja.
2. Dapat memperkirakan keadaan glukosa darah dalam waktu yang lebih lama
serta tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka pendek. 3.
Variabilitas biologisnya dan instabilitas preanalitiknya lebih rendah dibandingkan glukosa plasma puasa.
4. Kesalahan yang disebabkan oleh faktor nonglikemik yang dapat
mempengaruhi nilai HbA1C sangat jarang ditemukan dan dapat diminimalisasi dengan melakukan pemeriksaan konfirmasi diagnosis dengan
glukosa plasma. 5.
Relatif tidak dipengaruhi oleh gangguan akut misalnya stress. 6.
Lebih stabil dalam suhu kamar dibanding glukosa plasma puasa. 7.
Lebih direkomendasikan untuk monitoring pengendalian glukosa. 8.
Level HbA1C sangat berkorelasi dengan komplikasi diabetes. Kadar HbA1C tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kadar gula darah
sewaktu, penebalan membran basalis, makanan yang baru saja dimakan, olahraga dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi penderita.
20
Pada penderita DM tipe 1 pemeriksaan ini dilakukan 4 kali setahun, sedangkan pada penderita DM tipe 2
dianjurkan 2 kali setahun. Selain itu pemeriksaan HbA1C dilakukan jika memang terdapat keluhan dari pasien, gula darah sewaktu dan 2 jam pp terus meningkat,
sehingga dokter pun menganjurkan untuk pemeriksaan HbA1C.
4
Pemeriksaa HbA1C merupakan suatu cara yang dapat diandalkan untuk mengamati metabolisme gula
darah dalam waktu yang lama, hal ini disebabkan karena HbA1C menunjukkan fluktuasi gula darah pasien selama 3 bulan terakhir.
1,20
Berdasarkan hasil penelitian dari the United Kingdom Prospective Diabetes Study UKPDS menunjukkan bahwa
setiap penurunan 1 dari HbA1C akan menurunkan risiko komplikasi sebesar 35. Jika HbA1C tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak semakin tingginya
hiperglikemia yang berakibat pada terjadinya komplikasi diabetik, mikrovaskular dan makrovaskular.
4
2.1.3 Komplikasi DM Tipe 2