2.2.2 Evaluasi Kebijakan 2.2.2.1 Pengertian Evaluasi Kebijakan
Menurut Winarno 2004 : 165, evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan.
Sedangkan Jones dalam Tangkilisan 2003 : 25, mengatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah peninjauan ulang untuk mendapatkan
perbaikan dari dampak yang tidak diinginkan Senada dengan yang diungkapkan oleh Winarno, Moshoed
2004 : 91, mengatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat membuahkan
hasil. Dengan disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa
evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai apakah siatu kebijakan berhasil mencapai tujuanya dan seberapa besar dampak
yang ditimbulkan akibat implementasi kebijakan tersebut.
2.2.2.2 Tipe – Tipe Evaluasi Kebijakan
Menurut Heath dalam Tangkilisan 2003 : 27, membedakan tipe evaluasi kebijakan publik atas 3 tiga tipe yaitu:
1. Tipe Evaluasi Proses
Dimana evalusai ini dilakukan, dan perhatiannya pada pernyataan bagaimana program dilaksanakan.
2. Tipe Evaluasi Dampak Dimana evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertayaan
mengenai apa yang telah dicapai program 3. Tipe Evaluasi Strategi
Dimana evaluasi ini bertujuan untuk mencari jawaban atas pertayaan bagaimana program dapat dilaksanakan secara
efektif, untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dibanding dengan program-program lain yang ditunjukkan pada
masalah yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.
2.2.2.3 Faktor Penghambat dan pendukung Implementasi kebijakan
Dalam pelaksanaan kebijakan selama ini telah diidentifikasikan bahwa banyak masalah yang timbul. Proses implementasi kebijakan
merupakan proses yang rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan banyakan faktor, baik yang menyangkut karaktristik program
kebijakan yang dijalankan maupun oleh aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan Winarno, 2002 : 161
Kebijakan apapun sebenarnya mengandung resiko untuk gagal. Hogwood dan Gunn dalam Wahab 2002 : 61 membagi pengertian
kegagalan kebijaksanaan policy failure ke dalam dua kategori yaitu no implementation tidak terimplementasi unsuccessful implementation
implementasi yang tidak berhasil . Tidak terimplementasi mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana,
mungkin karena pihak yang telibat tidak mau bekerjasama, atau mereka bekerja tidak efisien, bekerja setengah hati, atau karena mereka tidak
sepenuhnya menguasai permasalahan, atau mungkin permasalahan yang dikerjakan diluar jangkau kekuasaannya, sehingga betapa gigihnya usaha
mereka, hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi, akibatnya implementasi yang efektif sukar untuk dipenuhi.
Sedangkan implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat
kondisi eksternal tidak menguntungkan misalnya, terjadi peristiwa pergantian kekuasaan, bencana alam dan sebagainya kebijaksanaan
tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang dikehendaki. Biasanya kebijaksanaan yang memiliki resiko untuk gagal itu
disebabkan oleh faktor – faktor berikut : pelaksanaan jelek bad execution kebijaksanaannya sendiri memang jelek bad policy atau kebijakan itu
memang bernasib jelek bad luck
Soenarko 2000 : 185 menjelaskan bahwa pelaksanaan kebijakan itu dapat mengalami kegagalan atau tidak membuahkan hasil itu
disebabkan beberapa hal diantaranya sebagai berikut : 1.
Teori yang menjadi dasar kebijakan yang tepat, oleh karena itu harus dilakukan “ Reformulasi kebijakan “.
2. Sarana yang dipilih untuk pelaksanaannya tidak efektif.
3. Sarana yang ada tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.
4. Isi dari kebijakan bersifat samar – samar.
5. Tidak adanya kepastian faktor intern dan faktor ekstern
6. Kebijakan yang ditetapkan mengandung banyak lubang
7. Dalam pelaksanaannya kurang memperhatikan masalah teknis
8. Adanya kekurangan akan tersedianya sumber – sumber
pembantu waktu, uang, dan sumber daya manusia Berdasarkan hal – hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut, maka dapatlah diketahui bahwa sejak dalam pembentukan kebijakan tersebut tidaklah selalu disebabkan oleh
kelemahan atau ketidakmampuan pelaksana atau administrator, melainkan dapat pula disebabkan pembentukan kebijakan yang kurang sempurna.
Disinilah peran peran penting yang dimainkan oleh pelaksana kebijakan
dan harus mampu mengambil langkah – langkah untuk mengadakan atau mendorong adanya “ reformulation “ sehingga kebijakan pokok itu dapat
mencapai tujuan. Implementasi kebijakan yang berhasil menjadi faktor penting
dari keseluruhan proses kebijakan. Untuk memperbaiki implementasi kebijakan ada beberapa langkah yakni : 1 Dalam mengusulkan langkah
– langkah perbaikan harus dipahami lebih dahulu hambatan – hambatan yang muncul dalam proses implementasi dan mengapa hambatan tersebut
muncul; 2 mengubah keadaan yang menghasilkan faktor penghambat tersebut Winarno 2007 :217
Selain faktor penghambat pelaksanaan kebijakan, juga ada faktor– faktor pendukung pelaksanaan suatu kebijakan. Seperti yang
dikemukakan oleh soenarko 2000:186 yaitu sebagai berikut : 1.
Persetujuan, dukungan dan kepercayaan masyarakat 2.
Isi dan tujuan kebijakan haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu
3. Pelaksanaan haruslah mempunyai cukup informasi, terutama
mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang menjadi kelompok sasaran.
4. Pembagian kerja yang efektif dalam pelaksanaan kebijakan.
5. Pembagian kekuasaan dan wewenang yang rasional dalam
pelaksanaan kebijakan. 6.
Pembagian tugas dan kewajiban yang memadai dalam pelaksanaan kebijakan
Hal tersebut senada dengan pendapat Islamy 2004 : 107 menjelaskan bahwa kebijakan negara akan menjadi efektif apabila
dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi
masyarakat yang bersesuian dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian, jika tidak berbuat atau bertindak sesuai
dengan keinginan pemerintah atau negara tersebut maka kebijakan negara menjadi tidak efektif. Selain itu untuk mencapai efektivitas pelaksanaan
kebijakan proses komunikasi harus baik yaitu menyebarluaskan kepada anggota masyarakat.
2.3 Perda no 5 tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Terbatas Merokok
2.3.1 Kawasan Tanpa Rokok
Dalam upaya penaggulangan bahaya akibat merokok dan agar implementasinya lebih efektif, efisien dan terpadu maka di
keluarkankanlah Perda Kota Surabaya no 5 tahun 2008 dengan tujuan :