Peranan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Terhadap Usaha Kecil Dan Menengah Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2009
PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR
INDONESIA TERHADAP USAHA KECIL DAN
MENENGAH BERDASARKAN UU NO 2 TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
OLEH
NAMA : IDA FRISKA N
NIM : 060200073
DEPARTEMEN : HUKUM
P. K. : HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
TERHADAP USAHA KECIL DAN MENENGAH BERDASARKAN
UU NO 2 TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Oleh
NAMA : IDA FRISKA N
NIM : 060200073
DEPARTEMEN : HUKUM
P. K. : HUKUM EKONOMI
Disetujui Oleh :
KETUA BAGIAN HUKUM EKONOMI
NIP. 195603291986011001 PROF.DR. BISMAR NASUTION, SH, MH.
DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II
PROF.DR.BUDIMAN GINTING, SH, M.Hum DR. MAHMUL SIREGAR,SH, M.Hum
NIP. 195905111986011001 NIP. 197302202002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya penulis naikkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas Berkat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudu l “PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA TERHADAP USAHA KECIL DAN MENENGAH BERDASARKAN UU NO 2 TAHUN 2009”, dimana penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari seluruh pembaca budiman sekalian demi penyempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.
Skripsi ini merupakan karya tulis ilmiah yang ditulis oleh penulis sendiri dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberi bantuan baik berupa dorongan, perhatian, petunjuk serta bantuan materil dan moril lainnya yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU.
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I, Bapak
(4)
Muhammad Husni, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU.
4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU.
5. Bapak Prof. Dr.Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I penulis.
6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II penulis.
7. Bapak Kelelung Bukit SH., selaku Dosen Wali penulis.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terimaksih kepada seluruh Bapak/Ibu guru penulis yang telah banyak mengajari penulis sejak penulis masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis selama kuliah yaitu :
Saudara/I di Kelompok kecil Mazmur, K’ Friska Sitanggang, K’ Cris Natalia dan yang terakhir K’Swarni (mungkin kk kami pemenang dalam jumlak kak kelompok terbanyak digonta-ganti..hihi…) terimakasih untuk doa, perhatian, arahan, sms kakak selama ini!!! Semoga KK kita kan terus exis…
Untuk Mustika (sahabat terkonsisten), makasi buat segala kritik dan masukan yang sudah diberikan selama ini. “Setiap orang telah memiliki porsinya masing-masing sis”, itulah ucapanmu..dan kamu penasaran suatu
(5)
saat si Siska menjadi apa. Q bangga memiliki sahabat sepertimu…Tenang mus, kita akan jalankan visi yang pernah kita bicarakan tempo dulu..hohoho…
Untuk Puji Manurung sahabat yang menjadi penengah, Mei yang mampu menghadapi semua persoalan yang terjadi, Newy si “meong”, sifatmu yg tenang membuat q banyak berpikir… cepat kerjain skripsimu ya…
Buat Asri dan Cristina, cepat tamat ya bu…, Henni: ”andigan hita muse mardalani”?, buat Vera Manalu...Ayo kita buktikan menjadi boru batak yang bisa dibanggakan..hehehe
Buat Maria, waktu terasa begitu cepat berlalu ternyata udah lama kita bersama dan kini kita udah terpisah, jaga dirimu dan adikmu ya…
Dengan hati yang sangat tulus penulis menyampaikan rasa terimakasih dan hormat yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis terkasih yaitu Ayahnda K. Lumban Raja dan Ibunda A. Boru Gultom. Terimakasih buat segala doa, perhatian, kasih sayang, dorongan, nasehat, harapan, keringat, dan air mata yang telah dicurahkan. Semoga adinda dapat menjadi “sibungsu” yang berguna dan kebanggaan bagi Nusa dan Bangsa terutama keluarga kita.
Buat Kakanda Lolyta Andryani Lumban Raja, Amd., diucapkan terimakasih atas seluruh pengorbanan yang telah kakak berikan selama ini.
Untuk Abangnda terhormat Julianto Lumban Raja, SH, Banyak cerita yang telah terukir sepanjang perjalanan hidup kita, suka, duka, susah, (lho lebih banyak susah nya) selalu kita lalui bersama…. Namun disinilah persaudaraan itu teruji. Banyak hal yang bisa kupelajari darimu, sikapmu yang tenang
(6)
mengajarkanku bahwa semua pasti akan berlalu…Terimakasih telah menjadi abang yang luar biasa bagiku, terkadang menjadi sahabat dikala aku butuh curhat, menjadi abang yang selalu melindungi, menjadi kakak tempat aku berbagi kisah, menjadi orang tua yang selalu support, selalu bertanya keadaan dan tempat aku bermanja bahkan terkadang menjadi adik yang selalu mengalah, kumarahin, dan kuperintah. Thaks for being “our bread winner” (ehmm...beberapa waktu lalu kamu bilang semoga kamu bisa menjadi contoh dan abang yang baik bagiq dan km telah membuktikannya. Kini giliranq mengatakan semoga q menjadi seorang adik yang membanggakan buatmu dan keluarga kita, hingga suatu saat kamu dengan bangganya mengatakan dia “si azes adikku satu-satunya”…) semoga apa yang telah kita perjuangkan tidak menjadi sia-sia..(hiks..hiks jadi sedih).
Tak lupa juga buat seluruh keluarga baik dari pihak ibu dan bapak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dihaturkan terimakasih atas pengorbanan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dan keluarga selama ini.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan mengkaji skripsi ini. Semoga dapat bermanfat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bagi ilmu hukum.
Medan, 16 Februari 2010
Hormat Penulis,
(7)
ABSTRAKSI
Perekonomian Indonesia yang semakin terintegrasi kedalam perekonomian global yang mengedepankan nilai daya saing, kualitas produk dan efisiensi semakin menegaskan perlunya penerapan prinsip demokrasi ekonomi tersebut dalam suatu peraturan perundang-undangan. Pengembangan perekonomian secara berkelanjutan harus dapat meningkatkan nilai tambah pada setiap mata rantai perekonomian nasional sehingga bangsa Indonesia mampu mewujudkan kedaulatan ekonomi Indonesia yang salah satu tolak ukurnya adalah meningkatnya kapabilitas didalam memproduksi barang dan jasa yang kompetitif dipasar global. Pencapaian sasaran ini menjadi semakin relevan karena kontibusi perdagangan luar negeri didalam perekonomian nasional semakin penting. Permasalahan dalam kegiatan ekspor akan timbul ketika UKM yang berorientasi ekspor itu sendiri tidak berusaha meminimalisir kendala-kendala dalam kegiatannya sebagai akibat kurang pemahaman prosedur kegitan ekspor. Adanya kemudahan baik lembaga keuangan ataupun bank dalam menangani kegiatan ekspor dirasakan sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu keberadaan LPEI diharapkan dapat membantu UKM yang beorientasi terhadap ekspor.
Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini didasarkan pada penelitian deskriptif sebagai salah satu bentuk penelitian hukum normatif. Adapun bentuk penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang berkaitan dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.
Peningkatan ekspor nasional tidak hanya berdampak pada stabilitas makro-ekonomi melalui peningkatan cadangan devisa, tetapi juga berdampak pada meningkatnya kapasitas produksi nasioanl. Dengan demikian kebijakan perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional pada akhirnya merupakan integrasi antara kebijakan investasi untuk mendorong ekspor, kebijakan fiskal terkait fasilitas pembiayaan ekspor nasional, dan kebijakan peningkatan daya saing perekonomian nasional serta kebijakan pengembangan sektor riil. Salah satu penyebab rendahnya kinerja ekspor Indonesia selama ini adalah pembiayaan jangka panjang yang masih kurang. Oleh karena itu diperlukan sebuah lembaga pembiayaan ekspor independen yang mampu mendukung pembiayaan ekspor berbiaya murah terhadap usaha kecil dan menengah, layaknya lembaga pembiayaan ekspor yang sudah berkembang di dunia yang memiliki keunggulan khusus yakni mempunyai akses ke pendanaan internasional berbiaya rendah. Dengan demikian, lembaga ini bisa memberikan kredit ekspor dengan bunga murah, sehingga pemerintah tidak perlu memberikan subsidi bunga atau kebijakan khusus dalam mendukung kegiatan ekspor. Melihat pengalaman negara lain, untuk mengoptimalkan transaksi perdagangan luar negeri, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) diharapkan dapat meberikan fasilitas pembiayaan, penjaminan, dan asuransi dalam rangka ekspor demi terwujudnya ekpor nasional yang berskala besar dan berdampak terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No 2 Tahun 2009 tentang LPEI mengamanatkan bahwasanya lembaga ini kelak akan mengatasi berbagai kendala yang acapkali dihadapi oleh UKM yang berorientasi pada kegiatan ekspor
(8)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Blakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10
D. Keaslian Penulisan ... 11
E. Tinjauan Kepustakaan ... 12
F. Metode Penelitian ... 16
G. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II PENGATURAN PROSEDUR EKSPOR ... 22
A. Pengertian Kegiatan Ekspor Usaha Kecil dan Menengah ... 22
B. Tujuan Kegiatan Ekspor ... 27
C. Pihak-Pihak dalam Kegiatan Ekspor ... 29
D. Sistem Pembayaran dalam Kegiatan Ekspor ... 31
E. Prosedur Kegiatan Ekspor ... 43
BAB III KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM KEGIATAN EKSPOR ... 61
A. Kendala Intern ... 64
1. Persiapan- Persiapan Teknis ... 64
2. Kemampuan dan Pemahaman Transaksi Luar Negeri ... 67
3. Pembiayaan ... 69
4. Kekurangsempurnaan dalam mempersiapkan barang-barang ... 71
5. Kebijaksanaan dalam Pelaksanaan Ekspor ... 73
B. Kendala Ekstern ... 75
1. Kepercayaan antara Eksportir- Importir ... 75
2. Pemasaran ... 77
(9)
4. Keterikatan dalam Keanggotaan Organisasi- Organisasi Internasional ... 84
5. Kurang Pemahaman atas tersedianya kemudahan-kemudahan Internasional ... 85
BAB IV PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA (LPEI) TERHADAP KEGIATAN EKSPOR USAHA KECIL ... 88
A. Eksistensi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)... 88
B. Fungsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ... 92
C. Bentuk Pembiayaan Ekspor Usaha Kecil dan Menengah ... 96
D. Kendala yang dihadapi LPEI ... 97
E. Manfaat LPEI terhadap Usaha kecil dan Menengah ... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 106
(10)
ABSTRAKSI
Perekonomian Indonesia yang semakin terintegrasi kedalam perekonomian global yang mengedepankan nilai daya saing, kualitas produk dan efisiensi semakin menegaskan perlunya penerapan prinsip demokrasi ekonomi tersebut dalam suatu peraturan perundang-undangan. Pengembangan perekonomian secara berkelanjutan harus dapat meningkatkan nilai tambah pada setiap mata rantai perekonomian nasional sehingga bangsa Indonesia mampu mewujudkan kedaulatan ekonomi Indonesia yang salah satu tolak ukurnya adalah meningkatnya kapabilitas didalam memproduksi barang dan jasa yang kompetitif dipasar global. Pencapaian sasaran ini menjadi semakin relevan karena kontibusi perdagangan luar negeri didalam perekonomian nasional semakin penting. Permasalahan dalam kegiatan ekspor akan timbul ketika UKM yang berorientasi ekspor itu sendiri tidak berusaha meminimalisir kendala-kendala dalam kegiatannya sebagai akibat kurang pemahaman prosedur kegitan ekspor. Adanya kemudahan baik lembaga keuangan ataupun bank dalam menangani kegiatan ekspor dirasakan sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu keberadaan LPEI diharapkan dapat membantu UKM yang beorientasi terhadap ekspor.
Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini didasarkan pada penelitian deskriptif sebagai salah satu bentuk penelitian hukum normatif. Adapun bentuk penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang berkaitan dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.
Peningkatan ekspor nasional tidak hanya berdampak pada stabilitas makro-ekonomi melalui peningkatan cadangan devisa, tetapi juga berdampak pada meningkatnya kapasitas produksi nasioanl. Dengan demikian kebijakan perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional pada akhirnya merupakan integrasi antara kebijakan investasi untuk mendorong ekspor, kebijakan fiskal terkait fasilitas pembiayaan ekspor nasional, dan kebijakan peningkatan daya saing perekonomian nasional serta kebijakan pengembangan sektor riil. Salah satu penyebab rendahnya kinerja ekspor Indonesia selama ini adalah pembiayaan jangka panjang yang masih kurang. Oleh karena itu diperlukan sebuah lembaga pembiayaan ekspor independen yang mampu mendukung pembiayaan ekspor berbiaya murah terhadap usaha kecil dan menengah, layaknya lembaga pembiayaan ekspor yang sudah berkembang di dunia yang memiliki keunggulan khusus yakni mempunyai akses ke pendanaan internasional berbiaya rendah. Dengan demikian, lembaga ini bisa memberikan kredit ekspor dengan bunga murah, sehingga pemerintah tidak perlu memberikan subsidi bunga atau kebijakan khusus dalam mendukung kegiatan ekspor. Melihat pengalaman negara lain, untuk mengoptimalkan transaksi perdagangan luar negeri, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) diharapkan dapat meberikan fasilitas pembiayaan, penjaminan, dan asuransi dalam rangka ekspor demi terwujudnya ekpor nasional yang berskala besar dan berdampak terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No 2 Tahun 2009 tentang LPEI mengamanatkan bahwasanya lembaga ini kelak akan mengatasi berbagai kendala yang acapkali dihadapi oleh UKM yang berorientasi pada kegiatan ekspor
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut antara lain telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan dibidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus didasarkan pada prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/ MPR/ 1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi sebagai sumber hukum matriil.1
Dalam usaha mencapai tujuan tersebut maka negara memainkan peranan yang penting dalam menyusun laju perekonomian nasional. Dalam beberapa dekade GBHN sejak tahun 1973, karakteristik perekonomian Indonesia dipersiapkan berdasarkan usaha bersama dengan orientasi kekeluargaan dimana cabang produksi vital dikuasai oleh negara. GBHN yang disusun sejak tahun 1973 sampai tahun 1998 memberikan landasan normatif yang jelas mengenai peran serta pemerintah dalam praktek persaingan usaha yang sehat.
2
1
Penjelasan atas UU NO 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
2
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa
(12)
mengatur bahwa untuk mencapai tujuan perekonomian nasional haruslah melalui pemberian persamaan kesempatan bagi setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil. Artinya adanya kerjasama yang serasi antara usaha negara, koperasi, dan usaha swasta dan antara usaha besar, menengah dan kecil perlu dikembangkan berdasarkan semangat kekeluargaan yang saling menunjang dan saling menguntungkan. Untuk itu perlu diciptakan iklim yang mendorong kerjasama tersebut.
Dalam pengembangan dunia usaha nasional harus dihindarkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Dalam pengembangan dan pembinaan usaha nasional yang sehat dan transparan harus dicegah penguasaan sumber daya ekonomi dan pemusatan kekuatan ekonomi pada golongan masyarakat tertentu dan orang perseorangan dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni serta bentuk pasar lainnya yang merugikan masyarakat terutama melalui pemantapan kerja sama usaha berdasarkan kemitraan sepadan dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan antara pengusaha kecil, pengusaha menengah dan pengusaha besar dan antara koperasi, usaha negara dan usaha swasta dalam membangun struktur usaha nasioanal yang andal dan tangguh.3
Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin ketat sehingga kebijakan penanaman modal harus didorong untuk menciptakan daya saing perekonomian nasional guna mendorong integrasi perekonomian Indonesia menuju perekonomian global.4
3
Ibid., hal. 4.
4
Penjelasan atas UU NO 25 Tahun 2007 .Op.Cit. Alinea 11
Secara sederhana globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses dimana semakin banyak negara didunia ini
(13)
yang terlibat langsung dengan kegiatan ekonomi atau produksi dunia sehingga proses globalisasi ekonomi membawa perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau struktural semakin kuat dengan berlangsungnya juga proses perdagangan bebas dunia.5
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografis dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi satu proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi, perdagangan dan pasar uang dan ini merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh dan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan karena kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara individu.
Perkembangan proses perdagangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga mempertajam persaingan antarnegara tidak hanya dalam bidang perdagangan internasional, tetapi juga dalam investasi, keuangan, dan produksi.
6
Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua arus yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya, yang saat ini sedang menghadang dunia dan kedua arus tersebut akan semakin kuat pada masa mendatang, seiring dengan kemajuan tekonologi serta peningkatan pendapatan perkapita dan penambahan jumlah penduduk dunia.7
Munculnya dua arus yang mengubah tatanan perekonomian dan perdagangan dunia jelas akan berpengaruh kuat terhadap setiap negara terutama
5
Tulus TH. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. v.
6
(14)
yang menerapkan kebijakan perdagangan bebas atau ekonomi terbuka. Pengaruh tersebut tidak hanya pada kegiatan produksi didalam negeri tetapi juga pada aspek-aspek kehidupan masyarakat sehari-hari.8
Perekonomian dunia juga diwarnai adanya blok perdagangan, pasar bersama, dan perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan oleh sinergi kepentingan antarpihak atau antarnegara yang mengadakan perjanjian tersebut. Hal itu terjadi dengan terlibatnya Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional yang terkait dengan penanaman modal dan perdagangan internasional baik bilateral, regional maupun multilateral (World Trade Organization) yang memiliki konsekuensi yang harus dihadapi dan ditaati.9
Khor10
Grup pertama adalah sejumlah kecil negara yang mempelopori atau yang terlibat secara penuh dalam proses ini mengalami pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi yang pesat yang pada umumnya adalah negara maju. Grup berpendapat globalisasi adalah suatu proses yang tidak adil dengan distribusi keuntungan maupun kerugian yang juga tidak adil. Ketidakseimbangan itu tentu saja akan menyebabkan pengkutuban antara segelintir negara dan kelompok yang memperoleh keuntungan, dan negara-negara maupun kelompok yang termarjinalisasi. Dengan demikian, globalisasi, pengkutuban, pemusatan kesejahteraan dan marjinalisasi merupakan rentetan peristiwa menjadi saling terkait melalui proses yang sama. Secara umum menurutnya globalisasi ekonomi mempengaruhi berbagai kelompok negara secara berbeda yang mana proses ini akan melahirkan kedalam tiga grup negara.
8
Ibid., hal. 5.
9
Penjelasan atas UU NO 25 Tahun 2007. Loc.Cit.
10
Martin Khor, Globalisasi Perangkap Negara- Negara Selatan, (Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2002), hal. 18.
(15)
kedua adalah negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sedang fluktuatif yakni negara-negara yang berusaha menyesuaikan diri dengan kerangka globalisasi ekonomi atau liberalisasi perdagangan dan investasi yang pada umumnya adalah negara yang menuju negara maju. Grup ketiga adalah negara yang termarjinalisasikan atau yang sangat dirugikan karena ketidakmampuan mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dari proses tersebut dengan persoalan pelik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan globalisasi ekonomi seperti harga-harga komoditi primer yang rendah dan fluktuatif serta utang luar negeri.11
Sering dikatakan bahwa akibat perubahan dunia tersebut akan banyak negara yang dirugikan yakni negara-negara yang belum siap terutama dalam teknologi, sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan juga sosial masyarakatnya yang belum mampu menerima perubahan-perubahan dalam kehidupan sehari-hari mereka sperti mengubah pola kerja atau etos dan disiplin kerja atau produktivitas. Kerugian tersebut akan tampak jelas dalam berbagai bentuk seperti banyak industri didalam negeri tutup karena kalah bersaing dengan barang-barang impor atau bahkan kehilangan pasar ekspor karena masuknya negara-negara pesaing baru, meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, dan semakin banyaknya perusahaan asing didalam negeri yang mendominasi kegiatan ekonomi domestik. Selain dampak negatif seperti diatas, dampak dari globalisasi terhadap perekonomian suatu negara bisa positif tergantung kesiapan negara tersebut dalam menghadapi peluang atau tantangan yang muncul dari proses tersebut seperti dalam bidang ekspor.
(16)
Dalam beberapa tahun belakangan ada kecenderungan bahwa peringkat Indonesia dipasar dunia untuk sejumlah produk tertentu yang diekspor Indonesia diunggulkan seperti barang-barang manufaktur tekstil, pakaian jadi, dan sepatu. Dibidang pertanian dan perkebunan seperti cokelat, kopi, biji-bijian, kelapa sawit, karet dan lain-lain. Namun belakangan ini ekspor tersebut cenderung menurun, dan bukanlah hal yang mustahil jika suatu saat Indonesia akan terdepak dari pasar dunia negara pengekspor hasil perkebunan tersebut.12
Dapat dipastikan bahwa sekarang ini kinerja ekspor Indonesia dan prospeknya kedepan mendapat banyak perhatian baik dari masyarakat umum maupun pemerintah dibandingkan pada periode pra krisis 1997-1998 karena dua alasan utama. Pertama, hingga saat ini ekonomi Indonesia belum sepenuhnya pulih dari krisis dan hasil ekspor dalam bentuk valuta asing sangat diharapkan dapat berperan sebagai sumber utama pembiayaaan pemulihan dan pembangunan jangka panjang menggantikan peran dari pinjaman luar negeri. Kedua, sekarang ini Indonesia sudah masuk dalam AFTA dan WTO dalam era liberalisasi perdagangan pada tingkat dunia yang mana Indonesia kini dihadapkan pada persaingan ketat dari negara-negara yang sudah lama maju dalam perdagangan internasional seperti Jepang, Cina, Korea, Taiwan, AS, UE dan banyak lagi, tetapi juga negara sedang berkembang yang pangsa pasarnya meroket seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam. Jelas menghadapi persaingan ketat ini, prospek ekspor Indonesia, khususnya nonmigas atau nonpertambangan seperti manufaktur dan pertanian juga sangat tergantung pada kemampuan Indonesia meningkatkan daya saing global dari produk-produk ekspornya.
13
12
Tulus TH. Tambunan.Op.Cit. hal. 25.
13
Ibid., hal.136.
(17)
Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri sejak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15 persen atau menjadi USD 12,3 miliar bila dibandingkan dengan Agustus 2008.14
Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah (selanjutnya disebut UKM) dianggap sebagai suatu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun penciptaan lapangan kerja. Argumentasi dibelakang ini yakni karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki oleh bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM tahan banting terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor pertanian dapat menggeruk keuntungan yang relatif besar. Sebaliknya UKM tergantung pada input impor mengalami kerterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini.15
Berdasarkan survei yang dilakukan BPS dan kantor Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop dan UKM), usha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha
14
www.bps.depperin.go.id.” Kegiatan ekspor UKM”, Diakses Tanggal 13 November 2009
15
(18)
dengan jumlah total penjualan turn over setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9% dari total usaha usaha yang bergerak di indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah yaitu (usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara 1 milyar sampai dengan 50 milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan usaha meliputi 99,9 persen dari total jumlah usaha yang bergerak di Indonesia.16
LPEI sebagai agen pemerintah dapat membantu memberikan pembiayaan pada area yang tidak dimasuki oleh bank atau lembaga keuangan komersial (fill
the market gap) yang tidak memiliki kemampuan pembiayaan yang kompetitif
dan kemampuan menyerap risiko dengan tingkat bunga kompetitif guna pengembangan usaha yang menghasilkan barang dan jasa ekspor dan atau lain
Besarnya peran UKM ini mengindikasikan bahwa UKM merupakan sektor usaha dominan dalam menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu kebijakan pemerintah terhadap sektor ini acapkali memberi dampak terhadap laju perkembangan UKM itu sendiri terkhusus dibidang ekspor. Berbagai hambatan serius akan dihadapi oleh UKM dalam bidang ekspor dan apabila tidak ada penanganan yang baik bukanlah hal yang mustahil jika suatu saat UKM ini juga mengalami stagnansi. Hal ini pulalah yang mendorong pemerintah untuk membentuk suatu lembaga yang memberikan berbagai kemudahan dalam hal pembiayaan kepada pelaku usha kecil dan menengah dalam melakukan kegiatan usahanya khususnya dibidang ekspor yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
16
(19)
yang menunjang kegiatan ekspor. LPEI juga menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan baik oleh lembaga pembiayaan keuangan komersial maupun oleh LPEI itu sendiri untuk menunjang kebijakan program ekspor nasional.17
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia secara kelembagaan tidak tunduk pada pada peraturan perundang-undangan tentang perbankan, Badan Usaha Milik Negara atau perusahaan pembiayaan dan usaha perasuransian. Namun dalam menjalankan kegiatan usahanya LPEI tunduk pada ketentuan hukum matriil tentang pembiayaan, penjaminan dan asuransi sebagaimana diatur oleh Bab Ketiga Belas Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang pinjam meminjam, Bab Ketujuh Belas Buku Ketiga Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang penanggungan utang dan Bab Kesembilan Buku Kesatu Kitab Undang- Undang Hukum Dagang tentang asuransi atau pertanggungan.
18
17
Penjelasan atas UU No 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Peran strategis yang diemban LPEI dalam rangka mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional, mempercepat peningkatan ekspor nasional, membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi serta mendorong pengembangan usaha kecil dan menengah yang berorientasi pada ekspor lah yang kemudian mendorong penulis untuk mengangkat bagaimana peranan lembaga pembiayaan ekspor dalam kegiatan ekspor UKM mengingat sektor ini merupakan mata pencaharian sebahagian besar rakyat Indonesia.
(20)
1. Bagaimana pengaturan kegiatan ekspor yang dilakukan oleh eksportir termasuk usaha kecil dan menengah?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi usaha kecil dan menengah dalam kegiatan usahanya, khususnya kegiatan ekspor?
3. Bagaimana peranan LPEI dalam mendukung kegiatan ekspor usaha kecil dan menengah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dan menganalisis: 1. Prosedur dalam kegiatan ekspor usaha kecil dan menengah
2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam kegiatan usaha kecil dan menengah, khususnya dalam kegiatan ekspor
3. Peranan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ( LPEI)) dalam mendukung kegiatan ekspor usaha kecil dan menengah
2. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian harus selalu bermanfaat baik bagi lingkungan akademis maupun bagi lingkungan praktis.
Adapun manfaat akademis dari penelitian ini adalah memperkaya khasanah ilmu hukum terkhusus hukum ekonomi. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian baru dalam bidang hukum ekonomi sehingga ilmu hukum ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa.
(21)
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai penambah wawasan bagi pelaku usaha ekspor terkhusus pelaku usaha ekspor usaha kecil dan menengah, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ekspor, lembaga pembiayan ekspor serta masyarakat yang ada di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya.
Bagi pelaku usaha terkhusus pelaku usaha kecil dan menengah penelitian ini bertujuan sebagai pemahaman bagi pelaku usaha kecil dan menengah atas hak-hak dan kewajibannya dalam melakukan kegiatan ekspor sebagaimana yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ekspor penelitian ini bertujuan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan ekspor.
Bagi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, penelitian ini berguna sebagai bahan evaluasi bagi kinerja lembaga pembiayaan ekspor dalam menangani kegiatan ekspor dimasa mendatang. Bagi masyarakat, penelitian ini bertujuan sebagai penuntun cakrawala berpikir mengenai pentingnya kegiatan ekspor bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini merupakan skripsi asli yang diangkat berdasarkan pemikiran sekaligus keingintahuan penulis sendiri terhadap topik permasalahan yang diangkat. Penulis telah menelusuri terhadap seluruh judul skripsi Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan penulis belum melihat ada penulis sebelumnya yang mengangkat topik permasalahan yang sama.
(22)
Para penulis sebelumnya mengangkat topik kegiatan ekspor ditinjau dari segi sistem pembayarannya, sedangkan skripsi ini mengangkat topik kegiatan ekspor dari segi Peranan Lembaga Pembiayaan Ekspor. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa skripsi ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan etika dan prinsip-prinsip ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
a. Pengertian Lembaga Pembiayaan Ekspor
Untuk mendefinisikan Lembaga Pembiayaan Ekspor, ada beberapa istilah yang harus diketahui yaitu:
Pembiayaan Ekspor Nasional adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong ekspor nasional.19
Lembaga Keuangan adalah lembaga keuangan non bank yang salah satu kegiatannya memberikan pembiayaan kepada eksportir.
20
Pembiayaan adalah kredit dan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disediakan oleh Lembaga Pembiyaan Ekspor Indonesia.
21
Kredit adalah fasilitas pinjaman baik berbentuk tunai maupun non tunai, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi seluruh kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga maupun imbalan jasa.22
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pembiayaan ekspor ialah lembaga yang memberikan fasilitas pembiayaan berupa kredit kepada
19
UU No 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.Pasal 1 Angka 1.
20
Ibid., Pasal 1 Angka 3.
21
Ibid., Pasal 1 Angka 8.
22
(23)
badan usaha atau perorangan (eksportir) yang melakukan kegiatan ekspor untuk mendorong kegiatan ekspor nasional dan dapat berbentuk syariah.
b. Kategori Usaha Kecil dan Menengah
UKM merupakan salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus diberikan kesempatan utama, dukungan, perlindungan, dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan lainnya. Usaha kecil dan menengah disinyalir mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.23
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar
(24)
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.24
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha: atau
Kriteria usaha kecil adalah:
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih daari Rp300.000.000 (tiga ratus juta) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Kriteria usaha menengah:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha: atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh milyar rupiah).25
c. Landasan Yuridis Kegiatan Ekspor
Landasan yuridis kegiatan ekspor artinya ialah dasar hukum yang menjadi alas hukum dalam kegiatan ekspor. Dari penulusuran yang dilakukan oleh penulis terdapat berbagai macam peraturan yang mengatur bidang ekspor yang setiap waktunya berubah mengikuti perkembangan yang ada. Namun akibat keterbatasan
24
Ibid., Pasal 1 Angka 2
25
(25)
penulis, penulis hanya menguraikan beberapanya saja. Adapun dasar hukum kegiatan ekspor ini adalah:
a. KUH Perdata yaitu Pasal 1447 mengenai jual beli, Pasal 1457 tentang kewajiban penjual dan Pasal 1513 tentang kewajiban pembeli
b. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1972 tentang Bank Ekspor Indonesia
c. Peraturan Pemerintah No 1Tahun 1982 yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 1985 tentang Tata Cara Kegiatan Ekspor
d. Paket Kebijaksanaan kemudahan-kemudahan Ekspor-Impor (PAKEM) 1986
e. Paket Kebijaksanaan Deregulasi (PAKDES) 1987
f. Paket Kebijaksanaan bidang Keuangan, Moneter, dan Perbankan (PAKTO) 1988
g. Paket Kebijaksanaan Bidang Industri, Perdagangan dan Perhubungan Laut (PAKNO) 1988
h. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.210/KMK.013/ 1989 tentang penetapan kembali Tarif dan Tata cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak Ekspor (PE) dan atau Pajak Ekspor Tambahan (PET)
i. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.212/KMK.00/ 1989 tentang penetapan kembali Tata cara untuk memperoleh Pengembalian Pajak Ekspor (PE) dan atau Pajak Ekspor Tambahan (PET)
(26)
j. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.7/KMK.05/ 1990 yang menetapkan bentuk dan isi Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) sebagai pengganti Pemberitahuan Pemasukan Barang untuk Dipakai (PPUD)
k. UU No 10 Tahun 1995 sebagaimana yang telah diubah menjadi UU No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
l. UU No 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Dengan adanya UU No 2 Tahun 2009 ini, maka ketentuan mengenai pembiayaan ekspor yang diatur oleh Bank Ekspor Indonesia dicabut berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 11/43/KEP.GBI/2009 tanggal 1 September 2009. Pencabutan izin usaha dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang LPEI dan memperhatikan surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 336/KMK 06/2009 tanggal 24 Agustus 2009 tentang Penetapan Tanggal Operasional LPEI serta surat BEI Nomor RS 0009/DIR/08/2009 tanggal 26 Agustus 2009 perihal Permohonan Pencabutan Ijin Usaha BEI. Dengan pencabutan tersebut, seluruh aktiva dan pasiva serta hak dan kewajiban hukum BEI beralih kepada LPEI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.26
1. Tipe Penelitian
F. Metode Penelitian
26
www.solopos.com. Pencabutan Ijin Usaha PT BEI. Diakses Tanggal 15 November 2009.
(27)
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif analitis diartikan sebagai penelitian yang memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena. Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (Library Research). Dalam penelitian hukum normatif, hukum dipandang sebagai norma atau kaidah yang otonom terlepas dari hubungan hukum tersebut dengan masyarakat. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan didasarkan atas data sekunder yaitu data yang tidak didapat dari sumber pertama.
2. Bahan Hukum
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari studi kepustakaan (library research). Dalam penelitian hukum normatif, data sekunder dibedakan berdasarkan kekuatan mengikatnya yaitu:
a. Bahan Hukum Primer yaitu ketentuan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah RI maupun peraturan yang diterbitkan oleh negara lain atau badan-badan internasional seperti peraturan Tata Cara Kegiatan Ekspor, Peraturan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Peraturan Kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta peraturan lainnya yang terkait seperti peraturan mengenai Kepabeanan.
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisa dan memahami
(28)
bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli hukum, rancangan undang-undang, jurnal jurnal hukum, seminar-seminar, majalah-majalah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan diatas.
c. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dll.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Studi Kepustakaan (library research), yaitu studi dengan cara mengumpulkan buku-buku, hasil tulisan para ahli hukum, rancangan undang-undang, jurnal-jurnal hukum, seminar-seminar, majalah-majalah maupun peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.
4. Analisis Data
Data dianalisis dengan metode pendekatan yang bersifat analisis kualitatif artinya penelitian dilakukan untuk mencari informasi yang sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya tentang aspek yang akan diteliti dengan ketentuan bahwa data-data yang berbeda tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dari objek yang diteliti. Persoalan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisis terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan:
(29)
1. Mengumpulkan dan mensistematisasikan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti
2. Menemukan dan menjelaskan hubungan hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada, dan
3. Menarik kesimpulan dengan cara deduktif-kualitatif, yakni melakukan analisa didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia untuk dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penelahan skripsi ini, maka penulis membagi pembahasan dalam skripsi ini menjadi beberapa bab dimana antara bab yang satu dengan bab yang lainnya tersusun secara sistematis dan komprehensif.
Keseluruhan skripsi ini terbagi atas 5 (lima) bab, dimana dalam tiap bab penulis mencoba memberikan pengertian, memaparkan permasalahan-permasalahan yang timbul, menguraikannya, mengembangkannya lalu membahasnya secara sistematis.
Adapun gambaran isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengutarakan hal-hal yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil judul skripsi ini. Dalam bab ini juga diutarakan alasan-alasan yang mendorong penulis dalam mengangkat peranan LPEI dalam kegiatan ekspor
(30)
usaha kecil dan menengah. Kemudian bab ini juga dibagi dalam beberapa sub bab yang merangkum permasalahan, tujuan dan manfaat, tinjauan kepustakaan, keaslian penulisan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan skripsi ini.
BAB II : PENGATURAN PROSEDUR EKSPOR
Bab ini terdiri dari beberapa sub bab yang menguraikan mengenai pengertian kegiatan ekspor usaha kecil dan menengah, tujuan kegiatan ekspor, pihak pihak dalam kegiatan ekspor serta sistem pembayaran dalam kegiatan ekspor. Dalam bab ini juga dibahas mengenai pengaturan prosedur kegiatan ekspor usaha kecil dan menengah.
BAB III : KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM KEGIATAN EKSPOR
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai kendala yang dihadapi oleh kegiatan ekspor usaha kecil dan menengah baik yang sifatnya Intern yang meliputi persiapan- persiapan teknis, kemampuan dan pemahaman transaksi luar negeri, pembiayaan, kekurangsempurnaan dalam mempersiapkan barang-barang serta kebijaksanaan dalam pelaksanaan ekspor maupun yang sifatnya
Ekstern yang meliputi kepercayaan antara eksportir-importir,
pemasaran, sistem kuota dan kondisi hubungan perdagangan dengan negara lain, keterikatan dalam keanggotaan organisasi-
(31)
organisasi internasional, kurang pemahaman atas tersedianya kemudahan-kemudahan internasional
BAB IV : PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR
INDONESIA (LPEI) TERHADAP KEGIATAN EKSPOR USAHA KECIL DAN MENENGAH
Dalam bab ini penulis mengutarakan mengenai eksistensi
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang mencakup dengan latar belakang, dasar hukum, kedudukan dan keanggotaan,
fungsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang
meliputi pembiayaan, penjaminan dan asuransi, tata cara
pembiayaan ekspor usaha kecil dan menengah, kendala yang
dihadapi LPEI serta manfaat LPEI bagi eksportir UKM
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis membuat kesimpulan dari seluruh isi penulisan sekaligus membuat saran-saran yang diambil dari semua data-data yang tersedia selama penulisan berlangsung.
(32)
BAB II
PENGATURAN PROSEDUR EKSPOR
A. Pengertian Kegiatan Ekspor
Kegiatan ekspor impor didasari atas kondisi bahwa tidak ada suatu negara yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda baik sumber daya alam, iklim, geografis, struktur ekonomi dan struktur sosial. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya yang diperlukan, kualitas dan kuantitas produk. Adanya interdependensi kebutuhan itulah yang menyebabkan adanya perdagangan internasional. Masing-masing negara memiliki keunggulan dan kekurangan. Komoditas yang dihasilkan suatu negara mungkin juga belum dapat dipakai langsung karena berupa bahan mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Bahan mentah tersebut selanjutnya mungkin dibutuhkan negara lain sebagai bahan baku pabriknya.27
Transaksi perdagangan luar negeri yang biasa dikenal dengan istilah ekspor dan impor pada hakikatnya adalah transaksi yang sederhana dan tidak lebih dari kegiatan membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat tinggal dinegara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang melewati laut dan darat ini tidak jarang menimbulkan berbagai
27
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional Ekspor-Impor, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 1.
(33)
masalah yang kompleks antara pengusaha- pengusaha yang mempunyai perbedaan bahasa, budaya, adat istiadat dan cara yang berbeda beda.28
a. Antara penjual (eksportir) dan pembeli (importir) komoditas yang diperdagangkan dipisahkan oleh batas teritorial kenegaraan
Siswanto Sutojo menyimpulkan ciri- ciri khusus dari kegiatan ekspor yaitu:
b. Terdapat perbedaan mata uang antara negara pembeli dan penjual. Seringkali pembayaran transakasi perdagangan dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing misalnya dolar Amerika, pounsterling Inggris ataupun yen Jepang
c. Adakalanya antara pembeli dan penjual belum terjalin hubungan lama dan akrab. Pengetahuan masing-masing pihak yang bertransaksi tentang kualifikasi mitra dagang mereka termasuk kemampuan membayar atau kemampuan untuk memasok komoditas sesuai dengan kontrak penjualan sngat minim
d. Seringkali terdapat perbedaan kebijaksanan pemerintah negara pembeli dan penjual dibidang perdagangan internasional, moneter lalu lintas devisa, labeling, embargo atau perpajakan
e. Antara pembeli dan penjual kadang-kadang terdapat perbedaan tingkat penguasaan teknik dan terminologi transaksi perdagangan internasional serta bahasa asing yang secara populer dipergunakan dalam transaksi itu misalnya bahasa inggris.29
28
Roselyne Hutabarat, Op.Cit. hal. 1
29
(34)
Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.30 Eksportir adalah badan usaha baik berbentuk badan hukum maupun tidak badan hukum termasuk perorangan yang melakukan kegiatan ekspor.31
Seiring perputaran ekonomi adalah menjadi penting bagi kelompok perusahaan manapun untuk mampu memperoleh penjualan ekspor atau untuk bersaing secara efektif dengan impor yang tidak lagi harus melompati penganut proteksionisme.32 Ini secara luas dapat diterima bagi UKM bahwa untuk berhasil dalam ekspor mereka harus mempunyai beberapa cara menekan biaya-biaya transaksi yang mana cenderung untuk mempunyai suatu komponen biaya tetap, memperbaiki daya saing ekspor, melakukan pemasaran yang baik dan lain sebaginya.33
Corak perdagangan Indonesia berkembang dari waktu ke waktu yakni dibagi atas sektor migas dan non migas. Ekspor sektor migas itu terdiri dari minyak bumi dan hasil minyak, LNG (Liquid Natural Gas), LPG (Liquid
Petroleum Gas) dan lain sebagainya. Ekspor komoditas non migas itu sendiri
terutama terpusat pada tiga kelompok yaitu barang manufaktur, komoditas pertanian dan komoditas pertambangan. Yang termasuk kelompok barang manufaktur adalah tekstil, kayu, produk kayu, kertas, produk elektronik, minyak kelapa sawit, kerajinan tangan, dan produk kimia. Komoditas pertanian antara lain meliputi hewan dan hasil hewan lainnya seperti ikan tuna, sapi, udang,
30
UU No 2 Tahun 2009. Op.Cit. Pasal 1 Angka 4
31
Ibid., Pasal 1 Angka 5
32
Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri dengan cara membatasi masuknya komoditi-komoditi dari luar negeri. Bentuk utama proteksionisme yaitu pembatasan impor melalui pemberlakuan kuota, tarif atau sanksi dagang. (Tulisan Indies Indonesia Institute For National and Democratic Studies of Indonesia diakses 2 Februari 2009)
33
(35)
tumbuhan seperti : karet alam, coklat, lada, kopi, tembakau, cengkeh, rempah-rempah, kopra dan lain sebagainya, sedangkan yang tergolong dalam komoditas pertambangan non migas dalah tembaga, emas, timah, nikel, aluminium dan hasil tambang lainnya.34
Perkembangan perdagangan ekspor impor dunia tidak terbatas pada nilai perdagangan, komoditas yang diperdagangkan melainkan juga daya saing suatu produk.
35
i) Desain atau bentuk dari komoditi bersangkutan atau spesifikasi teknis dari komoditi tertentu
Ada beberapa faktor yang dapat menentukan daya saing suatu komoditi ekspor yaitu :
1. Faktor langsung terdiri dari: a. Mutu komoditi
Ringkasnya, mutu komoditi pada dasarnya ditentukan oleh komposisi antara seni (art) dengan nilai teknis serta selera pemakainya. Mutu komoditi antara lain ditentukan oleh:
ii) Fungsi atau kegunaan komoditi tersebut bagi konsumen iii) Durability atau daya tahan dalam pemakaian
b. Biaya produksi dan penentuan harga jual
i) Harga jual pada umumnya ditentukan oleh salah satu dari pilihan berikut:
ii) Biaya produksi ditambah mark-up (margin keuntungan)
iii) Disesuaikan dengan tingkat harga pasar yang sedang berlaku (current market price)
34
Ibid., hal. 6.
35
(36)
iv) Harga dumping.36
c. Ketepatan waktu penyerahan (delivery time) d. Intensitas promosi
e. Penentuan saluran pemasaran (marketing channel) f. Layanan purna jual (after sales service)
2. Faktor tidak langsung terdiri atas: a. Kondisi sarana pendukung ekspor seperti :
i) fasilitas perbankan ii) fasilitas transportasi
iii) fasilitas birokrasi pemerintahan iv) fasilitas surveyor
v) fasilitas bea cukai dan lain-lain b. Insentif atau subsidi pemerintah untuk ekspor c. Kendala tarif dan nontarif
d. Tingkat efisiensi dan disiplin nasional e. Kondisi ekonomi global seperti:
i) resesi dunia ii) proteksionisme
iii) restrukturisasi perusahaan (modernisasi) iv) re-group global (kerja sama global).37
36
Dumping adalah suatu kebijakan diskriminasi harga secara international (international price dicrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu komoditi diluar negeri dengan harga yang lebih murah (net of transportation cost, tariffs, etc) dibandingkan yang dibayar konsumen didalam negeri (lihat Hamdy Hady hal.80)
37
(37)
B. Tujuan Kegiatan Ekspor
Bagi perkembangan perekonomian transaksi ekspor dan impor merupakan satu kegiatan ekonomi yang penting. Dalam situasi perekonomian dunia yang masih belum menggembirakan, saat ini berbagai usaha dilakukan oleh setiap negara untuk meningkatkan sektor ekspornya.
Untuk memacu perdagangan ekspor banyak negara maju maupun negara berkembang mengadakan insentif perdagangan ekspor termasuk pembangunan kawasan industri berikat dan infrastruktur public, pengadaan fasilitas pembiayaan pedagangan ekspor, pembayaran kembali pajak pertambahan nilai produk ekspor, pembebasan pemungutan pajak impor bahan baku, bahan pembantu dan barang modal yang dipergunakan untuk memproduksi produk ekspor.38
Tidak ketinggalan berbagai cara juga telah dilakukan pemerintah Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan pencarian sumber-sumber devisa yang antara lain dengan meningkatkan volume ekspor dan menekan pengeluaran pengeluaran devisa dengan membatasi aktivitas-aktivitas impor.
39
Khusus untuk bidang usaha peningkatan volume ekspor Indonesia, pemerintah Indonesia beberapa tahun terakhir ini telah melakukan berbagai deregulasi dibidang perdagangan dan perbankan dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang memberi kemudahan, dimulai dengan paket ekspor tahun 1982, sistem imbal beli (counter trade), impor tahun 1985 tentang penyempurnaan cara penanganan ekspor dan impor untuk efisiensi dan peningkatan hasil negara, yang diperkuat lagi dengan penyediaan kredit ekspor yang terbuka juga bagi PMA dengan bunga 9% per tahun, yang sebelumnya hanya diberikan kepada pengusaha
38
Siswanto Sutojo, Op.Cit. hal. 19.
39
(38)
nasional. Lebih lanjut paket 6 Mei 1986 (Pakem) yang menghapuskan pemberian sertifikat ekspor untuk memenuhi tuntutan persaingan luar negeri; Paket 24 Desember 1987 (Pakdes) yang antara lain menyederhanakan izin ekspor serta pembebasan biaya masuk barang-barang tertentu dan yang paling akhir Pakto (Paket Kebijaksanaan Bidang Keuangan, Moneter dan Perbankan Tunggal) dan Pakno (Paket Kebijaksanaan Bidang Industri, Perdagangan dan Perhubungan Laut) 1988 yang pada hakikatnya mendorong kemungkinan peningkatan ekspor tersebut dengan menyediakan kemudahan dibidang perbankan.40
1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).
Adapun tujuan dari kegiatan ekspor ini antara lain:
2. Membuka pasar baru diluar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor).
3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity).
4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan jago kandang.41 Krueger42
40
Ibid., hal. 3.
41
Amir MS,, Op.Cit., hal. 101.
42
Anne Krueger, Interaction Between Inflation and Trade Regime Objectives in Stabilization Programme, ( Washington: 1988), hal. 40.
menyatakan bahwa kegiatan ekspor hanya akan berhasil dalam jangka panjang yang menimbulkan dampak positif terhadap kemakmuran masyarakat apabila sektor ekspor merupakan sektor yang dominan dalam struktur ekonomi dalam pengertian nilai tambah maupun kesempatan kerja. Jika tidak dominan, strategi pemasaran ekspor yang sangat banyak menggunakan sumber-sumber ekonomi akan menimbulkan implikasi negatif yang serius terhadap
(39)
kemakmuran masyarakat luas. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kegiatan ekspor mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara, semakin banyak kegiatan ekspor dinegara itu maka pertumbuhan ekonomi juga akan naik dan hal ini akan berdampak pada iklim investasi yang semakin tumbuh beriringan dengan kegiatan ekspor tesebut.
C. Pihak- Pihak dalam Kegiatan Ekspor
Setiap negara mempunyai peraturan serta sistem perdagangan yang berbeda-beda. Mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor impor tersebut baik para pengusaha yaitu eksportir dan importir atau pihak yang terlibat baik langsung ataupun tidak sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem perdagangan luar negeri baik yang dilakukan disetiap negara tujuan ekspor.43
1. Eksportir (pihak yang melakukan penjualan atau pengiriman barang)
Dalam transaksi perdagangan ekspor, seorang eksportir banyak berhubungan dengan berbagai instansi/ lembaga yang menunjang terlaksananya kegiatan ekspor. Namun lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan ekspor tersebut terkadang belum seluruhnya dikenal atau bahkan dimanfaatkan diIndonesia. Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam kegiatan ekspor-impor yaitu :
2. Importir (pihak yang melakukan pembelian atau penerimaan barang) 3. Pembuat barang ekspor (kalau produksi ekspor tidak dilakukan sendiri)
(40)
4. Export Merchant House (yang membeli barang dari perusahaan pembuat barang dan mengkhususkan diri dalam perdagangan dengan negara-negara tertentu yang membutuhkan barang-barang tersebut).
5. Confirming House (yang bertindak sebaai perantara pembuat barang diluar negeri dan importir dalam negeri biasanya bertanggungjawab atas pengapalan barang-barang dan pembayaran pada penjual)
6. Buying Agent (bertindak sebagai agen untuk satu atau lebih pembeli
tertentu diluar negeri)
7. Trading House (badan usaha yang mengumpulkan barang-barang
keperluan untuk diekspor dan diimpor)
8. Consignment Agent (bertindak sebagai agen penjual diluar negeri)
9. Factor (Lembaga yang setuju untuk membeli piutang dagang/
barang-barang ekspor yang dipunyai eksportir untuk kemudian ditagih kepada importir/ pembeli)
10.Bank termasuk didalamnya lembaga-lembaga yang menangani kegiatan ekspor seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
11.Freight Forwarder, EMK L/ EMKU44
12.Maskapai Pelayaran/ Perkapalan (Menerima barang-barang dagang dari
shipper/ eksportir/ freight forwarder dan mengatur pengangkutan barang-barang tersebut serta menerbitkan Bill of Lading (B/ L) atau surat bukti muat barang)
13.Asuransi (yaitu yang mengasuransikan barang-barang yang dikapalkan sesuai nilai yang disyaratkan, yang mengeluarkan sertifikat/ polis asuransi
44
(41)
untuk menutupi resiko yang dikehendaki serta yang menyelesaikan tagihan/ tuntutan kerugian-kerugian bila ada)
14.Bea Cukai ( bagi eksportir bertindak sebagai pihak yang meneliti dokumen serta pembayaran pajak dan memberikan izin barang untuk dimuat dikapal, bagi importir bertindak sebagai agen dan akan memberikan izin untuk pelepasan barang-barang bilamana dokumen B/ L atau di Indonesia PPUD, menunjukan telah dilakukan pembayaran)
15.Kedutaan/ Konsulat
16.Surveyor/ Pemeriksa (yang ditunjuk oleh pemerintah yang berwenang
dalam pemeriksaan mutu, jumlah barang dan lain sebagainya serta memeriksa barang-barang ekspor tertentu dinegara tempat tibanya barang dengan penerbitan surat laporan pemeriksaaan (LKP) dan memeriksa kebenaran barang-barang impor dinegara asal impor barang).45
D. Sistem Pembayaran dalam Kegiatan Ekspor
Dalam transaksi perdagangan internasional yang dilakukan oleh penjual (eksportir) dan pembeli (importir) akan timbul hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Eksportir wajib melakukan penyerahan barang dan berhak untuk menerima pembayaran atas penyerahan barang. Disisi lain importir wajib melunasi harga barang dan berhak untuk menuntut penyerahan barang yang dibelinya. Karena eksportir dan importir terpisah secara geopolitik dan geografis maka penyelesaian pembayaran memilki karakteristik sendiri. Hal ini disebabkan
(42)
umumnya mata uang yang digunakan berbeda dan mereka terikat hukum dan peraturan negaranya masing-masing.46
Adanya jarak dan tidak saling mengenal secara pribadi tentu akan menimbulkan resiko dan kecurigaan bagi masing-masing pihak yang terlibat. Eksportir takut barang yang dikirimnya tidak dibayar oleh importir. Sebaliknya importir juga takut kalau barang yang dipesannya tidak sampai diterima atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Karena ada kendala diatas maka dalam transaksi perdagangan internasional jarang sekali dilakukan secara tunai (cash payment) atau pembayaran dimuka (advance payment) karena beresiko tinggi bagi importir.47
a. Kepercayaan importir yang penuh terhadap eksportir bahwa ia akan menerima barang-barang yang dipesan.
Pembayaran kegiatan ekspor dapat dilakukan dengan cara yaitu:
1. Advance Payment (Pembayaran dimuka)
Dalam sistem pembayaran ini pembeli (importir) membayar dimuka (pay in advance) kepada penjual (eksportir) sebelum barang-barang dikirim oleh penjual tersebut. Hal ini berarti importir memberikan kredit kepada eksportir untuk mempersiapkan barang-barangnya. Oleh karena itu, dengan pembayaran dimuka maka eksportir mempunyai baik barang-barang mapun uang. Sistem pembayaran ini menunjukkan bahwa didalamnya terdapat faktor-faktor berikut:
b. Keyakinan importir bahwa negara eksportir tidak akan melarang ekspor barang yang bersangkutan setelah adanya pembayaran.
46
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.Cit. hal. 23.
47
(43)
c. Keyakinan importir bahwa pemerintah dinegara importir mengizinkan adanya pembayaran dimuka, kebanyakan negara tidak mengizinkan. d. Bahwa importir mempunyai likuiditas yang cukup atau dapat
memperoleh modal kerja melalui fasilitas impor.48
Pembayaran dimuka adalah lazim dalam saat kondisi pasar yang baik bagi penjual (seller’s market). Besarnya pembayaran dimuka tersebut, lazimnya 100% dari barang yang diekspor. Pembayaran tersebut dilakukan dengan berbagai cara, yakni:
a. Dengan cek (barang-barang akan dikirim setelah cek tersebut selesai di clearing).
b. Dengan Banker’s Draft (wesel yang ditarik oleh seorang eksportir atas bank importir. Bilamana bank mengaksepnya maka bill
tersebut menjadi bank/ banker’s acceptance).
c. Dengan Mail Payment Order (barang-barang akan dikirim setelah ada perintah pembayaran melalui pos surat).
d. Dengan Cable Payment Order (barang-barang akan dikirim setelah ada perintah pembayaran melalui kawat seperti telegrap).
e. Dengan International Money Order (barang-barang akan dikirim setelah adanya perintah internasional yang lazim diikuti).
Dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pembelian ini importir menanggung segala risiko, baik tentang pembayaran yang telah dilakukan maupun tentang kemungkinan tidak dikirimkannya barang-barang yang dipesan. Jaminan apakah yang akan didapatkan oleh importir untuk memastikan bahwa ia akan menerima
(44)
barang-barang yang pembayarannya telah dilakukannya? Hanya pengetahuan terlebih dahulu dari integritas dan kekuatan keuangan eksportir yang bersangkutam, stabilitas ekonomi, dan politik dari negara penjual dan informasi kredit tentang bonafiditas/ reputasi penjual (status report) yang dapat diperoleh. Dan lazimnya antara eksportir dan importir tersebut telah terjalin kepercayaan yang erat.49
a. Ada kepercayan penuh antara importir dan eksportir
2. Open Account (Pembayaran kemudian)
Sistem pembayaran ini adalah kebalikan dari sistem Advance Payment. Dalam hal ini yang menanggung resiko adalah eksportir sedangkan yang mendapat fasilitas kredit atau penanggulangan pembayaran adalah importir. Disebutkan Open Account (perhitungan kemudian) karena belum dilakukan pembayaran apa-apa oleh importir kepada eksportir sebelum barang-barang dikapalkan atau tiba diterima importir atau sebelum waktu tertentu yang disepakati. Eksportir setelah melakukan pengapalan barang akan mengirimkan
invoice kepada importir, dan tidak akan ada dikirimkan wesel atau instrumen lain oleh eksportir kepada importir. Dalam invoice tersebut eksportir akan mencantumkan tanggal dan atau waktu tertentu importir harus melakukan pembayaran dan pemberian discount harga bagi pembayaran yang dilakukan sebelem jatuh tempo. Jadi transaksi ini merupakan transaksi langsung antara eksportir dan importir. Open Account terjadi apabila:
b. Barang-barang dan dokumen akan langsung dikirim oleh pembeli
49
(45)
c. Eksportir kelebihan dana
d. Eksportir yakin tidak ada peraturan dinegara importir yang melarang/ men ghalang-halangi transfer pembayaran impor tersebut kedalam rekening eksportir.
Dalam transaksi ini terdapat resiko sebagai berikut:
a. Eksportir tidak mendapat perlindungan/ kepastian apakah importir akan membayar
b. Karena tidak ada bukti, maka dalam hal imporitir tidak membayar, eksportir sulit membuktikan dipengadilan bahwa ia mempunyai tagihan kepada importir
c. Penyelesaian perselisihan akan menimbulkann ongkos bagi eksportir terutama bila ia harus datang ketempat importir.50
3. Collection Draft (Wesel Inkasso)
Sistem pembayaran ini lebih besar kekuatannya dari Open Account, sebab eksportir mempunyai hak dalam pengawasan barang-barang sampai draft weselnya diaksep atau dibayar. Eksportir atau penarik wesel (drawer)
mengapalkan barang-barang ekspornya yang ditujukan kepada importir dan sementara itu dokumen-dokumen kepemilikan/ penguasaan atas pengiriman barang-barang tersebut secara langsung atau melalui banknya didalam negeri dikirim ke bank importir diluar negeri yang merupakan pihak tertarik dari wesel yang bersangkutan (drawee). Pemilikan atas dokumen tersebut diperlukan oleh
(46)
importir untuk mengeluarkan barang-barang tersebut tidak dilepaskan. sampai persyaratan penagihan wesel tersebut telah terpenuhi. Dokumen dokumen tersebut dapat diserahkan kepada impotir atas dasar:
1. D/ P (Document against Payment) ialah penyerahan dokumen kepada impotir dilakukan apabila importir telah membayar
2. D/ A (Documents against Acceptance) ialah penyerahan dokumen kepada importir apabila impotir telah mengaksep wesel yang bersangkutan.
Dalam sistem pembayaran ini pihak impotir berada dipihak yang beruntung karena:
a. Tidak perlu menyetor sejumlah uang menjamin pembukaan L/ C b. Tidak perlu membayar biaya bank yang besar
c. Tidak perlu membayar sebelum menerima dokumen-dokumen pemilikan barang.51
Yang dimaksud dengan konsinyasi (consignment) adalah pengiriman barang-barang eksportir pada importir diluar negeri dimana barang-barang tersebut dikirim oleh eksportir sebagai titipan untuk dijualkan oleh importir dengan harga yang ditetapkan oleh eksportir. Barang-barang tersebut dikumpul dan dijual oleh impotir yang merupakan agen dari ekportir tersebut dan segera setelah barang-barang tersebut terjual maka pembayarannya akan dilakukan oleh eksportir. Bilamana barang-barang tersebut tidak terjual, maka akan dikembalikan kepada eksportir. Dalam sistem konsinyasi ini eksportir tetap memegang hak
4. Consignment (Konsinyasi)
51
(47)
milik atas barang, sedang impotir hanya merupakan pihak yang dititipi barang untuk dijual.52
a. Modal terlalu lama tertimbun pada barang yang diperdagangkan
Dengan demikian maka eksportirlah yang menanggung resiko yang mungkin terjadi, yakni antara lain:
b. Tidak ada kepastian eksportir akan penerimaan pembayaran
c. Eksportir dapat menjadi korban kenakalan importir yang melaporkan barang telah terjual pada saat harga belum naik, padahal pada saat tersebut barang tersebut belum dijual sehingga hasil ekspor yang diterima eksportir tidak sesuai dengan seharusnya yang diterima
d. Bila importir tidak membayar, tidak ada bukti yang diperoleh eksportir untuk menuntut importir dipengadilan.
5. Letter of Credit (L/ C)
Letter of credit (L/ C) adalah surat dari bank ditujukan kepada eksportir yang menyatakan atas nama nasabah mereka (importir) akan membayar atau mengaksep draft yang diterbitkan oleh eksportir, dengan ketentuan semua syarat yang ditentukan dalam L/ C telah dipenuhi.53
Sistem pembayaran dengan L/ C merupakan cara yang paling aman bagi eksportir untuk memperoleh hasil penjualan barangnya dari importir asalkan eksportir tersebut dapat menyerahkan dokumen-dokumen sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C. Dengan penerbitan L/ C ini sebuah bank bertindak sebagai pengganti importir yakni pihak yang memberikan kepercayan dan kepastian kepada penjual bahwa pembayaran akan dilakukan oleh bank tersebut
52
(48)
sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang terdapat didalam L/ C. Jadi L/ C yang diterbitkan oleh bank tesebut atas nama dan untuk kepentingan importir yang ditujukan pada eksportir adalah merupakan fasilitas bank bagi impotir yang bersangkutan, sebab bilamana importir yang bersangkutan tidak melakukan pembayaran maka bank akan menanggung risiko untuk mengambil alih kewajiban-kewajiban importir tersebut untuk melakukan pembayaran.54
a. kepada penjual dipastikan akan adanya pembayaran bilamana dokumen-dokumen pengapalan lengkap sesuai syarat-syarat L/ C, dan
Disamping itu bilamana L/ C yang dibuka oleh importir atau sebuah bank dinegara lain untuk diteruskan dan sekalian minta dikonfirmasi oleh bank ditempat eksportir (confirmed L/ C) maka bank tersebut terakhir juga harus menanggung country risk (risiko ekonomi dan politik negara) tempat importir tersebut. Kepastian akan amannya kepentingan kedua belah pihak eksportir dan importir dengan penggunaan L/ C ini dimaksudkan adalah:
b. kepada importir dipastikan bahwa pembayaran hanya akan dilakukan oleh bank sesuai dengan persyaratan-persyaratan L/ C
L/ C pada umumnya cenderung ditujukan untuk kepentingan eksportir dan sebagai akibatnya eksportir akan mendesak importir agar menerbitkan L/ C guna kepentingannya sebelum pengapalan barang terjadi. L/ C dapat dikeluarkan oleh pedagang importir sendiri (merchant’s L/ C) tetapi mengingat resikonya maka sering dikehendaki L/ C yang dikeluarkan oleh bank (bankers”s L/ C). Dari sudut pandangan importir, L/ C yang ia minta untuk diterbitkan oleh sebuah bank tertentu adalah import credit (outward credit) dan biasanya L/ C tersebut
54
(49)
dinamakan demikian oleh importir dan bank penerbit L/ C (opening/ issuing bank). Sebaliknya dari sudut pandangan advising bank yang meneruskan L/ C tersebut kepada eksportir atau melakukan pembayaran bertindak sebagai
negotiating bank, L/ C tersebut dinamakan export credit (inward credit).55
Dalam L/ C ini bank pembuka menyatakan janji yang tidak dapat ditarik kembali untuk membayar atau mengaksep wesel yang diajukan dengan dokumen-dokumen yang sesuai dengan syarat-syarat L/ C. L/ C ini dapat diubah atau
Secara umum L/ C dapat dibedakan antara lain: a. Revocable L/C
L/ C ini dapat ditarik kembali (revocable) dan tidak mengikat pihak manapun. Oleh karena itu, L/ C ini mengandung risiko sebab sewaktu-waktu pada saat barang didalam perjalanan atau sebelum dokumen diajukan atau waaupun dokumen telah diajukan tetapi belum diadakan pembayaran, dapat diubah atau dibatalkan sepihak tanpa sepengetahuan pihak lain. Pihak penjual kemungkinan menghadapi masalah untuk segera memperoleh pembayaran dari importir sedang sebaliknya pada pihak pembeli, L/ C ini akan memberikan kelonggaran karena dapat diubah atau dibatalkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada penjual. Jadi pada dasarnya bilamana L/ C dibatalkan, maka eksportir tidak dapat melakukan apa-apa sebab yang terlibat hanyalah pembeli (importir/ pemohon L/ C) dan bank pembuka (opening bank)
b. Irrevocable L/ C
(50)
dibatalkan hanya dengan persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan. Bagi importir L/ C ini kurang luwes atau longgar apabila sewaktu-waktu yang bersangkutan menginginkan perubahan atau pembatalan. Bagi eksportir ada jaminan akan diterimanya pembayaran namun tetap akan tergantung kepada perjanjian dengan bank eksportir yang bersangkutan.
c. Irrevocable Confirmed LC
Dalam jenis L/ C ini pihak-pihak yang terlibat adalah applicant (importir),
issuing bank, beneficiary (eksportir), advising bank dan atau confirming bank. L/ C ini menambah kewajiban bank kedua (confirming bank) atas perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali oleh bank pertama, bank pembuka L/ C (issuing bank) .L/ C ini biasa disebut at sight artinya pembayaran dilakukan pada saat penyerahan dokumen-dokumen yang sudah lengkap. Jadi L/ C ini selain diadviskan/ diteruskan kepada eksportir juga dikonfirmasi dan advising bank
dapat bertindak sekaligus jadi confirming bank. Bila tidak, bank lain bisa dilibatkan sebagai confirming bank, yakni bank yang mengikatkan diri untuk turut menjamin dibayarnya L/ C tersebut sesuai syarat-syarat L/ C. Dengan L/ C ini maka eksportir mendapat perlindungan mengenai pembayarannya dari 2 bank dan walaupun issuing bank tidak dikenal/ diragukan bonafiditasnya namun dengan adanya confirming bank yang biasanya bank-bank besar yang sudah terkenal dan kuat keuangannya, maka pembayarannya terjamin. Biasanya L/ C dengan syarat ini diharuskan bilamana issuing bank belum dikenal atau masih non confirmed
(51)
permintaan eksportir untuk syarat L/ C confirmed ini akan menambah ongkos sebab bank akan membebankan biaya konfirmasi.
d. Irrevocable Unconfirmed L/ C
L/ C ini sama dengan L/ C biasa kecuali bahwa L/ C ini diadviskan melalui sebuah bank lain yang tidak menyatakan tambahan penanggungan kewajiban apapun atas L/ C tersebut. Kebanyakan L/ C yang dibuka oleh bank besar diadviskan kepada bank bank asing tanpa konfirmasi. Ini menunjukan bahwa bank yang menerbitkan L/ C tersebut telah cukup dikenal baik kredibilitasnya. Sebaliknya L/ C dari bank-bank kecil yang belum dikenal dan diakui kredibilitasnya perlu dimintakan L/ C nya dikonfirmasi oleh bank lain yang sudah dikenal baik.56
Disini pembayaran harga barang yang diimpor dengan barang yang diekspor yang nilainya sama. Sistem barter ini merupakan bentuk paling sederhana dari counter trade yang merupakan pertukaran barang dengan barang secara langsung tanpa adanya pembayaran dalam bentuk uang, dan banyak ditempuh dinegara-negara berkembang karena kesulitan meningkatkan volume dan mempromosikan barang ekspornya. Pertukaran barang ini biasanya
6. Cara Pembayaran lain-lain
Cara-cara pembayaran lain yang mungkin dilakukan dalam perdagangan internasional dengan kesepakatan antara pembeli dan penjual adalah:
a. Barter
(52)
didasarkan pada kepercayaan tanpa adanya jaminan pembayaran dari bank, baik dalam bentuk garansi maupun L/ C. Barter biasanya dilakukan pada saat yang bersamaan dengan cara alat pengangkut barang dari negara A kembalinya mengangkut barang yang menjadi pembayaran dari negara B. Dapat juga bahwa barang-barang yang dipertukarkan masih dalam proses produksi dan dalam hal ini barang penukar diserahkan dengan terlebih dahulu menerima jaminan (Performance Bon).
Selain barter juga dikenal sisitem counter purchase yang dipopulerkan di Indonesia tahun 1982 dan dikaitkan dengan usaha pemerintah untuk menggalakkan ekspor non migas. Counter purchase diikat oleh dua kontrak yakni kontrak jual beli yang secara teknis tergantung satu sama lain yakni dengan syarat untuk setuju saling membeli barang antara kedua belah pihak. Dengan demikian bila suatu negara membeli suatu produk dari negara lain maka negara lain tersebut berkewajiban untuk membeli produk dari negara yang menjual tersebut.
b. Barter Konsinyasi
Hampir sama dengan barter diatas, kecuali nilai barang ekspor mungkin lebih tinggi dari barang impor sehingga selisih harga harus dibayar oleh importir luar negeri dengan cara transfer.
c. Advance payment kurang dari 100%
Pembayaran dimuka bukan dari seluruh barang yang diekspor, tetapi 0,25 sampai 95 % dari harga barang ekspor. Sisanya ditagih dengan collection.
(53)
d. Pembayaran secara tunai
Pembayaran langsung tunai (cash) oleh pembeli kepada eksportir biasanya pembeli memepunyai perwakilan ditempat penjual.57
Persiapan utama yang harus dimiliki oleh mereka yang ingin masuk dalam dunia ekspor adalah persiapan mental. Apakah kita sebagai pengusaha
(entrepreneur) ataukah sebagai pengelola usaha (manajemen), ataukah hanya
sebagai karyawan biasa, persiapan utama yang harus kita miliki adalah keberanian dan kemampuan mengambil keputusan untuk mengekspor atau mengimpor. Tanpa keberanian mengambil keputusan maka bagaimanapun besarnya suatu perusahaan, bagaimanapun tingginya daya saing komoditi yang dihasilkan, betapapun banyaknya fasilitas yang diberikan pemerintah, dapat dipastikan tidak akan pernah menjadi eksportir ataupun importir. Eksportir dan perusahaan akan tetap hanya menjadi “jago kandang” yang hanya berani bermain dikandang sendiri dan tak akan pernah menjadi “jago kandang “ dipasar internasional.
E. Prosedur Kegiatan Ekspor
58
Persiapan administrasi adalah tersedianya peralatan kantor yang memungkinkan kita untuk melakukan komunikasi khususnya korespondensi baik dengan pemasok maupun calon pembeli dimanca negara. Pengalaman
Jadi persiapan utama yang harus ada ialah keberanian dalam mengambil keputusan go internasional. Persiapan lain yang perlu dilakukan pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok persiapan yaitu:
1. Persiapan Administrasi
57
(54)
menunjukkan sekiatar 80% transaksi perdagangan eksor dan impor dilakukan melalui korespondensi, sedangkan 20% sisanya dilakukan dengan negosiasi tatap muka yang akhirnya juga dikonfirmasikan dalam bentuk tertulis melalui korespondensi. Adapun peralatan kantor yang diperlukan adalah sebagai berikut : a. Letter Head yang menarik dan informatif
Eksportir dalam banyak hal belum mengenal secara baik calon pembelinya, kita pun sering tidak mengenal secara mendalam calon pemasok kita. Pada tahap awal mereka hanya mengenal letter of head atau kop surat masing-masing. Karena itu sebaiknya dalam berkorespondensi kita menggunakan leterr of head yang menarik dengan nama perusahaan yang mudah diingat karena ini akan menjadi etalase bagi bonadifitas perusahaan kita. Citra yang baik ini akan menimbulkan kepercayaan awal pada bonadifitas perusahaan. Kepercayaan merupakan modal utama yang akan menjamin kesuksesan kita dalam kegiatan ekspor dan impor.
b. Mesin tik model muktahir dan Personal Computer
Dalam transaksi ekspor impor koespondensi memegang peranan yang amat penting. Untuk bisa melakukan korespodensi dengan baik salah satu alat yang diperlukan adalah mesin tik. Agar menghasilkan tulisan yang baik maka dibutuhkan mesin tik model mutakhir. Namun akhir-akhir ini mesin tik itu digantikan dengan fasilitas pengolah data dalam personal computer. Personal
Computer bukan hanya dimanfaatkan untuk menulis surat, tetapi juga sebagai
pengolah data dan komunikasi data. Cepatnya kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi seperti pemakaian Electronic Data Intercharg (EDI) dalam dunia
(55)
bisnis misalnya dalam hal pembukuan muatan kapal dan pesawat terbang, penyelesaian dokumen kepabeanan serta berkembangnya informasi melalui internet maka peranan Personal Computer semakin besar pada zaman sekarang.
c. Faksimili
Pengiriman maupun penerimaan berita dulu hanya dilakukan dengan cara surat menyurat. tetapi kemudian telah berkembang dengan mempergunakan kawat (cable), teleprinter (telex) mesin tik jarak jauh, dan kini sudah biasa pula dengan faksimili atau mesin fotokopi jarak jauh baik nasional maupun internasional.
d. Surat Elektronik
Surat elektronik atau biasa dikenal dengan email, merupakan teknik terbaru menyampaikan pesan dengan menggunakan jaringan komputer. Dengan surat elektronik, eksportir maupun importir bisa mengirim pesan keseluruh dunia hanya dalam beberapa detik.
e. Amplop Surat dan Perangko
Amplop surat dengan nama perusahan dan logo perusahaan yang estetik serta perangko diperlukan sebagai sarana untuk memperlancar korespondensi, sekaligus merupakan sarana promosi bagi perusahaaan kita.
f. Po Box atau alamat Kantor yang jelas
Perusahan ekspor dan impor tidak memerlukan kantor yang mentereng dan lokasi yang strategis. Carport office, home office, atau po box pun sudah cukup
(1)
1. Perbaikan prosedur kegiatan ekspor, artinya tata cara ekspor yang diatur diberbagai peraturan baik dari segi administrasi maupun biaya jangan sampai memberatkan bagi eksportir. Pemerintah harus tanggap terhadap fakta lapangan mengenai biaya siluman yang sering dibebankan kepada eksportir
2. Mempermudah perizinan kegiatan ekspor UKM, artinya terhadap pelaku usaha yang akan melakukan proses ekspor dan impor hendaklah diberikan kemudahan atau keistimewaan dalam pengurusan segala administrasi serta diberikan informasi yang akurat, jangan tunggu diberikan uang pelicin maka segala administrasi mudah dan lancar.
3. Penstabilan situasi politik dalam negeri, artinya pemerintah harus tetap menjamin terciptanya suatu situasi yang aman baik dari segi ekonmi, politik maupun pertahanan keamanan. Situasi yang tidak aman akan menyebabkan importir dari negara lain mengurungkan niatnya untuk melakukan transaksi ekspor dengan eksportir Indonesia
4. Membantu UKM yang melakukan kegiatan ekspor untuk mendapatkan segala fasilitas baik dari segi pembiayaan, informasi maupun penjaminan. Dengan adanya kemudahan itu diharapkan UKM yang berorientasi ekspor bergairah dalam melakukan kegiatan ekspor dan kelak mampu bersaing dengan pelaku usaha dari negara lain.
Ironis sekali kedengarannya jika pemerintah tidak mau campur tangan dalam mengatasi kendala yang akrab mereka hadapi mengingat bahwa hampir 98% masyarakat Indonesia bergantung pada sektor usaha kecil dan menengah. Ditambah sebagai acuan bahwasanya UKM merupakan bagian integral dalam
(2)
sistem perekonomian nasional yang memainkan peran yang cukup strategis. Tidak bisa dipungkiri sejak krisis moneter yang terjadi tahun 1997 telah meluluh lantakan sendi perekonomian Indonesia, namun UKMlah yang dianggap mampu bertahan terhadap dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan tersebut. Kegiatan ekspor jelas tidak hanya memberi dampak pada eksportir itu sendiri namun juga terhadap perekonomian suatu negara. Semakin tinggi kegiatan ekspor disuatu negara maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi dan juga iklim investasnya. Lahirnya Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia diharapkan memberikan “angin segar” terhadap UKM yang melakukan kegiatan ekspor. Oleh karena itu sudah sepatutnya rencana pemerintah untuk menambahkan modal LPEI, diacungi jempol sebagai langkah mengurangi kendala dari tubuh LPEI itu sendiri.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Hady, Hamdy, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
Buku
Hata, Perdagangan Internasional dalam sistem GATT dan WTO, Refika Aditama, Bandung, 2006.
Helwani, Hendra, Ekonomi Internasional dan Globalisai Ekonomi Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
Hutabarat, Roselyne, Transaksi Ekspor Impor,Edisi Kedua, PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 1988.
Khor, Martin, Globalisasi Perangkap Negara-Negara Selatan, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Yogyakarta, 2002.
Kruger, Anne, Interaction Betwen Inflation and Trade Regime Objectives in Stabilization Program, Washington, 1988.
Mas’oed, Mochtar, Ekonomi-politik Internasional dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994.
MS, Amir Strategi Memasuki Pasar Ekspor, PPM, Jakarta, 2004.
Sirait Natasya, Ningrum, Hukum Persaingan Di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2009.
Siregar, Mahmul, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilataral, Pasca Sarjana USU, Medan, 2008.
Sutojo, Siswanto, Membiayai Perdagangan Ekspor Impor, Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2001.
Tambunan, Tulus TH, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004.
Widjaya, Gunawan & Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional Ekspor-Impor, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
(4)
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana yang telah diubah menjadi UU No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1972 tentang Bank Ekspor Indonesia Peraturan Pemerintah No 1Tahun 1982 yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 1985 tentang Tata Cara Kegiatan Ekspor
Paket Kebijaksanaan kemudahan-kemudahan Ekspor-Impor (PAKEM) 1986 Paket Kebijaksanaan Deregulasi (PAKDES) 1987
Paket Kebijaksanaan bidang Keuangan, Moneter, dan Perbankan (PAKTO) 1988 Paket Kebijaksanaan Bidang Industri, Perdagangan dan Perhubungan Laut (PAKNO) 1988
Surat Keputusan Menteri Keuangan No.210/KMK.013/ 1989 tentang penetapan kembali Tarif dan Tata cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak Ekspor (PE) dan atau Pajak Ekspor Tambahan (PET)
Surat Keputusan Menteri Keuangan No.212/KMK.00/ 1989 tentang penetapan kembali Tata cara untuk memperoleh Pengembalian Pajak Ekspor (PE) dan atau Pajak Ekspor Tambahan (PET)
Surat Keputusan Menteri Keuangan No.7/KMK.05/ 1990 yang menetapkan bentuk dan isi Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) sebagai pengganti Pemberitahuan Pemasukan Barang untuk Dipakai (PPUD)
Tambunan, Mangara ”Tiga Kendala Besar Pengembangan UKM Berorientasi Ekspor”, Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Makalah
(5)
www.bps.depperin.go.id.” Kegiatan ekspor UKM”, diakses Tanggal 13 November 2009
Internet
www.bps.depperin.go.id.” Kegiatan ekspor UKM”, diakses Tanggal 13 November 2009
www.depkop.go.id. “Potensi dan Kontribusi UKM terhadap Perekonomian : Suhendar Sulaiman”. diakses tanggal 17 November 2009.
www.solopos.com. Pencabutan Ijin Usaha PT BEI. diakses Tanggal 15 November 2009
www. google.com. Pengertian dumping. Tulisan Indies Indonesia Institute For National and Democratic Studies of Indonesia diakses 2 Februari 2009
www. google.com. Peranan LPEI. Tulisan Admin, “Berharap pada Lembaga Pembiayaan Ekspor IndonesiaI”, diakses tanggal 15 Februari 2010
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 tahun 1 2006, “Hambatan Usaha Kecil dan Menengah dalam Kegiatan Ekspor”, diakses tanggal 8 Februari 2010, hal 6.
Jurnal
Agus Kuncoro, Jurnal Empirika Analisis Formasi Keterkaitan Pola Kluster dan Orientasi Pasar, Studi Kasus Sentra Industri Keramik di Kasongan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta diakses tanggal 9 Februari 2010.
Harian Antara “BI Cabut Ijin Usaha Bank Ekspor Indonesia” 9 Sept 2009. Surat Kabar
Harian Ekonomi Neraca “LPEI Tambah Kapasitas Pembiayaan”, 13 Februari 2010, “LPEI, Tanggung Pembiayaan Ekspor”, 23 Desember 2009, “Peranan
(6)
Indonesian Exim Bank terhadap UKM pelaku ekspor ” 23 Desember 2009, ”2010, Modal Exim Bank ditambah Rp 2 T” 2 September 2009.
Harian Kompas ” Bank Ekspor Indonesia siapkan transisi LPEI ”, 16 Des 2008 Harian Kontan ” Juli, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Lahir ” 9 Februari 2009.