Hubungan Faktor-Faktor Resiko Terhadap Kejadian Melasma Pada Pekerja Wanita Penyapu Jalan Di Kota Medan Tahun 2008

(1)

DI KOTA MEDAN TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

MONA SISKA YANI 067010013/KK

S

E K O L AH P

A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

DI KOTA MEDAN TAHUN 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Program Studi Kesehatan Kerja Pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MONA SISKA YANI

067010013/KK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

MEDAN TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Mona Siska Yani

Nomor Pokok : 067010013

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.dr.Irma D.Roesyanto, SpKK (K)) (Ir.Kalsum, MKes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi,MKM) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,MSc)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto SpKK. (K)

Anggota

: Ir. Kalsum, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN FAKTOR - FAKTOR RESIKO TERHADAP

KEJADIAN MELASMA PADA PEKERJA WANITA

PENYAPU JALAN DI KOTA MEDAN

TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.


(6)

(7)

satu penyakit kulit akibat kerja. Melasma ini biasanya terjadi pada kulit wajah dan leher berupa flek-flek hitam dan terjadi akibat hiperpigmentasi. Secara medis melasma merupakan masalah kesehatan, dan secara estetika dapat merusak kecantikan wanita. Salah satu pekerja yang beresiko terhadap melasma adalah wanita pekerja penyapu jalan. Wanita pekerja penyapu jalan umumnya bekerja mulai jam 07.00wib pagi sampai menjelang siang dan mulai kembali jam 14.00 wib sampai sore. Umumnya wanita pekerja penyapu jalan bekerja di kota-kota besar, salah satunya kota Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor resiko dengan kejadian Melasma pada wanita pekerja penyapu jalan di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pekerja penyapu jalan sebanyak 390 yang tersebar di 21 Kecamatan di Kota Medan dengan besar sampel 80 orang yang diambil dengan proporsional sampling to size. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan pemeriksaan dokter spesialis kulit dan dianalisis menggunakan uji chi square pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91,3% wanita pekerja penyapu jalan di Kota Medan mengalami Melasma. Hasil uji chi square menunjukkan variabel pemakaian hormonal (p=0,858), kehamilan (p=0,170), dan penggunaan obat-obatan (p=0,835) tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian melasma, namun variabel paparan sinar matahari (p=0,000), kosmetik (p=0,033), dan variabel penggunaan APD (p=0,013) berhubungan secara signifikan dengan kejadian melasma.

Disarankan kepada Dinas Kebersihan Kota Medan agar memberikan alat pelindung diri yang sesuai kepada wanita pekerja penyapu jalan, pemeriksaan secara berkala berkaitan dengan pekerjaan petugas wanita pekerja penyapu jalan, dan mengadakan sosialisasi pemakaian Alat Pelindung Diri.


(8)

Melasma (hyperpigmentation), one of the non-transmitted diseases, is a skin disease caused by working outdoor. Melasma usually occurs on the face and the neck in the forms of dark spots because of hyperpigmentation. Medically, melasma is a health problem and it can esthetically ruin the beauty of a women. One of the workers who is at risk of melasma is the women working as street cleaner/sweeper who usually work from 7 a.m. to before noon and the start again from 2 p.m. to the afternoon. In general, women street cleaner/sweeper works in big cities like Medan.

The purpose of this observational study with cross sectional approach is to examine the relationship between risk factor and the incidence of melasma in the women street cleaners/sweepers in Medan. The population of this study is all of the 390 women street cleaners/sweepers spread in 21 sub-districts in Medan and 80 of them were selected througt the proportional sampling technique to be the samples for this study. The data needed for this study were obtained through questionnaires distributed to the samples/respondents and the result of the examination done by dermatologists. The data obtained were then analyzed by means of Chi-square test with the level of confidence of 95% (p<0.05).

The results of these study shows that 91.3% of the women street cleaners/sweepers in Medan are suffering of hyperpigmentation. The results of Chi-square test reveals that the use of hormone (p=0.858), pregnancy (p=0.170), and drugs/medicine (p=0.835) do not have any significant relationship with the incidence of melasma, but being exposed to sunlight (p=0.000), cosmetics (=0.033), and using APD (self-protecting device) (p=0.013) have a significant relationship with the incidence of melasma.

Medan Hygiene Board is suggested to provide the women street cleaners/sweepers with proper self-protecting device (APD), to schedule a periodical health check-up according to their nature job, and to socialize how to use APD (self- protecting device).


(9)

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Hubungan Faktor-Faktor Resiko Terhadap Kejadian Melasma Pada Pekerja Wanita Penyapu Jalan Di Kota Medan Tahun 2008” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ir. T Chairun Nisa B, MSc. sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto SpKK. (K) sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran ditengah-tengah kesibukannya.

4. Ir. Kalsum, MKes sebagai pembimbing atas saran-saran, bimbingan dan masukan serta dorongan dalam penyelesaian Tesis ini.


(10)

6. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK sebagai Komisi pembanding yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Tesis ini. 7. Kepala Dinas Kebersihan Kota Medan yang memberi izin penelitian dan atas

informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian penulisan.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun dr. Waldy Saragih yang memberi izin Tugas Belajar Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pasca Sarjana USU.

9. Yang tercinta orangtua saya Bahol Haque Yani dan Drg. Nurmala F. Sianturi atas doanya.

10. Suami saya Ir. Reinhard F. Hutabarat dan anak - anak Sonny William J. Hutabarat, dan Felix Nicholas Hutabarat, yang telah memberi semangat , inspirasi, dan doa selama menyelesaikan pendidikan Program Magister ini. 11. Pdp. Tohap Hutapea atas doa, dorongan semangat, dan perhatian rohaninya. 12. Seluruh Staf dosen dan administrasi Kekhususan kesehatan kerja Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi pengajaran, bimbingan dan arahan selama pendidikan.

Medan, Agustus 2008. Penulis,


(11)

A. IDENTITAS 1. Nama : Mona Siska Yani

2. Jenis Kelamin : Perempuan 3. Agama : Kristen Protestan

4.Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 18 Juli 1972

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD RK. Cinta Rakyat Perdagangan tahun 1978-1984 2. SMP RK. Cinta Rakyat Perdagangan tahun 1984-1987 3. SMA Immanuel Medan tahun 1987-1990 4. Fakultas Kedokteran USU tahun 1990-1998 5. Program Magister Kesehatan Kerja

Sekolah Pasca Sarjana USU tahun 2006-2008 C. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dokter PTT Puskesmas Benteng Bangka Belitung tahun 1998-2001 2. Dokter PTT Pustu Pujidadi Kodya Binjai tahun 2001 3. Dokter PTT Puskesmas Meranti Asahan tahun 2002 4. Dokter PNS RSUD Bengkalis tahun 2002-2004 5. Dokter PNS Puskesmas Muara Basung Bengkalis tahun 2004-2005 5. Dokter PNS Puskesmas Simarimbun Simalungun tahun 2005-sekarang


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Hipotesis Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Kulit ... 8

2.2 Melasma ... 12

2.3 Faktor Resiko Melasma ... 16

2.4 Upaya Pencegahan dan Pengobatan Melasma ... 20

2.5 Landasan Teori... 21

2.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 23

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 24

3.3. Populasi dan Sampel ... 24

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 26

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28

3.6. Metode Pengukuran ... 30

3.7. Analisis Data ... 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 33

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33

4.2. Analisis Univariat ... 36

4.3. Analisis Bivariat... 40


(13)

5.3. Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Melasma ... 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57


(14)

3.1 Perhitungan Jumlah Sampel di setiap Kecamatan di Kota Medan... 26

3.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Alat Ukur... 28

3.3 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 31

4.1 Disribusi Responden Berdasarkan Kejadian Melasma ... 36

4.2 Disribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden ... 37

4.3 Disribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko Melasma ... 39

4.4 Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian Melasma ... 40


(15)

Nomor Judul Halaman 1 Skema Anatomi Kulit... 10 2 Melasma Pada Wajah... 13 3 Kerangka Konsep Penelitian... 23


(16)

1. Daftar Obat-Obatan dan Zat Kimia yang Menyebabkan

Hyperpigmentasi... 60 2. Jadwal Penelitian ... 62 3. Kuesioner Penelitian ... 63 4. Master Data Penelitian Hubungan Faktor-Faktor Resiko Terhadap

Kejadian Melasma Pada Pekerja Wanita Penyapu Jalan Di Kota

Medan Tahun 2008... ... 67 5. Hasil Output Statistik ... 69 6. Validity dan Realibility Variabel Faktor Resiko... 82


(17)

1.1.Latar Belakang

Penyakit akibat kerja merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Upaya pembangunan kesehatan yang meliputi pencegahan, pemeliharaan, pengobatan dan rehabilitasi juga berlaku terhadap penanggulangan penyakit akibat kerja baik pada pekerja yang formal maupun informal. Menurut Suma’mur (1995) penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor pada pekerja faktor fisik seperti akibat tekanan panas yang berlebihan, suhu yang tinggi, kelembaban, cahaya dan benturan, faktor kimia, yaitu penggunaan bahan-bahan kimia atau paparan bahan kimia diatas ambang batas seperti natrium, aluminium dan penggunaan bahan-bahan kimia lainnya serta faktor biologis seperti parasit, paparan jamur dan lain sebagainya.

Salah satu penyakit yang termasuk penyakit akibat kerja adalah penyakit kulit seperti melasma. Melasma atau flek pada wajah biasanya terjadi karena meningkatnya pigmentasi pada bagian yang sering terpapar sinar matahari khususnya pada wajah, dan berbentuk bercak gelap tidak beraturan pada kulit. Secara medis melasma merupakan masalah kesehatan, dan secara estetika dapat merusak kecantikan wanita.

Kelompok pekerja yang beresiko terhadap terjadinya melasma adalah pada kelompok wanita pekerja peyapu jalan, hal ini karena mereka secara rutin terpapar dengan sinar matahari, dan biasanya bekerja mulai jam 7.00 pagi sampai jam 12 siang


(18)

bahkan sampai sore. Mengingat melasma terjadi pada pekerja penyapu jalan, dan bernaung dibawah otorisasi Dinas Kebersihan Daerah, maka dapat dikatakan menjadi masalah kesehatan kerja. Literatur yang mengkaji tentang penyakit melasma relatif sedikit, sehingga penyakit ini cenderung sangat sedikit diketahui oleh masyarakat , sehingga seolah-olah bukan merupakan suatu masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi, namun berdasarkan etiologi dan dampak yang ditimbulkan dari penyakit melasma dimana terjadinya bercak-bercak kulit yang tidak beraturan, berwarna hitam, sehingga secara estetika dapat menyebabkan gangguan psikologis bagi masyarakat.

Menurut Ellyaningsih (2006), lebih dari 40 % wanita usia di atas 30 tahun sangat rentan menderita melasma, dan 10 % lebih melasma dialami pria. Menurut Fitzpatrick dan Rokhsar (2005), kasus melasma terbanyak diderita oleh wanita oleh karena paparan sinar matahari di wajah, walaupun 10 % dari kasus terjadi pada pria. Flek dapat terjadi pada berbagai kelompok masyarakat, dan suku, serta jenis kulit manusia apa saja. Hasil penelitian Rahman, dkk. (2007) di Khasmir, bahwa 167 pasien yang dilakukan pemeriksaan kulit, 40,7% tergolong melasma, dan 62,3% terjadi pada wanita dengan usia antara 13 sampai 60 tahun, dan disebabkan oleh penggunaan kosmetik yang mengandung bahan kimia dengan lama penggunaan antara 3 bulan sampai 11 tahun.

Secara umum faktor resiko terhadap terjadinya penyakit adalah disebabkan faktor perilaku, manusia, agen penyebab dan faktor lingkungan (Natoatmodjo, 2003).


(19)

paparan sinar matahari, dan faktor kimia seperti paparan bahan-bahan kimia, serta faktor manusia yaitu kebiasaan penggunaan kosmetik yang mengandung bahan kimia melebihi toleransi dan berlangsung lama, kebiasaan menggunakan alat kontrasepsi yaitu jenis hormonal, penggunaan obat-obatan yang bersifat fototoksik, kehamilan serta faktor genetik (Fitzpatrick, et al, 2005). Secara epidemiologi menurut Torok (2006), melasma lebih dominan terjadi pada wanita dari pada laki-laki, pekerja-pekerja yang terpapar dengan sinar matahari biasanya pada wajah, dan leher, dan pada daerah tropis seperti Indonesia.

Menurut Graham, dkk (2005) sinar matahari diketahui sebagai pencetus utama timbulnya melasma, sehingga kasus ini sering terjadi pada orang-orang yang biasa terpajan sinar matahari. Pajanan sinar matahari pada kulit akan menyebabkan proses melanogenesis yaitu pembentukan melanin yang menyebabkan hiperpigmentasi. Penggunaan bahan kimia yang berlebihan baik dalam bentuk kosmetik, obat-obatan juga menimbulkan efek samping bagi kulit, khususnya kulit muka, sehingga berpotensi terhadap terjadinya melasma. Jenis bahan kimia tersebut seperti merkuri, senyawa bismuth, fenol, hidrogen peroksida, hidrokinon dan asam azelat (Djuanda, 1993).

Salah satu pekerja yang beresiko terhadap kejadian melasma adalah penyapu jalan. Secara umum rutinitas diawali dari jam 07.00 pagi sampai menjelang siang yaitu berkisar jam 14.00 bahkan ada yang sampai sore, tergantung pada batas areal kerjanya. Dampak yang ditimbulkan tersebut berupa gangguan kulit, seperti


(20)

mengarah pada hiperpigmentasi yang mencetus terjadinya melasma. Secara umum pekerja penyapu jalan adalah wanita, dan mereka hanya menggunakan penutup kepala untuk menghindari panas dan penutup mulut untuk antisipasi debu, sedangkan wajah dan leher terkadang tidak ditutup, sehingga langsung terpapar dengan sinar matahari.

Pekerja penyapu jalan umumnya juga ada di kota-kota besar, dengan perkembangan pembangunan yang pesat, arus mobilitas penduduk yang tinggi sehingga banyak pembangunan jalan raya. Mengingat kepentingan tata kota dan keasrian kota, maka jalanan dan tempat-tempat umum harus dijaga kebersihannya, untuk itu dinas kebersihan sebagai lembaga yang berwewenang untuk menjaga kebersihan dan tata kota melakukan perekrutan tenaga penyapu jalan, dan umumnya wanita.

Salah satu kota di Indonesia yang termasuk kota metropolitan adalah kota Medan dan melalui dinas Kebersihan kota Medan juga merekrut tenaga penyapu jalan. Berdasarkan data ketenagaan Dinas Kebersihan Kota Medan (2007), jumlah tenaga penyapu jalan sebanyak 390 petugas yang tersebar di 21 kecamatan. Selama ini mereka belum pernah dilakukan pemeriksaan kesehatannya, sehingga peneliti tidak dapat memperoleh gambaran status kesehatan mereka khususnya penyakit melasma.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, secara umum mereka mempunyai keluhan bercak-bercak kecoklatan, bercak kehitaman yang tidak merata pada wajah


(21)

penutup wajah ketika bekerja, hanya penutup kepala, kaki dan tangan, dan cenderung terpapar sinar matahari secara langsung. Alasan yang mereka kemukakan hanya untuk kepentingan ekonomi, dan tidak peduli terhadap kecantikan wajah, dan menganggap bahwa gangguan kulit wajah masih belum merupakan gejala penyakit yang menimbulkan kesakitan yang lama dan perlu diobati sedini mungkin.

Adapun beberapa faktor resiko terhadap kejadian melasma pada pekerja wanita penyapu jalan di Kota Medan antara lain paparan sinar matahari dalam jangka waktu yang lama, penggunaan kosmetik, penggunaan alat kontrasepsi khususnya jenis hormonal, penggunaan obat-obatan, kehamilan, dan pemakaian Alat Pelindung Diri yang tidak baik. Dampak negatif dari adanya gangguan kulit wajah dan leher tersebut secara medis mengganggu kondisi kulit dan secara estetika menyebabkan gangguan kecantikan dan kondisi psikologis wanita.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian tentang hubungan faktor resiko dengan kejadian melasma menjadi penting dilakukan, mengingat penyakit melasma merupakan salah satu masalah kesehatan yaitu gangguan kulit, sehingga dapat dilakukan upaya-upaya peningkatan status kesehatan pekerja wanita penyapu jalan di Kota Medan.

1.2.Permasalahan

Melasma merupakan salah satu masalah kesehatan, dan umumnya terjadi pada wanita yang terpapar langsung dengan sinar matahari seperti pekerja wanita penyapu


(22)

yang mengalami gangguan kulit dengan gejala-gejala bercak kecoklatan, dan bercak kehitaman di wajah yang tidak merata yang mirip dengan gejala melasma, dan umumnya mereka tidak menggunakan alat pelindung diri, sehingga peneliti dapat mengambil masalah tentang apakah faktor paparan sinar matahari, penggunaan obat-obatan, kosmetik, kehamilan, kontrasepsi hormonal, dan pemakaian APD berhubungan dengan terjadinya melasma pada pekerja wanita penyapu jalan di kota Medan.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor resiko (paparan sinar matahari, penggunaan obat-obatan, kosmetik, kehamilan, kontrasepsi hormonal, dan pemakaian APD) dengan kejadian melasma pada pekerja wanita penyapu jalan di Kota Medan

1.4.Hipotesis Penelitian

Faktor resiko (paparan sinar matahari, penggunaan obat-obatan, kosmetik, kehamilan, kontrasepsi hormonal, dan pemakaian APD) berhubungan dengan kejadian melasma pada pekerja wanita penyapu jalan di Kota Medan

1.5.Manfaat Penelitian


(23)

melasma, sehingga dapat diambil kebijakan untuk melakukan penyuluhan dan pemberian alat pelindung diri.

2. Sebagai penambah bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu atau penelitian selanjutnya.

3. Menambah wawasan penulis dalam aplikasi keilmuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


(24)

2.1 Kulit Anatomi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15 % dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m². Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.

Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutis ( lihat gambar 1).

Epidermis

Epidermis terbagi atas empat lapisan : 1. lapisan basal atau stratum germinativum 2. lapisan malpighi atau stratum spinosum 3. lapisan granular atau stratum granulosum 4. lapisan tanduk atau stratum korneum

Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan tambahan di atas lapisan granular yaitu stratum lusidum atau lapisan sel-sel jernih. Lapisan basal terdiri dari satu lapis sel-sel yang kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Di dalam sel terdapat sitoplasma yang basofilik dengan inti yang besar, lonjong, dan berwarna


(25)

hitam. Sel-sel basal ini tersusun sebagai tiang pagar (palisade). Lapisan basal merupakan lapisan paling bawah dari epidermis dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat juga melanosit. Melanosit adalah sel dendritik yang mengandung melanin. Melanosit berasal dari bagian neural embrio. Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari. Semua ras mempunyai jumlah melanosit yang sama. Perbedaan warna kulit bergantung pada kegiatan melanosit.

Lapisan malpighi merupakan lapisan epidermis yang paling tebal dan kuat. Terdiri dari sel-sel poligonal yang di lapisan atas menjadi lebih gepeng. Lapisan granular terdiri dari satu sampai empat baris sel-sel berbentuk intan,berisi butir-butir (granul) keratohialin yang basofilik. Lapisan tanduk terdiri dari 20-25 lapis sel-sel tanduk tanpa inti, gepeng, tipis dan mati. Pada permukaan lapisan sel-sel mati terus-menerus mengelupas tanpa terlihat. Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku.

Dermis

Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan di bagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars reticularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus.


(26)

Jaringan Subkutan (Subkutis atau Hipodermis)

Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung di bawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah liposit yang banyak mengandung lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfe, kandung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi

Rambut

KULIT

Kelenjar Sebaseus

Gambar 1. Skema Anatomi Kulit ( Harahap M, 2000)

Syaraf Sensorial Epidermis

Syaraf Dermis

Jaringan Subkutaneus Pemb. Darah Kapiler

Arteri Otot


(27)

Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai :

1. Pelindung

Jaringan tanduk sel-sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-benda dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari tubuh. Melanin yang memberi warna pada kulit melindungi kulit dari akibat buruk sinar ultra violet.

2. Pengatur suhu

Di waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga suhu panas dapat dijaga tidak terlalu panas.

3. Penyerap

Kulit dapat menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. Zat-zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk peredaran darah, karena dapat bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit, Masuknya zat-zat tersebut melalui folikel rambut dan hanya sedikit sekali yang melalui muara kelenjar keringat.


(28)

4. Indera Perasa

Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok yaitu merasakan nyeri, perabaan, panas, dan dingin.

5. Fungsi Pergetahan

Kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan, yaitu sebum dan keringat. Getah sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat dihasilkan oleh kelenjar keringat. Sebum adalah sejenis zat lemak yang membuat kulit menjadi lentur.

2.2 Melasma Definisi Melasma

Melasma adalah hipermelanosis yang tidak merata terutama pada muka, berwarna coklat muda sampai coklat tua, berkembang lambat, dan umumnya simetrik. Melasma atau flek pada wajah biasanya terjadi karena meningkatnya pigmentasi pada bagian yang sering terpapar sinar matahari. Melasma berbentuk bercak gelap tidak beraturan pada kulit. Paparan sinar matahari meningkatkan aktivitas dan jumlah melanosit, sel yang memproduksi melanin. Hasilnya produksi melanin berlebihan .(Lapeere, H ,et al, 2008).


(29)

Gambar 2. Melasma Pada Wajah

Etiologi

Melasma yang dahulu disebut kloasma umumnya lebih banyak pada wanita dan penduduk yang tinggal di daerah tropis. Melasma disebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit. Faktor-faktor yang berperan :

1. obat-obatan, misalnya : kloroquin, klorpromazin, anti epilepsi.

2. hormon, misalnya : Melanosit Stimulating Hormon (M.S.H), ACTH, estrogen, dan progesterone.

3. sinar ultraviolet 4. kehamilan


(30)

5. bahan kimia yang bersifat iritasi atau fotosensitasi (dalam kosmetik) (Djuanda, A, dkk,1993).

Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai faktor, terutama oleh pigmen melanin. Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin kulit yang dibagi lagi menjadi hipermelanosis dan hipomelanosis.

Fitzpatrick membaginya dalam: a. hipomelanosis/amelanosis

b. hipermelanosis coklat c. hipermelanosis abu-abu.

Perbedaan kedua golongan hipermelanosis tersebut terletak pada distribusi melanin dalam kulit. Pada hipermelanosis coklat melanin letaknya lebih dangkal, dan pada hipermelanosis abu-abu, melanin letaknya dalam.

Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis, berdasarkan distribusi bercaknya yaitu :

1. pola sentrofasial (63% , terdapat pada kening, hidung, dagu, dan di atas bibir)

2. pola malar (21 % , terdapat pada hidung dan pipi) 3. pola mandibular (16 %, terdapat pada dagu)

Ada kalanya dada depan dan lengan bagian belakang luar dapat juga terkena melasma.


(31)

Dari gambaran sinar wood, melasma diklasifikasikan berdasarkan tipenya yaitu :

1. tipe epidermal 2. tipe dermal 3. tipe campuran. Pemeriksaan Klinis

Secara klinis, tipe epidermal mempunyai batas-batas yang jelas, sedangkan tipe dermal atau campuran mempunyai rupa seperti bercak yang timbul. Tipe epidermal dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan tipe dermal lebih kelihatan dibawah sinar wood. Kebanyakan penderita didapati distribusi melanin berada di lapisan basal epidermis dan dermis (Lapeere, H, et al, 2008).

Pembantu Diagnosis

a. Pemeriksaan Histopatologik Terdapat 2 tipe hipermelanosis :

1. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat di lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai stratum korneum ; sel-sel yang padat mengandung melanin adalah melanosit ,sel-sel lapisan basal, dan suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.

2. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan bawah ; pada dermis bagian atas


(32)

b. Pemeriksaan mikroskop elektron

Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas melanosit meningkat.

c. Pemeriksaan dengan sinar Wood

1. Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih kontras 2. Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras

3. Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak

4. Tipe tidak jelas : dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat (Djuanda, A, dkk, 1993).

2.3 Faktor Resiko Melasma

Faktor resiko terjadinya melasma yaitu : 1. Paparan Sinar Matahari (Ultra Violet)

Sinar matahari sering disebut dengan sinar ultra violet (UV). Indonesia merupakan negara tropis yang hampir sepanjang tahun disinari matahari.

Radiasi Ultra Violet terbagi dalam: 1. Radiasi UV-C (200-290 nm).

Radiasi ini tidak ditemukan dalam spectrum sinar matahari pada permukaan bumi karena disaring oleh ozon dan air. Disebut juga radiasi germisidal karena dapat membunuh mikroorganisme. Radiasi ini adalah UV gelombang pendek, karena merupakan panjang gelombang terpendek pada spectrum UV.


(33)

sesuai dengan panjang gelombang yang diemisi oleh lampu merkuri bertekanan rendah (lampu germisid) sebagai sumber radiasi UV-C.

2. Radiasi UV-B (290-320 nm).

Merupakan bagian radiasi UV-B dengan keaktifan biologis tertinggi pada sinar matahari dan penyebab reaksi eritema setelah paparan dengan matahari. Disebut juga UV gelombang tengah atau sumber UV radiation.

3. Radiasi UV-A (320-400nm).

Panjang gelombang terpanjang dari spectrum UV ini mempunyai efek biologis kurang dari UV-B, tetapi gelombang UV-A dapat memacu menyebarkan sebagian eritema akibat matahari. Nama lain UV-A ialah radiasi UV gelombang panjang, radiasi UV karena dekat dengan sinar hitam (black light) karena tidak terlihat.

DNA menyerap ultra violet terbanyak pada panjang gelombang 280 nm. UV-B merupakan penyebab kerusakan biokemikal yang paling potensial. Efek buruk sinar UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi dan lama pajanan serta intensitas radiasi sinar UV. Reaktifitas individu terhadap sinar UV tergantung pada warna kulit konstitutif serta tipe kulit yang diturunkan secara genetik.

Pigmentasi akibat UV terjadi terutama akibat radiasi UV-A pada individu yang telah mempunyai pigmentasi. Pigmentasi akibat UV yang menyebabkan tanning dinamakan facultative skin color.


(34)

waktu 5-10 menit setelah paparan dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa hari tergantung dosis UV dan jenis kulit individu. Tanning yang cepat tidak memberikan fotoproteksi dan tidak menaikkan tingkat melanin epidermal. Dan ini hanya terjadi oleh penyinaran UV-A (Park, Hee-Young, et al, 2008).

Tanning reaksi lambat terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah paparan UV. Ini disebabkan oleh UV-B dan UV-A. Puncaknya antara 10 hari sampai 4 minggu tergantung dosis UV dan jenis kulit individu, dan menghilang dalam beberapa minggu. Secara histologi terjadi peningkatan melanosit epidermal, melanosit dendrit dan perpindahan melanosome ke keratinosit, dan terjadi melanisasi yang meningkat dari melanosome individu.

Melagenesis merupakan proses yang dipengaruhi oleh panjang gelombang. UV-A akan menyebabkan pigmentasi yang gelap berbatas pada lapisan basal. UV-B menyebabkan pigmentasi yang gelap terbatas pada lapisan epidermis, sedangkan pigmentasi akibat UV-C ringan sekali (Park, Hee-Young, et al, 2008).

2. Kehamilan

Selama kehamilan, peningkatan pigmentasi terjadi pada 90 % wanita dan kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit yang lebih gelap. Bercak pigmentasi yang menetap seperti nevi dan ephelides menjadi berwarna lebih gelap. Juga jaringan parut baru sering kelihatan lebih gelap.

Area yang mempunyai pigmen normal seperti puting susu, areola mamae dan genital, pigmentasi menjadi lebih kuat. Linea alba, garis tengah dinding perut anterior


(35)

Dalam kelompok kecil wanita hamil, hiperpigmentasi terjadi di ketiak atau paha atas bagian dalam. Melasma atau sering disebut topeng kehamilan terjadi pada 50 % wanita hamil (Lapeere, H, et al, 2008).

3. Kontrasepsi Hormonal

Kulit dan bagian-bagiannya seperti folikel rambut dan kelenjar keringat sangat bergantung pada steroid seks. Estrogen dan androgen sangat berperan terhadap proses pigmentasi dan pertumbuhan rambut. Pil kontrasepsi meningkatkan aliran darah kulit sekitar 10 %. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh hormon estrogen dan androgen. Melasma atau sering juga disebut kloasma, yaitu berupa munculnya warna kuning kecoklatan pada daerah pipi, hidung, dagu atau mulut sering ditemukan pada penggunaan kontrasepsi jangka panjang, Kelainan ini lebih sering ditemukan pada penggunaan pil dengan dosis estrogen tinggi.

4. Kosmetik (zat kimia) dan Obat-obatan

Daftar obat-obatan dan zat kimia yang menyebabkan hiperpigmentasi sangatlah banyak dan tetap bertambah terus. Zidovudine yang telah dipakai pada pasien AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah salah satu obat yang masuk dalam daftar obat-obatan yang menyebabkan hiperpigmentasi belakangan ini.

Hiperpigmentasi yang disebabkan oleh agen toksik, atau obat-obatan dianggap 10-20 % dari semua kasus hiperpigmentasi yang diperoleh. Obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat, obat-obat antikanker, obat anti infeksi, obat antihipertensi dan hormon yang paling umum diketahui.


(36)

Berikut daftar obat-obatan dan zat kimia yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi atau melasma (lihat lampiran).

2.4 Upaya Pencegahan dan Pengobatan Melasma

Prinsip pengobatan melasma adalah mengendalikan faktor-faktor penyebab dan menghilangkan melanin serta memutus rantai pembentukan melanin. Pengaruh buruk sinar matahari dapat dilakukan dengan pemakaian tabir surya baik berupa krim maupun tabir surya fisik berupa payung, topi, kerudung, maupun penutup muka.

Epidermal pigmentasi lebih sensitif pada pengobatan topikal dari pada dermal pigmentasi. Hipopigmentasi agents seperti hidrokuinon, tretinoin krim, asam azelaik, rusinol dan asam kojic dapat menolong dalam jangka waktu yang lama. Formula Kligman adalah kombinasi yang populer dari hidrokuinon, tretinoin, dan kortikosteroid topikal ringan. Pengelupasan kulit secara kimia dan terapi laser dapat menolong pengobatan melasma, tapi dapat juga mengakibatkan hiperpigmentasi lanjut yang tidak diinginkan. Kadang-kadang melasma hilang perlahan setelah penghentian pemakaian hormonal, dan perlu berhati-hati menghindari paparan sinar matahari (Lapeere, H, et al, 2008).

Sudah banyak dikenal senyawa yang dapat mempengaruhi proses pigmentasi melanin, antara lain senyawa merkuri, senyawa bismuth, fenol, hidrogen peroksida, hidrokinon, dan asam azaleat. Pemakaian obat pemutih yang mengandung merkuri harus hati-hati karena absorpsi yang terlalu banyak dapat merusak ginjal. Pemakaian


(37)

adalah iritasi dan kadang-kadang menyebabkan hiperpigmentasi pasca inflamasi. Hidrokinon dapat dikombinasi dengan asam vitamin A 0,05 % untuk mempercepat keratinisasi. Bila diberi obat pemutih pada malam hari sebaiknya dipakai tabir matahari (sun block), selama dan sesudah pengobatan untuk mencegah kekambuhan (Djuanda, A, dkk, 1993).

Pengobatan terhadap melasma dapat juga dilakukan melalui terapi sinar laser, pemakaian Hydroquinone (HQ) dengan konsentrasi 2-5 % sesuai dengan keadaan klinis, topical retinoid, dan topical steroids (Torok, 2006).

Sedangkan upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari paparan sinar matahari secara langsung pada jam 10.00 sampai jam 15.00, namun tergantung letak suatu tempat di permukaan bumi, menghindari penggunaan kosmetik dengan kadar bahan kimia diatas toleransi kulit, serta penggunaan alat pelindung wajah dan tubuh bagi pekerja dilapangan yang berpotensi terhadap paparan sinar matahari secara langsung. Bagi ibu-ibu yang menderita melasma dianjurkan tidak lagi memakai kontrasepsi hormonal baik berupa suntik maupun pil. Juga berhati-hati terhadap pemakaian kosmetik yang dijual bebas di pasaran, dan mengkonsumsi vitamin C dengan cukup.

2.5 Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat merumuskan beberapa landasan teori, yaitu sebagai berikut:


(38)

Penyakit melasma adalah salah satu penyakit tidak menular yang terjadi pada kulit yang ditandai dengan adanya hipermelanosis yang tidak merata terutama pada muka, berwarna coklat muda sampai coklat tua, berkembang lambat, dan umumnya simetrik, dan terjadi karena meningkatnya pigmentasi pada bagian yang sering terpapar sinar matahari (Djuanda, 1993).

Menurut Bustan (2000) faktor resiko penyakit tidak menular dapat digolongkan menurut segi dari mana faktor resiko tersebut diamati, dan kestabilan peranan faktor resiko. Dalam penelitian ini faktor resiko tersebut dilihat berdasarkan faktor resiko yang diamati, yaitu terbagi atas:

1. Unchangeable risk factor, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah, seperti genetik, umur, dan lain-lain;

2. Changeable risk factor, yaitu kebiasaan penggunaan kosmetik, kebiasaan terpapar dengan sinar matahari, penggunaan obat-obatan, kebiasaan merokok, kehamilan, dan lain sebagainya.


(39)

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor resiko

1. Paparan Sinar Matahari 2. Kehamilan

3. Hormonal 4. Kosmetik 5. Obat-obatan 6. Penggunaan APD

Kejadian Melasma

Karakteristik Pekerja 1. Umur

2. Pengetahuan 3. Masa kerja


(40)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional, yaitu untuk menentukan hubungan antara faktor resiko (paparan sinar matahari, kehamilan, kontrasepsi hormonal, kosmetik, obat-obatan, dan pemakaian APD) dengan terjadinya penyakit melasma pada pekerja wanita penyapu jalan di Kota Medan dengan melakukan pengukuran sesaat.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan dengan pertimbangan hasil obervasi masih adanya pekerja wanita penyapu jalan yang memiliki gangguan kulit dengan gejala mirip dengan melasma seperti bercak-bercak kecoklatan dan bercak kehitaman diwajah, serta belum pernah dilakukan penelitian yang serupa dengan pendekatan faktor resiko.

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 6 (enam) bulan terhitung mulai bulan Maret sampai Agustus 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja penyapu jalan wanita di Kota Medan yang berjumlah 390 orang yang tersebar di 21 kecamatan. Sampel dalam


(41)

penelitian ini adalah sebagian pekerja wanita penyapu jalan dengan besar sampel diambil menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane sebagaimana dikutip oleh Natoatmodjo, 2003, berikut ini:

) ( 1 N d2

N n

+ =

Dimana : N = Besar populasi, yaitu sebanyak 390 orang n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1) Dengan perhitungan sebagai berikut :

) 1 , 0 ( 390 1 390 2 + = n 9 , 4 390 =

n = 79,6 ≈ 80

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 wanita pekerja penyapu jalan yang tersebar di 21 Kecamatan di Kota Medan.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara proporsional sampling to size, yaitu mengambil sampel dengan menghitung proporsi jumlah sampel disetiap kecamatan. Proporsi sampel dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah sampel yang disebut dengan sample fraction (SF) dengan jumlah populasi, yaitu (Nazir, 2004):

% 100 390

80 x


(42)

Maka jumlah sampel disetiap kecamatan diambil 20,5% dari jumlah populasi yang ada, seperti pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel di setiap Kecamatan di Kota Medan No Kecamatan Jumlah

Petugas Perhitungan

Jumlah Sampel

1 M. Kota 51 20,5%x51 10

2 M. Area 25 20.5%x25 5

3 M. Perjuangan 13 20.5%x13 3

4 M.Timur 47 20.5%x47 9

5 M.Barat 33 20.5%x33 7

6 M.Petisah 40 20.5%x40 8

7 M.Baru 31 20.5%x31 6

8 M.Polonia 14 20.5%x14 3

9 M.Maimun 27 20.5%x27 6

10 M.Denai 4 20.5%x 4 1

11 M.Tembung 13 20.5%x13 3

12 M.Labuhan 6 20.5%x 6 1

13 M.Marelan 3 20.5%x 3 1

14 M.Johor 9 20.5%x 9 2

15 M.Amplas 14 20.5%x14 3

16 M.Belawan 11 20.5%x11 2

17 M.Deli 15 20.5%x15 3

18 M.Tuntungan 3 20.5%x 3 1

19 M.Selayang 4 20.5%x 4 1

20 M.Sunggal 16 20.5%x16 3

21 M.Helvetia 11 20.5%x11 2

Jumlah 390 80

Pengambilan sampel setiap kecamatan dengan jumlah yang telah ditentukan seperti pada Tabel 3.1 di atas, dilakukan dengan simple random sampling, mengambil sampel secara acak, dengan kriteria inklusi : masa bekerja lebih dari 1 tahun.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan


(43)

pemeriksaan/diagnosis dokter spesialis kulit. Pengumpulan data berupa faktor resiko menggunakan kuesioner. Sebelum kuesioner dipergunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap 20 responden terhadap wanita pekerja penyapu jalan di kecamatan Medan Baru untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel dengan melihat nilai item corrected total correlation pada hasil uji reliability, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan relialible.

Adapun hasil pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur jumlah responden 20 orang (df=n-1; df=20-1=19), pada taraf 5%, maka nilai r-tabel=0,445 untuk uji validitas sedangkan untuk reliabilitas r-tabel=0,450, adalah seperti pada Tabel 3.2

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui pencatatan dokumen dari Dinas Kebersihan Kota Medan.


(44)

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Nilai Item Corected Total Corellation Cronbach's Alpha No Pertanyaan r

Tabel

r Hitung

r-tabel

r Hitung

Keterangan

1 2 3 4 5 6

Pertanyaan Faktor Risiko

P1 0,445 0,656 0,450 0,881 Valid dan Reliabel P2 0,445 0,634 0,450 0,882 Valid dan Reliabel P3 0,445 0,521 0,450 0,887 Valid dan Reliabel P4 0,445 0,728 0,450 0,877 Valid dan Reliabel P5 0,445 0,515 0,450 0,888 Valid dan Reliabel P6 0,445 0,488 0,450 0,889 Valid dan Reliabel P7 0,445 0,620 0,450 0,883 Valid dan Reliabel P8 0,445 0,456 0,450 0,891 Valid dan Reliabel P9 0,445 0,488 0,450 0,889 Valid dan Reliabel P10 0,445 0,728 0,450 0,877 Valid dan Reliabel

P11 0,445 0,716 0,450 0,880 Valid dan Reliabel P12 0,445 0,501 0,450 0,889 Valid dan Reliabel P13 0,445 0,656 0,450 0,881 Valid dan Reliabel 2 Pertanyaan Pengetahuan Valid dan Reliabel

P1 0,445 0,791 0,450 0,885 Valid dan Reliabel P2 0,445 0,607 0,450 0,897 Valid dan Reliabel P3 0,445 0,783 0,450 0,887 Valid dan Reliabel P4 0,445 0,493 0,450 0,908 Valid dan Reliabel P5 0,445 0,781 0,450 0,885 Valid dan Reliabel P6 0,445 0,650 0,450 0,894 Valid dan Reliabel P7 0,445 0,791 0,450 0,885 Valid dan Reliabel P8 0,445 0,460 0,450 0,905 Valid dan Reliabel P9 0,445 0,483 0,450 0,905 Valid dan Reliabel P10 0,445 0,870 0,450 0,879 Valid dan Reliabel

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian terdiri atas variabel independen (variabel bebas) yaitu paparan sinar matahari, kehamilan, obat-obatan, kontrasepsi hormonal, kosmetik, dan pemakaian APD, sedangkan variabel dependen (terikat) yaitu kejadian penyakit melasma.


(45)

1. Variabel Independen

a. Paparan Sinar Matahari adalah terpaparnya responden dengan sinar matahari secara langsung pada pukul 10 pagi sampai pukul 3 sore , pada anggota tubuh mereka berdasarkan pengamatan peneliti, dan tidak dibawah naungan pohon peneduh.

b. Kosmetik adalah suatu bahan berupa bedak atau krim wajah yang mengandung bahan-bahan kimia tertentu yang dipakai oleh responden secara terus-menerus selama bekerja.

c. Kontrasepsi Hormonal adalah alat kontrasepsi yang mengandung hormon berupa pil, suntikan, maupun susuk yang digunakan oleh responden selama bekerja.

d. Obat-obatan adalah obat-obatan oral tertentu yang dikonsumsi oleh responden untuk terapi penyakit yang sedang dialaminya selama bekerja.

e. Kehamilan adalah kondisi hamil yang dialami responden selama bekerja. f. Umur adalah jumlah tahun hidup responden sejak lahir sampai dengan

penelitian dilakukan.

g. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang kejadian melasma, faktor resiko, dan upaya pencegahannya.

h. Penggunaan Alat Pelindung Diri adalah ada atau tidaknya pekerja wanita penyapu jalan menggunakan APD berupa penutup wajah dan topi yang sesuai untuk menghindari paparan sinar matahari.


(46)

2. Variabel Dependen

Kejadian melasma adalah suatu gangguan kesehatan kulit pekerja wanita penyapu jalan yang ditandai bercak-bercak kecoklatan pada kulit wajah, dan bercak kehitaman diwajah yang tidak beraturan, dan hasil diagnosis dokter spesialis kulit.

3.6 Metode Pengukuran

Pengukuran variabel independen dilakukan menggunakan skala nominal, ratio dan ordinal berdasarkan kuesioner dan observasi, sedangkan pengukuran variabel dependen menggunakan skala nominal berdasarkan observasi dan hasil pemeriksaan dokter spesialis kulit. Untuk mengukur variabel pengetahuan diberikan 10 pertanyaan didasarkan pada skala Ordinal dengan alternatif jawaban : (1) Jika responden menjawab jawaban benar diberi nilai 2 (dua), (2) Jika responden menjawab jawaban salah diberi nilai 1 (satu). Kemudian dikategorikan menjadi: 1. Baik, jika responden memperoleh nilai 15-20.

2. Kurang, jika responden memperoleh nilai 10-14 (Riduan, 2005). Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 3.2:


(47)

Tabel 3.3 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

Variabel Kategori Variabel Cara dan Alat Ukur

Skala Ukur Variabel Independen

Paparan Sinar Matahari 1.Ya 2. Tidak

Observasi Nominal

Kosmetik 1.Pakai 2. Tidak

Wawancara (Kuesioner)

Nominal

Hormonal 1.Pakai 2. Tidak

Wawancara (Kuesioner)

Nominal

Kehamilan 1.Ya 2. Tidak

Wawancara (Kuesioner)

Nominal

Obat-obatan 1. Ada

2. Tidak

Wawancara (Kuesioner)

Nominal

Alat Pelindung Diri 1. Pakai 2. Tidak

Observasi Nominal

Umur - Wawancara

(Kuesioner)

Ratio

Pengetahuan 1. Baik

2. Kurang baik

Wawancara (Kuesioner)

Ordinal

Masa Kerja - Wawancara (Kuesioner)

Ratio

Variabel Dependen

Kejadian Melasma 1.Ya 2.Tidak

Observasi dan Pemeriksaan Dokter Spesialis

Nominal

3.7 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis univariat yaitu melakukan analisis data berdasarkan distribusi frekuensi data terhadap variabel independen dan dependen.

Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat, yaitu melakukan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square pada taraf nyata 95% (p<0,05) untuk


(48)

mengetahui hubungan faktor resiko terhadap kejadian melasma pada pekerja wanita penyapu jalan di Kota Medan.

Selanjutnya untuk melihat faktor paling dominan berhubungan dengan kejadian melasma dilakukan pengujian dengan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.


(49)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Kota Medan merupakan Ibukota provinsi Sumatera Utara. Kota Medan adalah pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan serta perdagangan dengan luas wilayah 165.100 Km2 dan terdiri dari 21 Kecamatan serta 151 Kelurahan. Terletak di pantai timur Sumatera dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara dibatasi oleh Selat Malaka; Sebelah Selatan dibatasi oleh Kabupaten Deli Serdang; Sebelah Barat dibatasi oleh Kabupaten Deli Serdang dan Sebelah Timur dibatasi oleh Kabupaten Deli Serdang

Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan data dari Kantor Statistik Kota Medan adalah 2.353.000 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 8.431/Km2.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan Kota Medan tahun 2007, jumlah pekerja penyapu jalan yang terdaftar adalah sebanyak 390 petugas yang tersebar di 21 kecamatan, dan berdasarkan catatan mereka belum pernah dilakukan pemeriksaan kesehatannya.

Secara geografis Dinas Kebersihan Kotamadya Medan terletak di jalan Pinang Baris nomer 114 Medan. Dinas Kebersihan adalah merupakan salah satu unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang pengelolaan kebersihan


(50)

yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan umum kebersihan kota yang meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Penyapuan jalan-jalan protokol dan kolektor.

2. Pengumpulan sampah dari sumber ke TPS ( Tempat Pembuangan Sementara) 3. Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 4. Pemusnahan sampah dan pengelolaan TPA.

5. Penyedotan Septictank.

6. Retribusi kebersihan (SK. Walikota Medan No. 10/2002 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan).

(a). Visi dan Misi

Visi Dinas Kebersihan Kota Medan adalah terwujudnya Medan bersih yang berwawasan lingkungan. Untuk mencapai visi tersebut telah ditetapkan misi sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur guna membentuk aparatur dinas kebersihan berdedikasi tinggi dan profesional dalam pelayanan kepada masyarakat.

2. Meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan yang berteknologi berdaya guna dan berhasil guna dalam penyapuan, pengumpulan, pewadahan, pengangkutan dan pemusnahan sampah serta pengolahan pemanfaatan sampah menjadi bernilai ekonomis, guna meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan kota yang berwawasan lingkungan.


(51)

3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk membayar retribusi pelayanan kebersihan guna meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan.

(b). Petugas Penyapu Jalan

Petugas penyapu jalan Dinas Kebersihan Kota Medan diberi nama Melati, dalam arti melati yang berwarna putih mengartikan hati seputih bunga melati yang mempunyai ketulusan membersihkan jalan-jalan protokol dan kolektor yang ada di Kota Medan. Mereka bertugas setiap hari Senin sampai Minggu, tidak mempunyai hari libur. Petugas penyapu jalan ini di bawah pengawasan bagian Operasional Dinas Kebersihan Kota Medan.

(1) Ruang Lingkup Kerja Petugas Penyapu Jalan Melati

Petugas penyapu jalan Melati setiap harinya melakukan penyapuan jalan sepanjang 2,5 km mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 WIB shift pertama dan pukul 11.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB shift kedua. Petugas penyapu jalan Melati ini bertugas menyapu jalan protokol dan kolektor, melakukan penyekraban pasir-pasir dan rumput-rumput yang tumbuh liar di pinggir badan jalan protokol dan kolektor. Sampah hasil sapuan di kumpul dalam wadah plastik sebelum diangkut oleh gerobak atau truk sampah Dinas Kebersihan Kota Medan.

(2) Fasilitas yang di Dapat Oleh Petugas Penyapu Jalan Melati


(52)

1. Diberikan gaji/ upah kerja 30.000 rupiah per hari yang diberikan setiap bulan 2. Diberikan pakaian dinas berupa celana panjang berwarna coklat, kaos lengan panjang berwarna kuning, topi pet berwarna coklat dan kuning, sepatu

hitam, masker hitam berbahan kain, dan sarung tangan.

3. Diberikan peralatan berupa sapu dan plastik tempat penampungan sampah.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah salah satu langkah analisis dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel-variabel penelitian baik variabel independen maupun dependen.

4.2.1 Kejadian Melasma

Kejadian melasma dilihat berdasarkan hasil observasi kulit dan diagnosa dokter spesialis kulit. Variabel kejadian melasma ini dikategorikan menjadi melasma dan tidak melasma. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Melasma

No Kejadian Melasma Jumlah

(orang)

Persentase (%) 1 Melasma 72 90,0

2 Tidak Melasma 8 10,0

Jumlah 80 100

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa dari 80 responden, 72 responden (90,0%) terjadi melasma dan hanya 8 responden (10,0%) tidak


(53)

4.2.2 Karakteristik Responden

Variabel independen terdiri dari umur, masa kerja dan pengetahuan responden tentang melasma. Hasil penelitian seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

No Karakteristik Reponden Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Umur

a. 22 - 29 Tahun 3 3,8 b. 30 - 37 Tahun 9 11,3 b. 38 - 45 Tahun 29 36,3 c. 46 - 53 Tahun 39 48,8

Jumlah 80 100

2 Masa Kerja

a. 3 - 13 Tahun 25 31,3 b. 14 - 24 Tahun 26 32,5 c. 25 - 35 Tahun 29 36,3

Jumlah 80 100

3 Pengetahuan

a. Baik 15 18,8 b. Kurang baik 65 81,3

Jumlah 80 100

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur, diketahui mayoritas berusia antara 46-53 tahun, yaitu sebanyak 39 orang (48,8%), disusul umur antara 38-45 tahun yaitu sebanyak 29 orang (36,3%).

Berdasarkan masa kerja, diketahui mayoritas bekerja sebagai tukang sapu dengan masa kerja antara 25-35 tahun, yaitu sebanyak 29 orang (36,3%), namun relatif sama antara masa kerja 3-13 tahun dan 14-24 tahun masing-masing yaitu 25 orang (31,3%), dan 26 orang (32,5%).


(54)

Berdasarkan pengetahuan responden tentang melasma, gejala dan upaya pencegahannya, diketahui mayoritas responden mempunyai pengetahuan kategori kurang baik, yaitu sebanyak 65 orang (81,3%), sedangkan responden dengan pengetahuan kategori baik hanya 15 orang (18,8%).

4.2.3 Faktor Resiko

Distribusi frekuensi berdasarkan faktor resiko terdiri dari paparan sinar matahari, penggunaan kosmetik, penggunaan hormonal (alat kontrasepsi), kehamilan, dan penggunaan obat-obatan, serta penggunaan alat pelindung diri.

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan paparan sinar matahari mayoritas responden terpapar sinar matahari ketika bekerja sebagai penyapu jalan yaitu sebanyak 78 orang (97,5%), sedangkan yang tidak terpapar sinar matahari hanya 2 orang (2,5%).

Berdasarkan penggunaan kosmetik, mayoritas responden menggunakan kosmetik yaitu 48 orang (60%), sedangkan responden yang tidak menggunakan kosmetik yaitu 32 orang (40%).

Berdasarkan penggunaan hormonal, mayoritas responden tidak menggunakan alat kontrasepsi yaitu 62 orang (77,5%), sedangkan responden yang menggunakan hormonal yaitu 18 orang (22,5%).

Berdasarkan status kehamilan, mayoritas responden tidak hamil yaitu 77 orang (96,3%) dan hanya 3 orang (3,8%) sedang hamil. Berdasarkan penggunaan obat-obatan mayoritas responden tidak mengkonsumsi obat-obatan


(55)

yaitu 68 orang (85,0%) dibandingkan dengan responden yang mengkonsumsi obat-obatan yaitu 12 orang (15,0%).

Berdasarkan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD), mayoritas responden tidak menggunakan APD ketika bekerja yaitu 71 orang (88,8%), sedangkan responden yang menggunakan APD hanya 9 orang (11,3%). Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resiko Melasma

No Faktor Resiko Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Paparan Sinar Matahari

a. Terpapar 78 97,5

b. Tidak terpapar 2 2,5

Jumlah 80 100

2 Penggunaan Kosmetik

a. Ya 48 60,0

b. Tidak 32 40,0

Jumlah 80 100

3 Hormonal

a. Ya 18 22,5

b.. Tidak 62 77,5

Jumlah 80 100

4 Kehamilan

a. Ya 3 3,8

b. Tidak 77 96,3

Jumlah 68 100

5 Obat-obatan

a. Ada 12 15,0

b. Tidak Ada 68 85,0

Jumlah 80 100

6 Penggunaan Alat Pelindung Diri

a. Pakai 9 11,3

b. Tidak Pakai 71 88,8


(56)

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat perbedaan proporsi hubungan antara variabel independen dengan dependen, dan dapat diketahui hubungannya secara signifikan melalui pengujian secara statistik, dengan menggunakan uji chi square (p<0,05). Berdasarkan faktor resiko yang terdiri dari paparan sinar matahari, penggunaan kosmetik, penggunaan hormonal, konsumsi obat-obatan, kehamilan dan penggunaan APD. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian Melasma Kejadian Melasma

Melasma Tidak Melasma No Faktor Resiko

n % n %

Total % p-Value

1 Paparan Sinar Matahari

a. Ya 72 92,3 6 7,7 78 100

b. Tidak 0 0 2 100 2 100 0,000*

2 Kosmetik

b. Pakai 46 95,8 2 4,2 48 100

c. Tidak Pakai 26 81,2 6 18,8 32 100 0,033*

3 Hormonal

a. Pakai 16 88,9 2 11,1 18 100

b. Tidak Pakai 56 90,3 6 9,7 62 100 0,858

4 Kehamilan

a. Ya 2 66,7 1 33,3 3 100

b. Tidak 70 90,9 7 9,1 77 100 0,170

5 Obat-obatan

a. Ada 11 91,7 1 8,3 12 100

b. Tidak Ada 61 89,7 7 10,3 68 100 0,835

6 Alat Pelindung Diri

a. Pakai 6 66,7 3 33,3 9 100

b. Tidak Pakai 66 93,0 5 7,0 71 100 0,013*


(57)

Dilihat di Tabel 4.4 di atas, berdasarkan paparan sinar matahari, proporsi responden yang terjadi melasma 92,3% terpapar sinar matahari dibandingkan dengan yang tidak terpapar 0%. Hasil uji chi square menunjukkan hubungan signifikan antara paparan sinar matahari dengan kejadian melasma (p=0,000).

Berdasarkan penggunaan kosmetik, proporsi responden yang terjadi melasma 95,8% menggunakan kosmetik dibandingkan dengan responden yang tidak menggunakan kosmetik yaitu 81,2%. Hasil uji chi square menunjukkan hubungan signifikan antara kosmetik dengan kejadian melasma (p=0,033).

Berdasarkan penggunaan hormonal, proporsi responden yang terjadi melasma 90,3% responden tidak menggunakan hormonal dibandingkan dengan responden yang menggunakan hormonal yaitu 88,9%. Hasil uji chi square tidak menunjukkan hubungan signifikan antara hormonal dengan kejadian melasma (p=0,858).

Berdasarkan status kehamilan, proporsi responden yang terjadi melasma 90,9% responden tidak sedang hamil dibandingkan dengan responden yang sedang hamil yaitu 66,7%. Hasil uji chi square tidak menunjukkan hubungan signifikan antara kehamilan dengan kejadian melasma (p=0,170).

Berdasarkan penggunaan obat-obatan, proporsi responden yang terjadi melasma 91,7% responden sedang mengkonsumsi obat-obatan dibandingkan dengan responden yang tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yaitu 89,7%.


(58)

Hasil uji chi square tidak menunjukkan hubungan signifikan antara konsumsi obat-obatan dengan kejadian melasma (p=0,835).

Berdasarkan penggunaan APD, proporsi responden yang terjadi melasma 93,0% responden yang tidak menggunakan APD dibandingkan dengan responden yang menggunakan APD yaitu 66,7%. Hasil uji chi square menunjukkan hubungan signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian melasma (p=0,013).

4.4 Analisis Multivariat

Multivariat merupakan kelanjutan dari uji bivariat untuk mengetahui faktor paling dominan dari variabel independen yang mempengaruhi kejadian melasma pada wanita penyapu jalan. Uji yang dipergunakan adalah uji regresi linear berganda mengingat variabel independen lebih dari dua dan variabel dependennya merupakan data yang di dikotomi.

Berdasarkan hasil uji chi square pada analisis bivariat terdapat 3 (tiga) variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian melasma, maka ketiga variabel tersebut dilakukan pengujian secara bersama-sama dengan menggunakan uji regresi linear berganda, seperti pada Tabel 4.5


(59)

Tabel 4.5. Hasil Uji Regresi Linear Berganda

No Variabel B p 1 Paparan Sinar Matahari 0,959 0,000* 2 Penggunaan Kosmetik 0,121 0,047* 3 Penggunaan APD - 0,49 0,168

Nilai Adjusted R 0,270 Konstanta 0,038

*) Signifikan pada taraf nyata 95% (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa berdasarkan uji regresi linear terhadap 3 (tiga) variabel penelitian dengan metode enter menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berhubungan dengan kejadian melasma yaitu variabel paparan sinar matahari (p=0,000), dan variabel penggunaan kosmetik (p=0,047). Berdasarkan variabel paling dominan dapat ditunjukkan oleh nilai B tertinggi, yaitu pada variabel paparan sinar matahari dengan nilai B=0,959, artinya kontribusi variabel paparan sinar matahari 95,9% berhubungan dengan kejadian melasma pada wanita pekerja penyapu jalan.

4.5 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini merupakan penelitian sosial dengan pendekatan survai, sehingga sulit untuk mengidentifikasi penyebab utama terhadap kejadian melasma pada pekerja wanita penyapu jalan, namun peneliti mencoba memperoleh informasi tersebut melalui telaah pustaka dan melakukan kajian epidemiologis faktor resiko apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya melasma.


(60)

2. Penelitian ini menggunakan sampel yang relatif sedikit mengingat waktu dan kemampuan peneliti, sehingga tidak mampu mengakomodir secara komprehensif variasi hasil penelitian pada wanita pekerja penyapu jalan tentang faktor apa yang paling dominan mempengaruhi terjadinya melasma.


(61)

5.1 Kejadian Melasma

Melasma adalah salah satu penyakit kulit yang tidak menular, dimana terjadi hipermelanosis yang tidak merata terutama pada muka, berwarna coklat muda sampai coklat tua, berkembang lambat, dan umumnya simetrik. Hasil penelitian diketahui bahwa dari 80 responden, 72 responden (90,0%) terjadi melasma dan hanya 8 responden (10,0%) tidak melasma. Keadaan ini menunjukkan bahwa pekerja penyapu jalan merupakan pekerja yang beresiko terhadap terjadinya melasma mengingat mereka terpapar dengan faktor resiko baik secara permanen maupun secara temporer.

Menurut Djuanda (1993), bahwa kejadian melasma umumnya terjadi pada wanita dan berada di daerah tropis karena daerah ini mempunyai intensitas sinar matahari yang tinggi, dan ini merupakan salah salah satu faktor resiko yang paling dominan mempengaruhi terjadinya melasma.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Graham, dkk (2005) sinar matahari diketahui sebagai pencetus utama timbulnya melasma, sehingga kasus ini sering terjadi pada orang-orang yang biasa terpajan sinar matahari. Pajanan sinar matahari pada kulit akan menyebabkan proses melanogenesis yaitu pembentukan melanin yang menyebabkan hiperpigmentasi.


(62)

Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya melasma adalah penggunaan bahan-bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik atau bedak, pemakaian alat kontrasepsi hormonal, kehamilan, dan konsumsi obat-obatan yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh manusia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitzpatrick dan Rokhsar (2005), kasus melasma terbanyak diderita oleh wanita oleh karena paparan sinar matahari di wajah. Demikian juga dengan penelitian Rahman, dkk. (2007) di Khasmir, bahwa 167 pasien yang dilakukan pemeriksaan kulit, 40,7% tergolong melasma, dan 62,3% terjadi pada wanita dengan usia antara 13 sampai 60 tahun.

Kejadian melasma tersebut umumnya terjadi pada wajah dan leher. Berdasarkan hasil observasi pada pekerja wanita penyapu jalan, umumnya melasma terjadi pada wajah dibandingkan pada leher. Temuan Fitzpatrik, dan Rookhsar (2005) melasma terjadi selain pada wajah dan leher juga terjadi pada sisi wajah atau disebut mandibula (mandible), keseluruhan wajah (entire face)¸ dan dahi.

5.2 Karakteristik Individu 5.2.1 Umur

Secara epidemiologi, umur merupakan salah satu faktor resiko terhadap terjadinya penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular,


(63)

menunjukkan bahwa pekerja penyapu jalan umum sudah berusia 46-53 tahun (48,8%), hal ini diduga bahwa wanita seusia tersebut jarang mempunyai lowongan pekerjaan yang sepadan dengan usianya, kecuali mereka sudah mempunyai investasi pada masa mudanya, namun ada kecenderungan mereka tergolong pada masyarakat dengan golongan ekonomi rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitzpatrik, dan Rookhsar (2005), bahwa kejadian melasma terjadi pada usia 36-60 tahun, namun berbeda dengan penelitian Tucker, et.al, (2006) bahwa kejadian melasma atau melanoma lebih dominan terjadi pada wanita usia <55 tahun (71,1%) dibandingkan dengan usia antara 55-64 tahun (14,8%).

5.2.2 Masa Kerja

Masa kerja adalah jumlah tahun responden bekerja sebagai penyapu jalan dan merupakan salah satu faktor resiko terhadap kejadian melasma. Mengingat bahwa mayoritas responden yang terjadi melasma, mempunyai masa kerja yang lebih dari 3 tahun, maka hal ini mencerminkan bahwa semakin lama responden bekerja sebagai penyapu jalan, maka semakin beresiko terhadap kejadian melasma

Responden dengan masa kerja yang melebihi dari 1 tahun sering terpapar secara langsung dengan faktor-faktor yang menyebabkan melasma khususnya sinar matahari, hal ini memudahkan peneliti untuk dapat melihat apakah responden yang beresiko terhadap melasma diperoleh karena


(64)

Oleh sebab itu penelitian ini memakai kriteria inklusi masa kerja lebih dari 1 tahun.

5.2.3 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu bagian integral dari individu, termasuk pekerja penyapu jalan. Pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan indikator-indikator pemahamannya tentang melasma, dampak dan upaya pencegahannya. Hasil penelitian menunjukkan 81,3% responden mempunyai pengetahuan kategori kurang, artinya pekerja penyapu jalan tidak mengetahui secara keseluruhan tentang penyakit melasma, baik dari segi pengertian melasma, penyebab melasma, serta hubungan penyakit melasma ini dengan paparan sinar matahari, kehamilan, pemakaian kontrasepsi hormonal, pemakaian kosmetik, pemakaian obat-obatan oral, dan pemakaian Alat Pelindung Diri.

Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin kecil resikonya terhadap kejadian melasma. Sebab mereka yang memahami tentang melasma akan berupaya melakukan hal-hal yang dapat mencegah terjadi melasma pada wajah maupun leher ketika bekerja seperti menutupi wajah, sering membersihkan wajah atau upaya preventif lainnya.

Menurut Natoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat H.L Blum (1984), bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi salah satunya oleh pengetahuan, karena pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang


(65)

perubahan perilaku seseorang, demikian juga dengan pengetahuan tentang melasma dan upaya pencegahannya.

5.3 Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian Melasma 5.3.1 Paparan Sinar Matahari dengan Kejadian Melasma

Paparan sinar matahari satu sisi memberikan manfaat bagi makhluk hidup namun disisi lain juga berdampak negatif terhadap kesehatan makhluk hidup. Paparan sinar matahari merupakan faktor resiko terhadap kejadian melasma. Menurut pajanan sinar matahari pada kulit akan menyebabkan proses melanogenesis yaitu pembentukan melanin yang menyebabkan hiperpigmentasi dan mengarah pada melasma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92,3% responden yang terpapar sinar matahari mengalami melasma dibandingkan responden yang tidak terpapar sinar matahari secara langsung 0%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sinar matahari dapat menyebabkan terjadinya flek diwajah, leher maupun anggota tubuh lain yang mengarah pada gejala-gejala melasma, dan hasil uji chi square juga menunjukkan ada hubungan signifikan antara paparan sinar matahari dengan kejadian melasma (p=0,000), artinya semakin lama pekerja penyapu jalan terpapar secara langsung dengan sinar matahari maka akan semakin beresiko terhadap kejadian melasma.


(66)

berladang tanpa menggunakan penutup wajah dan anggota tubuh terjadi flek hitam diwajah, dan bercak yang menyebar, dan hasil diagnosa positif melasma, hal ini terjadi karena mereka secara permanen terpapar dengan sinar matahari mulai pagi sampai menjelang sore. Dalam penelitian ini pekerja penyapu jalan umumnya bekerja mulai jam 5.30 sampai jam 17.00 sore sehingga frekuensi mereka terpapar dengan sinar matahari sangat tinggi sehingga sangat beresiko terhadap terjadinya melasma.

Juga mengingat semenjak dua dekade terakhir ini, lapisan ozon di stratosphere yang berfungsi untuk menyaring radiasi ultraviolet sudah semakin menipis dan mengakibatkan radiasi ultraviolet yang sampai di bumi intensitasnya semakin tinggi dan berdampak cukup serius terhadap makhluk hidup dibumi khususnya terhadap kesehatan kulit para pekerja wanita penyapu jalan yang setiap hari kulitnya selalu terpapar oleh sinar matahari.

5.3.2 Penggunaan Kosmetik dengan Kejadian Melasma

Penggunaan kosmetik pada pekerja penyapu jalan adalah untuk menutupi wajah dari paparan sinar matahari langsung, selain sebagai bagian dari merawat kecantikan. Hasil penelitian menunjukkan selama bekerja menyapu jalan 60,0% responden menggunakan kosmetik dengan berbagai jenis seperti bedak putih, pelembab. Dilihat dari proporsi terhadap kejadian melasma, 95,8% menggunakan kosmetik dibandingkan dengan responden yang tidak menggunakan kosmetik yaitu 81,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian


(67)

karena dengan penggunaan kosmetik yang sarat dengan bahan kimia mencetus peningkatan pigmen kulit (hiperpigmentasi) yang disebabkan oleh agen toksik dalam kosmetik. dan hasil penelitian ini didukung oleh uji chi square yang menunjukkan ada hubungan signifikan antara kosmetik dengan kejadian melasma (p=0,033), artinya semakin sering wanita pekerja penyapu jalan menggunakan kosmetik maka semakin beresiko terhadap kejadian melasma.

Secara proporsi hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitzpatrick, dan Rookhsar (2005), bahwa dari sepuluh responden yang diperiksa melasmanya, secara keseluruhan menggunakan kosmetik wajah. Penggunaan kosmetik secara permanen baik sedang atau tidak bekerja akan menimbulkan perubahan warna kulit wajah, dan jika kosmetik tersebut mengandung bahan kimia yang tidak dapat ditoleransi oleh kulit wajah seperti kosmetik yang mengandung bahan pewangi / fragrance, akan menyebabkan hiperpigmentasi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aristizabal, A,et.al (2005) tentang faktor resiko terjadinya melasma di Medeline Colombia dengan pendekatan case control, ditemukan responden yang menggunakan kosmetik mempunyai pengaruh terhadap kejadian melasma dengan nilai p=0,029;Odss Ratio 3,69, artinya wanita yang mengalami melasma 3,9 kali pada wanita yang menggunakan kosmetik dibandingkan wanita yang tidak menggunakan kosmetik.


(68)

5.3.3 Penggunaan Hormonal dengan Kejadian Melasma

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja wanita penyapu jalan 77,5% responden tidak menggunakan hormonal, hal ini diasumsikan mereka sudah berusia di atas 36 tahun atau usia menopause. Dilihat dari proporsi penggunaan hormonal dengan kejadian melasma diketahui 90,3% responden tidak menggunakan kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal yaitu 88,9%. Namun hasil uji chi square tidak menunjukkan hubungan signifikan antara hormonal dengan kejadian melasma (p=0,858).

Penggunaan alat kontrasepsi (hormonal) tersebut berupa pil KB dan Suntik KB. Menurut Tucker, et.al (2006) wanita yang menggunakan hormonal akan meningkatkan aliran darah kulit sekitar 10%, sehingga akan memicu peningkatan eksogen dan endogen hormon dan akhirnya akan meningkatkan pigmentasi kulit.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tucker, et.al (2006), bahwa kasus melasma 46% menggunakan alat kontrasepsi jenis hormonal suntik pada tahun pertama kehamilan.

5.3.4 Kehamilan dengan Kejadian Melasma

Kehamilan merupakan salah satu faktor resiko terhadap kejadian melasma pada wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 3,8% responden sedang hamil. Berdasarkan proporsi dengan kejadian melasma,


(69)

yang sedang hamil yaitu 66,7%, hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi responden antara yang hamil dan tidak hamil dengan kejadian melasma, dan hasil uji chi square juga tidak menunjukkan ada hubungan signifikan antara kehamilan dengan kejadian melasma (p=0,170). Menurut (Lapeere. et al, 2008) bahwa selama kehamilan terjadi peningkatan pigmentasi sampai 90% pada wanita dan kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit yang lebih gelap. Bercak pigmentasi yang menetap seperti nevi dan ephelides menjadi berwarna lebih gelap. Juga jaringan parut baru sering kelihatan lebih gelap. Dalam kelompok kecil wanita hamil, hiperpigmentasi terjadi di ketiak atau paha atas bagian dalam. Melasma atau sering disebut topeng kehamilan terjadi pada 50 % wanita hamil.

5.3.5 Penggunaan obat-obatan dengan Kejadian Melasma

Penggunaan obat-obatan dalam penelitian ini adalah jenis obat yang digunakan oleh wanita pekerja penyapu jalan adalah jenis obat-obatan yang berfungsi untuk mengobati penyakit atau keluhan kesehatan yang dialaminya seperti obat sakit kepala, obat rematik, dan obat gatal-gatal kulit. Penggunaan obat-obatan tersebut berdampak terhadap peningkatan pigmen kulit baik diwajah maupun pada anggota tubuh lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 12 % wanita pekerja penyapu jalan sedang mengkonsumsi obat-obatan, berupa obat sakit kepala, demam dan jenis obat lainnya seperti obat gatal-gatal. Berdasarkan proporsi


(70)

obat-obatan dibandingkan dengan responden yang tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yaitu 89,7%. Data tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi yang menyolok antara responden yang sedang mengkonsumsi obat-obatan dengan yang tidak mengkonsumsi obat-obat-obatan terhadap kejadian melasma, dan dari hasil uji chi square juga tidak menunjukkan hubungan signifikan antara konsumsi obat-obatan dengan kejadian melasma (p=0,835).

Penggunaan obat-obatan tersebut memicu peningkatan pigmentasi kulit yang akhirnya mengarah pada kontribusinya terhadap gejala-gejala melasma. Unsur kimia yang terkandung dalam obat-obatan tersebut dewasa ini cenderung

banyak mengandung unsur-unsur bahan berbahaya yang relatif sensitif terhadap metabolisme tubuh. Kaitannya dengan kejadian melasma penggunaan

obat-obatan tersebut tergantung pada sensitif atau tidaknya reaksi tubuh terhadap obat tersebut khususnya pada peningkatan pigmentasi kulit seperti kulit wajah.

5.3.6 Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Melasma

Pada prinsipnya penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan bagian dari upaya pencegahan suatu penyakit termasuk penyakit melasma, karena penyakit ini lebih dominan disebabkan oleh faktor resiko yang bersumber dari luar tubuh manusia seperti paparan sinar matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 88,8% wanita pekerja penyapu jalan tidak menggunakan alat pelindung diri dalam bekerja. Alat pelindung diri tersebut


(71)

observasi, responden secara umum tidak menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja, dan hanya 11,3% responden yang menggunakan APD seperti topi, dan masker, itu pun jika bekerja menyapu jalan yang padat lalu lintas.

Berdasarkan proporsi APD dengan kejadian melasma, diketahui 93,0% responden yang tidak menggunakan APD dibandingkan dengan responden yang menggunakan APD yaitu 66,7%, dan hasil uji chi square menunjukkan hubungan signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian melasma (p=0,013), artinya responden yang tidak menggunakan APD beresiko terhadap terjadinya melasma.

Kejadian melasma tersebut karena responden akan terpapar langsung dengan sinar matahari sehingga secara permanen menyebabkan gangguan kulit wajah, muncul flek hitam dan terjadinya gejala-gejala melasma. Menurut Suma’mur (1992) bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja salah satunya adalah memakai alat perlindungan diri karena penggunaan alat pelindung diri merupakan salah satu faktor penting dalam melindungi pekerja dari potensi-potensi bahaya selama bekerja.


(72)

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Persentase melasma pada wanita pekerja sapu jalan di kota Medan sebesar 90,0%.

2. Hasil penelitian menunjukkan variabel pemakaian hormonal (p=0,858), kehamilan (p=0,170), dan penggunaan obat-obatan (p=0,835) tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian melasma, hasil penelitian juga menunjukkan variabel paparan sinar matahari (p=0,000), kosmetik (p=0,033), dan variabel penggunaan APD (p=0,013) berhubungan secara signifikan dengan kejadian melasma, juga variabel paparan sinar matahari merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian melasma dengan nilai B=0,959 (p=0,000).


(73)

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut:

1. Kepada Dinas Kebersihan Kota Medan agar memberikan alat pelindung diri yang sesuai seperti topi lebar, masker yang tidak hanya menutupi mulut saja tetapi dapat menutupi daerah pipi dan dagu, juga selendang yang dapat menutupi daerah leher, kepada petugas penyapu jalan guna menjaga keselamatan dan kesehatan kerja mereka.

2. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, selain pemeriksaan kesehatan umum juga pemeriksaan kesehatan kulit para pekerja yang selalu terpapar sinar matahari untuk mengantisipasi efek-efek estetika para pekerja wanita penyapu jalan di Kota Medan guna mengetahui status kesehatan mereka.

3. Agar diadakan sosialisasi pemakaian Alat Pelindung Diri , agar para pekerja memahami dengan baik manfaat memakai Alat Pelindung Diri yang diberikan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan.


(74)

Anonim, 2001. Krim Pemutih Kosmetika ’Cerdik’ Penyulap Wajah, http://www.info-sehat.com/harian.. Diakses 12 Januari 2008.

Aristizabal, A, et.al. 2005. Factores de riesgo para el melasma Medelin-2005. Journal Medical Cutan Lbert Lat Am, Colombia.

Basri, H, 2005. Dampak Paparan Sinar Matahari Pada Nelayan Tradisional Dan ProgramPerlndungan Pada Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, Karya Akhir Profesional Magister Kesehatan Kerja, Universitas Sumatera Utara, Baziad Ali,2002. Kontrasepsi Hormonal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta.

Bustan, 2000. Epidemiologi Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta.

Djuanda, A, dkk,1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Ellyaningsih. Dyah, 2006. Kesehatan Kulit, Media kompas, 29 September 2006. (online) http://www.kompas.co.id. Diakses 16 Nopember 2007

Fitzpatrick, R, Rokhsar, C, 2005. The Treatment of Melasma with Fractional Photothermolysis A Pilot Study, Journal American Society dor Dermatologic Surgery,Inc.

Graham, R-Brown & Burns,T, 2005. Lecture Notes Dermatologi, EdisiKedelapan, Penerbit Erlangga, Jakarta

Harahap Marwali, 1990. Penyakit Kulit, PT.Gramedia , Jakarta. ______________, 2000. Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta.

Kang Sewon, Sober, J, Arthur, 1992. Disturbances Of Melanin Pigmentation. Dalam Hurley Moschella’s TB, Moschella,L, S, Hurley, J, Harry. Dermatology, 3th. Philadelphia, Pennsylvania.

Kulit-Wikipedia Indonesia, ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia,2008. http://id.wikipedia.org/wiki/kulit. Diakses 3 Mei, 2008.


(1)

Pengetahuan Responden * Kejadian Melasma

Crosstab

9 6 15

11.3% 7.5% 18.8%

63 2 65

78.8% 2.5% 81.3%

72 8 80

90.0% 10.0% 100.0%

Count % of Total Count % of Total Count % of Total Baik

Kurang Pengetahuan

Responden

Total

Melasma

Tidak Melasma Kejadian Melasma

Total

Chi-Square Tests

18.462b 1 .000

14.587 1 .000

13.960 1 .000

.000 .000

18.231 1 .000

80 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1. 50.

b.

Regression

Variables Entered/Removedb

Alat Pelindung Diri, Kosmetik, Paparan Sinar Mataharia

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Kejadian Melasma b.


(2)

81

Model Summary

.546a .298 .270 .258

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Alat Pelindung Diri, Kosmetik, Paparan Sinar Matahari

a.

ANOVAb

2.147 3 .716 10.764 .000a

5.053 76 .066

7.200 79

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Alat Pelindung Diri, Kosmetik, Paparan Sinar Matahari a.

Dependent Variable: Kejadian Melasma b.

Coefficientsa

.038 .211 .181 .857

.959 .188 .499 5.095 .000

.121 .060 .198 2.022 .047

-.046 .033 -.138 -1.392 .168

(Constant)

Paparan Sinar Matahari Kosmetik

Alat Pelindung Diri Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Kejadian Melasma a.


(3)

20 100.0

0 .0

20 100.0 Valid

Excludeda

Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.892 13

Cronbach's

Alpha N of Items

Item Statistics

1.75 .444 20

1.80 .410 20

1.70 .470 20

1.75 .444 20

1.75 .444 20

1.70 .470 20

1.75 .444 20

1.70 .470 20

1.70 .470 20

1.75 .444 20

1.85 .366 20

1.60 .503 20

1.70 .470 20

Pertanyaan Faktor Risiko 1 Pertanyaan Faktor Risiko 2 Pertanyaan Faktor Risiko 3 Pertanyaan Faktor Risiko 4 Pertanyaan Faktor Risiko 5 Pertanyaan Faktor Risiko 6 Pertanyaan Faktor Risiko 7 Pertanyaan Faktor Risiko 8 Pertanyaan Faktor Risiko 9 Pertanyaan Faktor Risiko 10 Pertanyaan Faktor Risiko 11 Pertanyaan Faktor Risiko 12 Pertanyaan Faktor Risiko 13


(4)

83

Item-Total Statistics

20.75 12.724 .656 .881

20.70 12.958 .634 .882

20.80 13.011 .521 .887

20.75 12.513 .728 .877

20.75 13.145 .515 .888

20.80 13.116 .488 .889

20.75 12.829 .620 .883

20.80 13.221 .456 .891

20.80 13.116 .488 .889

20.75 12.513 .728 .877

20.65 12.976 .716 .880

20.90 12.937 .501 .889

20.80 12.589 .656 .881

Pertanyaan Faktor Risiko 1 Pertanyaan Faktor Risiko 2 Pertanyaan Faktor Risiko 3 Pertanyaan Faktor Risiko 4 Pertanyaan Faktor Risiko 5 Pertanyaan Faktor Risiko 6 Pertanyaan Faktor Risiko 7 Pertanyaan Faktor Risiko 8 Pertanyaan Faktor Risiko 9 Pertanyaan Faktor Risiko 10 Pertanyaan Faktor Risiko 11 Pertanyaan Faktor Risiko 12 Pertanyaan Faktor Risiko 13

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

22.50 15.000 3.873 13


(5)

Validitas dan Reliability Variabel Pengetahuan

Reliability

Case Processing Summary

20 100.0

0 .0

20 100.0

Valid Excludeda Total Cases

N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.915 10

Cronbach's

Alpha N of Items

Item Statistics

1.20 .410 20

1.30 .470 20

1.15 .366 20

1.20 .410 20

1.20 .410 20

1.30 .470 20

1.20 .410 20

1.20 .410 20

1.30 .470 20

1.25 .444 20

Pertanyaan Pengetahuan 1 Pertanyaan Pengetahuan 2 Pertanyaan Pengetahuan 3 Pertanyaan Pengetahuan 4 Pertanyaan Pengetahuan 5 Pertanyaan Pengetahuan 6 Pertanyaan Pengetahuan 7 Pertanyaan Pengetahuan 8 Pertanyaan Pengetahuan 9 Pertanyaan Pengetahuan 10


(6)

85

Item-Total Statistics

11.10 8.305 .828 .899

11.00 8.737 .530 .917

11.15 8.766 .706 .906

11.10 8.305 .828 .899

11.10 8.832 .587 .912

11.00 8.421 .656 .909

11.10 8.305 .828 .899

11.10 8.832 .587 .912

11.00 8.632 .572 .914

11.05 8.155 .819 .899

Pertanyaan Pengetahuan 1 Pertanyaan Pengetahuan 2 Pertanyaan Pengetahuan 3 Pertanyaan Pengetahuan 4 Pertanyaan Pengetahuan 5 Pertanyaan Pengetahuan 6 Pertanyaan Pengetahuan 7 Pertanyaan Pengetahuan 8 Pertanyaan Pengetahuan 9 Pertanyaan Pengetahuan 10

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

12.30 10.432 3.230 10