Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

(1)

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA

TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh :

NURZANNAH NIM. 101000005

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA

TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NURZANNAH NIM. 101000005

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN FAKTOR RESIKO DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) DI PELABUHAN BELAWAN MEDAN TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas penyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, April 2015

Yang membuat pernyataan,


(5)

ABSTRAK

Lebih dari 70 % manusia pernah mengalami nyeri punggung bawah (Low Back Pain/ LBP) berusia 35 – 55 tahun. Beberapa faktor resiko terkait kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja 5 - 10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder, body massa indeks (BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dan faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan terjadinya Low Back Pain pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Belawan Tahun 2015. Dilakukan penelitian bersifat retrospektif dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 460 orang dengan sampel yang diambil secara sistematik random sampling yaitu 64 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.

Hasil penelitian menunjukkan pada distribusi umur (p = 0.021 ; OR = 0.259), IMT (p = 0.613 ; OR = 0.312) , masa kerja (p = 0.019 ; OR = 0.247), lama kerja (p = 1.000 ; OR = 1.552), merokok (p = 1.000 ; OR = 0.724), Olahraga (p = 0.021; OR = 0.259), beban kerja (p = 0.042 ; OR = 0.304), sikap kerja (p = 0.039 ; OR = 0.294).

Diharapkan kepada TKBM agar melakukan olahraga atau peregangan otot sebelum melakukan aktivitas fisik/kerja. Kepada Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Belawan diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai pencegahan LBP dengan memperhatikan waktu istirahat, kondisi tempat kerja, beban angkat, alat bantu yang digunakan serta alat pelindung diri pada TKBM Pelabuhan Belawan.

Kata Kunci : Nyeri Punggung Bawah, Umur, Kebiasaan Olahrga, Beban Kerja, Sikap Kerja.


(6)

ABSTRACT

More than 70% humans had ever experience Low Back Pain (LBP) at the

age of 35 – 55 years old. Some risk factors with LBP incidents is at the age over

35 years old, smoker, 5- 10 years work time, work position, overweight ans musculoskeletal disorder sufferer family history, Body Mass Index (BMI), height, exercise routine, and work time.

The purpose of this research is to defind personal factors (age, IMT, work time, work periode, smoking habit, exercise routine) and work factors (work load, work posture) with the incidents of Low Back Pain with loading and unloading worker (TKBM) at Belawan harbor. This research type is case control design with retrospektif characteristic. Population in this research was 460 people with sample taken systematically random sampling that was 64 people. the data analysis in univariat and bivariat manner.

The research result showing at the age distributing (p=0.021 ; OR = 0.29), IMT (p = 0.613 ; OR = 0.312), work time (p = 0.019 ; OR = 0.247), Work periode (p = 1.000 ; OR = 1.552), smoking (p = 1.000 ; OR = 0.724), exercise (p = 0.021; OR = 0.259), work load (p = 0.042 ; OR = 0.304) , work posture (p = 0.039 ; OR = 0.294).

It is suggested to TKBM to exercising or warming up before doing physical activity/work. To the TKBM Belawan harnor primer cooperative suggested to give promotion about LBP prevention by paying attention to the rest time, workplace, liftload, assist used, also protector tools for TKBM Belawan harbor.


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurzannah

Tempat/ Tanggal Lahir : Tuntungan/ 7 Februari 1992

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Orang Tua

Ayah : Sulaiman

Ibu : Ratnawaty, Spd

Anak ke : 2 dari 3 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Pembangunan No.245 Tuntungan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Al.Amin : 1996 - 1997

2. SD Negeri 106172 Tuntungan : 1998 – 2004 3. SMP Swasta Muhammadiyah 03 Medan : 2004 – 2007 4. SMA Swasta Muhammadiyah 02 Medan : 2007 – 2010 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : 2010 – 2015

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Bidang Internal KOHATI HMI FKM USU, Periode 2010 - 2011 2. Anggota Bidang Internal KOHATI HMI FKM USU, Periode 2011 - 2012 3. Wakil Bendahara Umum KOHATI HMI FKM USU, Periode 2011


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan

Belawan Medan Tahun 2105”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.kes selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, memberikan saran, dukungan, nasihat, serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Umi Salmah, SKM. M. Kes selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, memberikan saran, dukungan, nasihat, serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

5. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.kes dan Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen dan staf di FKM USU khususnya Departemen KKK yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis menjadi mahasiswa di FKM USU. 8. Bapak Mafrizal selaku Ketua Pengurus Primkop TKBM “Upaya Karya”

Pelabuhan Belawan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 9. Bapak Sukardi, Bapak Victor Saragi, Bapak SP.Pasaribu, Bapak Sabam

P.Manalu SE, Bapak Drs. Ardin Silalahi, Bapak Frans Holmes Sitanggang selaku staf Pengurus Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan.

10. Bapak Budiman Laia, SH selaku Ketua Pengawas Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan.

11. Bapak Jhon Frans Manalu, Bapak Irwansyah Nasution selaku staf Pengawas Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan

12. Bapak Sofyan, Ssos, Ibu Liani, Amd. Kom selaku pelaksana tata usaha Primkop TKBM “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan.

13. Bapak Mulyono selaku Kepala Sektor I UUJBM Pelabuhan Belawan dan seluruh staf Sektor I UUJBM Pelabuhan Belawan.

14. Yang terbaik dan teristimewa untuk Ayahanda Sulaiman dan Ibunda Ratnawaty, Spd untuk cinta kasih, do’a, dukungan dan kepercayaannya


(10)

kepada penulis, serta abang Muhammad Hamdan, Amd. TK, dan adik Siti Khadijah tercinta yang senantiasa mendoakan, mendukung dan mengingatkan penulis.

15. Untuk sahabat-sahabatku ( Siti Kurniawati, SKM, Magda ufik sitorus, SKM, Muthia Salwa Haitamy, SKM, Anggia Geubrina, SKG, Sri Novita Amelia, SKM, Elicia Fadhilah, SKM ) terima kasih untuk semua bantuan, motivasi dan kebersamaannya.

16. Teman-teman peminatan K3 2010 (Kak Astri, kak Fira, kak Dina, Eva, bang Khairul, bang Alex, Andi, Imam, Roni, Indra, Dian, Armanda, Jhon, Sandro, Frans) terima kasih banyak untuk semangat yang kalian berikan.

17. Untuk semua anggota dan pengurus HMI Komisariat FKM USU yang telah memberikan ilmu yang luar biasa selama penulis berinteraksi didalamnya.

18. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan do’anya.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karuniaNya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2015


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 2.1. Anatomi Tubuh Manusia ... 9

2.1.1.Sistem Muskuloskeletal ... 9

2.1.2.Anatomi Tulang Belakang ... 10

2.2. Low Back Pain ... 12

2.2.1.Defenisi Low Back Pain ... 12

2.2.2.Etiologi ... 14

2.2.3.Patogenesis ... 19

2.2.4.Klasifikasi ... 21

2.2.5.Gejala dan tanda-tanda LBP ... 22

2.2.6.Diagnosis ... 23

2.2.7.Penatalaksanaan ... 24

2.2.8.Pencegahan ... 27

2.2.9.Prognosis ... 28

2.3. Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah... 28

2.4. Rapid Entire Body Assessment (REBA) ... 39

2.5. Kerangka Konsep ... 41

2.6. Hipotesis ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2.1.Lokasi Penelitian ... 43

3.2.2.Waktu Penelitian ... 43

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1.Populasi ... 43

3.3.2.Sampel... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1.Data Primer ... 44

3.4.1.Data Skunder ... 44


(12)

3.6. Aspek Pengukuran ... 45

3.7. Instrumen Penelitian ... 46

3.8. Teknik Analisa Data ... 47

3.8.1.Pengolahan Data ... 47

3.8.2.Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL 4.1. Sejarah Pelabuhan Belawan ... 49

4.2. Gambaran Umum Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ... 52

4.3. Letak dan Keadaan Geografis ... 54

4.4. Hasil Analisis Univariat ... 55

4.4.1. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 55

4.4.2. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 56

4.4.3. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Masa Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 57

4.4.4. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Lama Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 58

4.4.5. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 59

4.4.6. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Kebiasaan Olahraga di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 60

4.4.7. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Beban Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 61

4.4.8. Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Berdasarkan Sikap Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 62

4.5. Hasil Analisis Bivariat ... 63

4.5.1. Hubungan Umur TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 63

4.5.2. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 63

4.5.3. Hubungan Masa Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 64

4.5.4. Hubungan Lama Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 65

4.5.5. Hubungan Kebiasaan Merokok TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 66


(13)

4.5.6. Hubungan Kebiasaan Olahraga TKBM dengan

Kejadian Low Back Pain ... 67

4.5.7. Hubungan Beban Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 68

4.5.8. Hubungan Sikap Kerja TKBM dengan Kejadian Low Back Pain ... 69

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Faktor Resiko Terjadinya Nyeri Punggung Bawah ... 70

5.1.1. Usia ... 70

5.1.2. Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 72

5.1.3 Masa Kerja ... 74

5.1.4 Lama Kerja ... 75

5.1.5 Kebiasaan Merokok ... 77

5.1.6 Kebiasaan Olahraga ... 79

5.1.7 Beban Kerja ... 81

5.1.8 Sikap Kerja ... 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data

3. Analisis Univariat dan Bivariat 4. Dokumentasi Penelitian

5. Surat Izin Penelitian 6. Surat Selesai Penelitian


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun 2015 ... 55 Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pelabuhan Belawan

I Medan Tahun 2015 ... 56 Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Masa Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun

2015 ... 57 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Lama Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun

2015 ... 58 Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Pelabuhan Belawan I

Medan Tahun 2015 ... 59 Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Kebiasaan Olahraga di Pelabuhan Belawan I

Medan Tahun 2015 ... 60 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Beban Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan

Tahun 2015 ... 61 Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

Berdasarkan Sikap Kerja di Pelabuhan Belawan I Medan Tahun

2015 ... 62 Tabel 4.9 Hubungan Umur Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dengan

Kejadian Low Back Pain ... 63 Tabel 4.10 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Tenaga Kerja Bongkar

Muat (TKBM) dengan Kejadian Low Back Pain ... 63 Tabel 4.11 Hubungan Masa Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

dengan Kejadian Low Back Pain ... 64 Tabel 4.12 Hubungan Lama Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

dengan Kejadian Low Back Pain ... 65 Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok Tenaga Kerja Bongkar Muat


(15)

Tabel 4.14 Hubungan Kebiasaan Olahraga Tenaga Kerja Bongkar Muat

(TKBM) dengan Kejadian Low Back Pain ... 67 Tabel 4.15 Hubungan Beban Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)

dengan Kejadian Low Back Pain ... 68 Tabel 4.16 Hubungan Sikap Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang ... 10


(17)

ABSTRAK

Lebih dari 70 % manusia pernah mengalami nyeri punggung bawah (Low Back Pain/ LBP) berusia 35 – 55 tahun. Beberapa faktor resiko terkait kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja 5 - 10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal disorder, body massa indeks (BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dan faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan terjadinya Low Back Pain pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Belawan Tahun 2015. Dilakukan penelitian bersifat retrospektif dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 460 orang dengan sampel yang diambil secara sistematik random sampling yaitu 64 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.

Hasil penelitian menunjukkan pada distribusi umur (p = 0.021 ; OR = 0.259), IMT (p = 0.613 ; OR = 0.312) , masa kerja (p = 0.019 ; OR = 0.247), lama kerja (p = 1.000 ; OR = 1.552), merokok (p = 1.000 ; OR = 0.724), Olahraga (p = 0.021; OR = 0.259), beban kerja (p = 0.042 ; OR = 0.304), sikap kerja (p = 0.039 ; OR = 0.294).

Diharapkan kepada TKBM agar melakukan olahraga atau peregangan otot sebelum melakukan aktivitas fisik/kerja. Kepada Primer Koperasi TKBM Pelabuhan Belawan diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai pencegahan LBP dengan memperhatikan waktu istirahat, kondisi tempat kerja, beban angkat, alat bantu yang digunakan serta alat pelindung diri pada TKBM Pelabuhan Belawan.

Kata Kunci : Nyeri Punggung Bawah, Umur, Kebiasaan Olahrga, Beban Kerja, Sikap Kerja.


(18)

ABSTRACT

More than 70% humans had ever experience Low Back Pain (LBP) at the

age of 35 – 55 years old. Some risk factors with LBP incidents is at the age over

35 years old, smoker, 5- 10 years work time, work position, overweight ans musculoskeletal disorder sufferer family history, Body Mass Index (BMI), height, exercise routine, and work time.

The purpose of this research is to defind personal factors (age, IMT, work time, work periode, smoking habit, exercise routine) and work factors (work load, work posture) with the incidents of Low Back Pain with loading and unloading worker (TKBM) at Belawan harbor. This research type is case control design with retrospektif characteristic. Population in this research was 460 people with sample taken systematically random sampling that was 64 people. the data analysis in univariat and bivariat manner.

The research result showing at the age distributing (p=0.021 ; OR = 0.29), IMT (p = 0.613 ; OR = 0.312), work time (p = 0.019 ; OR = 0.247), Work periode (p = 1.000 ; OR = 1.552), smoking (p = 1.000 ; OR = 0.724), exercise (p = 0.021; OR = 0.259), work load (p = 0.042 ; OR = 0.304) , work posture (p = 0.039 ; OR = 0.294).

It is suggested to TKBM to exercising or warming up before doing physical activity/work. To the TKBM Belawan harnor primer cooperative suggested to give promotion about LBP prevention by paying attention to the rest time, workplace, liftload, assist used, also protector tools for TKBM Belawan harbor.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang- undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat I a, menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan ini merupakan tugas pokok pelayanan kesehatan kerja yang meliputi pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja, yang diatur dalam Permenakertrans Nomor 03/Men/1982 dan Undang- undang Nomor 23 tahun 1992.

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud antara lain fisik, mental ataupun sosial. Seorang pekerja, seperti pekerja-pekerja bongkar muat barang pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik daripada beban mental ataupun sosial. Hal ini dikarenakan sebagian besar waktu kerjanya adalah berfokus pada kegiatan bongkar muat suatu barang yang diimpor dari luar ke pelabuhan setempat (Suma’mur, 2009).

Aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat beban, menurunkan, mendorong, menarik, melempar, memindahkan atau memutar beban dengan menggunakan tangan atau bagian tubuh lainnya disebut manual material handling dapat menyebabkan nyeri pinggang (low back pain). Nyeri pinggang akibat pekerjaan manual material handling, 50% di antaranya diakibatkan oleh aktivitas mengangkat beban, 9% karena mendorong dan menarik beban, 6% karena menahan, melempar, memutar, dan membawa beban (Nurwahyuni, 2012).

Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung bawah yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri


(20)

punggung bawah dapat diikuti dengan cedera atau trauma punggung, tapi juga rasa sakit dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif misalnya penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang (Tatilu, 2014).

Penelitian di Amerika pada tahun 2004 menyatakan bahwa ada sekitar 60% pekerja manual handling menderita nyeri dan cedera pada daerah punggung, dan hal itu disebabkan karena aktivitas manual handling saat bekerja seperti mengangkat, menarik serta memegang alat. Nyeri punggung bawah adalah penyebab utama dari ketidak hadiran kerja di Inggris. Diperkirakan sekitar 3,5 juta hari kerja hilang tahun 2008-2009 karena gangguan muskuloskeletal terutama masalah nyeri punggung bawah (Munir, 2012).

Di Australia Barat, L. M. Stracker menyatakan bahwa pada tahun 1995 ada 8939 kasus yang disebabkan karena manual handling atau sekitar 30% dari kasus, dari 8939 kasus sekitar 49% berupa muskuloskeletal disorder, 88,8% berupa keluhan pada otot dan tulang rangka. Adapun bagian tubuh yang terkena sekitar 3% mengenai pada daerah leher, 23,3% pada daerah bahu dan lengan, 65,4% pada daerah punggung dan 5% terjadi di daerah anggota gerak bagian bawah (Munir, 2012).

Menurut hasil studi Departemen Kesehatan RI (2005) diketahui bahwa 40,5% pekerja mempunyai keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait dengan pekerjaan yaitu16% penyakit otot rangka yang disebut sakit punggung.

World Health Organization (WHO) juga menyatakan bahwa di negara industri


(21)

National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja dengan frekuensi kejadian yang paling tinggi adalah sakit/nyeri pada punggung bawah, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus (Tatilu, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Septiawan (2012), terhadap pekerja bangunan di PT. Mikroland Property Development Semarang, didapatkan hasil dari 49 sampel pekerja mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Dari 30 responden yang memiliki sikap kerja dengan resiko tinggi, terdapat 25 responden (83,3%) mengalami keluhan nyeri punggung bawah dan 5 responden (16,7%) tidak mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Sedangkan dari 19 responden yang memiliki sikap kerja dengan resiko sedang, terdapat 10 responden (52,7%) mengalami keluhan nyeri punggung bawah dan 9 responden (47,3%) tidak mengalami keluhan nyeri punggung bawah.

Joice Ester Tatilu (2014) mengungkapkan bahwa dari 75 orang pekerja pembuat batu bata di kelurahan Plangmongansari yang mengalami nyeri punggung bawah, terdapat 99% dengan sikap kerja berdiri, membungkuk, dan jongkok yang tidak ergonomis.

Sakinah (2012) menyatakan bahwa persentase terbesar yang mengalami nyeri punggung bawah terdapat pada kelompok umur yang dikategorikan berusia muda (≤ 35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 7 orang (26,9%) dan yang tidak mengalami keluhan yaitu 19 orang (73,1%) sedangkan pekerja batu bata dengan kategori berusia tua (>35 tahun) yang mengalami keluhan yaitu 17 orang (60,7%) dan yang tidak mengalami keluhan yaitu 11 orang (39,3%). Berdasarkan uji yang dilakukan, terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan


(22)

keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja batu bata di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap.

Lebih dari 70% manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP dengan rata-rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun. Terdapat beberapa faktor resiko penting yang terkait dengan kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja 5-10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita

musculoskeletal disorder (Astuti, 2007). Faktor lain yang dapat memengaruhi

timbulnya gangguan LBP meliputi karakteristik individu misal body mass index

(BMI), tinggi badan, kebiasaan olahraga, dan masa kerja (Harianto, 2010).

Proses kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja bongkar muat banyak mengandung resiko terhadap kesehatan. Salah satunya adalah sikap kerja yang dilakukan dengan menggunakan tubuh mereka untuk mengangkut beban. Sesuai dengan observasi awal yang dilakukan, sering ditemukan tenaga kerja bongkar muat melakukan pekerjaan angkat-angkut beban dengan cara manual yaitu hanya dengan menggunakan kekuatan tubuh yang ditaruh di punggung bagian bawah. Hal tersebut dapat menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja karena sikap tubuh mengangkat beban seperti itu dilakukan secara berulang. (Tatilu, 2014).

Tenaga kerja bongkar muat merupakan tenaga kerja yang berpotensi mengalami penyakit yang terkait dengan pekerjaan yaitu keluhan nyeri punggung bawah dimana sikap kerja dari tenaga kerja bongkar muat yang mengangkut beban dengan posisi membungkuk dapat menyebabkan nyeri punggung bawah. Pada umumnya tenaga kerja bongkar muat memerlukan kemampuan untuk kerja


(23)

fisik yang tinggi sehingga membutuhkan energi yang cukup banyak. Oleh karena itu, gerakan atau posisi yang akan dilakukan saat bekerja perlu diatur agar dapat dimanfaatkan menurut kekuatan yang maksimal. Dengan demikian otot akan berprestasi dengan efesiensi yang tinggi dan keterampilan yang optimal (Nurwahyuni, 2012).

Pelabuhan Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I. Pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan bongkar muat paling penting di Indonesia terletak di kota Medan Sumatera Utara (Dephub RI, 2003). Pekerjaan bongkar muat merupakan pekerjaan yang mengandalkan fisik dan lingkungan kerja memberikan tambahan beban kerja bagi tenaga kerja bongkar muat (TKBM). Setiap kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh TKBM yang terdaftar di kantor pelabuhan Belawan, terhimpun dalam satu wadah yaitu Koperasi Upaya Karya bekerja sama dengan Perusahaan Bongkar Muat (PBM). Oleh karena itu syarat untuk menjadi TKBM adalah bergabung dalam keanggotaan Koperasi Upaya Karya.

Kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Belawan di bagi dalam tiga bagian terdiri dari Stevedoring (pekerjaan bongkar muat barang dari kapal ke dermaga dan sebaliknya), Corgodoring (pekerjaan membawa barang dari dermaga ke gudang dan sebaliknya), Receiveing/Delivery (pekerjaan mengambil barang dari gudang ke atas kendaraan dan sebaliknya). Kesiapan sumber daya manusia operasional dan tenaga kerja bongkar muat merupakan salah satu persyaratan operasional pelabuhan dalam 24 jam (Polii, 2013).


(24)

Pelabuhan belawan memiliki 4 sektor, dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di sektor 1 yang terdiri dari 20 mandor dengan sistem kerja secara bergilir yang memiliki jumlah pekerja sebanyak 460 orang. Tenaga kerja membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya secara manual ke geladak kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang, kemudian dengan menggunakan container crane diangkut dan disusun oleh tenaga kerja kedalam truk. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah mengangkat biji sawit (cornel sawit), beras, semen, pupuk dan lainnya yang dikemas dalam sack (karung). Kapal barang yang sandar di dermaga dengan kapasitas berkisar 1300-1600 ton dikerjakan oleh 2-3 tim beranggotakan 12 orang/tim dalam waktu 3-5 hari atau tergantung muatan dan ukuran kapal.

Pekerjaan bongkar muat dilakukan dengan menggunakan sistem borongan, bekerja sesuai kesepakatan dengan pihak pengguna jasa. Sehingga memungkinkan waktu kerja melebihi 8 jam per hari. Jam kerja dimulai pukul 08.00 pagi dan istirahat siang pukul 11.30, kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 dan istirahat sore pukul 17.30. Untuk jam lembur sore dimulai pukul 17.30-19.00 dan jam lembur malam dimulai pukul 19.00-21.30.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, pekerja mengatakan bahwa pernah mengalami low back pain terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Dilihat dari data rumah sakit Mitra Medica ditemukan sebanyak 32 kasus kejadian low back

pain. Rumah sakit mitra medica merupakan rumah sakit rujukan yang di berikan


(25)

Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan faktor resiko dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low

Back Pain) pada tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan tahun

2015.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara faktor resiko dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low Back Pain) pada tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor personal (usia, IMT, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga) dengan terjadinya Low Back Pain pada TKBM Pelabuhan Belawan tahun 2015.

2. Untuk mengetahui faktor pekerjaan (beban kerja, sikap kerja) dengan terjadinya Low Back Pain pada TKBM Pelabuhan Belawan tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi manajemen Primkop “Upaya Karya” Pelabuhan Belawan dalam upaya pencegahan terjadinya Low Back Pain

pada tenaga kerja bongkar muat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Tubuh Manusia

Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah sistem rangka, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem syaraf, sistem penginderaan, sistem otot, dan sebagainya. Sistem tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan berperan dalam menyokong kehidupan manusia. Akan tetapi dalam ergonomi, sistem yang paling berpengaruh adalah sistem otot, sistem rangka dan sistem syaraf. Ketiga sistem ini sangat berpengaruh dalam ergonomi karena manusia yang memegang peran sebagai pusat dalam ilmu ergonomi (Kantana, 2010).

2.1.1 Sistem Muskuloskeletal

Kerangka merupakan dasar bentuk tubuh sebagai tempat melekatnya otot - otot, pelindung organ tubuh yang lunak, penentuan tinggi, pengganti sel-sel yang rusak, memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali dan untuk menyerap reaksi dari gaya serta beban kejut. Rangka manusia terdiri dari tulang-tulang yang menyokong tubuh manusia yang terdiri atas tulang-tulang tengkorak, tulang-tulang badan dan tulang anggota gerak (Nurmianto, 2004).

Fungsi utama dari sistem muskuloskeletal adalah untuk mendukung dan melindungi tubuh dan organ-organnya serta untuk melakukan gerak. Agar seluruh tubuh dapat berfungsi dengan normal, masing-masing substruktur harus berfungsi dengan normal. Enam substruktur utama pembentuk sistem muskuloskeletal antara lain: tendon, ligamen, fascia (pembungkus), kartilago, tulang sendi dan otot. Tendon, ligamen, fascia dan otot sering disebut sebagai jaringan lunak,


(27)

sedangkan tulang sendi diperlukan untuk pergerakan antara segmen tubuh. Peran mereka dalam sistem muskuloskeletal keseluruhan sangatlah penting sehingga tulang sendi sering disebut sebagai unit fungsional sistem muskuloskeletal.

Dalam kaitannya dengan ergonomi, sistem otot dan rangka merupakan alat gerak pada manusia dan berperan dalam membentuk postur dalam bekerja. Sistem ini berguna dalam mendesain atau merancang tempat kerja, peralatan kerja dan produk baru yang harus disesuaikan dengan karakteristik manusia. Sistem otot dan rangka berpengaruh dalam kemampuan dan keterbatasan manusia dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan sistem syaraf merupakan pengendali dari semua kegiatan dan aktivitas termasuk gerakan sistem otot dan rangka.

2.1.2 Anatomi Tulang Belakang

Tulang belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena rangka ini merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan panggul untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang terdapat pada pangkal paha. Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu :

Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang

Tulang belakang cervical; terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada


(28)

belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

Tulang belakang thorax; terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai tulang dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang rusuk. Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang ini. Tulang belakang lumbal; terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

Tulang sacrum; terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung dan tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya. Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.

Tulang belakang coccyx; terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.

Pada tulang belakang terdapat bantalan yaitu intervertebral disc yang terdapat di sepanjang tulang belakang sebagai sambungan antar tulang dan berfungsi melindungi jalinan tulang belakang. Bagian luar dari bantalan ini terdiri dari annulus fibrosus yang terbuat dari tulang rawan dan nucleus pulposus yang berbentuk seperti jeli dan mengandung banyak air. Dengan adanya bantalan ini memungkinkan terjadinya gerakan pada tulang belakang dan sebagai penahan jika terjadi tekanan pada tulang belakang seperti dalam keadaan melompat. Jika terjadi kerusakan pada bagian ini maka tulang dapat menekan syaraf pada tulang


(29)

belakang sehingga menimbulkan kesakitan pada punggung bagian bawah dan kaki. Struktur tulang belakang ini harus dipertahankan dalam kondisi yang baik agar tidak terjadi kerusakan yang dapat menyebabkan injuri/ cidera.

2.2 Low Back Pain

2.2.1 Definisi Low Back Pain

Nyeri adalah pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul dari kerusakan jaringan. Nyeri punggung bawah (NPB) adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. nyeri punggung bawah yang lebih dari 6 bulan disebut kronik (Tanjung, 2009).

Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Rasa nyeri timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Sifat berlangsungannya adalah akut dan kronis (lebih dari 12 minggu). Low back pain non spesifik adalah

low back pain yang tidak diketahui penyebab patologisnya secara nyata seperti tumor, osteoporosis, rheumatoid arthritis, patah tulang atau inflamasi. Dalam masyarakat, LBP tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, dan tingkat pendidikan. Lebih dari 80% manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP. LBP juga merupakan perasaan nyeri


(30)

di daerah lumbosakral dan sakroiliakal. LBP sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki. Mobilitas punggung bawah sangat tinggi, di samping itu juga berfungsi menyangga beban tubuh, dan sekaligus sangat berdekatan dengan jaringan lain yakni traktus digestivus dan traktus urinarius. Kedua jaringan atau organ ini apabila mengalami perubahan patologik tertentu dapat menyebabkan nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah.

Pasien LBP kronis mungkin merasakan nyeri terbatas pada garis tengah daerah lumbal (pinggang), atau menyebar pada beberapa daerah yang lebih luas, termasuk daerah paraspinal, tulang panggul, pinggul, atau pantat; daerah paha posterior atau lateral, lutut atau kaki, atau di manapun di sekitar kaki (Kristiawan, 2009).

Nyeri p unggung b awah merupakan gangguan muskuloskeletal yang paling sering terjadi pada pekerja dan di n egara maju menghabiskan dana kompensasi dan dana pengobatan yang terbesar diantara penyakit akibat kerja lainnya (Depkes RI, 2003).

2.2.2 Etiologi

Etiologi low back pain menurut Halimah (2009) dapat berupa :

1. Proses degeneratif, seperti spondilosis, HNP, stenosis spinalis, dan osteoartritis. Perubahan pada vertebrata lumbosakral dapat terjadi pada arkus dan prosesus artikularis serta ligamen yang menghubungkan antar ruas tulang belakang. Perubahan degeneratif juga dapat menyerang annulus fibrosus dari diskus intervertebralis.


(31)

2. Penyakit inflamasi, seperti rheumatoid artritis yang sering timbul sebagian penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota gerak terkena secara serentak atau spondilitis ankilopoetika dengan keluhan sakit punggung dan pinggang yang sifatnya pegal dan kaku.

3. Osteoporosis, pada orang tua dan jompo terutama menyerang kaum wanita. Sakit bersifat pegal, tajam, dan radikuler.

4. Kelainan kongenital, yang diperlihatkan foto rontgen polos dari vertebra lumbosakralis sering dianggap sebagai penyebab LBP dan dapat menyerupai HNP.

5. Gangguan sirkulasi, seperti aneurisma aorta abdominalis dapat menyebabkan LBP yang hebat. Gangguan sirkulasi lain seperti thrombosis aorta terminalis, dengan gejala nyeri yang menjalar sampai bokong, belakang paha dan tungkai kedua sisi.

6. Tumor, dapat berupa tumor jinak seperti osteoma, Paget’s disease, osteoblastoma, hemangioma, neurioma, meningioma atau tumor ganas seperti mieloma multipel, maupun sekunder.

7. Infeksi akut yang disebabkan oleh kuman piogenik seperti streptococcus atau staphylococcus, atau infeksi kronik seperti spondilitis tuberculosis dan osteomielitis.

8. Psikoneuritik, seperti histeria, depresi, malingering.

Etiologi LBP bermacam-macam, yang paling banyak adalah penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu, LBP dapat merupakan nyeri rujukan dari gangguan sistem gastrointestinal, system genitourinaria atau


(32)

sistem kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma, dan inflamasi daerah panggul dapat juga menimbulkan LBP. Penyebab sistem neuromuskuloskeletal

dapat diakibatkan beberapa faktor, yaitu : a. Otot (Miofasial)

Otot pinggang bawah memberi kekuatan dan perengangan untuk berbagai aktivitas, seperti berdiri, berjalan, dan mengangkat. Postur lordotik lumbar merupakan postur alamiah yang tidak dapat diubah. Seseorang yang mengalami LBP kronik, otot ekstensor lumbar lebih lemah dibanding otot fleksor, sehingga tidak kuat mengangkat beban. Otot sendiri sebenarnya tidak jelas sebagai sumber nyeri, tetapi muscle spindles jelas diinervasi sistem saraf simpatis. Dengan hiperaktivitas kronik, sistem simpatis ini (seperti pada ansietas), muscle spindles mengalami spasme, sehingga terasa nyeri tekan. Jejas pada perlekatan otot akan menyebabkan inflamasi kronik sehingga akan mengakibatkan nyeri tekan pula. Perlekatan otot yang tidak sempurna akan melepaskan pancaran rangsang saraf berbahaya yang mengakibatkan nyeri, sehingga menghambat aktivitas otot. Terbukti ada hubungan langsung antara jumlah rangsang berbahaya penghambat fungsi otot dengan kekuatan otot yang tersedia. Sekali nyeri dihilangkan, akan muncul tenaga otot yang lebih besar. Jadi penurunan kekuatan otot mungkin berhubungan dengan nyeri. Latihan dapat merangsang pemulihan kekuatan otot (Muchamad, 2009).

Ketegangan (strain) otot dapat terjadi akibat dipaksakan atau pengerahan tenaga. Ligamen punggung bawah menghubungkan kelima


(33)

tulang vertebra untuk mendukung stabilitas punggung.

Keseleo (sprain) punggung bawah dapat terjadi bila ligamene gerak terlalu kuat dan mendadak. Jejas (sprain dan strain) merupakan penyebab LBP paling sering. Hal ini dipengaruhi oleh faktor usia, obesitas, dan merokok. Penambahan usia dapat menimbulkan osteoporosis, penurunan kekuatan dan elastisitas otot, serta ligamen. Meskipun perkembangan efek tersebut tidak dapat dihentikan, namun dapat dicegah dengan latihan teratur, makan yang mencukupi, penggunaan otot yang sesuai dan pencegahan merokok (Muchamad, 2009).

b. Diskus Intervertebral

Pada usia anak dan remaja, nukleus pulposus jelly like dikelilingi oleh anulus fibrosus yang lebih kuat. Pada lansia normal, nukleus mulai mirip anulus. Pada usia pertengahan atau produktif dapat terjadi fisura atau robekan, sehingga terjadi protrusi atau mungkin prolaps seperti yang telah disebut di muka. Gerakan yang paling banyak menimbulkan keadaan tersebut adalah gerakan fleksirotasi atau posisi bungkuk dan rotasi ke lateral yang mendadak.

c. Sendi Apofiseal atau Sakroiliaka

Fasies artikuler antar vertebra lumbar merupakan tempat nyeri pada 10- 15% LBP kronik. Ini disebabkan regio lumbar adalah merupakan motion

segment dari kolumna vertebra selain regio servikal. Unit fungsional

vertebra adalah motion segment yang dibentuk oleh separuh ruas vertebra di atas dan separuh ruas vertebra di bawahnya. Termasuk juga ligamentum


(34)

longitudinal anterior dan posterior, ligamentum flavum, prosesus spinosum dan proses ustransversum berikut ligamen. Fasiesartikularis sebenarnya terdiri atas kartilago yang denervasi, sedangkan kapsula dan membran sinovial sendi yang diinervasi oleh reseptor nyeri.

Perubahan degenerasi menambah beban jaringan penyokong seperti fasies artikular, ligamentum dan kapsul sendi, yang mana hal ini akan memicu sejumlah perubahan seperti pembesaran sinovial dan kapsul sendi, pembentukan jaringan ikat, hilangnya celah sendi dan atau sklerosis tulang sekitarnya. Spur tulang dapat dibentuk pada bulging anulus fibrosus dan korpus vertebra. Berbagai perubahan ini menyebabkan stenosis kanal spinal dan gesekan dengan radik saraf. Keluhan LBP akibat stenosis jenis ini, paling sering diderita oleh pasien umur 60-70 tahun. Juga harus diingat bahwa meskipun sumber LBP persisten, keluhan nyeri dirasakan pada pantat sehingga tidak khas sebagai keluhan LBP.

d. Kompresi Saraf atau Radix

Pada daerah lumbar, prolaps diskus intervertebral ke arah posterolateral akan menjepit radix saraf atau dapat mendorong radik saraf baik ke medial ataupun ke lateral. Radik saraf mungkin menjadi gepeng, melekat pada prolaps, atau membengkak dan menimbulkan reaksi radang. Posisi diantara prolaps dan radik saraf dapat juga berubah (Nencyati, 2010). e. Metabolik

Masalah metabolik terutama metabolisme tulang dan diabetes melitus, dapat menimbulkan degenerasi jaringan ikat, tulang dan saraf


(35)

sehingga menimbulkan gejala dari jaringan yang bersangkutan. Osteoporosis dapat mempermudah terjadinya fraktur vertebra, terutama VTh XII, VLI. Fraktur vertebra dapat menyebabkan stenosis spinal, skoliosis, atau kifosis dengan mechanical LBP. Osteomalacia dan Paget disease dapat pula menyebabkan LBP. Diabetes melitus mengakibatkan degenerasi diskus intervertebral dan meningkatkan insidensi spondilolistesis, sehingga terjadi jejas kompresif jaringan saraf yang menyulitkan terapi (Nencyati, 2010). f. Faktor Psikologi

Nyeri yang berasal dari spinal adalah komplek, merupakan persepsi stimulasi sensorik dan faktor-faktor psikologik. Susunan saraf pusat (SSP) merubah pesan nyeri dari nosiseptor melalui mekanisme gate control atau proses penghambatan desenden. Sebagai “pain termostat” adalah sistem analgetik yang ditengahi endorfin (the endorphin mediated analgetic system), mempunyai pengaruh yang kuat untuk menghambat nyeri. Posisi dan perilaku memainkan peran yang penting dalam LBP kronik sehingga dapat menyulitkan terapi. Sistem saraf beradaptasi terhadap stimulasi kronik dengan fenomena hipersensitisasi. Hipersensitisasi menurunkan ambang pembakaran neuronal

(neuronal firing) dan mengakibatkan stimulus aferen disebar ke reseptor

yang sebelumnya tidak terlihat. Ini berperan dalam penyebaran nyeri (nyeri rujukan). Nyeri kronik sering dipicu oleh perilaku repetitif, seperti marah, frustasi, penyalahgunaan alkohol, dan faktor social (pekerjaan yang membosankan, dukungan keluarga, besar gaji, tingkat pendidikan, dan jaminan asuransi). Sindroma nyeri depresif dapat terjadi pada LBP kronik,


(36)

yang memuncak pada 6 bulan sampai 3 tahun setelah onset (Nencyati, 2010). g. Umur

Pengerahan tenaga dan robekan serta faktor keturunan akan menyebabkan perubahan degeneratif diskus intervertebral seiring dengan bertambahnya umur, sehingga terjadi penyakit diskus intervertebral atau perubahan aestetik sendi-sendi kecil. Perubahan ini berbeda untuk tiap individu. Bila berat dapat menyebabkan kekakuan dan nyeri punggung bawah. Spur-spur tulang artrostik dan inflamasi sendi dapat menyebabkan iritasi saraf dan nyeri tungkai (Muchamad, 2009).

2.2.3 Patogenesis

Ada beberapa mekanisme yang telah diajukan mengenai proses perkembangan nyeri punggung dan kelumpuhan yang bisa digunakan untuk menentukan apakah proses patologis yang terlihat pada gambaran radiologis berhubungan dengan gejala yang dialami pasien.

Nyeri pada bagian manapun memerlukan perlepasan dari agen-agen inflamasi yang menstimulasi reseptor nyeri dan menyebabkan sensasi nyeri pada jaringan, tulang belakang merupakan struktur yang unik karena memiliki banyak jaringan di sekitarnya yang dapat memicu nyeri. Inflamasi pada sendi tulang belakang, intervertebral diskus, ligamen dan otot, meninges dan akar saraf dapat menyebabkan nyeri pada punggung bawah. Jaringan-jaringan ini memberikan respon terhadap nyeri dengan melepaskan beberapa agen kimia seperti bradikinin, prostalglandin dan leukotrin. Agen-agen kimia ini mengaktifkan ujung saraf dan menyebabkan impuls yang menjalar ke korda spinalis. Saraf-saraf nosiseptif yang


(37)

teraktivasi akan melepaskan neuropeptida, dimana yang paling banyak adalah substansi P. Neuropeptida ini bekerja pada pembuluh darah, menyebabkan ekstravasasi, dan menstimulasi sel mast untuk melepas histamin dan melebarkan pembuluh darah. Sel mast juga melepaskan leukotrin dan agen-agen inflamasi lainnya yang menarik leukosit dan monosit. Proses tersebut menghasilkan gejala- gejala inflamasi seperti pembengkakan jaringan, kongesti vaskular, dan stimulasi ujung-ujung saraf bebas.

Impuls nyeri tersebut dihasilkan oleh jaringan tulang belakang yang mengalami inflamasi. Korda spinalis dan otak memiliki mekanisme khusus dalam memodifikasi nyeri yang berasal dari daerah jaringan spinal. Di korda spinalis, impuls nyeri terkonversi pada neuron yang juga menjadi reseptor sensoris. Hal ini menyebabkan perubahan derajat sensasi nyeri yang ditransmisikan ke otak melalui proses yang disebut gate control system. Impuls nyeri selanjutnya akan masuk ke proses yang kompleks dan berlangsung pada berbagai tingakatan system saraf pusat. Otak akan mengeluarkan substansi kimiawi yang merespon nyeri yang disebut endorfin. Endorfin merupakan analgesik alami yang dapat menghambat respon terhadap nyeri melalui serotonorgic pathway (Muchamad, 2009)

2.2.4 Klasifikasi 1. NPB akut

a) Nyeri akut yang berpangkal pada tulang, yaitu: metastasis vertebra, osteoporosis, osteomyelitis vertebra, fraktur.

b) Nyeri akut yang berpangkal pada otot dan atau syaraf, yaitu: syndrome nyeri myofacial, nyeri radikuler tanpa kelainan spinal, HNP.


(38)

2. NPB kronis

a) Nyeri Nosiseptif somatis, misal: peoses degeneratif pada spina dan atau diskus, spondilolisthesis, syndroma nyeri myofacial.

b) Nyeri Nosiseptif viseral, misal: nyeri rujukan dari organ pelvis, rongga retroperitoneal, kandung empedu, kelenjar pangkreas.

c) Nyeri neuropatik, misal: spinal stenosis, neoplasma (tumor). d) Nyeri Psikogenik, misal: histeris, depresi.

3. Failed Low Back Syndrome

a) Nyeri berkepanjangan pasca terapi, secara khusus diartikan sebagai nyeri. b) berkepanjangan pasca bedah atau komplikasi pembedahan.

4. Non cancer chronic back syndrome

Nyeri yang disebabkan oleh sebab organik yang berkaitan dengan kesan nyeri yang abnormal (Kantana, 2010).

2.2.5 Gejala dan Tanda-tanda LBP

Gejala klinis yang utama pada LBP adalah nyeri. Nyeri punggung bawah dapat bersifat sementara atau menetap dan lokal atau menjalar. Nyeri juga dapat bersifat dangkal atau dalam. Hal ini bergantung pada penyebab dan jenis nyeri. Terdapat berbagai jenis nyeri punggung:

a) Nyeri lokal, terjadi di area tertentu di punggung bagian bawah. Nyeri jenis ini paling sering terjadi. Penyebabnya biasa karena terkilir atau keseleo atau cedera lainnya. Nyeri biasanya menetap, atau terkadang hilang timbul. Nyeri lokal dapat berkurang atau bertambah dengan perubahan posisi. Punggung bawah dapat sakit saat dipegang, dapat terjadi spasme otot. Nyeri yang


(39)

menjalar, nyeri bersifat tumpul dan terasa menjalar dari punggung bawah ke tungkai. Nyeri dapat diikuti dengan nyeri tajam, biasanya hanya mengenai satu sisi tungkai daripada seluruh tungkai. Nyeri dapat terasa sampai ke kaki atau hanya sampai lutut. Nyeri yang menjalar biasanya menandakan adanya penekanan pangkal saraf, misalnya karena HNP, osteoartritis atau stenosis tulang belakang. Batuk, bersin, mengedan atau membungkuk sambil menjaga kaki agar tetap lurus dapat memicu munculnya nyeri. Jika terdapat penekanan berat pada pangkal saraf, atau jika korda spinalis tertekan, maka akan timbul rasa seperti ditusuk jarum, atau bahkan mati rasa dan hilangnya fungsi pengendalian berkemih dan pencernaan (inkontinensia).

b) Referred pain, nyeri dirasakan pada lokasi berbeda dari lokasi penyebab nyeri

sebenarnya. Misalnya, pada pasien dengan serangan jantung, nyeri dirasakan pada lengan kiri. Nyeri jenis ini pada punggung bawah cenderung bersifat sakit dan dalam, dan sulit untuk menentukan lokasi asal nyeri. Pergerakan tidak memperberat nyeri tersebut (Halimah, 2009).

2.2.6 Diagnosis

Ketika rasa sakit yang parah dan tidak hilang dalam waktu 6 sampai 12 minggu, diagnosis tambahan menjadi lebih penting untuk menentukan perawatan lebih lanjut. Alat diagnostik mencakup:

a) X-ray: memberikan informasi pada tulang belakang, digunakan untuk menguji ketidakstabilan tulang belakang, tumor dan patah tulang.

b) CT scan: menangkap penampang gambar cakram tulang dan tulang belakang, dapat digunakan untuk memeriksa herniated disc atau spinal stenosis


(40)

c) Myelogram: memungkinkan identifikasi masalah dalam tulang belakang, sumsum tulang belakang dan akar saraf. Suntikan pewarna kontras menerangi tulang belakang sebelum x-ray atau CT-scan.

d) MRI scan: menampilkan rinci penampang komponen tulang belakang. Berguna untuk menilai masalah dengan cakram lumbar dan akar saraf, serta mengesampingkan penyebab nyeri punggung bawah seperti infeksi tulang belakang atau tumor. Biasanya spesialis tulang belakang akan memiliki gambaran yang baik dari penyebab nyeri pasien dari gejala-gejala pasien dan pemeriksaan fisik, dan akan menggunakan tes diagnostik di atas untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi diagnosis dan atau untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala pasien (Halimah, 2009).

Diagnosis Banding

Diagnosa banding LPB, diantaranya : a) Cedera tendon achilles

b) Nyeri coccygeal

c) Kompresi lumbal akibat fraktur

d) Penyakit degeneratif diskus intervertebralis e) Spondylosis lumbal

f) Spondylolisthesis 2.2.7 Penatalaksanaan

Jika penyebab spesifik terjadinya nyeri punggung bawah dapat diketahui, maka perlu diatasi penyebab tersebut. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk


(41)

penyebab nyeri muskuloskeletal. Tetapi terdapat beberapa tindakan yang dapat membantu, biasanya tindakan ini juga dapat digunakan untuk mengatasi nyeri akibat penekanan tulang belakang. Tindakan ini meliputi: perbaiki aktifitas, menggunakan obat pereda nyeri, kompres hangat atau dingin pada daerah nyeri, dan olahraga. Untuk nyeri punggung bawah yang baru terjadi, penanganan dimulai dengan mencegah aktivitas yang memberi stressor pada tulang belakang, misalnya mengangkat benda berat dan membungkuk.

Penggunaan Acetaminophen terkadang dianjurkan untuk mengatasi nyeri. Jika terdapat peradangan maka dapat digunakan obat NSAID yang dapat mengatasi nyeri dan peradangan. Jika keduanya tidak dapatmengatasi nyeri yang ada, maka dapat digunakan obat golongan Opioid. Pemakaian relaksan otot seperti

cyclobenzaprine, diazepam, atau methocarbamol, terkadang diperlukan untuk

mengatasi spasme otot, tapi kegunaannya sendiri masih kontroversial. Obat obat ini tidak danjurkan oleh orang tua, karena lebih sering memberi efek samping (Halimah, 2009).

Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering mengalami kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik yang mungkin tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk melihat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih menderita low back pain selama 12 bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42-75%), agak bertentangan dengan pendapat umum bahwa 90% gejala low back pain akan hilang dalam 1 bulan (Septiawan, 2012).


(42)

Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan menghilangkan penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara

kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya. Misalnya untuk

penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol yang menderita LBP akan disarankan untuk mengurangi konsumsinya (Halimah, 2009).

Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat untuk menghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada kasus LBP karena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi untuk mengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatis lainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat analgesik, anti inflamasi, NSAID, obat penenang, dan lain-lain. Apabila dengan pengobatan biasa tidak berhasil, mungkin diperlukan tindakan fisioterapi dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (penarikan tulang belakang). Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan dengan fisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada kasus HNP atau pada pengapuran yang berat. Jadi, penatalaksanaan LBP ini memang cukup kompleks. Di samping berobat pada spesialis penyakit saraf

(neurolog), mungkin juga diperlukan berobat ke spesialis penyakit dalam

(internist), bedah saraf, bedah orthopedic bahkan mungkin perlu konsultasi pada

psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih banyak kasus dokter menyarankan istirahat total untuk penyembuhan kasus low back pain, padahal


(43)

penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak akan mengurangi gejala low back pain (Septiawan, 2012).

Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi pula. Meski demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu:

a. Terapi Konservatif, yang meliputi rehat baring, medikamentosa dan fisioterapi.

b. Terapi Operatif, kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu rehabilitasi.

Pengobatan nyeri punggung sangat tergantung penyebabnya. Lain penyebab, lain pula pengobatannya. Terdapat beragam tindakan untuk nyeri punggung, dari yang paling sederhana yaitu istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarik atau ligamen sprain, sampai penanganan yang sangat canggih, seperti mengganti bantal tulang belakang. Jika dengan bedrest tidak juga sembuh, maka harus ditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau dengan MRI (magnetic

resonance imaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi, pengobatan dengan

suntikan, muscle exercise, hingga operasi. Masih ada lagi teknik pengobatan lain, misalnya melalui pembedahan dengan endoskopi (spinal surgery), metode pasang pen, sampai penggantian bantalan tulang (Suharto, 2005).

Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Hal itu hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita harus menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya. Penyembuhan bisa melalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang menyebabkan nyeri. Latihan itu menggunakan alat-alat pelatihan medis untuk


(44)

melatih otot-otot utama yang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan tulang punggung (Suharto, 2005).

2.2.8 Pencegahan

Cara yang paling efektif untuk mencegah nyeri punggung bawah adalah dengan olahraga secara teratur. Latihan aerobik dan olahraga untuk meregangkan dan mengencangkan otot sangat membantu (Nencyati, 2010).

Aerobik, berenang dan berjalan, memperbaiki kebugaran tubuh secara menyeluruh dan juga memperkuat otot-otot. Latihan tertentu dapat meregangkan dan memperkuat otot-otot perut, bokong, dan punggung sehingga dapat menstabilkan tulang punggung. Pada beberapa orang, latihan peregangan dapat menambah nyeri punggung, untuk itu latihan perlu dilakukan secara hati-hati. Secara umum, olahraga yang menimbulkan atau menambah nyeri harus dihentikan (Halimah, 2009).

2.2.9 Prognosis

Prognosis LBP baik pada tipe mekanik. Setelah 1 bulan pengobatan, 35% pasien dilaporkan membaik, dan 85% pasien membaik setelah 3 bulan. Dilaporkan tingkat kekumatan LBP mencapai 62% pada tahun pertama. Setelah 2 tahun, 80% pasien setidaknya mengalami satu kali kekumatan (Prayugo, 2012).

2.3 Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah

Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat bekerja (Olviana, 2013 ) yaitu:


(45)

a. Faktor Personal 1. Usia

Jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran responden sampai saat dilakukan penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir. Pada umumnya keluhan otot sekeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga resiko terjadi keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004).

2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berat badan yang berada dibawah batas minimum dinyatakan sebagai kekurusan dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan sebagai kegemukan. Laporan FAO dan WHO tahun 1985 bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan Body Mass Index (BMI). Di indonesia istilah ini diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal dapat menghindari seseorang dari berbagai macam penyakit. Perhitungan IMT yaitu BB dibagi TB kuadrat atau dengan rumus :

Berat Badan (kg) IMT =


(46)

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berta badan tingkat ringan 17,0-18,5

Normal >18,5-25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0 Kelebihan berta badan tingkat berat >27,0

Sumber: Septiawan, 2012

3. Masa Kerja

Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja hinggan saat penelitian. Semakain lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan ditempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Between Lutam (2005) menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat berhubungan dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat resiko untuk menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja >5 tahun memiliki tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung dibanding dengan yang memilki masa kerja <5 tahun.

4. Lama Kerja

Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga atau masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari


(47)

kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan. Dalam seminggu biasanya seseorang dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu terlihat kecenderungan untuk timbulnya hal-hal negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor (Suma’mur, 2009).

Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas kerja (Tarwaka, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2005) tentang beberapa faktor ergonomi yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada pengemudi angkutan kota jurusan Gunungsari-Celancang (PP) Cirebon menunjukan ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah (p=0,050).

5. Kebiasaan Merokok

Perokok lebih beresiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke cakram dan berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah arteri. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan nyeri punggung


(48)

karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang (Septiawan, 2012).

Pengaruh kebiasaan merokok terhadap resiko keluhan otot memiliki hubungan erat dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen et al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru yang diakibatkan adanya kandungan karbon monoksida sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran menurun. Apabila yanag bersangkutan melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukan asam laktat, dan akhirnya timbul nyeri otot (Tarwaka, 2004).

Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Resiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki resiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah. Boshuizen et al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antar kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya


(49)

untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Septiawan, 2012).

Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

a. Perokok ringan, disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.

b. Perokok sedang, disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang per hari.

c. Perokok berat, disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang perhari.

6. Kebiasaan Olahraga

Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh

persen (80%) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1% tingkat kesegaran jasmani yang sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2% dan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi maka resiko untuk terjadinya keluhan otot rangka 0,8% (Katana, 2010).


(50)

b. Faktor Pekerjaan 1. Beban Kerja

Beban kerja adalah beban pekerjaan yang ditanggung oleh pelakunya baik fisik, mental, maupun sosial (Suma’mur, 2009). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005) beban kerja adalah setiap pekerjaan yang memerlukan otot atau pemikiran yang merupakan beban bagi pelakunya, beban tersebut meliputi beban fisik, mental ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaanya.

Faktor yang memengaruhi beban kerja, menurut Rodahl (1989) dan Manuaba ( 2000 ) bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik faktor internal maupun faktor eksternal dalam penelitian (Siswiyanti, 2011).

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor. 1) Tugas–tugas (task) yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun

kerja, tata ruangan tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara angkat–angkut, beban yang diangkat–ngkut, alat bantu kerja, sarana informasi termasuk displai dan control, dan alur kerja. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan atau tingkat kesulitan pekerjaan yang memengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain.

2) Organisasi kerja yang dapat memengaruhi beban kerja, seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan,


(51)

sistem kerja, musik kerja, model sturktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenag.

3) Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :

 Lingkungan kerja fisik, seperti: mikrolimat (suhu udara ambient, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi), intensitas penerangan, intensitas kebisingan, vibrasi mekanis, dan tekanan udara.  Lingkungan kerja kimiawi, seperti: debu, gas–gas pencemar udara, uap

logam , dan fume dalam udara.

 Lingkungan kerja biologi, seperti: pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga, dan pekerja dengan lingkungan social yang berdampak kepada performansi kerja di tempat kerja.

Beban kerja oleh karena faktor internal, faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiris sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan prilaku. Karena itu strain secara subjektif berkait erat dengan harapan, keinginan, kepuasann dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi :


(52)

a) Faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi ).

b) Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan).

Cara Pengukuran denyut nadi sebagai indikator beban kerja adalah sebagai berikut :

1. Stopwatch disiapkan.

2. Pergelangan tangan disiapkan untuk dipalpasi.

3. Digunakan 2 jari tangan (2 atau 3 jari paling sensitif).

4. Ujung jari disiapkan di ujung arteri radialis sampai denyut maksimal teraba. 5. Denyut nadi dihitung menggunakan metode 10 denyut.

6. Denyut nadi dihitung sebelum bekerja dan sesudah bekerja. 7. Hasil pengukuran dicatat dalam formulir yang telah disediakan.

Rentangan Denyut Nadi Kaitannya dengan Beban Kerja No Rentangan nadi kerja

(permenit)

Beban kerja yang di lakukan

1 2 3 4 5 6

60 - 70 75 - 100 100 - 125 125 - 150 150 - 175 Diatas 175 Sangat rendah=istirahat Ringan Sedang Berat Sangat berat Luar biasa beratnya


(53)

2. Sikap Kerja

Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain. Sikap kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang ada. Jika kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Menurut Bridger, (1995) sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menambah resiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal (Astuti, 2007).

Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu: 1. Sikap Kerja Duduk

Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka (musculoskletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar. Tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk kedepan (Septiawan, 2012).

2. Sikap Kerja Berdiri

Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran


(54)

beban berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan anggota bagian bawah (Astuti, 2007).

Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Rizki, 2007) dalam penelitian (Septiawan, 2012).

Waktu berdiri terjadi gerakan torsi adalah gerak putar korpus vertebra akibat gaya mekanik yang dipengaruhi oleh diskus intervertebralis 1 sendi faset dan ligamen-ligamen interspinal. Gerak torsi sering menimbulkan kerusakan diskus yang mempercepat proses degenerasi diskus. Gerak gesek (shering force)

antara korpus vertebra menimbulkan pembebanan pada faset akan bertambah. Pembebanan asimetris berkaitan dengan postur tubuh saat aktivitas postur yang seimbang pada waktu berdiri terlalu lama. Akibat lama berdiri menyebabkan nyeri punggung bawah yang dapat mengganggu aktivitas serta dapat meningkatkan biaya pengobatan (Pudjianto, 2001) dalam penelitian (Septiawan, 2012).


(55)

3. Sikap Keja Membungkuk

Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama. Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebratal disk justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah. Bila sikap kerja ini dilakukan dengan beban pengangkatan yang berat dapat menimbulkan slipped disk , yaitu rusaknya bagian invertebratal disk akibat kelebihan beban pengangkatan (Astuti, 2007).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Diana Samara (2005) tentang sikap membungkuk dan memutar selama bekerja sebagai faktor resiko nyeri punggung bawah menunjukan bahwa sikap kerja membungkuk memperbesar resiko nyeri punggung bawah sebesar 2,68 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap badan tegak .

2.4. Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Rapid Entire Body Assissment (REBA) adalah suatu metode dalam bidang

ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. REBA adalah alar penganalisa postur tubuh yang bisa memeriksa aktivitas kerja (Modul Praktikum


(56)

"Sistem Kerja dan Ergonomi"). Metode ini juga dilengkapi dengan faktor

coupling, beban ekstemal, dan aktivitas kerja. Dalam metode ini, segmen-segmen

tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan Grup B. Grup A terdiri dari punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sedangkan grup B terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Penentuan skor REBA yang mengindikasikan level resiko dari postur kerja, dimulai dengan menentukan skor A untuk postur-postur gmp A ditambah dengan skor beban (load) dan skor B untuk postur-postur gmp B ditambah dengan skor coupling. Kedua skor tersebut (skor A dan B) digunakan untuk menentukan skor C. Skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas pada skor C. Dari nilai REBA dapat diketahui level resiko cedera. Pengembangan Rapid Entire Body Assissment

(REBA) terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu: 1. Mengidentifikasikan kerja

2. Sistem pemberian skor

3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat yang ada, dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat.

Setelah diperoleh skor REBA, yang bemilai 1 sampai 15 menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:

Action level 0: Skor 1 menunjukkan bahwa postur ini sangat diterima dan tidak

perlu tindakan.

Action level 1: Skor 2 atau 3 menunjukkan bahwa mungkin diperlukan


(57)

Action level 2: Skor 4 sampai 7 menunjukkan bahwa perlu tindakan pemeriksaaan dan perubahan perlu dilakukan.

Action level 3: Skor 8 sampai 10 menunjukkan bahwa perlu pemeriksaan dan

perubahan diperlukan secepatnya.

Action level 4: Skor 11 sampai 15 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya

maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera atau saat itu juga dalam penelitian (Sutrio, 2011).

2.5. Kerangka konsep Faktor Personal

-Usia -IMT -Masa kerja -Lama kerja

-Kebiasaan Merokok -Kebiasaan olahraga

Faktor Pekerjaan -Beban kerja - Sikap kerja

Terjadinya Low Back Pain


(58)

2.6. Hipotesis

1. Ada hubungan antara usia dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low

Back Pain).

2. Ada hubungan antara IMT dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low

Back Pain).

3. Ada hubungan antara masa kerja dengan terjadinya nyeri punngung bawah (Low Back Pain).

4. Ada hubungan antara lama kerja dengan terjadinya nyeri punggung bawah

(Low Back Pain).

5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya nyeri punngung bawah (Low Back Pain).

6. Ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan terjadinya nyeri punngung bawah (Low Back Pain).

7. Ada hubungan antara beban kerja dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low Back Pain).

8. Ada hubungan antara sikap kerja dengan terjadinya nyeri punggung bawah (Low Back Pain).


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat retrospektif dengan desain case control, sebagai kasus adalah TKBM yang mengalami Low Back Pain dan kontrol TKBM yang tidak mengalami Low Back Pain, data diperoleh dari catatan rekam medik di Rumah Sakit Mitra Medica.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Belawan 1, Kecamatan Medan Belawan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dimulai dari bulan Januari sampai Maret 2015.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja tenaga kerja bongkar muat (TKBM) sebanyak 460 orang.

3.3.2. Sampel

a. Kelompok Kasus: sampel kasus dalam penelitian ini adalah pekerja TKBM yang Low Back Pain. Data diperoleh dari rekam medik yang tercatat di Rumah Sakit Mitra Medica dengan jumlah 32 kasus.


(60)

b. Kelompok Kontrol: sampel kontrol dalam penelitian ini adalah pekerja TKBM yang tidak Low Back Pain. Data diperoleh dari rekam medik yang tercatat di Rumah Sakit Mitra Medica, yang ditentukan dengan sistematik random sampling dengan jumlah 32 kontrol.

. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang dibagikan kepada pekerja bongkar muat di sektor 1 pelabuhan Belawan.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder penelitian ini diperoleh dari data instansi Primkop TKBM pelabuhan Belawan dan rumah sakit mitra medica.

3.5. Defenisi Operasional

1. Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan pekerja TKBM pada punggung bagian bawah yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang.

2. Faktor Personal

a. Usia adalah jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir sampai saat pengumpulan data dilakukan.

b. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah alat pemantau status gizi orang dewasa, ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).


(61)

c. Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung.

d. Lama Kerja adalah lamanya seseorang bekerja sehari yang dinyatakan dalam jam.

e. Kebiasaan Merokok adalah kegiatan menghisap rokok yang dilakukan berulang kali secara teratur dan sulit dilepaskan. Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang per hari.

f. Kebiasaan olahraga adalah latihan fisik yang dilakukan responden setiap hari.

3. Faktor Pekerjaan

a. Beban Kerja adalah beban yang diterima seorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya. Penilaian beban kerja dengan pengukuran denyut nadi per menit.

b. Sikap Kerja adalah posisi tubuh pada saat pekerja TKBM melakukan pekerjaannya.

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan masing-masing variable penelitian yaitu:

1. Umur pekerja dikategorikan menjadi : 1. < 25 tahun


(62)

2. Indeks Massa Tubuh (IMT) dikategorikan menjadi : 1. Kurus, jika IMT 18.4

2. Normal, jika IMT 18.5 – 25.0 3. Gemuk, jika IMT > 25.1

3. Masa kerja pekerja dikategorikan menjadi : 1. < 4 tahun

2. ≥ 4 tahun

4. Pengukuran lama kerja terdiri atas : 1. ≥ 8 jam

2. < 8 jam

5. Pengukuran kebiasaan merokok terdiri atas : 1. “ Ya” merokok

2. “ Tidak” merokok

6. Pengukuran kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi: 1. Sering ( ≥ 3 kali sering )

2. Jarang ( < 3 kali seminggu )

7. Pengukuran beban kerja terdiri menjadi : 1. Ringan ( 75-100 ) denyut/menit 2. Sedang ( 101 – 125 ) denyut/menit 3. Berat ( 126 – 150 ) denyut/menit 8. Pengukuran sikap kerja terdiri atas :

1. Resiko tinggi ( jika skor 8-10) 2. Resiko sedang ( jika skor 4- 7 )


(1)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for bebankerja

(Ringan / sedang) .304 .108 .861

For cohort Low Back Pain =

Case .536 .297 .967

For cohort Low Back Pain =

Control 1.762 1.078 2.881

N of Valid Cases 64

Sikap Kerja TKBM * Low Back Pain

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Sikap * Low Back Pain 64 54.2% 54 45.8% 118 100.0%

Sikap * Low Back Pain Crosstabulation Low Back Pain

Total Case Control

Sikap sedang Count 15 24 39

% within Sikap 38.5% 61.5% 100.0% % within Low Back Pain 46.9% 75.0% 60.9%

% of Total 23.4% 37.5% 60.9%

tinggi Count 17 8 25

% within Sikap 68.0% 32.0% 100.0% % within Low Back Pain 53.1% 25.0% 39.1%


(2)

% of Total 26.6% 12.5% 39.1%

Total Count 32 32 64

% within Sikap 50.0% 50.0% 100.0% % within Low Back Pain 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Sikap

(sedang / tinggi) .294 .102 .848

For cohort Low Back Pain =

Case .566 .350 .914

For cohort Low Back Pain =

Control 1.923 1.031 3.585


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Faktor Resiko Penyebab Nyeri Punggung Bawah Pada Perawat Di RSUD DR. Pirngadi Medan

5 65 64

Pengaruh Stimulus Kutaneus Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri pada Penderita Low Back Pain (LBP) di Kelurahan Aek Gerger Sidodadi.

12 194 89

Gambaran Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Bekerja Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Di Pelabuhan Belawan Pada Tahun 2009

25 105 94

Upaya Pencegahan Terjadinya Low Back Pain Pada Perawat Di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Materna Medan

4 95 123

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH ( LOW BACK PAIN ) Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah ( Low Back Pain ) di Poli Saraf RSUD Banyumas.

0 1 13

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN) Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah ( Low Back Pain ) di Poli Saraf RSUD Banyumas.

0 2 17

Gambaran Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Pelabuhan Benoa Tahun 2015.

0 1 34

Kuesioner Penelitian Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah ( Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2015

0 0 30

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

0 0 7

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

0 0 16