Anak Tunarungu KAJIAN PUSTAKA

14 Berikut ini adalah klasifikasi anak tunarungu yang di sampaikan oleh Samuel A. Kirk yaitu: 1 Kehilangan pendengaran antara 27-40 dB tergolong tunarungu ringan mild hearing loss. Anak yang mengalami tunarungu ringan akan mengalami kesulitan dalam mendengar bunyi dari jarak jauh. 2 Kehilangan pendengaran antara 41-55 dB tergolong tunarungu sedang mild hearing loss. Anak yang mengalami tunarungu sedang mampu memahami percakapan secara langsung atau dengan berhadapan namun mengalami kesulitan dalam mengikuti diskusi yang di ikuti oleh banyak orang. Anak membutuhkan alat bantu dengar dan terapi wicara untuk memaksimalkan pemahaman bahasa anak. 3 Kehilangan pendengaran antara 56-70 dB tergolong tunarungu agak berat moderately severe hearing loss. Anak hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat dengan menggunakan alat bantu dengar. Anak masih memiliki sisa pendengaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi anak. 4 Kehilangan pendengaran antara 71-90 dB tergolong tunarungu berat severe hearing loss. Anak hanya dapat mendengar suara yang berjarak sangat dekat sehingga sering kali dianggap tuli. Membutuhkan alat bantu dengar untuk melatih kemampuan 15 bahasa anak, anak juga memerlukan layanan pendidikan khusus secara intensif. 5 Kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB tergolong tunarungu berat sekali profound hearing loss. Anak menyadari adanya suara melalui getaran yang diterima, lebih memanfaatkan indra penglihatan dalam memperoleh informasi dan tergolong sebgai tuli. 3. Karakteristik perkembangan anak tunarungu a. Perkembangan kognitif Anak tunarungu pada umumnya memiliki intelegensi yang setara dengan anak normal, namun perkembangan kognitif anak tunarungu dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa, keterbatasan informasi, dan daya abstarksi anak yang menyebabkan anak tunarungu mengalami hambatan dalam pencapaian pengetahuan yang setara dengan anak normal. Terhambatnya perkembangan intelegensi anak tersebut mempengaruhi prestasi belajar anak, namun tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu mengalami hambatan. Aspek-aspek intelegensi yang mengalami hambatan ialah aspek perkembangan yang bersifat verbal seperti pada kemampuan pengertian, menghubungkan, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian Somantri, 2012: 97, mata pelajaran di sekolah yang berhubungan dengan kemampuan verba tersebut seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Kewarganegaraan, dan 16 Matematika yang berhubungan dengan soal cerita. Aspek intelegensi yang berhubungan dengan dengan kemampuan penglihatan dan motorik anak tidak begitu terhambat atau bahkan berkembang lebih cepat seperti pada pelajaran Olahraga dan Keterampilan. b. Perkembangan sosial-emosional Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk bersama dengan orang lain, namun karena hambatan yang dialami anak tunarungu mengakibatkan anak mengalami hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Hambatan dalam penyesuaian diri tersebut menyebabkan anak memiliki perasaan terasing dari lingkungannya. Keadaan tersebut dapat memunculkan beberapa sifat anak tunarungu Wardani, 2008: 5.19-5.21 seperti: 1 Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu Karena hambatan yang dialami anak tunarungu dalam hal komunikasi, anak lebih menarik diri dari lingkungan orang mendengar. Sebagai dampak lainnya, anak menjadi lebih sering bergaul dengan sesama tunarungu. 2 Sifat egoisentris yang melebihi anak normal Anak tunarungu memperoleh sebagian besar informasi melalui penglihatannya, namun daya serap informasi melalui penglihatan tidak mampu mengganti semua informasi yang dapat diperoleh anak melalui pendengaran. Hal tersebut menyebabkan anak tunarungu kurang dapat berinteraksi dengan lingkungannya yang 17 menyebabkan anak hanya mampu memahami sebagian kecil dari lingkungan untuk diadaptasikan pada dirinya. hambatan dalam perkembangan sosial tersebut mengakibatkan timbulnya kecenderungan menyendiri dan memusatkan perhatian pada dirinya sendiri yang disebut dengan sifat egosentris. 3 Perasaan takut khawatir terhadap lingkungan sekitar Anak tunarungu hidup dalam lingkungan yang beraneka ragam dimana akan mudah memunculkan perasaan kekhawatiran karena anak harus menghadapi lingkungan tersebut dengan komunikasi yang beraneka ragam pula. 4 Perhatian yang sukar dialihkan Anak tunarungu memiliki daya abstraksi yang rendah serta hambatan dalam meramalkan suatu kejadian sehingga anak menghindari terjadinya perubahan yang belum pasti dan belum nyata. Hal tersebut menyebabkan anak lebih terpaku pada hal-hal konkret yang diketahui anak. 5 Memiliki sifat polos Anak akan mengungkapkan apa yang sedang dirasakan apa adanya tanpa berpura-pura dan terkadang anak tunarungu sulit untuk diajak bercanda karena anak menanggapi segala hal secara serius. 6 Cepat marah dan mudah tersinggung 18 Keterbatasan anak tunarungu dalam kemampuan berbahasanya, baik pada kemampuan untuk menyampaikan informasi berbicara maupun memahami pembicaraan orang lain sering kali menimbulkan perasaan kecewa pada anak yang menyebabkan anak mudah tersinggung dan cepat marah. c. Perkembangan prilaku Prilakukepribadian banyak dipengaruhi oleh kemampuan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Prilaku anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda tersebut terutama pada hubungan anak di awal masa kehidupannya dengan lingkungan hubungan dengan lingkungan dalam arti sempit diawal masa kehidupan yaitu dengan orang tua.

B. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial menurut Shapiro 1997: 173 adalah kemampuan seseorang untuk bergaul dengan orang lain agar dapat ikut serta secara efektif dalam dunia sosial serta anak belajar mengenali, menafsirkan dan bereaksi secara tepat terhadap situasi-situasi sosial. Pengertian lain mengenai keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang untuk mempertahankan tujuan pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan baik dengan orang lain melalui cara yang dapat diterima secara sosial, pendapat tersebut disampaikan 19 oleh Izzaty yang juga menjelaskan keterampilan sosial terdiri dari empati, afiliasi dan rekonstruksi publik serta mengembangkan kebiasaan positif. Dalam memahami keterampilan sosial, perlu juga di pahami mengenai kesamaan pengertian keterampilan sosial diantaranya kesamaan dengan penyesuaian sosial yang menurut Hurlock 1978: 287 merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Setiap anggota masyarakat diharapkan seiring berjalannya waktu akan semakin dapat menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan dapat memenuhi harapan sosial sesuai dengan perkembangan usia mereka. Keterampilan yang dimaksudkan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di mana dikatakan, bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain, dan dalam hubungan tersebut suatu individu mempengaruhi individu yang lain atau dipengaruhi individu lain yang menyebabkan terjadinya hubungan timbal balik Walgito, 2003: 65. Interaksi sosial tidak hanya terjadi antara individu satu dengan individu lainnya, tapi juga antara individu dengan dirinya sendiri. Menurut teori yang dikemukakan oleh Bandura yang menyatakan bahwa seseorang akan mempengaruhi lingkungannya, tetapi juga mempengaruhi individu yang bersangkutan dalam Walgito, 2003: 66. Keterampilan sosial yang dimaksudkan tersebut dijabarkan oleh Gresham Reschly dalam Gimpel dan Merrell, 1998 dengan mengidentifikasikan keterampilan sosial dalam beberapa ciri, antara lain: 20 1. Perilaku Interpersonal Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial dengan orang lain. 2. Perilaku Intrapersonal Prilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya. 3. Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah. 4. Penerimaan Teman Sebaya Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain, dan sebagainya. 5. Keterampilan Berkomunikasi Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar yang responsif. 21 Sehingga dapat pahami bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seorang individu untuk memenuhi tugas perkembangan dalam bidang sosial yang terlihat dari aktivitas individu dalam berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan sosial yang dimaksudkan tersebut antara lain keterampilan berhubungan dengan orang lain interpersonal, keterampilan berhubungan dengan diri sendiri intrapersonal, keterampilan yang berhubungan dengan kesuksesan akademik, keterampilan dalam berhubungan dengan teman sebaya, serta keterampilan berkomunikasi. Berns 2013: 36-41 menjabarkan tujuan dari sosialisasi yang dilaksanakan oleh seseorang mulai dari masa kecil hingga pada tujuan hidup di masa depan yaitu: 1. Membangun konsep diri Konsep diri adalah pemahaman diri seseorang tentang identitas diri sebagai pembeda antara dirinya dengan orang lain. 2. Membangun aturan untuk diri sendiri Aturan diri menyangkut kemampuan untuk mengontrol kehendak hati, prilaku, dan atau emosi hingga dapat di ungkapkan atau di kelurkan pada waktu, tempat dan objek yang tepat. 3. Membangun prestasi Sosialisasi membantu melengkapi cita-cita seseorang ketika dewasa nanti. Adanya cita-cita memberi alasan bagi seseorang untuk sekolah, bergaul dengan orang lain, mentaati peraturan yang ada dan lain-lain. 4. Mengajarkan aturan sosial yang tepat 22 Menjadi bagian dari suatu kelompok, seseorang harus memiliki fungsi yang melengkapi kelompok tersebut. 5. Sebagai alat untuk membentuk kecakapan Sosialisasi bertujuan sebagai pelengkap kecakapan sosial, emosional dan kognitif seorang anak sehingga ia dapat bergaul dengan baik atau berfungsi secara maksimal dalam masyarakat. Prilaku dalam interaksi sosial merupakan proses yang rumit yang tidak hanya kegiatan interaksi antara satu individu dengan individu lain, namun interaksi sosial merupakan suatu proses kompleks yang di dasari oleh berbagai faktor, termasuk faktor psikologis dan faktor lingkungan yaitu orang lain. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya interkasi: 1. Faktor Imitasi Imitasi merupakan dorongan seseorang untuk meniru orang lain. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa imitasi merupakan suatu landasan atau suatu faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial namun imitasi bukanlah satu-satunya faktor yang mendasari interaksi. Faktor imitasi tidak terjadi secara otomatis, melainkan juga terjadi dengan pengaruh dari faktor lain seperti sikap menerima sikapprilaku yang di imitasi tersebut. Imitasi banyak terjadi pada tahap-tahap awal perkembangan individu, seperti perkembangan bahasa anak yang terjadi setelah anak mendengarkan ucapan dari orang lain dan kemudian belajar untuk menyampaikan kembali kataucapan tersebut. 2. Faktor sugesti