Sifat kimia kitin dan kitosan Ekstraksi kitosan

2.5 Kitin dan Kitosan

Kitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan fungiue. Kitin merupakan unsur organik yang sangat penting pada hewan golongan Arthopoda, Annelida, Mollusca dan Nematoda. Kitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trachea, insang, kulit usus dan bagian dalam kulit cumi-cumi Neely dan William 1969, diacu dalam Marganof 2003 .

2.5.1 Sifat kimia kitin dan kitosan

Kitin merupakan biopolimer terbanyak kedua setelah selulosa yang berlimpah dan tersebar di alam. Kitin termasuk komponen organik penting penyusun kerangka lobster 12 , kepiting 13 , udang 8 , antartic krill 2,3 – 6,1 , dinding sel kapang 44 dan dinding sel jamur 40 Knorr 1982 . Kandungan kitin pada kulit udang lebih sedikit daripada kulit kepiting, akan tetapi kulit udang lebih mudah diperoleh karena ketersediaannya sebagai limbah industri pengolahan udang beku. Secara kimia kitin merupakan polimer 1-4 -2-asetamido-2-deoksi-B-D- glukosamin yang dapat dicerna mamalia, sedangkan kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin Krissetiana 2004 . Kitosan yang disebut juga dengan B-1,4-2-amino-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilasi. Kitosan juga merupakan polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder Tokura dan Nishi 1995 . Kitin merupakan zat padat yang tidak berbentuk amorphous , tidak larut dalam air, asam organik encer, alkali encer dan pekat, alkohol dan pelarut organik lainnya, tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Kitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin Tokura dan Nishi 1995 . Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl, HNO 3 dan H 3 PO 4 , dan tidak larut dalam H 2 SO 4 . Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik Hirano 1986 . Disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai industri terapan dan industri kesehatan Muzzarelli 1986 .

2.5.2 Ekstraksi kitosan

Untuk mendapatkan kitin murni, dilakukan proses isolasi kitin yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pemisahan mineral demineralisasi dan pemisahan protein deproteinasi Suptijah et al.1992 . Deproteinasi dapat dilakukan sesudah atau sebelum demineralisasi. Deproteinasi dilakukan lebih dulu apabila protein yang terlarut akan dimanfaatkan lebih lanjut Knoor 1982 . Deproteinasi sebaiknya dilakukan lebih dulu karena dipandang lebih menguntungkan, yaitu membentuk efek penstabilan pada limbah udang, memaksimalkan produk dan kualitas protein yang terlarut. Namun apabila demineralisasi dilakukan lebih dulu dapat terjadi kontaminasi cairan ekstrak mineral Angka dan Suhartono 2000 . Demineralisasi bertujuan menghilangkan mineral-mineral yang terdapat pada limbah udang. Limbah udang secara umum mengandung 30 – 50 mineral tergantung dari spesiesnya. Dari kandungan mineralnya tersebut 8 – 10 merupakan kalsium karbonat CaCO 3 dan kalsium fosfat Ca 3 PO 4 2 Angka dan Suhartono 2000 . Semakin banyak mineral yang dihilangkan maka kitin yang dihasilkan akan semakin baik. Proses demineralisasi dapat dilakukan dengan penambahan HCl 1 N dengan perbandingan bobot bahan dan volume pengekstrak sebanyak 1 : 7 dengan pemanasan selama 1 jam pada suhu 90 o C Suptijah et al. 1992 . Pada proses ini terjadi reaksi kimia antara asam klorida HCl dengan kalsium CaCO 3 dan Ca 3 PO 4 2 dan akan menghasilkan kalsium klorida yang akan mengendap dan mudah dipisahkan Angka dan Suhartono 2000 . CaCO 3 + 2 HCl CaCl 2 + H 2 CO 3 H 2 CO 3 H 2 O + CO 2 CaCO 3 + 2 HCl CaCl 2 + H 2 O + CO 2 Ca 3 PO 4 2 + 6 HCl 3 CaCl 2 + 2 H 3 PO 4 Gambar 2 Reaksi proses demineralisasi Bastaman 1989, diacu dalam Prantommy 2005 Deproteinasi bertujuan menghilangkan protein dari limbah tersebut. Keefektifan proses deproteinasi tergantung kekuatan larutan basa dan tingginya suhu yang digunakan. Penggunaan larutan NaOH 3,5 dengan pemanasan bersuhu 90 o C selama 1 jam dilakukan dengan perbandingan bahan dan larutan basa sebesar 1 : 10 Suptijah et al. 1992 . Selama proses deproteinasi, larutan alkali akan masuk ke celah-celah limbah udang untuk memutuskan ikatan antara kitin dan protein Purwatiningsih 1992, diacu dalam Nugroho 2005 . Protein yang terdapat dalam limbah udang akan terekstrak dalam bentuk Na-proteinat. Ion Na + akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan - dan larut dalam larutan pengekstrak Prantommy 2005 . Dari proses demineralisasi dan deproteinasi dihasilkan kitin. Pembuatan kitosan dilakukan dengan menghilangkan gugus asetil -COCH 3 deasetilasi dari kitin menggunakan larutan NaOH pekat 50 dengan perbandingan bahan dan larutan NaOH 1 : 20 dengan pemanasan selama 1 jam pada suhu 120 – 140 o C Suptijah et al. 1992 . Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan Ornum 1992, diacu dalam Nugroho 2005 . Pada proses deasetilasi terjadi reaksi antara NaOH dan gugus N asetil pada kitin rantai C-2 yang akan menghasilkan Na-asetat dan substitusi gugus amina -NH 2 . Gambar 3 Struktur kitin atas dan kitosan bawah www.ag168.com

2.5.3 Pemanfaatan kitin dan kitosan