b. Hambatan psikologis, yaitu dengan menciptakan persepsi dalam pikiran pelanggan supaya ia bergantung pada barang jasa perusahaan.
c. Hambatan ekonomis, yaitu denga memberikan insentif bagi pelanggan yang menguntungkan secara ekonomis, misalnya dengan memberikan
potongan harga. Menurut Budi Suharjo dalam Palupi, 2006 bahwa bila pelanggan
melakukan kepindahan ke merek lain jelas mengandung resiko, tetapi akibat yang timbul pasti sudah dikalkulasi oleh pelanggan. Sebenarnya, hambatan
perpindahan merek terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal produk itu sendiri.
2.2.9. Pengukuran Hambatan Pindah Merek
Pelanggan akan mengalami hambatan bila melakukan perpindahan dari satu merek ke merek lain. Beberapa hambatan yang dapat
mempengaruhi pelanggan agar tidak berpindah ke merek lain, yaitu menyampaikan resiko bila berganti-ganti merek, harga merek lain lebih
mahal, mencari merek yang disukai sampai dapat, dan adanya merek-merek tertentu yang cocok Griffin, 2005.
2.2.10. Loyalitas
Kondisi yang mencerminkan loyalitas seorang pelanggan pada sebuah obyek tertentu dinamakan loyalitas pelanggan. Obyek tertentu tersebut
adalah merek, produk, atau toko tertentu Rowley dan Dawes, 1999.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Menurut Dharmmesta 1999 bahwa merek dianggap lebih lazim dan lebih banyak menjadi obyek loyal karena dianggap sebagai identitas produk
atau perusahaan yang lebih mudah dikenali oleh pelanggan. Dalam penelitian ini istilah loyalitas pelanggan dan loyalitas merek penggunaannya
tidak dibedakan dan dapat diutarakan secara silih berganti. Loyalitas didefinisikan oleh Dick dan Basu 1994 sebagai kekuatan
hubungan antara sikap relatif relative attitude yang merepresentasikan loyalitas kesikapan individu terhadap merek tertentu dengan patronase
pengulangan repeat patronage yang merepresentasikan loyalitas keperilakuan individu terhadap merek tertentu. Hal ini berarti mendukung
penggunaan pengukuran loyalitas yang mencakup aspek behavioral dan attitudinal.
Rauyruen dan Miller 2007 yang mengutip Chaudari dan Holbrooks 2001 mendefinisikan behavioral loyalty sebagai kemauan para pelanggan
bisnis untuk membeli kembali produk. Selanjutnya, attitudinal loyalty didefinisikan sebagai keterikatan para pelanggan secara psikologis dan
dukungan attitudinal terhadap penyedia jasasupplier. Karena definisi loyalitas attitudinal mencakup dukungan pelanggan terhadap layanan yang
disediakan penyedia jasa, maka pengukuran loyalitas attitudinal menggunakan pengukuran Zeithalm dkk. 1996, yang pekerjaannya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
mencakup pembicaraan positif, kerelaan untuk merekomendasikan, dan mendorong orang lain untuk menggunakan produk atau jasa yang sama.
Menurut Aaker 1996, faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur loyalitas pelanggan antara lain : kepuasan terhadap merek tertentu
satisfaction, kebiasaan melakukan pembeliaan terhadap merek tertentu habitual behavior, kesetiaan terhadap merek tertentu bahkan
merekomendasikan kepada orang lain commitment, dan kesukaan pelanggan terhadap merek tertentu liking of the brand.
Merek berperan penting untuk mempermudah pelanggan mengidentifikasikan produk atau jasa, merek membuat pembeli yakin akan
memperoleh kualitas barang yang sama jika mereka membeli ulang. Menurut Surachman 2006 bahwa seorang pelanggan melakukan pembelian kembali
pada merek yang sama dengan sebelumnya, umumnya karena merasa puas terhadap merek produk tersebut. Dengan demikian, loyalitas pelanggan lebih
ditujukan kepada suatu perilaku, yang ditunjukkan dengan pembelian rutin didasarkan pada unit pengambilan keputusan.
Sutisna 2002 menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk mempelajari loyalitas pelanggan terhadap merek.
a. Pendekatan instrumental conditioning Pembelian yang konsisten sepanjang waktu adalah menunjukkan loyalitas
merek brand loyalty. Perilaku pengulangan pembelian diasumsikan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
merefleksikan penguatan atau stimulus yang kuat. Jadi pengukuran bahwa seorang konsumen itu loyal atau tidak dilihat dari frekuensi dan
konsistensi perilaku pembeliannya terhadap satu merek. Pengukuran loyalitas konsumen dengan pendekatan ini menekankan pada perilaku
masa lalu. b. Pendekatan teori kognitif
Perilaku pembelian tidak merefleksikan loyalitas merek seperti halnya brand loyalty, tetapi store loyalty ditunjukkan oleh perilaku konsistensi.
Pada store loyalty ini perilaku konsumen adalah mengunjungi toko dimana konsumen biasa membeli merek produk yang diinginkan. Oleh karena itu
yang loyal terhadap merek akan juga loyal terhadap toko. Menurut Sunarto 2003 bahwa kesetiaan merek brand loyalty
seorang pelanggan ditunjukkan oleh sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek, dan berniat untuk terus membelinya
dimasa depan. Kotler 2005: 90 menyatakan bahwa loyalitas pelanggan berdasarkan
pola pembeliannya dapat dibagi menjadi empat golongan : a. Golongan Fanatik
Adalah golongan yang selalu membeli satu merek sepanjang waktu, sehingga pola membelinya adalah X, X, X, X yaitu setia pada merek X
tanpa syarat. b. Golongan Agak Setia
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Adalah pelanggan yang setia pada dua atau tiga merek, dimana kesetiaan yang terpecah antara dua pola X dan Y dapat dituliskan dengan pola
membeli X, X, Y, X, Y. c. Golongan Berpindah Kesetiaan
Adalah golongan pelanggan yang bergeser dari satu merek ke merek lain, maka bila pelanggan pada awalnya setia pada merek X tetapi kemudian
pada saat berikutnya berpindah ke merek Y. Pola membelinya dapat dituliskan X, X, X, Y, Y.
d. Golongan Selalu Berpindah-Pindah Adalah kelompok pelanggan yang sama sekali tidak setia pada merek
apapun, maka pola membelinya X, Y, Z, S, Z. Penelitian Rauyruen dan Miller 2007 dapat mengidentifikasi
setidaknya ada empat kelompok pelanggan yang loyal yang bisa dipetakan dengan menggunakan loyalitas behavioral rendah dan tinggi dengan
kombinasi tinggi rendahnya loyalitas attitudinal. Salah satu contoh kelompok tersebut adalah pelanggan yang memiliki loyalitas behavioral yang tinggi
dengan loyalitas attitudinal rendah, artinya pelanggan tersebut lebih rentan terhadap bujukan dan cukup responsif terhadap tawaran kompetitor. Dalam
hal ini, manajemen harus mencari strategi yang bertujuan untuk bagaimana meningkatkan loyalitas attitudinal.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.11. Pengukuran Loyalitas Pelanggan