Kesimpulan Gereja dan Internet: Sejarah dan Perkembangannya

46 dalam hal teknologi informasi. Pengaruh kuantitas warga jemaat dan lokasi gereja juga mempengaruhi adaptasi teknologi informasi di dalam suatu gereja. Gereja yang anggota jemaatnya sangat banyak, menempati ruangan yang megah, dan berlokasi di kota besar biasanya lebih peduli akan penggunaan teknologi internet. Tanpa bermaksud mendikotomikan bahwa gereja besar lebih melek teknologi informasi daripada gereja kecil, kecenderungan yang terjadi adalah gereja dengan teknologi informasi yang lebih baik adalah megachurch, yaitu gereja yang beranggotakan ribuan orang dan menempati ruangan yang angat megah.

5. Kesimpulan

Sejarah mencatat bahwa perkembangan teknologi informasi juga ikut membawa perubahan bagi sistem sosial masyarakat, termasuk di dalamnya agama. Agama-agama dunia berbondong-bondong berusaha mengikuti arus perkembangan masyarakat yang dipicu oleh perkembangan teknologi yang ikut andil dalam perubahan tatanan sosial budaya masyarakat. Sesuai dengan prinsip teknologi informasi yang terbuka, masing-masing agama pun membuka diri bagi dunia luas. Agama yang tadinya sangat eksklusif milik umatnya saja, saat ini dapat diakses oleh semua orang hanya dengan satu ketukan jari di mouse komputer. Gereja juga membuka dirinya terhadap teknologi informasi, terkhusus internet. Akan tetapi, tidak semua gereja melakukan ini, umumnya hanya gereja- gereja besar yang beraliran Pentakostal Karismatik yang ramah terhadap pengembangan internet. Sistem kepemimpinan tunggal di dalam diri gembala sidang, yang mengakomodir terjadinya perubahan secara cepat di dalam 47 kehidupan bergereja, sungguh mengakomodir pengembangan teknologi di gereja- gereja ini. Tidak tanggung-tanggung, penetrasi internet di dalam kehidupan gereja telah mencakup hampir seluruh bidang kehidupan gereja, baik dalam ibadah maupun kehidupan organisasi. Website milik gereja pun bermunculan di dunia maya, mulanya hanya sebagai sarana informasi, saat ini justru digunakan sebagai sarana interaksi dua arah antara pihak administrator gereja dengan anggota jemaat. Para pemimpin gereja pun mulai memiliki akun media sosial berbasis internet yang dapat diakses oleh semua orang, tidak hanya oleh umatnya saja. Dengan akun ini, mereka dapat berinteraksi langsung dengan jemaatnya, tidak perlu lagi menunggu hari Minggu ketika ibadah berlangsung. Dalam bab selanjutnya akan dibahas secara lebih spesifik tentang bentuk- bentuk penetrasi internet di dalam kehidupan bergereja, bagaimana internet tidak lagi sekadar menjadi pelengkap di dalam kehidupan bergereja, tetapi justru menjadi penggerak utama yang menghidupkan suatu gereja. 48

Bab III Realitas Gereja dan Internet