Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Untuk Mencegah Terjadinya Melasma di Kota Medan Tahun 2011

(1)

PERILAKU PEKERJA PEREMPUAN PENYAPU JALAN

TERHADAP KOSMETIK UNTUK MENCEGAH

TERJADINYA MELASMA DI KOTA MEDAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

DAY SANTRI HASIBUAN NIM :071000001

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERILAKU PEKERJA PEREMPUAN PENYAPU JALAN

TERHADAP KOSMETIK UNTUK MENCEGAH

TERJADINYA MELASMA DI KOTA MEDAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

DAY SANTRI HASIBUAN NIM :071000001

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

ABSTRAK

Melasma merupakan salah satu jenis penyakit kulit. Determinan terjadinya Melasma disebabkan oleh paparan sinar matahari secara langsung terutama pada pukul 09.00-15.00 WIB dan penggunaan kosmetik dengan kandungan bahan kimia diluar batas toleransi. Umumnya Melasma terjadi pada perempuan khususnya perempuan penyapu jalan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan pada perempuan penyapu jalan di lima kecamatan di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan penyapu jalan yang ada di Kota Medan berjumlah 395 orang. Sampel terpilih sebanyak 80 orang dengan menggunakan tekhnik Accidental Non Probability Sampling. Pengumpulan data meliputi data sekunder dan data primer melalui wawancara langsung berpedoman dengan kuesioner dan observasi langsung. Analisa data dilakukan dengan cara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan 72 responden (90,00%) perempuan penyapu jalan memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, 75 responden (93,75%) memiliki sikap dengan kategori baik, dan 65 responden (81,25%) memiliki tindakan dengan kategori sedang.

Disarankan kepada DSinas Kebersihan Kota Medan agar bekerja sama dengan Balai Besar Pengawasan obat dan Makanan (BBPOM) dan Dinas Kesehatan untuk mengadakan promosi kesehatan pada pekerja perempuan penyapu jalan, khususnya berkaitan dengan penyakit kulit seperti Melasma.


(4)

ABSTRAC

Melasma is one type of skin disease. Determinants of Melasma is caused by exposure to direct sunlight, especially at 9:00 to 15:00 pm and the use of cosmetics

that contain chemicals cosmetics beyond the limits of tolerance. Melasma typically

occurs in women, especially women street cleaners.

This research is a descriptive study in women cleaning the streets, in the five boroughs of the city of Medan. The population in this study were all cleaners of women of the street in the city of Medan, it amounted to 395 people. The sample was selected as 80 people using the techniques of accidental sampling not probabilistic. Data collection includes secondary and primary data through direct interviews guided by a questionnaire and direct observation. Data analysis is descriptive.

The Results showed that 72 respondents (90.00%) female street sweeper has a category with middle of knowledge, 75 respondents (93.75%) have an attitude with a good category, and 65 respondents (81.25%) have an action with a middle category.

Suggested to the Great Hall of drugs and Food Control (BBPOM) and agencies to conduct hygiene promotion in the health of women workers a street sweeper, especially with regard to skin diseases such as Melasma.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS DIRI

Nama : Day Santri Hasibuan

Tempat/ tanggal lahir : Medan/ 01 Juli 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 1 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Manggaan gg amal I No. 564 Mabar

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1994 – 1995 : TK. Tut Wuri Handayani, Medan 2. Tahun 1995 – 2001 : SD Al – Ikhwan Medan

3. Tahun 2001 – 2004 : SLTP PAB-2 Medan 4. Tahun 2004 – 2007 : SMA Kartika I-1 Medan 5. Tahun 2007 – 2011 : Fakultas Kesehatan Masyakat


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Untuk Mencegah Terjadinya Melasma di Kota Medan Tahun 2011”.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara materi maupun dukungan moril. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan FKM USU.

2. Drs. Tukiman, MKM selaku ketua Departemen PKIP dan sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Drs. Syarifah, MS selaku Dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

4. Dra. Jumirah, Apt, Mkes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skipsi ini.

5. Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran kepada penulis.

6. Seluruh staf pengajar Departemen PKIP, terimakasih untuk pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan tidak lupa kepada Bang Hendro Lukito yang selalu membantu penulis dalam hal administrasi. 7. Drs. Abdul Jalil A. A., Mkes selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis

yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk selama penulis mengikuti perkuliahan di FKM USU.

8. Orangtua penulis, Ali Nafiah Hasibuan dan Karyati serta saudara ku Day Sandri Hasibuan, Muhammad Adelin Hasibuan, dan Reza Ari Fauzi


(7)

Hasibuan, terimakasih atas dukungan serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku : Tengku Hera Zafirah, Khairunnisa, Eka Purwanti, Dina Permatasari, Linda Rahayu, Siti Afsyah, Ananda Rahman US, Addlinsyah, Putra Apriadi Siregar, Sasmar Aurivan Harya, Rizka Furnanda, dan Rizki El Hafis yang telah banyak memberikan dukungan serta semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Kakak-kakak dan rekan-rekan di PKIP, kak Nabila Rizki Rangkuti, SKM, Suryani, kak Nova Yanti Siregar, kak Erwina Rafni Harahap, SKM, kak Aysyahtun Hasanah Siregar, SKM, dan kak Asri Budi ningsih, SKM, Vidya Lubis yang memberikan masukan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Terkhusus buat Zul Fadli Ahmad Rangkuti, ST yang telah banyak memberikan dukungan, semangat, waktu, serta kasih sayang yang tulus kepada penulis.

12. Terimakasih juga teman-teman di FKM, khusunya Departemen PKIP dan juga temen-teman stambuk 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu atas dukungannya, kerjasama, dan do’a nya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi sisi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang menbangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, Juni 2011


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Umum ... 9

1.3.2. Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku ... 10

2.1.1. Pengetahuan ... 12

2.1.2. Sikap ... 15

2.1.3. Tindakan ... 16

2.2. Kosmetika ... 17

2.2.1. Pengertian Kosmetika ... 17

2.2.2. Penggolongan kosmetika ... 18

2.2.3. Manfaat Kosmetika ... 20

2.2.4. Efek Samping Kosmetika ... 21

2.3. Kulit ... 22

2.3.1. Pengertian Kulit ... 22

2.3.2. Jenis Kulit ... 23

2.3.3. Fungsi Biologi Kulit ... 24

2.4. Jenis-Jenia Reaksi Negatif Oleh Kosmetika ... 24

2.5. Melasma ... 25

2.5.1. Defenisi Melasma ... 25

2.5.2. Etiologi Melasma ... 26

2.5.3. Gejala Melasma ... 27

2.5.4. Cara Pencegahan Melasma ... 28

2.6. Kerangka Konsep ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32


(9)

3.2.2. Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1. Populasi ... 32

3.3.2. Sampel ... 32

3.4. Metode Pengambilan data ... 33

3.5. Defenisi Operasional... 34

3.6. Uji Validitas dan Reliabelitas ... 35

3.7. Aspek Pengukuran dan Instrumen ... 36

3.7.1. Aspek Pengukuran ... 36

3.7.2. Instrumen ... 38

3.8. Tekhnik dan pengolahan Data ... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umun Lokasi penelitian ... 39

4.2. Karakteristik Responden ... 41

4.3. Sumber Informasi responden ... 42

4.4. Pengetahuan Responden ... 45

4.5. Sikap Responden ... 51

4.6. Tindakan Responden... 55

BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ... 60

5.2. Sumber Informasi ... 61

5.3. Pengetahuan Responden ... 62

5.4. Sikap Responden ... 71

5.5. Tindakan Responden ... 75

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL HAL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 43 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Mengenai Kosmetik ... 44 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Tentang alasan- alasan

Responden Terhadap Kosmetik yang digunakan ... 45 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai

Pengertian Kosmetik ... 46 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Kosmetik

yang Baik ... 47 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai Efek

Samping Kosmetik yang Berbahaya ... 47 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai

Manfaat Kosmetik ... 48 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai

Pengertian Melasma (Flek-Flek Hitam)... 49 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Bagian

Tubuh yang Sering Terpapar Melasma (Flek-Flek Hitam) ... 50 Tabel 4.10.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai

Penyebab Terjadinya Melasma (Flek-Flek Hitam) ... 51 Tabel 4.11.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Faktor

Risiko terjadinya Melasma (Flek-Flek Hitam) ... 51 Tabel 4.12.Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang

Kosmetik Untuk Mencegah Terjadinya Melasma

(Flek-Flek Hitam) ... 52 Tabel 4.13.Distribusi Frekuensi Sikap Responden ... 53 Tabel 4.14.Distribusi Frekuensi Tingkatan Sikap Responden Terhadap

Kosmetik Untuk Mencegah Terjadinya Melasma

(Flek-Flek Hitam) ... 55 Tabel 4.15.Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Mengenai

Produk Kosmetik yang Digunakan Untuk Mencegah Terjadinya

Melasma (Flek-Flek Hitam) ... 56 Tabel 4.16.Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Tentang Alasan

Menggunakan Produk Kosmetik yang Dipakai... 57 Tabel 4.17.Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Tentang Penggunaan

Kosmetik Untuk Mencegah Terjadinya Melasma ... 57 Tabel 4.18.Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Dalam Membaca

Label ... 58 Tabel 4.19.Efek Samping Kosmetik ... 59 Tabel 4.20.Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Dalam Mengatasi

Efek Samping Dari Kosmetik ... 59 Tabel 4.21.Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Mengenai


(11)

(Flek-Flek Hitam) ... 59 Tabel 4.22.Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Responden Terhadap

Kosmetik Untuk Mencegah Terjadinya Melasma


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Kuesioner Penelitian Lampiran II. Matriks Data

Lampiran III. Output Data Penelitian


(13)

ABSTRAK

Melasma merupakan salah satu jenis penyakit kulit. Determinan terjadinya Melasma disebabkan oleh paparan sinar matahari secara langsung terutama pada pukul 09.00-15.00 WIB dan penggunaan kosmetik dengan kandungan bahan kimia diluar batas toleransi. Umumnya Melasma terjadi pada perempuan khususnya perempuan penyapu jalan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan pada perempuan penyapu jalan di lima kecamatan di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan penyapu jalan yang ada di Kota Medan berjumlah 395 orang. Sampel terpilih sebanyak 80 orang dengan menggunakan tekhnik Accidental Non Probability Sampling. Pengumpulan data meliputi data sekunder dan data primer melalui wawancara langsung berpedoman dengan kuesioner dan observasi langsung. Analisa data dilakukan dengan cara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan 72 responden (90,00%) perempuan penyapu jalan memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, 75 responden (93,75%) memiliki sikap dengan kategori baik, dan 65 responden (81,25%) memiliki tindakan dengan kategori sedang.

Disarankan kepada DSinas Kebersihan Kota Medan agar bekerja sama dengan Balai Besar Pengawasan obat dan Makanan (BBPOM) dan Dinas Kesehatan untuk mengadakan promosi kesehatan pada pekerja perempuan penyapu jalan, khususnya berkaitan dengan penyakit kulit seperti Melasma.


(14)

ABSTRAC

Melasma is one type of skin disease. Determinants of Melasma is caused by exposure to direct sunlight, especially at 9:00 to 15:00 pm and the use of cosmetics

that contain chemicals cosmetics beyond the limits of tolerance. Melasma typically

occurs in women, especially women street cleaners.

This research is a descriptive study in women cleaning the streets, in the five boroughs of the city of Medan. The population in this study were all cleaners of women of the street in the city of Medan, it amounted to 395 people. The sample was selected as 80 people using the techniques of accidental sampling not probabilistic. Data collection includes secondary and primary data through direct interviews guided by a questionnaire and direct observation. Data analysis is descriptive.

The Results showed that 72 respondents (90.00%) female street sweeper has a category with middle of knowledge, 75 respondents (93.75%) have an attitude with a good category, and 65 respondents (81.25%) have an action with a middle category.

Suggested to the Great Hall of drugs and Food Control (BBPOM) and agencies to conduct hygiene promotion in the health of women workers a street sweeper, especially with regard to skin diseases such as Melasma.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Paradigma Sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik. Melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor. Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya panyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan tetapi bagaimana menjadikan orang tetap dalam kondisi sehat. Kesehatan dipengaruhi banyak faktor, yang utama lingkungan dan perilaku. Kesehatan juga merupakan hak azasi manusia dan menentukan kualitas hidup sumber daya manusia. Sejalan dengan berkembangnya waktu paradigma pelayanan kesehatan sedang dikaji ulang.

Hal ini berkaitan erat dengan keoptimalan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Undang – undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan ikut menyatakan, pertama : menimbang bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kedua : setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta penigkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional, ketiga : setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya


(16)

peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara, keempat : setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat, kelima : menimbang bahwa Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang kesehatan yang baru, keenam : berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam bagian pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima maka perlu membentuk Undang-Undang tentang kesehatan (KepMenKes 1998).

Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Sejak dulu kosmetika sudah menjadi teman setia wanita yang membantunya tampil lebih menarik. Sebagai insan sosial, manusia memerlukan hubungan harmonis satu dengan yang lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan berbau sedap.

Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri, yaitu usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias tiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan ( cacat ) yang ada. Tetapi seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, beragam kosmetik muncul di pasaran. Namun sayangnya, tidak semua kosmetik itu memenuhi kaidah farmasetika yaitu aman, berkhasiat, dan berkualitas (Sjarif, 1997).

Lebih dari separuh jumlah penduduk dunia saat ini telah mengenal dan mengkonsumsi kosmetika. Dari besarnya jumlah pemakai dapat diperkirakan bahwa


(17)

jumlah kasus efek samping kosmetika akan mencapai angka yang sangat besar, namun kenyataannya laporan mengenai hal ini jauh lebih rendah dari jumlah yang diperkirakan. Hal ini mungkin disebabkan karena :

1. Sebagian besar penderita efek samping kosmetika tidak berobat karena hanya terkena secara ringan sehingga penghentian pemakaian dapat menghilangkan gejalanya.

2. Sebagian kecil penderita yang berobat ke dokter tidak dapat diidentifikasi sebagai kasus efek samping kosmetika akibat banyaknya macam kosmetika dan bahan kandungan yang terdapat dalam kosmetika tersebut (Tranggono, 2007).

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila laporan yang dibuat oleh setiap negara sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Laporan efek samping kosmetika di Indonesia dari lembaga Monitoring Efek Samping Kosmetika Ditjen POM Departemen Kesehatan RI menunjukan bahwa penyebab efek samping adalah berturut-turut kosmetika perawatan kulit, kosmetika dekoratif, dan cat rambut (Badan POM).

Badan Pengawasan Obat dan Makanan baru-baru ini mengumumkan puluhan produk kosmetik impor illegal yang beredar bebas di pasaran. Beberapa di antaranya berani-beraninya melakukan pemalsuan register, sehingga terlihat seperti telah berizin namun ternyata setelah diteliti register tersebut palsu. Jadi sebenarnya yang harus dilakukan kepada masyarakat adalah meningkatkan sosialisasi tentang kosmetik yang aman, di antaranya soal kode-kode CD (untuk kosmetik produksi dalam negeri tandanya CD diikuti angka 10 digit) dan CL (untuk kosmetika impor, tandanya CL diikuti pula angka 10 digit(BBPOM, 2006).


(18)

Efek samping kosmetika menimbulkan kekhawatiran pengguna kosmetika akan kemungkinan timbulnya efek samping kosmetika pada dirinya. Namun sejauh ini informasi tentang efek samping kosmetika masih sangat sedikit. Di satu sisi, konsumen kosmetika selalu bertambah, dan pasti akan diikuti dengan peningkatan kejadian efek samping kosmetika. Di sisi lain informasi mengenai produk kosmetika tidak bertambah luas dari masa ke masa. Atau sekalipun ada, keterangan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada.

Berbagai macam kosmetika yang tersedia di pasar hasil produksi pabrik kosmetika di dalam negeri dan di luar negeri. Bagi konsumen pemakai apalagi pemula, ribuan macam kosmetika ini tentu membingungkan untuk memilih dan menentukan pemakaiannya. Apalagi bila ternyata banyak sekali kosmetika yang sebenarnya mempunyai khasiat, efek, atau tujuan yang sama diberi nama berebeda oleh produsen karena alasan waktu pemakaian, tempat pemakaian atau cara pemakaian ( BPOM, 2006).

Hasil penelitian YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ) memaparkan bahwa hasil instan memang menjadi keinginan masyarakat dalam membeli kosmetik. Seperti misalnya dalam membeli cream pemutih yang banyak dijaring dalam operasi kosmetik illegal. Masyarakat tidak sadar kalau tidak ada kosmetik (aman) yang hasilnya instan. Kosmetik pemutih sebenarnya hanya mempunyai daya bersih yang lebih kuat. Tapi kalau sudah mengubah warna kulit harus dengan resep dokter. Jadi tidak bisa membeli sembarangan. Cream pemutih yang kelihatannya membawa hasil dalam tempo singkat bahkan ada yang hanya dua minggu wajah si pemakai sudah putih bersih dan bersinar, justru harus dicurigai


(19)

bahwa kosmetik yang digunakannya menggunakan mercuri. Bicara tentang pengaduan masyarakat ke YLKI yang terkait masalah kosmetik, menurut Ida, sejauh ini sangat kecil. Mungkin karena yang berasal dari golongan menengah ke atas selain merasa malu juga langsung berobat ke dokter kulit. Hal ini diketahui dari laporan sejumlah dokter penyakit kulit yang banyak mendapat keluhan dari pasien yang menggunakan kosmetik yang salah. “Dan kebanyakan karena menggunakan cream pemutih. Konsumen tidak tahu kalau menggunakan cream pemutih tidak boleh terkena sinar matahari, hanya bisa dilakukan di malam hari. Tidak boleh beraktivitas di luar rumah. (YLKI, 2006).

Untuk mengatasi hal itu, di Amerika Serikat telah mengadakan Kampanye Kosmetik Sehat (Campaign for Safe Cosmetics), sebuah koalisi kelompok kesehatan dan lingkungan nirlaba di Amerika Serikat yang membuka mata banyak orang tentang bahaya kosmetik. Kelompok ini bekerja untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap “beban kimia beracun” yang tersembunyi dalam produk kecantikan yang akrab bagi sebagian besar konsumen, dan mendorong penyempurnaan regulasi produksi kecantikan ( Syarif, 2007).

Oleh karena itu, pengetahuan tentang bahan-bahan berbahaya dalam kosmetik pun mutlak diperlukan. Yang menjadi persoalan selain kurangnya perhatian masyarakat terhadap produk yang aman, juga karena penegakan hukum dirasakan masih sangat kurang, implementasi terhadap UU Perlindungan Konsumen juga UU Kesehatan kurang berjalan baik. Sehingga boleh dibilang UU tersebut hanya seperti ‘macan kertas’ saja. Berkali-kali dilakukan razia baik terhadap produk illegal maupun


(20)

legal, namun di pasaran tetap saja banyak produk-produk berbahaya, terutama yang impor, dijual bebas (BPOM, 2006).

Fenomena penggunaan kosmetik pemutih di kalangan perempuan yang semakin masif, termasuk pekerja perempuan penyapu jalan di Kota Medan. Fenomena tersebut didasari adanya keinginan perempuan untuk tampil cantik dan menarik. Agar dapat tampil cantik menarik dengan cara yang relatif cepat, salah satu caranya adalah dengan menggunakan kosmetik pemutih. Konsep cantik bagi pekerja perempuan penyapu jalan tidak terlepas dari pengaruh media elektronik, yang mencitrakan bahwa cantik itu putih. Selain itu lingkungan fisik dan sosial, sumber informasi dan referensi, serta situasi dan kondisi yang memungkinkan turut memberi andil bagi pekerja perempuan penyapu jalan dalam menggunakan kosmetik pemutih.

Dari hasil survei pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 15 Maret 2011 pada 10 orang penyapu jalan diketahui bahwa pengetahuan mereka mengenai Melasma (flek-flek hitam) masih sangat rendah atau dibawah 45% dari total nilai pertanyaan, walaupun sikapnya sudah sedang yaitu rata-rata berada diantara 45-75% dari total nilai pertanyaan tetapi tindakan responden juga masih sangat rendah.

Hasil penelitian kualitatif oleh Sri Suriani Purnamawati mengatakan bahwa pengetahuan pekerja perempuan penyapu jalan mengenai kosmetik masih rendah, dengan pengalaman pemakaian kosmetik pemutih yang bervariasi, serta sikap yang bervariasi pula. Beberapa pekerja perempuan penyapu jalan berpendapat bahwa cantik itu putih. Selain itu lingkungan fisik dan sosial, sumber informasi dan referensi, serta situasi dan kondisi yang memungkinkan turut memberi andil bagi


(21)

pekerja perempuan penyapu jalan dalam menggunakan kosmetik pemutih (Sri Purnamawati, 2009).

Berdasarkan penelitian Manurung dikutip dari Sri Purnamawati, juga diperoleh informasi bahwa 75,79% responden yang menggunakan kosmetik pemutih adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnamasari (2008) bahwa tubuh, kosmetik dan kecantikan merupakan tiga hal yang saling berkaitan satu sama lain membentuk satu kesatuan representasi akan kesempurnaan perempuan. Bahkan untuk mencapai kesempurnaannya perempuan terkadang mengabaikan bahaya yang mengancam dari pemakaian kosmetik pemutih yang bahan berbahaya tersebut dan cenderung tidak dipercaya.

Perempuan pekerja penyapu jalan mempunyai resiko terjadinya Melasma (flek hitam) pada kulit. Melasma adalah salah satu gangguan kulit berupa penampakan bercak-bercak berwarna coklat di wajah. Melasma umumnya menyerang usia dewasa. Bagian wajah yang terlihat lebih gelap biasanya batang hidung, pipi, dahi dan atas bibir. Lingkungan memegang faktor dalam perkembangan melasma, dalam hal ini paparan sinar matahari. Sinar ultraviolet dari matahari dan juga sinar kuat lain dari bola lampu bisa menstimulasi produksi sel-sel pigmen atau melanosit di kulit. Paparan sinar matahari adalah penyebab utama melasma yang rekuren. Iritasi di kulit bisa meningkatkan pigmentasi di kulit dan memperburuk melasma. Selain itu pemakaian kosmetika yang mengandung zat kimia yang berbahaya juga dapat menyebabkan terjadinya Melasma (majalah Farmacia, 2008).

Bagi wajah yang tadinya bersih lambat laun akan timbul flek-flek hitam yang sangat parah (lebar) dan akhirnya dapat mengakibatkan kanker kulit. Kosmetik


(22)

yang mengandung bahan kimia berbahaya sepaeri merkuri bila digunakan akan diserap melalui kulit, kemudian akan dialirkan melalui darah keseluruh tubuh dan merkuri itu akan mengendap di dalam ginjal yang berakibat terjadinya gagal ginjal yang sangat parah (bisa menyebabkan kematian). Merkuri dalam krim pemutih (yang mungkin tidak tercantum pada labelnya) dapat menimbulkan keracunan bila digunakan untuk waktu lama. Walau tidak seburuk efek merkuri yang tertelan (dari makanan ikan yang tercemar), tetap menimbulkan efek buruk pada tubuh. Walau hanya dioleskan ke permukaan kulit, merkuri mudah diserap masuk ke dalam darah, lalu ,memasuki system saraf tubuh. Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat pemakaian krim kulit muncul sebagai gangguan system saraf, seperti tremor (gemetar), insomnia (tidak bisa tidur), pikun, gangguan penglihatan, ataxia (gerakan tangan tak normal), gangguan emosi, dan depresi (Bahaya Merkuri, 2007).

Umumnya masalah kesehatan, seperti halnya efek samping penggunaan kosmetik pada pekerja perempuan penyapu jalan dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ini mempengaruhi pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat (Sarwono, 2004).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana perilaku pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011


(23)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011.

2. Untuk mengetahui sikap pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011. 3. Untuk mengetahui tindakan pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih

kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberi informasi bagi instansi terkait seperti Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan.

2. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kebersihan Kota Medan dalam upaya pemeliharaan kesehatan pekerja perempuan penyapu jalan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Skinner (1938) dalam Soekidjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua respon.

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan atau stimulus tertentu. Stimulus semacam ini disebut

eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :


(25)

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan / kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut covert behavior atau unobservable behavior.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bemntuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice).

Meskipun perilaku adalah dalam bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari dalam orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau Faktor Internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau Faktor Eksternal, yakni faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.


(26)

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dengan kata lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam yiga domain, ranah, atau kawasan: a) Kognitif

(cognitive), b) efektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam

perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (knowladge) 2. Sikap (attitude)

3. Praktek atau tindakan (practice) 2.1.1. Pengetahuan (knowladge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :


(27)

1. Awareness ( Kesadaran ), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest ( Ketertarikan ), yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contohnya konsumen suatu produk kosmetika, karena tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang benar atau positif maka ia akan mudah untuk berganti-ganti produk kosmetik yang lain.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling


(28)

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menjabarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.


(29)

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

2.1.2. Sikap (attitude)

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.


(30)

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan informan terhadap suatu objek.

2.1.3.Praktek atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan, antara lain:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.


(31)

d. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Soekidjo, 2003).

2.2. Kosmetika

2.2.1. Pengertian Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein ( Yunani ) yang berarti “ berhias “. Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 220/ Menkes/ Per/ X/ 76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, diletakkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat.

Definisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetik bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan, maupun pencegahan penyakit karena obat bekerja lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh ( Sjarif M. Wasitaatmadja, 1997).


(32)

2.2.2. Penggolongan Kosmetika

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk pabrik kosmetika di dalam dan di luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Angka terakhir menunjukan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara resmi di Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika yang tidak terdaftar secar resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika, berikut diantaranya :

1. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 kelompok :

a. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi. b. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule. c. Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye-shadow. d. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water. e. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray. f. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut.

g. Preparat make-up ( kecuali mata ), misalmnya bedak, lipstick.

h. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes. i. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant.

j. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku.

k. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung. l. Preparat cukur, misalnya sabun cukur.


(33)

m.Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation (Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, 2007 ).

2. Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatannya.

a. Kosmetika modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern (termasuk diantaranya adalah cosmedics)

b. Kosmetika tradisional:

- Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun temurun.

- Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan lama.

- Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar tradisional dan diberi zat pewarna yang menyerupai bahan tradisional.

3. Penggolongan menurut kegunaanya bagi kulit. a. Kosmetika perawatan kulit ( skin-care cosmetics )

Jenis ini perlu untuk merawat kebersihkan dan kesehatan kulit, termasuk di dalamnya :

- Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, clensing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).

- Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing cream, night cream, anti wrinkle cream.

- Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream / lotion.


(34)

- Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya srcub

cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas

(abrasiver).

b. Kosmetika riasan (dekoratif atau make-up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar (Tranggono, 2007).

2.2.3. Manfaat Kosmetika

Bila dasar kecantikan adalah kesehatan, maka penampilan kulit yang sehat adalah bagian langsung yang dapat kita lihat, karena kulit merupakan organ tubuh yang paling luar dan berfungsi sebagai pembungkus tubuh. Dengan demikian pemakaian kosmetika yangv tepat untuk perawatan kulit, rias atau dekoratif akan bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

1. Untuk pemeliharaan dan perawatan kulit

Pemeliharaan berarti usaha pencegahan terhadap timbulnya kelainan-kelainan atau penyebab dari kelainan-kelainan tersebut. Usaha perawatan berarti mempertahankan keadaan yang sekarang baik agar tidak berubah menjadi buruk. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan terdiri atas : pembersih, pelembab, pelindung dan penipisan.


(35)

2. Untuk alat rias atau dekoratif

Kosmetika rias bermanfaat untuk memperbaiki penampilan seseorang. Contohnya kulit yang hitam dapat dirias menjadi lebih putih, kulit yang terlalu terang dapat dirias menjadi agak gelap.

3. Sebagai wangi-wangian (Parfum)

Parfum diperlukan untuk menambah penampilan dan menutupi bau badan yang mungkin kurang sedap untuk orang lain ( Sjarif, 1997 ).

2.2.4. Efek Samping Kosmetika a) Efek Samping pada Kulit

Beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetika yang dikenakan pada kulit dapat berupa :

1. Dermatitis atau kontak alergik atau iritan, akibat kontak kulit dengan bahan

kosmetika yang bersifat alergik atau iritan, misalnya PPDA (Paraphenyl Diamine) pada cat rambut.

2. Akne Kosmetika, akibat kontak kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat

aknegenik misalnya lanolin pada bedak padat.

3. Fotosensitivitas, akibat adanya zat yang bersifat fototosik atau fotoalergik dalam

kosmetika, misalnya ter batubara pada shampo.

4. Pigmented cosmetic dermatitis, merupakan kelainan mirip melanosis Riehl yang

kadang-kadang terasa gatal, timbul akibat pewarna jenis tes batubara terutama brilliant lake red.

5. Bentuk reaksi kulit lain dapat terjadi meskipun sangat jarang atau bahkan baru diperkirakan akan terjadi, misalnya purpura akibat PPDA (Paraphenyl Diamine).


(36)

b) Efek Samping pada Rambut dan Kuku.

Efek samping kosmetika pada rambut atau kuku berupa kerontokan rambut, kerusakan kuku dan rambut, dan perubahan warna kuku dan rambut. Pemakaina kosmetika kuku dan kosmetika rambut dapat memberikan reaksi pada kulit sekitarnya atau kulit yang letaknya jauh, misalnya leher, perut, paha, atau kaki. Zat dalam kosmetika kuku atau rambut yang sering menimbulkan efek samping adalah Formaldehid pada cat kuku.

c) Efek Samping pada Mata

Kosmetika mata atau kosmetika lain yang pemakaiannya dekat mata, misalnya kosmetika rambut atau muka, dapat menimbulkan efek samping pada mata berupa : - Rasa tersengat dan rasa terbakar akibat iritasi oleh zat yang masuk ke mata.

- Konjungtivitas alergik dengan atau tanpa dermatitis akibat masuknya partikel mascara, eye shadow ke dalam mata.

- Infeksi mata ringan sampai berat akibat pemakaian kosmetika yang tercemar kuman (Sjarif M. Wasitaatmadja, 1997).

2.3. Kulit

2.3.1. Pengertian kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitive, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh.

Demikian pula dalam kelembutannya kulit bervariasi, tebal, tipis, elastisitasnya. Kulit yang elastic dan longgar terdapat pada kelompok mata, bibir dan


(37)

pre[pusium. Kulit yang tebal dan tegang terdapat pada telapak kaki. Kulit yang kasar terdapat pada skrotum (kantong buah zakar) dan labia mayor (bibir kemaluan besar), sedangkan kulit yang halus terdapat di sekitar mata dan leher.

2.3.2. Jenis Kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit umumnya terdiri atas tiga jenis, dengan tambahan jenis kulit kombinasi dan kulit yang bermasalah, yaitu :

1. Kulit normal, merupakan kulit ideal yang sehat, tidak mengkilap atau kusam, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban cukup.

2. Kulit berminyak, adalah kulit yang mempunyai kadar minyak permukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilat, kotor dan kusam, biasanya pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.

3. Kulit kering, adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang atau sedikit sehingga pada perabaan terasa kering, kasar kerena banyak lapisan kulit yang lepas dan retak, kaku atau tidak elastis dan mudah terlihat kerutan. 4. Kulit campuran atau kombinasi, yaitu kulit seseorang yang sebagian normal

sebagian lagi kering atau berminyak.

5. Kulit sensitive, yaitu kulit yang peka terhadap aplikasi zat kimia di atasnya. 6. Kulit berjerawat, yaitu kulit yang disertai adanya jerawat, biasanya berminyak. 7. Kulit hiperpigmentasi, yaitu kulit dengan bercak hitam. ( Sjarif M. Wasitaatmadja,


(38)

2.3.3. Fungsi Biologi Kulit

1. Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, gangguan panas atau dingin, dll.

2. Fungsi Absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat.

3. Fungsi Thermoregulasi

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit.

4. Fungsi Sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor ( Tranggono, 2007 ). 2.4. Jenis-Jenis Reaksi Negatif Oleh Kosmetika

Ada berbagai reaksi negative yang disebabkan oleh kosmetik yang tidakaman, baik pada kulit maupun pada system tubuh, antara lain :

a. Iritasi, reaksi langsung timbul pada awal pemakaian kosmetika, karena salah satu

atau lebih bahan yang dikandungnya bersifat iritan. Misalnya deodorant, kosmetik pemutih kulit.

b. Alergi, reaksi negative pada kulit muncul setelah kosmetika dipakai beberapa kali,


(39)

c. Fotosensitisasi, reaksi negative muncul setelah kulit yang ditempeli kosmetika terkena sinar matahari. Misalnya sejumlah zat pewarna dan zat pewangi di dalam kosmetika riasan ( make up ), parfum.

d. Jerawat (Akne), beberapa kosmetika pelembab kulit (Moisturizer) yang sangat berminyak dan lengket pada kulit, seperti yang diperuntukan bagi kulit kering di iklim dingin, dapat menyebabkan kulit berjerawat bila digunakan pada kulit yang berminyak.

e. Intoksikasi, keracunan dapat terjadi secara local atau sistemik melalui penghirupan

melalui mulut dan hidung, atau lewat penyerapan via kulit, terutama jika salah satu atau lebih bahan yang dikandung oleh kosmetika itu bersifat toksik, misalnya Merkuri.

f. Penyumbatan Fisik, penyumbatan oleh bahan-bahan berminyak dan lengket yang ada dalam kosmetika tertentu, seperti pelembab atau alas bedak ( Tranggono, 2007).

2.5. Melasma

2.5.1. Defenisi Melasma

Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata bewarna cokelat muda sampai cokelat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi daerah atas bibir, hidung dan dagu ( Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin, 2008).

Melasma juga dapa diartikan sebagai salah satu gangguan kulit berupa penampakan bercak-bercak berwarna coklat di wajah. Melasma umumnya menyerang


(40)

usia dewasa. Bagian wajah yang terlihat lebih gelap biasanya batang hidung, pipi, dahi dan atas bibir.

Melasma lazim dialami wanita berusia 25-40 tahun, lebih banyak terjadi pada perempuan ketimbang laki-laki. Flek hitam lebih sering terjadi pada ras Asia, karena kebanyakan orang ras Asia tinggal di daerah tropis yang banyak terpapar sinar matahari. Umumnya Melasma terjadi pada bagian wajah yang sering terpapar sinar matahari seperti pipi, dahi dan dagu.

Lingkungan memegang faktor dalam perkembangan melasma, dalam hal ini paparan sinar matahari. Sinar ultraviolet dari matahari dan juga sinar kuat lain dari bola lampu bisa menstimulasi produksi sel-sel pigmen atau melanosit di kulit. Dalam kondisi normal, melanosit-melanosit ini memproduksi pigmen dalam jumlah besar. Tetapi akibat paparan sinar yang kuat maka produksi menjadi berlipat ganda disertai meningkatnya kadar hormon. Paparan sinar matahari adalah penyebab utama melasma yang rekuren. Iritasi di kulit bisa meningkatkan pigmentasi di kulit dan memperburuk melasma. Tetapi harus dicatat bahwa melasma tidak ada kaitannya dengan penyakit internal atau gangguan organ dalam. 2.5.2. Etiologi Melasma

Etiologi Melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Fakor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis Melasma adalah :

1. Sinar Ultra Violet, spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebu. Sinar ultra violet menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses melanogenesis.


(41)

2. Hormon, misalnya estrogen, progesteron, dan MHS (Melanin Stimulating Hormon) berperan pada terjadinya Melasma.

3. Obat, obat yang ditimbun dilapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis.

4. Genetik, dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.

5. Ras, Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit berwarna gelap.

6. Kosmetika, pemakaian kosmetik yang mengandung parfum, zat pewarna atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang dapat mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasipada wajah, jika terpajan sinar matahari. (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 2008).

2.5.3. Gejala Melasma

Gejala melasma berupa bercak berwarna coklat, abu-abu atau dapat juga biru menyatu membentuk bercak-bercak dan tepi yang irregular/tidak teratur. Berdasarkan gambaran klinis, bentuk melasma terbagi dalam tiga bentuk mayor yaitu, pola sentro-fasial, pola malar dan pola mandibular. Pola sentro-fasial adalah yang paling sering ditemukan dan muncul pada kira-kira dua pertiga penderita melasma. Bentuk ini meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial dan dagu. Pola malar pula didapatkan pada kira-kira 20% kasus; lesi-lesinya terbatas bagian pipi dan hidung. Kira-kira 15% penderita melasma datang dengan pola mandibular yang meliputi kulit sekitar mandibula. Daerah-daerah lain yang terpajan dengan sinar matahari misalnya di lengan dapat juga terjadi melasma dengan bentuk yang berbagai dari tiga jenis pola ini.


(42)

2.5.4. Cara Pencegahan melasma

Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pencegahan sebelum terjadinya Melasma dan mencegah semakin parahnya Melasma yang telah terjadi, yaitu:

1. Hindari kontak antara krim / lotion dengan selaput lendir mata, sudut mata, jaringan yang terlalu dekat dengan sudut bibir dan lubang hidung.

2. Pakai obat secukupnya, jangan berlebihan. Pemakaian yang berlebihan tidak akan memperoleh hasil yang lebih baik dan lebih cepat, melainkan dapat terjadi kemerahan, penglupasan yang berlebihan atau gangguan lainnya yang tidak perlu terjadi.

3. Khasiat penyembuhan krim-krim dan lotion ini akan muncul segera setelah beberapa hari pengobatan. Pada tempat yang diobati mungkin timbul sedikit kemerahan dan bersisik pada kulit yang bersifat sementara. Anda mungkin merasa sedikit panas, banyak mengeluarkan keringat sehingga tidak dapat memakai make up secara merata. Anda tidak perlu khawatir jika merasakan hal itu. Bila pemakaian obat diteruskan, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah kulit anda mampu menyesuaikan diri terhadap obat tersebut. Dalam keadaan demikian, tidak boleh membersihkan wajah dengan kain kasar atau digosok terlalu keras, karena kulit muda anda sedang tumbuh sehingga mudah lecet.

4. Berat ringannya efek kemerahan dan bersisik, tidak sama pada setiap orang, tergantung jenis kulit yang dimiliki. Biasanya kulit yang makin putih tersebut makin sensitif atau peka. Bila anda tidak tahan dengan kemerahan dan bersisiknya kulit, yang diikuti perasaan terbakar yang mungkin timbul, maka anda harus mengurangi pemakaian krim malam I, krim malam II dan krim pagi menjadi dua


(43)

hari sekali. Bila dengan cara ini masih belum teratasi anda harus menyampaikan kepada dokter. Selanjutnya akan diajarkan cara baru penggunaan krim atau mengganti dengan krim yang cocok / lebih sesuai.

5. Bila dalam 24 jam setelah pengobatan terjadi kemerahan disertai rasa gatal yang hebat pada kulit, segeralah konsultasi ke dokter.

6. Pakailah krim tirai sinar matahari dan dianjurkan untuk menghindari kontak langsung dengan sinar matahari yang berlebihan atau radiasi ultra violet, terutama selama minggu-minggu pertama pengobatan.

7. Apabila tingkat pemutihan yang dikehendaki telah tercapai, pergunakanlah krim malam dan krim pagi seperlunya, untuk memelihara hasil pengobatan ( cukup seminggu dua kali ), sedangkan krim tirai sinar matahari harus tetap dipakai setiap hari .

8. Penggunaan krim dan lotion ini bersamaan dengan obat-obatan luar lainnya, kosmetik yang merangsang, lotion cukur dan lain-lain, harus dihindarkan kecuali atas anjuran dokter. (Aunty, 2010).


(44)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka peneliti membatasi hal-hal yang akan diteliti. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas dari kerangka konsep di bawah ini:

Karakterisik

a. Umur

b. Lama bekerja c. Pekerjaan

sebelumnya

Tindakan pekerja perempuan penyapu jalan Sikap pekerja

perempuan penyapu jalan Pengetahuan

pekerja perempuan penyapu jalan

Sumber Informasi a. Media

elektronik/cetak b. Kelompok sebaya c. Teman sepekerjaan d. Keluarga


(45)

Kerangka konsep di atas menggambarkan bahwa karakteristik responden (umur, lama bekerja, dan pekerjaan sebelumnya) dan sumber informasi (media elektronik/cetak, kelompok sebaya, teman sepekerjaan dan keluarga) dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap pengguna kosmetika terhadap pola pemilihan kosmetika. Sedangkan pengetahuan dan sikap pengguna kosmetika dapat mempengaruhi tindakan pengguna kosmetika terhadap pola pemilihan kosmetika.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, untuk menggambarkan bagaimana perilaku pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya melasma di kota Medan tahun 2011. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Kota Medan. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan April 2011. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja perempuan penyapu jalan yang berada di kota Medan tahun 2011, yaitu sebanyak 395 orang ( Dinas Kebersihan Kota Medan, 2011 ).

3.3.2. Sampel

Jumlah atau besar sampel d’alam penelitian ini adalah pekerja penyapu jalan yang berada di kota Medan tahun 2011, yang diambil dengan menggunakan rumus (Soekidjo, 2002):


(47)

dimana :

N = Besar populasi

n = Besar sampelzb ‘ d = Tingkat kesalahan yang diinginkan = 0,1 dengan perhitungan :

n

= 79,79 = 80

Berdasarkan perhitungan besar sampel di atas, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 80 responden yang tersebar di kota Medan. Dari semua kecamatan yang ada di kota Medan diambil 5 kecamatan yaitu kecamaan Medan Amplas, Medan Johor, Medan Polonia, Medan Belawan, dan Medan Perjuangan yang merupakan lintasan jalan-jalan protokol sehingga pekerja perempuan penyapu jalan tersebut mudah dijumpai.

Cara pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah dengan tekhnik pengambilan sampel Non Probability Sampling yaitu Consecutive Sampling dimana sampel di ambil dari semua subjek yang ditemui terlebih dahulu sampai jumlah subjek terpenuhi dari setiap kecamatan yang ditentukan, masing-masing kecamatan di ambil sebanyak 16 responden.

3.4. Metode Pengambilan Data

Data sekunder berupa jumlah pekerja perempuan penyapu jalan di kota Medan yang diambil dari Dinas Kebersihan Kota Medan dan pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara langsung terhadap


(48)

responden terpilih pada perempuan pekerja penyapu jalan di kota Medan dengan pedoman kuesioner penelitian yang telah disusun.

3.5. Defenisi Operasional

Sesuai dengan fokus kajian dan tujuan penelitian, deskriptif fokus penelitian akan disusun berdasarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pekerja perempuan penyapu jalan dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya Melasma di Kota Medan tahun 2011. Sebagai pedoman awal untuk pengumpulan informasi sesuai fokus penelitian, digunakan defenisi operasional yang dikembangkan seperti uraian di bawah ini.

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu tentang apa-apa yang telah diketahui responden mengenai kosmetika untuk mencegah terjadinya Melasma (flek-flek hitam).

2. Sikap adalah reaksi atau respon responden yang masih tertutup terhadap stimulus dalam memilih kosmetika untuk mencegah terjadinya Melasma (flek-flek hitam). 3. Tindakan adalah suatu perbuatan nyata responden terhadap kosmetika untuk

mencegah terjadinya Melasma (flek-flek hitam).

4. Karakteristik adalah segala sesuatu yang menyangkut data diri responden seperti umur, lama bekerja, dan pekerjaan sebelumnya.

5. Riwayat penyakit adalah ada atau tidaknya Melasma yang dialami responden sebelum responden mulai bekerja sebagai penyapu jalan.

6. Penyapu jalan adalah perempuan yang bekerja di dinas kebersihan kota Medan sebagai penyapu jalan di kota Medan yang merupakan responden penelitian.

7. Kosmetika adalah semua bahan atau campuran yang dipergunakan pada bagian wajah dengan maksud untuk mencegah terjadinya melasma (flek-flek hitam).


(49)

8. Melasma adalah salah satu gangguan kulit berupa penampakan bercak-bercak berwarna coklat di wajah.

9. Media elektronik adalah sumber informasi yang diperoleh dari televisi, radio, dan internet tentang kosmetika.

10. Media cetak adalah sumber informasi yang diperoleh dari buku, majalah, surat kabar, tentang kosmetika.

11. Kelompok sebaya adalah sahabat, teman, tetangga, atau teman sepekerjaan responden yang selama ini sebagai sumber informasi tentang pola pemilihan kosmetika.

12. Keluarga adalah orangtua, kakak, adik, anak, atau saudara yang memberi informasi mengenai kosmetika kepada responden.

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Agar alat ukur yang dipakai bener-benar mengukur pengetahuan, sikap, dan tindakan responden serta dapat melakukan fungsi ukurnya secara cermat dan dapat dipercaya, maka dilakukan uji kuesioner diluar objek penelitian kepada 10 perempuan penyapu jalan. Uji Validitas insrumen menggunakan nilai Corrected Item-Total

Correlation masing-masing butir pertanyaan. Item pertanyaan yang mencapai nilai

korelasi minimal 0,30 dianggap memuaskan atau valid. Uji reliabelitas menggunakan nilai Croanbach’s Alpha > 0,632.

Secara keseluruhan semua item pertanyaan variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan dari kuesioner yang dikatakan valid dan reliabel. Hasil statistik menyatakan nilai Coreccted Item-Total Correlation dari pengetahuan > 0,30 dan Croanbach;s


(50)

3.7. Aspek Pengukuran dan Instrumen 3.7.1. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dan kuesioner yang disesuaikan dengan skor. Nilai yang tertinggi dikumpulkan dikategorikan menjadi tiga tingkat (Arikunto, 1998), yaitu

1. Nilai baik, apabila responden mendapat nilai > 75% dari seluruh skor yang ada. 2. Nilai sedang, apabila responden mendapat nilai 45% – 75 % dari seluruh skor yang

ada.

3. Nilai kurang, apabila responden mendapat nilai < 45% dari seluruh skor yang ada. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan diukur melalui 10 pertanyaan dengan menggunakan skala

Thurstone (Singarimbun, 1995). Skala pengukuran pengetahuan diukur berdasarkan

pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk pertanyaan nomor 5 dan 6 nilai tertingginya adalah 2, pertanyaan nomor 3 dan 8 memiliki kriteria jawaban yaitu: jawaban < 3 diberi nilai 1, jawaban 3 – 5 diberi nilai 2, dan jawaban > 5 diberi nilai 3. sedangkan pertanyaan yang lainnya nilai tertingginya adalah 3.

Dari seluruh pertanyaan didapatkan total nilai sebesar 28. Berdasarkan Arikunto (1998), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh > 75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 28 yaitu > 21.


(51)

b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45 – 75 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 28 yaitu 13 – 21.

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh 45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 28 yaitu < 13.

Pengukuran Sikap

Sikap diukur melalui 10 pertanyaan dengan menggunakan skala

Thurstone (Singarimbun, 1995). Skala pengukuran sikap berdasarkan pada jawaban

yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Nilai tertinggi dari seluruh pertanyaan adalah 2, sehingga total nilainya adalah sebesar 20.

Berdasarkan Arikunto (1998), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh > 75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu > 15.

b. Sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh 45 – 75 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu 9 – 15.

c. Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh 45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu < 9.

Pengukuran Tindakan

Tindakan diukur melalui 7 pertanyaan dengan menggunakan skala Thurstone (Singarimbun, 1995). Skala pengukuran tindakan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Pertanyaan nomor 1, 3, 4, 5 dan 7 skor tertinggi adalah 3, sedangkan pertanyaan nomor 2 dan 6 skor tertinggi adalah 2.


(52)

Dari seluruh pertanyaan didapatkan total nilai sebesar 19. Berdasarkan Arikunto (1998), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

Tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh > 75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 19 yaitu > 14.

a. Tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45 – 75 % dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 19 yaitu 9 – 14.

b. Tindakan kurang, apabila nilai yang diperoleh 45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 19 yaitu < 9.

3.7.2. Instrumen

Alat yang dipakai untuk pengumpulan data adalah kuesioner. 3.8. Tekhnik dan Pengolahan data

Tekhnik dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS, kemudian hasilnya disajikan dalam tabel distribusi frekwensi.


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Medan sebagai sebuah kota dapat didekati dari dua aspek, yaitu aspek fisik (pengkotaan fisik) dan aspek mental (pengkotaan mental). Aspek fisik meliputi geografis, luas wilayah, iklim, kepadatan penduduk, dan tata guna tanah yang non agraris. Sedangkan aspek mental berhubungan dengan orientasi nilai serta kebiasaan atau gaya hidup masyarakat kota. (Daldjoeni, 1987) dalam Menno 1992.

Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara, dilihat dari aspek fisik kota Medan, secara geografis kota Medan terletak antara 20.27’-20.47’ Lintang Utara dan 980.35’-980.44’ Bujur Timur. Secara administratif, kota Medan sebelah utara berbatasab dengan Selat Malaka, di sebelah selatan, sebelah barat, dan sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar atau 265,10 Km2 atau sama dengan 3,6% dari total luas wilayah provisnsi Sumatera Utara, dengan jumlah penduduk pada akhir tahun 2007 mencapai 2.999.851 jiwa (Sri Purnamawati, 2009 dikutip dari Dinas Kebersihan Pemko Medan). Disamping itu sebagian wilayah kota Medan merupakan tanah non agraris yang diperuntukan bagi perkantoran, pusat-pusat perbelanjaan dan bandara. Dengan demikian Kota Medan memiliki modal dasar pembangunan dengan jumlah penduduk dan letak geografis secara peranan regional yang relatif besar (Pemko Medan, 2006).

Sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan terbesar di Indonesia, kota Medan


(54)

memiliki posisi dan kedudukan srategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan perdagangan barang dan jasa secara regional atau internasional di kawasan barat Indonesia, termasuk juga di dalamnya perdagangan kosmetik (Sri Purnamawati, 2009).

Berdasarkan data dari beacukai Belawan, selama periode Januari Sampai dengan Juli 2009, diperoleh gambaran bahwa kosmetik yang masuk ke Kota Medan melalui Pelabuhan Belawan bernilai lebih kurang 6 (enam) milyar rupiah. Kosmetik yang masuk ke Kota Medan melalui Pelabuhan Belawan tersebut merupakan sebagian dari kosmetik yang diperdagangkan di Kota Medan, selain yang berasal dari Jakarta dan daerah lainnya. (Sri Purnamawati, 2009).

Selain itu Kota Medan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, dituntut untuk tampil menjadi Kota yang bersih dan asri, ditambah lagi dengan adanya penghargaan adipura yang diperoleh Pemerintah Kota Medan yang sudah selayaknya untuk dipertahankan. Dalam hal ini, Dinas Kebersihan merupakan salah satu instansi yang bertanggung jawab untuk masalah kebersihan Kota Medan.

Secara geografis Dinas Kebersihan Kota Medan terletak di jalan Pinang Baris nomor 114 Medan. Visi Dinas Kebersihan Kota Medan adalah terwujudnya pelayanan kebersihan yang prima. Untuk mencapai visi tersebut telah ditetapkan misi sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur guna membentuk aparatur Dinas Kebersihan berdedikasi tinggi dan profesional dalam pelayanan kepada masyarakat.


(55)

2. Meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan yang berteknologi berdaya guna dan berhasil guna dalam penyapuan, pengumpulan, perwadahan, pengangkutan, dan pemusnahan sampah pengolahan pemanfaatan sampah menjadi bernilai ekonomis, guna meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan kota yang berwawasan lingkungan.

3. Meningkatkan pendapatan asli daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk membayar retribusi pelayanan kebersihan guna meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan.

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pekerja perempuan penyapu jalan yang tersebar di Kota Medan yang berjumlah 80 orang. Hasil dari penelitian dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :


(56)

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

NO Karakteristik Frekuensi Persentase

(%) 1. Umur (Tahun)

25 – 35 36 – 46 47 – 57 > 57 15 38 20 7 18,75 47,50 25,00 8,75

Jumlah 80 100,00

2. Lama Bekerja (Tahun) < 10

10 – 20 > 20 7 25 48 8,75 31,25 60,00

Jumlah 80 100,00

3. Pekerjaan Sebelumnya Pekerja Pabrik

Ibu rumah tangga Pedagang 33 42 5 41,25 52,50 6,25

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.1. diketahui bahwa karakteristik responden dilihat dari umurnya sebagian besar responden memiliki umur 36 – 46 tahun yaitu sebanyak 38 responden (47,50%). Sedangkan dilihat dari lamanya bekerja sebagian besar responden telah bekerja selama > 20 tahun yaitu sebanyak 48 responden (60,00%). Kemudian dapat juga dilihat bahwa sebelum bekerja sebagai pekerja penyapu jalan sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 42 responden (52,50%). 4.3. Sumber Informasi Responden

Dalam sumber informasi peneliti ingin melihat dari mana saja responden mendapatkan informasi mengenai kosmetik yang dapat mencegah terjadinya Melasma, dan apa alasan responden mengikuti sumber informasi yang diterima.


(57)

a. Sumber informasi mengenai kosmetik yang dapat mencegah terjadinya Melasma

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sumber informasi yang diterima responden berasal dari Media Cetak ( majalah, surat kabar, buku ), Media Elektronik ( televisi, radio), Sales dan orang – orang terdekat ( keluarga, teman krja, tetangga). Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Mengenai Kosmetik

NO Sumber Informasi Jumlah Persentase

(%)

1. Media elektronik 13 16,25

2. Sales 10 12,50

3. Orang-orang terdekat 19 23,75

4. Media cetak, media

elektronik

1 1,25

5. Media elektronik, sales 7 8,75

6. Media elektronik.

Orang-orang terdekat

15 18,75

7. Sales, orang terdekat 8 10,00

8. Media cetak,

elektronik, sales

1 1,25

9. Media cetak,

elektronik, orang-orang terdekat

2 2,50

10. Media elektronik,

sales, orang-orang terdekat

4 5,00

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki sumber informasi dari orang-orang terdekat seperti tetangga, teman kerja dan keluarga yaitu sebanyak 19 responden (23,75%), sedangkan sebagian kecil responden menjawab media cetak, media elektronik dan media cetak, elektronik, sales yaitu masing-masing sebanyak 1 responden (1,25%).


(58)

b. Alasan responden menggunakan kosmetik

Dari hasil penelitian diketahui bahwa alasan- alasan responden dalam menggunakan kosmetik adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Tentang Alasan-Alasan Responden Terhadap Kosmetik yang Digunakan

NO Alasan-alasan Responden

Jumlah Persentase (%) 1. Model yang ada pada

iklan kosmetik tersebut cantik

3 3,75

2. Teman-teman banyak

yang memakai kosmetik tersebut

11 13,75

3. Orang yang memakai

kosmetik tersebut terlihat lebih cantik

16 20,00

4. Harganya murah 13 16,25

5. Aman digunakan 8 10,00

6. Terdapat label dari

BPOM (Balai Pengawasan Obat dan Makanan)

1 1,25

7. Sedang trend

digunakan

2 2,50

8. Sudah tradisi

dikeluarga

3 3,75

9. Orang yang memakai

kosmetik tersebut terlihat cantik serta harganya murah

9 11,25

10. Orang yang memakai

kosmetik tersebut terlihat cantik serta

sedang trend digunakan

4 5,00

11. Teman-teman banyak

yang memakai kosmetik tersebut serta orang yang memakainya

terlihat cantik dan


(59)

harganya murah

12. Teman-teman banyak

yang memakai kosmetik tersebut, harganya murah dan aman digunakan

3 3,75

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki alasan bahwa orang yang memakai kosmetik tersebut terlihat cantik yaitu sebanyak 16 responden (20,00%), sedangkan sebagian kecil responden mengatakan bahwa alasan memakai kosmetik adalah terdapat label dari BPOM (Balai Pengawasan Obat dan Makanan) yaitu sebanyak 1 responden (1,25%).

4.4. Pengetahuan Responden

Dalam pengetahuan peneliti ingin melihat sejauh mana responden mengetahui kosmetik yang dapat mencegah terjadinya Melasma.

a. Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Kosmetik

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Kosmetik

NO Pengertian Kosmetik Jumlah Persentase

(%)

1. Bahan yang digunakan

pada bagian tubuh untuk memelihara tubuh sehingga menambah daya tarik

15 18,75

2. Bahan yang digunakan

untuk memutihkan

kulit dan menghilangkan

flek-flek pada wajah

17 21,25

3. Bahan yang digunakan

untuk mempercantik


(60)

diri

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memberi jawaban tentang pengertian kosmetika yaitu bahan yang digunakan untuk mempercantik diri yaitu sebanyak 48 responden (60,00%), sedangkan hanya sebagian kecil responden menjawab Bahan yang digunakan pada bagian tubuh untuk memelihara tubuh sehingga menambah daya tarik yaitu sebanyak 15 responden (18,75%).

b. Pengetahuan Responden Mengenai Kosmetik Yang Baik

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai Kosmetik yang Baik

NO Kosmetik yang Baik Jumlah Persentase

(%)

1. Memutihkan 41 51,25

2. Menghilangkan noda di wajah

21 26,25

3. Tidak mengandung zat

kimia berbahaya

18 22,50

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan kosmetik yang baik itu adalah kosmetik yang memutihkan yaitu sebanyak 41 responden (51,25%), dan hanya sebagian kecil responden menjawab kosmetik yang baik itu adalah yang tidak mengandung zat kimia berbahaya yaitu sebanyak 18 responden (22,50%).


(61)

c. Pengetahuan Responden Mengenai Efek Samping Kosmetik yang Berbahaya Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa seluruh responden yaitu 80 orang menyatakan bahwa ada efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian kosmetik yang berbahaya.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai Efek Samping Kosmetik Berbahaya

NO Efek Samping Jumlah Persentase

(%)

1. Dermatitis 32 40,00

2. Flek-flek hitam 17 21,25

3. Kerusakan ginjal dan dermatitis

9 11,25

4. Kerusakan ginjal dan flek-flek hitam

1 1,25

5. Dermatitis dan flek-flek hitam

19 23,75

6. Kerusakan ginjal, otak, dan dermatitis

2 2,50

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.6. di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab Dermatitis ( alergi, iritasi, jerawat ) sebagai efek samping kosmetik yang berbahaya yaitu sebanyak 32 responden (40,00%), sedangkan sebagian kecil responden menjawab kerusakan ginjal dan flek-flek hitam sebagai efek samping dari kosmetik yang berbahaya yaitu sebanyak 1 responden (1,25%).

c. Pengetahuan Responden Mengenai Manfaat Kosmetik

Dari hasil penelitian dapat dilihat bawwa seluruh responden yaitu 80 orang menyatakan bahwa ada manfaat dari pemakaian kosmetik, dapat dilihat pada tabel berikut :


(62)

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai Manfaat Kosmetik

NO Manfaat Kosmetik Jumlah Persentase

(%)

1. Untuk kulit wajah

menjadi putih

25 31,25

2. Agar terlihat cantik 27 33,75

3. Untuk pemeliharaan dan perawatan kulit

28 35,00

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.7. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan manfaat dari kosmetik adalah untuk pemeliharaan dan perawatan kulit yaitu sebanyak 28 responden (35,00%), sedangkan sebagian kecil responden menyatakan bahwa manfaat kosmetik adalah untuk kulit wajah menjadi putih yaitu sebanyak 25 responden (31,25%).

d. Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Melasma ( flek-flek hitam )

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mengenai Pengertian Melasma ( flek-flek hitam )

NO Pengertian Melasma (flek-flek hitam)

Jumlah Persentase (%)

1. Bercak-bercak hitam

pada daerah wajah yang sering terpapar sinar matahari

17 21,25

2. Bercak-bercak hitam

pada pipi

59 73,75

3. Bintik-bintik hitam

bekas jerawat

4 5,00

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.8. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

menyatakan pengertian Melasma (flek-flek hitam) adalah bercak-bercak hitam pada pipi yaitu sebanyak 59 responden (73,75%), sedangkan sebagian kecil responden


(63)

menyatakan Melasma (flek-flek hitam) adalah bintik-bintik hitam bekas jerawat yaitu sebanyak 4 responden (5,00%).

e. Pengetahuan Responden tentang Bagian Tubuh yang Sering Terpapar oleh Melasma (flek-flek hitam)

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Bagian Tubuh yang Sering Terpapar oleh Melasma (flek-flek hitam)

NO Bagian tubuh Jumlah Persentase

(%)

1. Pipi 24 30,00

2. Hidung 2 2,50

3. Dahi 6 7,50

4. Dagu 1 1,25

5. Lengan 2 2,50

6. Pipi dan hidung 11 13,75

7. Pipi dan dahi 8 10,00

8. Pipi dan lengan 3 3,75

9. Pipi, hidung, dan lengan 5 6,25

10. Pipi, dagu, dan bibir 2 2,50

11. Pipi, dahi dan lengan 4 5,00

12. Pipi, hidung, dahi, dan dagu

9 11,25

13. Pipi, hidung, dagu, dan bibir

3 3,75

Jumlah 80 100,00

Dari tabel 4.9. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab pipi sebagai bagian tubuh yang sering terpapar oleh Melasma (flek-flek hitam) yaitu sebesar 24 responden (30,00%), sedangkan sebagian kecil responden menjawab dagu sebagai bagian tubuh yang sering terpapar oleh Melasma (flek-flek hitam) yaitu 1 responden (1,25%).


(1)

Reliability Statistics

,656 10

Cronbach's

Alpha N of Items

Ite m S tati stics

1,90 ,738 10

2,00 ,667 10

1,80 ,789 10

2,00 ,816 10

2,00 ,816 10

2,00 ,816 10

1,90 ,738 10

2,00 ,816 10

1,70 ,675 10

1,70 ,675 10

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10

Mean St d. Deviation N

Scale Sta tisti cs

Mean Variance St d. Deviation N of Items

Item-Total Statistics

17,10 11,211 ,454 ,604

17,00 14,222 ,356 ,707

17,20 10,844 ,488 ,595

17,00 10,000 ,645 ,555

17,00 11,333 ,364 ,622

17,00 10,444 ,547 ,579

17,10 10,767 ,555 ,583

17,00 12,222 ,395 ,659

17,30 14,678 ,419 ,720

17,30 12,011 ,328 ,631

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item


(2)

diketahui r tabel = 0,632

Item kuesioner dikatakan valid jika r hitung > r teble atau Corrected

Item-Total Correlation minimal 0,30. r hitung dapat dilihat di item-total

Statistic pada nilai Corrected Item-Total Corelation. Karena diperoleh r

hitung > r table atau Corrected Item-Total Correlation minimal 0,30,

berarti kuesioner dalam penelitian ini adalah valid.

Item kuesioner dikatakan reliable jika r alpha > r table atau nilai Croanbach’s

Alpha > 0,632. Berdasarkan uji dapat diketahui bahwa nilai r alpha > r table = 0,656 > 0,632. Karena diperoleh r alpha > r table berari kuesioner dalam peneliian ini adalah reliable.

Uji Kuesioner Sikap

Your trial period for SPSS for Windows will expire in 14 days.

Reliability

[DataSet1] D:\SPSS skripsi\data sikap.sav

Scale: ALL VARIABLES

Ca se P rocessing Sum ma ry

10 100,0

0 ,0

10 100,0

Valid Ex cludeda

Total Cases

N %

Lis twis e deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

,652 10

Cronbach's


(3)

Ite m S tati stics

1,60 ,516 10

1,50 ,527 10

2,00 ,000 10

2,00 ,000 10

2,00 ,000 10

1,50 ,527 10

1,40 ,516 10

2,00 ,000 10

2,00 ,000 10

1,50 ,527 10

s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 s10

Mean St d. Deviation N

Scale Sta tisti cs

17,50 3,167 1,780 10

Mean Variance St d. Deviation N of Items

N of cases = 10 N of items = 10 Alpha = 0,652

Diperoleh df ( derajat kebebasan ) yaitu 10 dengan rumus df = n item, dimana alpha adalah 0,05. Berdasarkan tabel harga kritik r produk moment

Item-Total Statistics

15,90 2,767 ,423 ,678

16,00 1,778 ,791 ,436

15,50 3,167 ,342 ,639

15,50 3,167 ,523 ,639

15,50 3,167 ,345 ,639

16,00 2,000 ,596 ,513

16,10 2,544 ,416 ,639

15,50 3,167 ,325 ,639

15,50 3,167 ,534 ,639

16,00 1,778 ,791 ,436

s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 s10

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item


(4)

berarti kuesioner dalam penelitian ini adalah valid.

Item kuesioner dikatakan reliable jika r alpha > r table atau nilai Croanbach’s

Alpha > 0,632. Berdasarkan uji dapat diketahui bahwa nilai r alpha > r table = 0,652 > 0,632. Karena diperoleh r alpha > r table berari kuesioner dalam peneliian ini adalah reliable.

Uji Kuesioner Tindakan

Your trial period for SPSS for Windows will expire in 14 days.

Reliability

[DataSet1] D:\SPSS skripsi\data tindakan.sav

Scale: ALL VARIABLES

Ca se P rocessing Sum ma ry

10 100,0

0 ,0

10 100,0

Valid Ex cludeda

Total Cases

N %

Lis twis e deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

,642 7

Cronbach's


(5)

Item Statistics

1,90 ,738 10

1,30 ,483 10

1,70 ,823 10

2,10 ,738 10

1,40 ,516 10

1,50 ,527 10

2,20 ,632 10

t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7

Mean Std. Deviation N

Scale Sta tisti cs

12,10 6,544 2,558 7

Mean Variance St d. Deviation N of Items

N of cases = 10 N of items = 7 Alpha = 0,642

Diperoleh df ( derajat kebebasan ) yaitu 10 dengan rumus df = n item, dimana alpha adalah 0,05. Berdasarkan tabel harga kritik r produk moment diketahui r tabel = 0,632

Item kuesioner dikatakan valid jika r hitung > r teble atau Corrected

Item-Total Correlation minimal 0,30. r hitung dapat dilihat di item-total

Statistic pada nilai Corrected Item-Total Corelation. Karena diperoleh r

hitung > r table atau Corrected Item-Total Correlation minimal 0,30,

Item-Total Statistics

10,20 4,400 ,517 ,545

10,80 6,622 ,325 ,709

10,40 4,711 ,323 ,623

10,00 4,444 ,500 ,552

10,70 4,900 ,603 ,544

10,60 5,600 ,467 ,629

9,90 4,989 ,409 ,588

t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item


(6)