tentang matematika yang beragam agar terjadi interaksi. Sedangkan menurut Suherman et al. 2003:56-57, menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika,
para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek abstraksi.
Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep. Selanjutnya dengan abstraksi ini, siswa
dilatih untuk membuat perkiraan atau dugaaan berdasarkan kepada pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus generalisasi. Di
dalam proses penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif. Namun tentu kesemuanya itu harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan
siswa, sehingga pada akhirnya akan sangat membantu kelancaran proses pembelajaran matematika.
2.2 Teori Belajar yang Mendukung
Teori belajar yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya yaitu: teori Pieget, teori Kontruktuvisme, dan teori Ausebel.
2.2.1 Teori Piaget
Menurut Piaget, dalam Rifai Anni 2011: 207, perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa
yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke
verbalisme. Piaget dengan teori konstruktivisnya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh siswa apabila siswa dengan objekorang dan siswa selalu
mencoba membentuk pengertian dari interaksi tersebut. Berdasarkan urain yang menjelaskan teori Piaget di atas, model PBL dapat
menghadirkan rasa ingin tahu peserta didik, rasa ingin tahu akan dihadirkan melalui pemberian permasalahan kontekstual. Selain itu siswa secara aktif mencari
informasi untuk mengkontruk sebuah pengetahuan baru sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya melalui pemecahan masalah tersebut.
2.2.2 Teori Konstruktivisme
Menurut Rifa’i Anni 2011:137, intisari teori konstruktivisme adalah
bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri. Teori ini memandang siswa sebagai individu yang selalu
memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan
lagi. Belajar yang bersifat konstruktif ini sering digunakan untuk menggambarkan jenis belajar yang terjadi selama penemuan ilmiah, invention, diplomasi, dan
pemecahan masalah di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Asikin 2011: 17 Konstruktivisme terbagi dalam dua bagian, yaitu konstruktivisme psikologis dan konstruktivisme sosiologis. Konstruktivisme
psikologis bertolak dari perkembangan psikologis anak dalam membangun pengetahuannya, sedangkan konstruktivisme sosiologis bertolak dari pandangan
bahwa masyarakat yang membangun pengetahuan. Konstruktivisme psikologis berkembang dalam dua arah yaitu yang lebih personal, individual, dan subyektif
seperti Piaget dan pengikut-pengikutnya dan yang lebih sosial seperti Vygotsky socioculturalism. Vygotsky menekankan pentingnya masyarakat.
Menurut Trianto 2007:76-77 teori Vygotsky menekankan pada hakikat sosiokulturalmsari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi
apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-
tugas tersebut derada dalam zone of proximal development. Menurut Slavin, sebagaimana dikutip oleh Trianto 2010:76 Zone of
proximal development adalah perkembangan sedikit diatas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinngi itu terserap ke dalam individu tersebut.
Sejalan dengan teori kontruktivisme yang sudah diuraikan di atas, pada pembelajaran dengan model PBL siswa belajar berinteraksi sosial dengan cara
berkelompok. Guru memberikan suatu permasalahan yang kontekstual. Setiap kelompok harus dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Masing-masing
anggota kelompok saling berinteraksi dan bertukar pendapat untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Sehingga memunculkan ide baru untuk menyelesaikan
suatu masalah. Selain itu, dalam model PBL guru berperan untuk memberi bantuan kepada siswa dalam mengidentifikasi suatu masalah.
2.2.3 Teori Ausebel