Mill., sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan yang digunakan. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokkan kesamaan ciri mikroskopik serbuk biji P. americana dari Padang,
Sumatera Barat, dengan standar serbuk biji P. americana Mill. Hasil dari determinasi membuktikan bahwa serbuk yang digunakan benar berasal dari biji P.
americana Mill.
2. Penetapan kadar air serbuk kering biji P. americana Mill.
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk biji P. americana Mill., sehingga dapat diketahui serbuk biji P. americana
Mill. memenuhi salah satu persyaratan serbuk yang baik atau tidak. Kadar air serbuk yang baik, yaitu kurang dari 10 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan RI, 1995. Penetapan kadar air serbuk biji P. americana Mill. dilakukan dengan alat moisture balance menggunakan metode Gravimetri. Serbuk
yang akan digunakan dipanaskan pada suhu 105
o
C selama 15 menit. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa serbuk biji P. americana Mill. memiliki kadar
air 7,40. Hal ini menyatakan bahwa serbuk biji P. americana Mill. memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
B. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah untuk
mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati ringan, yaitu steatosis pada hati tikus yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Pada steatosis, peningkatan serum ALT dan AST mencapai tiga kali lipat terhadap kontrol Zimmerman, 1999.
Dosis yang digunakan pada penelitian ini mengacu dari penelitian Janakat dan Al- Merie 2002 serta Windrawati 2012, yaitu karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
sudah menimbulkan efek hepatotoksik pada tikus.
2. Penentuan waktu pencuplikan darah
Penentuan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui selang waktu dimana karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB dapat memberikan efek
hepatotoksik maksimal yang ditunjukkan dengan aktivitas serum ALT dan AST tertinggi pada selang waktu tertentu. Karbon tetraklorida dosis 2 mLkg BB
diujikan pada tikus jantan, kemudian dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis mata dengan selang waktu tertentu yaitu jam ke-0, 24, dan 48.
Data aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam tersaji pada Tabel IV serta Gambar
4 dan data aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
mLkgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam tersaji pada Tabel VI serta Gambar 5.
Tabel. IV
Rata-rata aktivitas ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mlkg BB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam n=3
Selang waktu jam
Purata aktivitas serum ALT ± SE Ul
68,0 ± 9,6 24
203,3 ± 15,9 48
54,7 ± 5,5
Gambar 4. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, dan
48 jam
Hasil analisis dengan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data ALT terdistribusi normal, sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis pola searah.
Berdasarkan analisis pola searah One Way ANOVA data ALT tikus setelah terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLkg BB, diketahui memiliki signifikansi
0,143 p 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa variansi data homogen, sehingga dapat dilanjutkan ke uji Scheffe. Dengan menggunakan uji Scheffe, dapat
diketahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Hasil analisis dari uji Scheffe dapat dilihat pada Tabel V.
Tabel V. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 mlkgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam Selang waktu jam
24 48
- B
TB 24
B -
B 48
TB B
- Keterangan:
B = Berbeda bermakna p ≤ 0,05
TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05
Menurut Hastuti 2008 nilai normal serum ALT pada tikus adalah 29,8- 77,0 Ul. Pada Tabel IV, terlihat aktivitas ALT yang paling tinggi pada jam ke 24,
yakni 203,3 ± 15,9 Ul yang memberikan peningkatan ALT yang signifikan dan berbeda bermakna dibandingkan dengan jam ke 0 dan 48 V. Aktivitas tersebut
mengalami penurunan pada jam ke 48 54,7 ± 5,5 Ul, yang berbeda tidak bermakna terhadap jam ke 0. Ini berarti aktivitas ALT pada jam ke 48 sudah
kembali normal.
Tabel VI. Rata-rata aktivitas AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida
dosis 2 mlkg BB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam n=3 Selang waktu
jam Purata aktivitas serum
AST ± SE Ul 88,3 ± 3,8
24 446,3 ± 19,3
48 147,3 ± 7,5
Gambar 5. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, dan
48 jam
Data aktivitas AST tikus setelah terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB terdistribusi normal, hasil analisis pola searah One Way ANOVA
diperoleh signifikansi 0,115 p 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa variansi data homogen, sehingga dapat dilanjutkan ke uji Scheffe. Dengan menggunakan
uji Scheffe, dapat diketahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Hasil analisis dari uji Scheffe dapat dilihat pada Tabel VII.
Tabel VII. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
Selang waktu jam 24
48 -
B B
24 B
- B
48 B
B -
Keterangan: B = Berbeda bermakna p
≤ 0,05 TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05
Dari Tabel VI dan Gambar 5 dapat dilihat aktivitas AST paling tinggi
terjadi pada jam ke 24, yakni 446,3 ± 19,3 Ul, yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara jam ke 0 dan 48 Tabel VII. Seperti halnya aktivitas
ALT, aktivitas AST pada jam ke 48 juga mengalami penurunan dan memberikan perbedaan bermakna terhadap jam ke 0 dan 24. Hal ini berarti aktivitas AST pada
jam ke 48 menurun, namun penurunan yang terjadi belum mencapai keadaan normal. Berdasarkan hasil tersebut maka pada penelitian ini menggunakan waktu
pencuplikan darah pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida.
3. Penetapan lama pemejanan dekok biji P. americana Mill.