Pembelajaran IPA di SD

4. IPA sebagai Teknologi Teknologi merupakan jawaban terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Teknologi berawal dari masalah yang dihadapi masyarakat, dengan menerapkan konsep-konsep sains dan akan diperoleh suatu solusi berupa penemuan baru teknologi. Pengembangan atau inovasi teknologi diarahkan untuk kesejahteraan manusia. Masalah yang dihadapi masyarakat akan lebih mudah ditanggulangi dengan hasil teknologi. Sebagai contoh penerapan IPA sebagai teknologi adalah cara pencegahan kerusakan lingkungan. Misalnya, untuk menanggulangi erosi, masyarakat bisa menggunakan teknologi sederhana terasering untuk tanah yang miring. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa hakikat IPA mencakup empat unsur yaitu produk, proses, sikap, dan teknologi. Keempat unsur tersebut saling berhubungan dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam pembelajaran IPA. Jadi dalam mengajar IPA yang benar harus mencakup keempat komponen hakikat IPA tersebut. Apabila tidak, maka mengajarnya bisa dikatakan belum lengkap.

2.1.7. Pembelajaran IPA di SD

2.1.7.1. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA di SD Nasution 2007:1.9 mendefinisikan keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan mendasar yang dimiliki, dikuasai, dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah. Rustaman 2010:1.10 mengelompokkan keterampilan proses IPA menjadi dua, yaitu keterampilan proses dasar basic skill dan keterampilan proses terintegrasi integrated skill. Keterampilan proses dasar yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki siswa sebagai bekal untuk melakukan keterampilan selanjutnya yang lebih kompleks. Jenis-jenis keterampilan proses dasar meliputi keterampilan: 1 mengamati, 2 menggolongkanmengklasifiasi, 3 mengukur, 4 mengkomunikasikan, 5 menginterpretasi data, 6 memprediksi, 7 menggunakan alat, 8 melakukan percobaan, dan 9 menyimpulkan Djojosoediro 2010:8. Selanjutnya, keterampilan proses terintegrasi terdiri dari beberapa jenis keterampilan, yaitu: 1 merumuskan masalah, 2 mengidentifikasi variabel, 3 mendeskripsikan hubungan antar variabel, 4 mengendalikan variabel, 5 mendefinisikan variabel secara operasional, 6 memperoleh dan menyajikan data, 7 menganalisis data, 8 merumuskan hipotesis, 9 merancang penelitian, 10 melakukan penyelidikanpercobaan Dimyati 2009:140. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran IPA sangat diperlukan penerapan dari berbagai keterampilan proses, baik keterampilan proses dasar maupun terintegrasi. Penelitian ini mengkaji pembelajaran IPA dengan materi perubahan lingkungan fisik bumi. Sebagai contoh, dalam penelitian ini siswa diminta untuk menyelidiki penyebab terjadinya erosi tanah. Dalam hal ini siswa melakukan penyelidikan ilmiah yang memerlukan keterampilan proses dasar maupun terintegrasi. Jadi siswa akan memperoleh pengalaman belajar secara langsung dan konsep yang diterima akan bertahan lebih lama dalam memori siswa. 2.1.7.2. Penerapan Pembelajaran IPA di SD Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maka perlu melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan keterampilan proses IPA yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Teori pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget. Teori perkembangan kognitif oleh Piaget menjelaskan mengenai konstruktivisme, yaitu suatu pandangan bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman nyata. Piaget dalam Slavin 1994:34 mengelompokkan tahapan perkembangan kognitif dari anak-anak sampai dewasa ke dalam empat tahapan, yaitu sensorimotor; preoperational; concrete operational; dan formal operational. Berikut adalah penjelasan keempat tahapan perkembangan kognitif anak: 2.1.7.2.1. Tahap Sensorimotor lahir s.d. 2 tahun Tahap sensorimotor dimulai dari seorang anak lahir ke dunia sampai dengan usia dua tahun. Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan panca indera sensori dan gerakan motorik motor. 2.1.7.2.2. Tahap Preoperational 2-7 tahun Pada tahap ini, anak mengalami perkembangan bahasa dan penguasaan konsep yang pesat. Untuk pertama kalinya, anak sudah bisa merepresentasi objek dan kejadian yang dialaminya dari proses mental dan cenderung bersifat egosentris. 2.1.7.2.3. Tahap Concrete Operational 7-11 tahun Tahap ini merupakan awal dari kemampuan berpikir rasional, artinya anak sudah mulai berpikir secara logis mengenai masalah-masalah konkret di sekitarnya. Pada periode ini anak sudah mampu menyusun urutan seri objek dan sudah dapat menerima pendapat orang lain. 2.1.7.2.4. Tahap Formal Operational 11-14 tahun Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif. Anak usia ini telah dapat secara penuh melakukan berpikir logis tetapi masih mempunyai pengalaman yang terbatas. Mereka dapat berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat hipotesis dan dapat mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa setiap individu mengalami empat tahap perkembangan kognitif mulai dari lahir sampai dewasa dan mempunyai tingkat kecepatan yang berbeda-beda untuk melewati tahapan perkembangan tersebut. Jadi, dalam pembelajarannya guru harus memperhatikan tahap perkembangan kognitif siswanya. Teori perkembangan kognitif Piaget menempatkan bahwa anak usia SD berada pada tahap concrete operational operasional konkret dimana pada usia ini anak sudah mampu berpikir logis untuk memecahkan permasalahan konkret yang terjadi di sekitarnya. Jadi, anak usia SD sudah mampu memahami konsep melalui pengalaman nyata dan bersifat lebih objektif. Pembelajaran ideal menurut Piaget adalah pembelajaran yang dilandasi dengan teori belajar konstruktivisme. Implikasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain Slavin 1994:45-46: a. Menekankan pada proses berpikir siswa Pembelajaran jangan hanya dilihat dari produk hasil belajarnya saja, tetapi harus menekankan pada proses belajar siswa. Pengalaman belajar siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitifnya. b. Menekankan pada peran aktif siswa Pembelajaran menekankan pada peran aktif siswa dalam menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata dari hasil interaksi dengan lingkungannya sebagai sumber belajar. c. Tidak ditekankan pada percepatan belajar yang membuat siswa berpikir seperti orang dewasa Pembelajaran yang memaksakan suatu penguasaan materi sebelum waktunya, akan menyebabkan hal yang buruk pada perkembangan kognitif siswa. d. Memahami adanya perbedaan individual siswa Di dalam sebuah kelas, antara siswa satu dengan lainnya walaupun usianya sama, namun mempunyai laju tingkat perkembangan kognitif yang berbeda. Oleh karena itu guru harus mengatasinya dengan cara menyetting kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil dan menerapkan pembelajaran penemuan. Peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA yang berorientasikan teori konstruktivisme akan mengarahkan siswa pada proses membangun pengetahuan mereka sendiri melalui interaksi multi arah dengan alat dan bahan yang ada di lingkungan sekitar agar pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih bermakna. Anak SD berada pada tahap operasional konkret, maka dalam pembelajaran hendaknya guru menggunakan alat peraga yang memudahkan siswa dalam memahami konsep yang diajarkannya. Nasution 2007:7.3 mendefinisikan alat peraga adalah wahana fisik yang mengandung materi pembelajaran dan dapat merangsang siswa untuk belajar. Fungsi alat peraga dalam pembelajaran IPA antara lain: 1 mengaktifkan interaksi antara guru dan siswa maupun antar siswa dalam pembelajaran; 2 dapat merangsang pikiran, perasaan, dan perhatian siswa dalam pembelajaran; 3 membangkitkan minat belajar siswa sehingga perhatian siswa terpusat pada pembelajaran; 4 memberikan pengalaman nyata pada siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna; dan 5 mengurangi verbalisme guru dalam pembelajaran Nasution 2007:7.8. Tujuan pembelajaran IPA yang dikehendaki dalam KTSP IPA SD akan dapat dicapai dengan pembelajaran IPA yang disesuaikan hakikat IPA, menerapkan keterampilan proses IPA, berlandaskan teori konstruktivisme, sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, serta diterapi model pembelajaran inovatif yaitu model Problem Based Instruction dengan Media Grafis.

2.1.8. Model Problem Based Instruction

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL SISWA KELAS IVB SDN TAMBAKAJI 04 KOTA SEMARANG

1 9 247

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DENGAN MEDIA KARTU PINTAR PADA SISWA KELAS IV SDN PATEMON 01

5 42 468

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS V SDN KALIBANTENG KIDUL 02 KOTA SEMARANG

0 7 238

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) PADA SISWA KELAS III SDN GUNUNGPATI 02

0 11 339

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DENGAN MULTIMEDIAPADA SISWA KELAS IVA SDNWONOSARI 02 SEMARANG

0 16 313

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DENGAN MEDIA CROSSWORD PUZZLE PADA SISWA KELAS IV SDN MANGKANGKULON 01

1 6 306

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INTRUCTION BERBANTUAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SDN KARANGANYAR 02

0 36 307

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VA SDN WONOSARI 02 KOTA SEMARANG

1 5 467

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA KELAS IVA SDN KARANGANYAR 01 SEMARANG

1 14 232

Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model pembelajaran Direct Instruction Pada Siswa Kelas IV SDN Gunungpati 02 Semarang.

0 0 1