REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM IKLAN JIFFEST JAKARTA INTERNATIONAL FILM FESTIVAL (Studi Semiotik Representasi Perempuan dalam Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival pada majalah Femina).

(1)

ii   

Puji syukur penulis memohon kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Representasi Perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival (Studi Semiotik Representasi Perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival pada majalah Femina)

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang banyak membantu menyusun dan menyelesaikan skripsi, memberikan petunjuk, koreksi, dan saran yang bersifat membangun dan memperluas pola pikir, daya kritis, serta wawasan untuk penulis, diantaranya :

1. DRA. Hj. Suparwati, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Juwito, S.Sos, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan banyak pengarahan, membimbing dan motivasi.

5. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur, yang


(2)

iii   

7. My Love.. Shaqil & Tori. 8. Kel. Besar Askandar.

9. My sist.. Mbak Nila, Mbak Dya atas saran dan tempat berbagi cerita. 10.Indra Mahardika yang selalu ada untuk memberikan semangat, dukungan,

sayang dan setia menemani. Aku ga akan bisa kaya gini kalau ga ada kamu..

11.Teman dan sahabatku Litta, Metta, Peny Tri, Andra, Penny, Yudith, Juwita, Debby. Semua teman yang banyak membantu dan memberikan saran kritik kepada penulis namun tak tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Demikian skripsi ini ditulis, penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu komunikasi di masa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, kritik dan saran sangat penulis nantikan untuk selanjutnya dapat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Surabaya, 31 Maret 2010


(3)

Disusun Oleh : BINTARI SETYORINI

NPM. 0543010016

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 8 Juni 2010

Menyetujui,

Pembimbing: Tim Penguji:

1. Ketua

Dra. Dyva Claretta M.Si Dra. Sumardjijati M.Si

NPT. 3 6601 94 0027 1 NIP. 196203231993092001 2. Sekretaris

Dra. Dyva Claretta M.Si NPT. 3 6601 94 0027 1

3. Anggota

Dra. Herlina Sukmawati M.Si NIP. 195808011984021001

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj Suparwati, MSi NIP. 195507181983022001


(4)

Representasi Perempuan dalam Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival pada majalah Femina)

Penelitian ini menaruh perhatian pada model perempuan yang sangat dominan, perempuan diperlihatkan dengan gerakan dan gestur tubuh yang lebih tinggi dari laki-laki. Pada umumnya perempuan dalam iklan hanyalah pemanis, subordinat dan menjadi orang ke dua setelah laki-laki. Iklan JIFFest memberikan konsep yang berbeda, konsep yang diangkat adalah tentang isu-isu perempuan yang ada di Indonesia. Budaya patriarki sedikit demi sedikit dihapus dalam iklan ini. Stereotipe kultural yang memperlihatkan perempuan sebagai sosok yang lemah, lembut, penyayang, gemulai sudah tidak dapat diperlihatkan lagi. Perempun diperlihatkan menonjol daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena modernisasi. Maka di era modernisasi semua stereotipe bahwa perempuan sebagai kaum yang lemah sudah tidak dapat dipertahankan. JIFFest sendiri adalah sebuah ajang festival film yang bertaraf internasioanal. Even ini adalah ke dua belas yang diselenggarakan di Jakarta. Teori yang digunakan adalah iklan media cetak, majalah sebagai media massa cetak, konstruksi realitas dan makna, perempuan sebagai model dalam iklan, feminisme, dominasi perempuan dalam iklan, representasi, pemaknaan warna, serta model semiotika Charles S. Pierce.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan konsep tanda yang membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol menggunakan konsep triangle meaning. Dari hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dalam penelitian saling berhubungan atau terkait.

Berdasarkan hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan adanya sebuah representasi mengenai perempuan yang mendominasi laki-laki. Modernisasi membuat pola pikir perempuan menjadi berkembang. Penggambaran JIFFest dalam iklan ini diperlihatkan sebagai suatu ajang festival perfilman internasional yang mendominasi di Asia Tenggara, JIFFest Perlahan mulai menunjukkan eksistensinya yang merupakan festival film terbesar di Asia Tenggara. JIFFest mengemas festivalnya secara sederhana, tiket dijual dengan harga terjangkau agar semua golongan masyarakat dapat menikmati tontonan yang bersifat edutainment ini.


(5)

1.1 Latar Belakang

Saat ini dunia periklanan Indonesia semakin berkembang pesat. Pesatnya laju pertumbuhan tersebut tampaknya juga dipicu oleh adanya “proliferasi media”, yaitu bertambahnya jumlah media yang diakibatkan reformasi pemerintah di bidang komunikasi dimana pendirian media baru baik media cetak maupun media elektronik televisi dan radio sangat dipermudah dibanding ketika Orde Baru. (Widyatama, 2007: 5).

Banyaknya media baru yang bermunculan mengakibatkan semakin banyak pula iklan itu diproduksi. Pada dasarnya iklan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pemasang iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya, selain itu untuk menunjukkan kekuatan pencitraan terhadap suatu produk atau gaya yang akan disampaikan kepada konsumen. Seorang ahli pemasaran, Kotler (1991: 237) mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar. Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan melalui suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.

Alo Liliweri, menuliskan bahwa iklan merupakan sebentuk penyampaian pesan sebagaimana kegiatan komunikasi lainnya. Secara lengkap, ia menuliskan


(6)

bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. (Liliweri, 1990: 20).

Masih ada beberapa ahli yang memaknai iklan dalam beberapa pengertian. Ada yang mengartikan dalam sudut pandang komunikasi, murni periklanan, pemasaran dan ada pula yang memaknai dalam perspektif psikologi. Namun secara prinsip, iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara non personal melalui media untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar. (Widyatama, 2007: 13).

Dalam kehidupan sehari-hari, peranan iklan sangat berpengaruh sebagai sumber informasi atau keberadaan produk dan jasa. Setiap hari kita dapat menemui berbagai macam bentuk iklan dalam bentuk iklan di media massa, baik cetak maupun media elektronik. Secara kasat mata, iklan sangat akrab dengan kehidupan manusia.

Efektifitas sebuah iklan di media massa berkaitan dengan frekuensi munculnya iklan tersebut malalui saluran media massa serta mampu menyampaiakan secara utuh makna pesan yang dimaksud oleh komunikator.

Sebuah iklan dapat dikatakan efektif apabila pesan tersebut mampu menggambarkan apa yang dikehendaki oleh komunikator secara tepat dan apa yang dituangkan dalam pesan iklan tersebut mampu dipersepsi sama oleh khlayak dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator.


(7)

Tujuan periklanan adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu, biasanya untuk membeli sebuah produk atau menggunakan jasa perusahaan tersebut. Media iklan seperti majalah , tabloid, radio, surat kabar, televisi dan lain sebagainya juga menyajikan berbagai macam bentuk iklan. Masing-masing media mempunyai cara pengemasan beragam dalam membuat iklan yang disesuaikan dengan khalayak. Penggunaan media yang paling cocok bagi iklan konsumen biasanya adalah media yang diminati secara luas, dibaca oleh banyak lapisan sosial atau kelompok sosial ekonomi dalam masyarakat.

Iklan yang ada di media cetak lebih jelas untuk mengenalkan tentang suatu produk baru kepada konsumen. Konsumen yang tadinya tidak mengetahui sebuah produk baru, jadi mengerti atau memahami setelah melihat produk baru tersebut di media cetak. Iklan yang ada di media cetak jauh lebih lengkap dalam memberikan informasi tentang produk tersebut. Tidak hanya model yang menjadi ikon atau peraga dalam produk tersebut, tetapi iklan di media cetak juga ada tulisan-tulisan yang memberitahukan, mengenalkan dan memperjelas produk tersebut kepada konsumen.

Dalam kehidupan sehari hari, model perempuan banyak digunakan dalam iklan. Keterlibatan tersebut memiliki dua faktor utama, yaitu: pertama bahwa perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri. Faktanya lebih banyak produk industri yang diciptakan untuk perempuan. Ribuan kosmetik banyak dicipatakan untuk perempuan. Keinginan untuk cantik membuat perempuan membutuhkan lipstick, bedak, maskara dan sebagainya. Masih banyak lagi produk-produk kebutuhan perempuan yang tidak dibutuhkan oleh kaum laki-laki.


(8)

Faktor kedua adalah bahwa perempuan luas dipercaya mampu menguatkan pesan iklan. Perempuan merupakan elemen agar iklan mempunyai unsur daya jual. Karena mampu sebagai unsur yang menjual sehingga menghasilkan keuntungan. Bagi kaum laki-laki kehadiran perempuan merupakan syarat penting bagi kemapanan. (Widyatama, 2007: 42). Perempuan merupakan elemen agar iklan mempunyai unsur menjual. (Martadi, dalam Jurnal Diskomfis, 2001).

Dalam desertasinya yang mengnalisa 300-an iklan cetak. Tamrin Amal Tamagolan menyimpulkan bahwa perempuan dalam iklan Indonesia lebih banyak digambarkan dalam sosok yang tradisional. Iklan yang mengetengahkan kesetaraan gender masih terlalu sedikit. Bias gender masih mendominasi. Dalam penelitian Tamagola menyimpulkan bahwa perempun dalam iklan cetak dikelompokkan menjadi 5 kategori citra, yaitu citra pilar, citra peraduan, citra pinggan, citra pergaulan dan citra pigura. (Tamagola, 1990).

Menurut Tamagola menyebutkan bahwa wanita dalam iklan terkadang ditempatkan dalam citra peraduan yaitu sebagai obyek seks semata, sebagai pemuas laki-laki. Dan juga mengungkapkan bahwa ideologi perempuan dalam iklan adalah ideologi yang bias gender. Perempuan hanya dikonstruksikan sebagai pemuas laki-laki belaka. Perempuan juga disebut sebagai citra pigura yaitu dimana perempuan kelas menengah keatas dan perlu tampil memikat untuk mempertegas keperempuanannya secara biologis seperti kulit halus, rambut panjang, kaki indah, wajah menarik dan seterusnya. (Widyatama, 2007: 43).


(9)

Secara psikologis, bias gender perempuan cenderung dirpresentasikan lebih emosional, sementara laki-laki digambarkan dalam sosok yang lebih rasional. Sedangkan dalam aspek fisik, perempuan lebih direpresentasikan atas kecantikn tubuhnya. Sementara laki-laki lebih menonjolkan dalam aspek kekuatan fisik.

Penampilan fisik antara laki-laki dan perempuan tersebut sekaligus diguanakan untuk menunjukkan identitas mereka sebagai laki-laki dan perempuan. Karakterfisik perempuan akan direpresentasikan dalam karakter lemah, gemulai, lembut. Sedangkan seorang laki-laki direpresentasikan memiliki tubuh yang atletis, stamina yang kuat. Dengan kata lain, dari segi fisik laki-laki dan perempuan lebih dilihatkan dalam stereotipe tradisioanal mereka masing-masing.

Kaum maskulis adalah kaum yang lebih dominan dalam segala hal termasuk

urusan rumah tangga. Sedangkan wanita dipandang layaknya seseorang yang selalu dikontrol oleh pria. Ketika kontrol tersebut terlepas maka pihak pria lah yang dianggap lemah, bukan pria yang sesungguhnya karena tidak mampu menjaga wanita untuk tetap berada dibawah.

Namun saat ini perempuan memiliki kedudukan yang hampir setara dengan laki-laki. Perempuan yang biasanya dikenal sabar, penyayang dan lemah lembut. Sekarang dianggap sebagai sosok perempuan yang egois, lebih mementingkan emosional ketimbang rasional, gemar melontarkan cacian kepada kaum laki-laki. Perempuan saat ini juga dianggap lebih dominan di hadapan para pria.


(10)

Dominasi yang dilakukan oleh perempuan meliputi beberapa hal, baik dalam wilayah domestik, maupun dalam hal karir. Saat ini perempuan sudah bebas menentukan keinginannya. Perempuan sekarang tidak hanya dipandang sebagai subjek yang berkutat pada wilayah domestik. Dominasi tersebut yang membuat perempuan disejajarkan kedudukannya dengan kaum laki-laki.

Seperti pada kasus kali ini, Permohonan cerai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bulukumba, terbilang cukup tinggi. Data di Bagian Hukum Setda Bulukumba, tercatat 25 orang PNS yang mengajukan permohonan cerai. Alasan permohonan cerai pun bermacam-macam. Mulai dari sering bertengkar, tidak punya anak, hingga kekerasan dalam rumah tangga. PNS yang mengajukan permohonan cerai itu, sebahagian besar diantaranya adalah perempuan. Asraeni menjelaskan, dari 25 PNS yang mengajukan permohonan cerai, 9 orang diantaranya adalah laki-laki dan 14 PNS lainnya perempuan. (www.upeks.com diakses pada 2 Maret 2010, 15.40).

Pada penelitian ini obyek yang disorot adalah tokoh perempuan yang menjadi model iklan. Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia, satunya lagi adalah lelaki atau pria. Berbeda dengan wanita, istilah “perempuan” dapat dirujuk pada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak.

Kali ini iklan JIFFest menampilkan sosok model laki-laki dan perempuan yang sedang bertengkar di pekarangan rumahnya dan banyak orang yang menyaksikan aksi pertengkaran tersebut bahkan orang yang menyaksikan


(11)

cenderung menikmati tontonan tersebut sambil membawa makanan dan minuman ringan.

Aksi pertengkaran yang biasanya tabu atau tidak pantas dipertontonkan, kini malah manjadi suatu hiburan tersendiri bagi masyarakat. Dalam iklan ini sosok perempuan diletakkan dalam posisi lebih menonjol dibandingkan dengan laki-laki. Pada umumnya, perempuan yang biasanya identik dengan mahkluk yang lemah lembut, penyayang berubah menjadi sosok yang emosional, pemarah bahkan cenderung akan melakukan pemukulan kepada suami.

Perempuan di media dengan beragam perwujudannya dianggap sebagai bentuk pembebasan mereka dari kekangan segala macam bentuk ideologi patriakri. Mereka bisa saja berjingkrak-jingkrak dalam video klip, menjadi ratu yang seksi dalam sebuah sinema laga televisi hingga memamerkan kecantikan dan tubuhnya dalam iklan cetak untuk menarik kaum laki-laki. Dalam beberapa hal, itu dapat dianggap sebagai ´politik pembebasan´. Patriarki tidak bisa lagi menjadi sangat dominan dalam praktik sosio-kultural maupun dalam representasi media (Ikhwan, dalam jurnal Diskomfis, 2008).

Ideologi dan teori modernisasi pembangunan yang kini menjadi arus utama teori dan praktik perubahan sosial itu, justru menciptakan berbagai ketidakadilan dan melanggengkan struktur ekonomi yang tidak adil dan ketergantungan, menguatkan proses dominasi kultur dan pengetahuan. Salah satu akibat yang relevan untuk dibicarakan adalah, modernisasi telah melanggengkan pendominasian terhadap perempuan. (Fakih, 2001).


(12)

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi yang bertujuan untuk melakukan sebuah studi semiotika untuk mengetahui Representasi Perempuan Dalam Iklan JIFFest pada majalah Femina.

JIFFest sendiri merupakan sebuah festival film independen yang diikuti oleh seluruh negara yang ada, mulai dari Perancis, Australia, Singapura, sampai Indonesia. Jakarta selaku tuan rumah dalam festival ini.

Festival tahunan ini diselenggarakan untuk upaya pengenalan dan pemahaman film sebagai bentuk ekspresi kesenian. Ikut serta dalam upaya mensosialisasikan film sebagai media komunikasi yang demokratis dalam kehidupan multikultur Indonesia. Ikut serta dalam upaya-upaya mengumpulkan, memelihara dan mempublikasikan berbagai data dan dokumentasi perfilman. Program JIFFest tidak hanya pemutaran film, melainkan ada diskusi dengan para sineas, sampai pameran fotografi. Mulai tahun ini JIFFest mengadakan tour keliling pemutaran film. Hal ini dilakukan agar masyarakat yang berdomisili selain di Jakarta dapat menikmati film apa saja yang diikut sertakan dalam festival. JIFFest sendiri didirikan sejak dua belas tahun yang lalu. (www. jiffest.org.com).

Majalah Femina merupakan majalah yang dikhususkan untuk menunjang gaya hidup kaum perempuan perkotaan. Isi dari majalah Femina sendiri adalah membahas kegiatan seputar wanita karir, info kesehatan, gaya hidup, fashion dan sebagainya.


(13)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah Representasi Perempuan dalam Iklan JIFFest-Jakarta International Film Festival pada majalah Femina?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah untuk mengetahui bagaimana Representasi Perempuan dalam iklan JIFFest-Jakarta International Film Festival pada majalah Femina.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharap dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat akademis, yaitu menambah khasanah wawasan dalam subjek periklanan.

2. Manfaat praktis, membantu pembaca dalam memahami makna tentang Representasi Perempuan dalam iklan JIFFest pada majalah Femina.

3. Manfaat metodologis, yaitu memberikan referensi bagi peneliti lain sebagai acuan pengembangan penelitian selanjutnya.


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Periklanan sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek (effect). Dalam sudut pandang periklanan, sumber disini tidak lain adalah komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perorangan, kelompok masyarakat, lambaga atau organisasi, bahkan negara. Yang kedua adalah pesan. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan dapat berbentuk antara perpaduan pesan verbal dan pesan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti, maka ia dapat disebut sebagai pessan komunikasi (Widyatama, 2007: 17).

Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan, baik itu media cetak, elektronik, maupun internet. Selanjutnya adalah unsur penerima, iklan diciptakan karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini antara lain : luas dan banyak (large), beragam (heterogen), dan antara audience dengan komunikator tidak saling


(15)

mengenal (anonim). Oleh karena itu dalam dunia periklanan khalayak sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksud untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu. Dengan demikian pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak (Widyatama, 2007: 22).

Efek merupakan unsur terakhir. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu ditengah khalayak. Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa pengaruh ekonomis, maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Ini dapat diukur dari bertambahnya penjualan produk sehingga mendapatkan keuntungan materi. Sementara jika dilihat dari dampak sosial adalah keuntungan non ekonomi, yaitu terbangunnya citra baik berupa penerimaan sosial oleh masyarakat (Widyatama, 2007: 22).

Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh departemen pemasaran dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat


(16)

memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Singkatnya periklanan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins, 1996: 15).

Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk, layanan dengan cara dan strategi persuasif. Menurut medianya, iklan dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu iklan above the line advertising (lini atas) dan bellow the line advertising (lini bawah). Above the line advertising adalah jenis-jenis iklan yang disebarluaskan melalui media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Sementara bellow the line advertising adalah kegiatan periklanan yang tidak melibatkan pemasangan iklan di media massa dan tidak memberikan komisi terhadap perusahaan. Umumnya kegiatan periklanan lini bawah ini bersifat penjualan promosi, yaitu kegiatan pemasaran yang dilakukan ditempat penjualan (Widyatama, 2006: 13-14).

2.1.2 Iklan Media Cetak

Media periklanan merupakan media komunikasi umum yang membawa pesan periklanan yaitu, televisi, majalah, surat kabar dan sebagainya. Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali, 1992: 99).

Iklan dalam media cetak adalah pesan atau informasi tentang penawaran suatu produk atau jasa yang disampaikan kepada khalayak dengan menggunakan media cetak seperti koran, majalah, brosur, dan lain-lain. Media cetak adalah suatu


(17)

bentuk media yang statis dan menggunakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan jumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Puspitawati, 2003: 7). Iklan cetak adalah iklan yang dibuat dan dipasang dengan teknik cetak, baik cetak dengan teknologi sederhana maupun teknologi tinggi (Widyatama, 2005: 79).

Dari definisi tersebut, dapat dikatakan tujuan penampilan iklan media cetak adalah untuk membawa pesan yang ingin disampaikan oleh pihak produsen melalui penggambaran isi pesan produksi tersebut kepada pembaca.

Penggambaran merupakan salah satu bagian dari kreatifitas iklan, karena mengandung unsur teknik penggambaran yang merupakan pekerjaan kreatif sehingga menghasilkan sebuah iklan yang menarik. Iklan yang menarik lebih mudah diingat khalayak ramai dan tentunya memiliki pesan tersendiri.

2.1.3 Komunikasi Sebagai Suatu Proses Simbolik

Dalam bahasa “komunikasi” simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan obyek yang maknanya disepakati bersama (Sobur, 2004: 157).


(18)

Sedangkan Pierce (dalam Sobur, 2004: 156) mengemukakan bahwa :

“ A symbol is a sign which refers to the object that is denotes by vitue of the law, ussualy is associations of general ideas, which operates to cause the symbol to be interpreted to that object”.

Simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada obyek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol dengan obyek yang diacu dan menafsirkan maknanya. Dalam hal ini, membagi tanda (sign) atas ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikan obyek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab dan akibat yang mempunyai kedekatan ekstensi (Mulyana, 2001: 84).

Penggunaan lambang/simbol dalam kehidupan manusia merupakan suatu kelaziman yang tidak dapat dipisahkan, apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan dan tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan dan cara makan. Bahkan dandanan dan penampilan fisik seseorang, seperti cara berpakaian, alas kaki yang digunakan, sampai warna kulit pun juga dapat menjadi simbol kepribadian seseorang.

Pada dasarnya, simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk suatu institusi, cara berpikir, ide, harapan dan banyak hal lain. Kebanyakan dari apa yang paling menarik tentang simbol ada hubungannya dengan ketidaksadaran. Simbol-simbol seperti Asa Berger, 2002:84 (dalam Sobur,


(19)

2004: 163), adalah kata kunci yang memungkinkan kita untuk membuka pintu yang menutupi perasaan-perasaan ketidaksadaran dan kepercayaan kita melalui penelitian yang mendalam. Simbol-simbol merupakan pesan dari ketidaksadaran kita.

2.1.4 Komunikasi non verbal

Bahasa tubuh merupakan sesuatu yang sejalan dengan komunikasi non verbal, yaitu saluran untuk pikiran dan perasaan dalam jumlah besar yang tidak terucapkan. Kecepatan percakapan normal seseorang berkisar antara 100 dan 120 per menit. Dalam waktu yang sama, secara rata-rata orang dapat berpikir sekitar 800 kata. (Clayton, 2003: 8).

Pesan-pesan non verbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. Saat berkomunikasi, secara tidak sengaja kita banyak mengirimkan pesan-pesan non verbal, dan pesan-pesan tersebut sangat bermakna bagi seseorang.

Pesan sebagai alat pertukaran, pengemasannya dilakukan secara verbal lewat penuturan dan secara stimultan menggunakan bahasa non verbal, seperti isyarat, gerakan tubuh, kerlingan mata, kerut dahi, ekspresi wajah, menarik nafas, cara berpakaian dan bermake-up, gerakan tangan, lenggok tubuh, sentuhan, warna pakaian, sikap diam atau gelisah, ruang fisik, waktu yang diambil, nada suara dan lain-lain. (Purwasito, 2003, 211).


(20)

2.1.5 Representasi

Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Representasi juga berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan memalalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video,film, fotografi dan sebagainya.

Representasi dapat juga diartikan sebagai bahasa untuk mengungkapkan sesuatu yang memiliki arti atau menggambarkan dunia yang penuh arti kepada orang lain. Bahasa yang digunakan dalam proses ini dapat berupa bahasa verbal dan non verbal untuk mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan (Stuart Hall, 2002: 28).

Terdapat dua proses representasi, yang pertama adalah representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental kini masih bersifat abstrak. Kedua adalah representasi bahasa yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim supaya kita dapat menghubungkan konseo dan ide -ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksikan seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual. Dalam proses ke dua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseeptual dengan bahasa atau simbol yang


(21)

berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara sesuatu peta konseptual dan bahasa/simbol adalah jantung produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan Representasi.

Tanda visual dan gambar , walaupun mereka secara jelas persamaan yang dekat pada benda yang mereka tunjuk, tetap merupakan tanda-tanda: mereka membawa makna dan kemudian harus dapat diinterpretasikan. Dalam menginterpretasikannya kita harus memiliki akses kepada kedua sistem representasi yang telah dijelaskan tadi. Walaupun dalam kasus bahasa visual dimana hubungan antara konsep dan tanda tampak langsung pada intinya, persoalannya jauh dari sederhana. Tanda visual disebut sebagai tanda ikonik. Sebuah foto dari pohon memproduksi beberapa kondisi sesungguhnya dari persepsi visual. Tanda tertulis atau terucap. Pada sisi lainnya adalah yang disebut indeks (Hall, 1997).

2.1.6 Semiotika

Semiotika dan semiologi, keduanya mengandung pengertian yang sama walaupun walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya, mereka yang bergabung dengan Pierce biasanya menggunakan kata semiotika dan mereka yang bergabung dengan Saussurean menggunakan kata semiologi. Baik semiotika maupun semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan


(22)

untuk mengacu kepada ilmu tentang tanda. Para ahli umumnya tidak mau dipusingkan oleh kedua istilah tersebut, karena mereka menganggap keduanya sebenarnya sama saja (Sobur, 2004: 12).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda, tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri, sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda yang hubungannya dengan realitas (Sobur, 2004: 13).

Kata semiotika berasal dari bahasa yunani, yaitu semion yang berarti “tanda” atau seme, yang berarti penafsir tanda (Sobur, 2004: 16). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, dan etika “tanda” pada masa itu masih bermakna suatu hal yang menunjuk pada adanya hal ini. Contohnya : asap menandai adanya api (Kurniawan, 2001: 49).

Definisi semiotik menurut beberapa ahli (Sobur, 2003: 16) seperti Lechte mendefinisikan semiotika sebagai suatu teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya, semiotika adalah suatu disiplin ilmu yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs “tanda-tanda” dan berdasarkan pada sign system (code) “sistem tanda”. Sedangkan Hjemslev mendefinisikan tanda sebagai suatu keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content plan). Cobley dan Jansz menyebutnya sebagai “discipline is


(23)

simply the analyse of the study of functioning of sign system” (ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana system penandaan berfungsi). Charles Morris menyebut semiotik ini sebagai suatu proses tanda, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisasi. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu obyek atau ide dan suatu tanda (Littlejohn dalam Sobur, 2006: 15-16).

Salah satu tokoh semiotik, Charles S. Pierce dalam Sobur membagi sistem tanda menjadi tiga kategori yaitu :

1. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda dan obyek atau acuan yang bersifat kemiripan. Contoh : Potret dan peta.

2. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh : Asap sebagai tanda adanya api.

3. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan diantaranya bersifat semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.

Yang perlu digaris bawahi dari berbagai definisi di atas adalah bahwa para ahli semiotika berpendapat bahwa semiotika adalah sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda.


(24)

2.1.7 Semiotik Iklan

Dalam konteks semiotik komunikasi, bila memandang atau mendengar atau memandang-dengar sebuah iklan, hal pertama yang dirasakan ialah berada di dalam situasi komunikasi. Dimana iklan dapat dilihat sebagai suatu kegiatan komunikasi antara penjual dengan calon pembeli (Sobur, 2001: 132). Bila dilihat dari perspektif semiotik signifikasi maka meninjau iklan berarti memberikan tekanan pada pemahaman sebagai bagian dari proses semiotik. Dalam signifikasi ini yang terpenting adalah interpretan.

Iklan sebagai sebuah obyek semiotik mempunyai perbedaan mendasar dengan desain yang mempunyai sifat tiga dimensional. Iklan pada umumnya mempunyai komunikasi langsung, seperti halnya pada media komunikasi massa pada umumnya, selain itu iklan juga memiliki asapek-aspek komunikasi seperti pesan yang merupakan unsur utama iklan.

Metode analisis semiotik iklan secara khusus telah dikembangkan oleh para ahli periklanan. Pengiklan dapat mempertanyakan apa yang dapat dilakukan dengan pengertian semiotik di bidang periklanan, selain itu pengiklan juga dapat melihat semiotik dari sudut pandang periklanan. Maksudnya pengiklan akan mempertanyakan apa yang dapat disumbangkan dari berbagai temuan di bidang periklanan pada teori semiotik.

Sebenarnya terdapat dimensi-dimensi khusus pada sebuah iklan, dimana yang membedakan iklan secara semiotik dari obyek-obyek desain lainnya, yaitu bahwa sebuah iklan selalu berisikan unsur-unsur tanda obyek yang diiklankan, konteks


(25)

berupa lingkungan, orang atau mahluk lainnya yang memberikan makna pada obyek yang selalu hadir dalam sebuah iklan ialah teks yang dapat memperkuat makna. Di sini dapat dkatakan bahwa iklan adalah sebuah ajang permainan tanda, dimana tanda yang satu dengan yang lainnya saling mendukung (Piliang, 2003: 263-264).

2.1.8 Model Semiotik Charles S. Pierce

Teori dari Pierce menjadi Grand Theory dalam semiotika. Gagasan bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menghubungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal.

Bagi pierce (dalam Sobur, 2004: 41), tanda “is something which stands to somebody, for something in some respect or capity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign or representation) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yaitu ground, object dan interpretant.

Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce terdiri atas sign (tanda), object (obyek) dan interpretant (interpretan). Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan obyek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda (Sobur, 2001: 115). Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu


(26)

digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya digunakan sebagai berikut :

Sign

Interpretant

Object

Gambar 1: John Fiske dalam Sobur, 2001: 115

Garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam hubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda merujuk pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, yaitu obyek yang dipenuhi oleh sesorang. Interpretant merupakan konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman pengguna tanda sebuah obyek. Adapun ketiga kategori tanda digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :

Icon

Indeks Symbol


(27)

Ikon adalah suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan kemiripan. Umumnya sering terlihat pada tanda-tanda visual, misalnya adalah pada peta pulau Madura yang merupakan ikonik pulau Madura atau foto seseorang yang merupakan ikonik pada orang yang ada pada foto tersebut. Hal ini disebabkan tanda dalam peta atau foto menyerupai obyeknya masing-masing (Sobur, 2004: 42).

Indeks merupakan suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya ada karena kedekatan eksistensi. Seperti asap sebagai indeks akan adanya api atau bersin sebagai indeks sakit flu.

Simbol merupakan tanda yang berhubungan dengan acuannya merupakan simbol konvensi. Simbol digunakan oleh penguna tanda yang diketahui secara kultural oleh penggunanya. Pengetahuan tentang hal tersebut didapat pengguna tanda melalui berbagai jenis interaksi sosial sebagai anggapan masyarakat atau budaya tertentu, berupa suatu bentuk pengalaman dalam menghadapi peristiwa atau obyek. Pengguna tanda akan menginterpretasikan obyek atau tanda tersebut sesuai dengan kerangka referensi yang dimiliki. Karena hal tersebut, hubungan antara obyek pengguna tanda dan tanda adalah makna. Anggukan kepala misalnya, menandakan persetujuan yang terbentuk secara konvensional.

Dengan mengacu pada model Pierce, makna dalam suatu teks tidak terjadi dengan sendiri, melainkan diproduksi dalam hubungan antara teks dengan pengguna tanda. Hal ini merupakan tindakan dinamis, dimana kedua elemen saling memberi sesuatu yang sejajar. Bila suatu teks dan pengguna tanda berasal


(28)

dari budaya yang relative sama, interaksi keduanya lebih mudah terjadi, konotasi dan mitos dalam teks telah menjadi referensi pengguna yang bersangkutan.

2.1.9 Konsep Makna

Makna adalah salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia. Konsep makna telah menarik perhatian disiplin ilmu komunikasi, psikologi, sosialogi, antropologi dan linguistik. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu (Peteda dalam Sobur, 2004:255). Dalam penjelasan Umberto Eco (Budiman, 1999:7), makna dari sebuah wahana tanda (sign-vihicle) adalah satuan kultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta, dengan begitu secara semantik mempertunjukan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya.

Ada tiga hal yang dijelaskan oleh para fulsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni : (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendiskripsikan kalimat secara alamiah dan (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004:256).

Agar dapat mengungkapkan makna perlu dibedakan beberapa pengertian antara lain (1) terjemah atau translation, (2) tafsir atau interpretasi, (3) eksplantasi, (4) pemaknaan atau meaning (Muhadjir, 1996:138). Menurut Devito makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Manusia menggunakan makna yang ingin dikomunikasikan lewat kata-kata tatapi kata-kata ini tidak secara


(29)

sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang dilakukan. Makna yang didapat dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk mereproduksi di benak pendengar apa yang ada di benak kita dan proses ini adalah proses persial yang bisa saja salah (Devito, 1997: 123-124).

2.2 Penggunaan warna dalam iklan

Warna yang digunakan sacara artistic sebagai alat ekspresi manusia mempunyai latar belakang sejarah tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah seni, sejak zaman prasejarah hingga zaman modern kini. Sejak lama para ilmuan telah memfokuskan perhatian besar terhadap warna yang kemudian bersama dengan seniman mencoba memperhitungkan semua aspek dan mempelajari bagaimana warna saling berpengaruh dalam pencampuran maupun penggunaan lainnya.

Saat ini pemilihan warna seseorang tidak hanya sekedar mengikuti selera pribadi berdasarkan perasaanya saja, tetapi telah memilihnya dengan penuh kesadaran akan. Da Vinci menemukan warna yang fundamental yang yang disebut sebagai warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam dan putih. Saat ini para ilmuan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara otak menerima serta menginterpretasikan warna (Darmaprawira, 2002:31).


(30)

Dalam konteks warna dan hubungannya dengan kepribadian seseorang, berikut adalah warna-warna yang mempunyai asosiasi dengan pribadi seseorang menurut Marian L. David :

1. Merah : Cinta, nafsu, kekuatan, berani, primitif, menarik, bahaya, dosa, pengorbanan dan vitalitas.

2. Merah Jingga : Semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat, dan gairah. 3. Jingga : Hangat, sangat muda, ekstrimis, dan menarik.

4. Kuning Jingga : Kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimisme, dan terbuka.

5. Kuning : Cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, pengecut, dan pengkhianatan.

6. Kuning Hijau : Persahabatan, muda, kehangatan, baru, gelisah dan berseri. 7. Hijau Muda : Kurang pengalaman, tumbuh, cemburur, iri hati, kaya, segar,

istirahat dan tenang.

8. Hijau Biru : Tenang, santai, lembut, diam serta percaya diri.

9. Biru : Damai, setia, konservatif, pasif, terhormat, depresi, lembut, menahan diri dan ikhlas.

10.Biru Ungu : Spiritual, hebat, kelelahan, suram, kematangan, sederhana, rendah hati keterasingan, tersisih, tenang dan sentosa.

11.Ungu : Misterius, kuat, supremasi, formal, melankolis, pendiam, mulia. 12.Merah Ungu : Tekanan, intrik, drama, terpencil, penggerak, teka-teki. 13.Coklat : Hangat, tenang, alami, bersahabat, kebersamaan, sentosa, dan


(31)

14.Hitam : Kuat, duka cita, resmi, kematian, keahlian, dan tidak menentu. 15.Putih : Senang, harapan, murni, lugu, bersih, spiritual, pemaaf, cinta dan

terang. (Darmaprawira, 2002:38).

Berikut ini adalah adalah beberapa warna yang mempunyai arti perlambangan secara umum :

1. Merah

Dibandingkan dengan warna lainnya, merah adalah warna terkuat dan paling menarik perhatian, bersifat agresif dan lambang primitif. Warna merah diasosiasikan darah, marah, berani, seks, bahaya, kekuatan, kejantanan cinta dan kebahagiaan.

2. Merah Keunguan

Warna merah keunguan mempunyai mempunyai karakteristik mulia, agung, kaya, bangga atau sombong, dan mengesankan. Lambangs serta asosiasinya adalah merupakan kombinasi warna merah dan biru. Sifat juga merupakan kombinasi antara warna tersebut.

3. Ungu

Karakteristik warna ungu adalah sejuk, negative, atau mundur. Hampir sama dengan biru tetapi lebih tenggelam dan khidmat dan mempunyai karakter murung dan menyerah. Warna ini melambangkan dukacita, kontemplatif, suci atau lambang agama.


(32)

4. Biru

Warna biru mempunyai karakteristik sejuk, pasif, tenang, dan damai. Gothe menyebutkan sebagai warna yang mempesona, spiritual, monoteis, kesepian, saat ini memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang. Biru merupakan warna perspektif, menarik pada kesendirian, dingin, membuat jarak, dan terpisah. Biru melambangkan kesucian, harapan, dan kedamaian.

5. Hijau

Karakter warna ini hampir sama dengan biru. Dibandingkan warna lain, hijau relatif lebih netral. Pengaruh terhadap emosi hampir mendekati pasif dan lebih bersifat istirahat. Hijau melambangkan perenungan, kepercayaan, dan keabadian. Dalam penggunaan sehari-hari, hijau mengungkapkan kesegaran, mentah, muda, belum dewasa, pertumbuhan kehidupan, harapan, kelahiran kembali, dan kesuburan. Sifat negative dari warna hijau adalah warna yang tidak disukai anak-anak, kerana diasosiasikan warna penyakit, rasa benci, racun dan cemburu.

6. Kuning

Warna kuning adalah kumpulan dua fenomena penting dalam kehidupan manusia yaitu kehidupan yang diberikan oleh matahari diangkasa dan emas sebagai kekayaan bumi. Kuning adalah warna cerah karena itu sering dilambangkan jantung dan roh, maka kuning adalah lambang intelektual, kuning adalah warna yang paling terang setelah putih.


(33)

Kuning memaknakan kemuliaan, cinta yang mendalam dalam hubungan antar manusia.

7. Putih

Warna putih memiliki karakter positif, merangsang, cemerlang, ringan dan sederhana. Putih melambangkan kesucian, polos, jujur dan murni. Putih juga melambangkan kekuatan yang Maha Tinggi, lambang cahaya dan kemenangan yang mengalahkan kegelapan.

Warna putih juga mengimajinasikan kebalikan dari warna hitam, seperti pada ungkapan “hati yang putih” yang berarti menandakan bersihnya hati dari segala iri dan dengki. Ada juga yang disebut “ilmu putih” sebgai kebalikan dari ilmu hitam. Bila ilmu hitam dimaksud akan mencelakakan seseorang maka ilmu putih dimaksud untuk menangkal dan membersihkan seseorang dari pengaruh ilmu hitam.

8. Abu-abu

Berbagai macam warna abu-abu dengan berbagai tingkatan melambangkan ketenangan, sopan, dan sederhana. Karena itu warna abu-abu sering melambangkan orang yang berumur dengan kepasifannya, sabar dan rendah hati. Warna ini juga melambangkan intelegensia, tapi juga mempunyai lambang negative yaitu keragu-raguan serta tidak dapat membedakan mana yang penting dan mana yang kurang penting, Karena sifatnya netral, warna abu-abu sering melambangkan sebagai penengah dalam pertentangan.


(34)

9. Hitam

Warna hitam melambangkan kegelapan dan ketidakhadiran cahaya. Hitam menandakan kekuatan yang gelap, lambang misteri, warna malam dan selalu diindikasikan sebagai warna kebalikan dari warna putih atau berlawanan dengan cahaya terang. Warna ini sering dilambangkan dengan warna kehancuran atau kekeliruan. Umumnya warna hitam diasosiasikan dengan sifat negative. Ungkapan-ungkapan seperti kambing hitam, ilmu hitam, dafar hitam, pasar gelap (black market) atau daerah hitam yang menunjukkan perlambangan negative dari warna ini. Walaupun demikian, warna hitam juga melambangkan warna positif seperti sikap tegas, formal, elegan, elit, mempesona dan struktur yang kuat.

Dari uraian perlambangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa warna memiliki arti perlambangan yang tidak dapat dikesampingkan dalam hubungannya dengan penggunaannya. Dalam kehidupan modern dewasa ini, lambang-lambang yang menggunakan warna tetap dipergunakan, bahkan kadang bergeser dalam nilai simbolisnya (Darmaprawira, 2002:49).

2.2.1 Feminisme

Feminisme atau yang sering dikenal dengan sebutan emansipasi berasal dari bahasa latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan (Hubies dalam Endang Sumiarni 2004). Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, feminisme


(35)

diartikan sebagai gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut.

Ada tiga ciri feminisme, yaitu :

1. Menyadari akan adanya ketidakadilan gender

2. Memaknai bahwa gender bukan sebagai sifat kodrati

3. Memperjuangkan adanya persamaan hak.

Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan dengan laki-laki di masyarakat. Timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan formula kesetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang sesuai dengan potensi mereka. Upaya pembebasan diri kaum perempuan dari berbagai ketimpangan perlakuan dalam segala aspek kehidupan disebut gerakan feminisme (Sumiarni, 2004:58).

Dalam prakteknya gerakan ini menghasilkan beberapa istilah feminisme seperti feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme sosialis dan feminisme marxisme (Sumiarni, 2004:58). Dan sejumulah aliran feminisme lain, seperti feminisme psikoanalisis dan gender, eksistensialis, anarkis, postmodern, multicultural dan global, teologis, feminisme kegemukan, dan ekofeminisme.


(36)

Semua aliran feminisme yang berbeda mempunyai perhatian yang sama yaitu ketimpangan posisi perempuan.

2.2.1.1 Feminisme Liberal

Aliran feminisme liberal berasal dari filsafat liberalisme yang memiliki konsep bahwa kebebasan merupakan hak setiap individu sehingga dia harus diberi kebebasan untuk memih tanpa terkekang oleh pendapat umum dan hokum. Ketidaksetaraan dalam masyarakat terjadi, karena ada pelanggaran terhadap kebebasan individu yang terjadi melalui proses sosialisasi peran atau dasar sexs. Oleh karena itu, kesetaraan hanya bisa dicapai melalui pembaruan peraturan atau hukum, dan proses pendidikan.

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Oleh karena itu, mereka menuntut persamaan kesempatan dibidang pendidikan, politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi para feminis liberal.

Teori ini dicetus oleh Naomi Wolf, menyatakan bahwa "Feminisme Kekuatan" merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan


(37)

haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki (Sumiarni, 2004:62-64).

2.2.1.2 Feminisme Radikal

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki (sistem yang berpusat pada laki-laki). Mereka memandang bahwa patriarki merupakan sistem kekuasaan, yang menganggap laki-laki memiliki superioritas atas perempuan. Kelemahan di hadapan laki-laki adalah karena struktur biologis fisiknya, dimana perempuan harus mengalami haid, menopause, hamil, sakit haid dan melahirkan, menyusui, mengasuh anak, dan sebagainya. Semua itu membuat perempuan tergantungt pada laki-laki.

Perbedaan fungsi reproduksi inilah yang menyebabkan pembagian kerja atas dasar seks yang terjadi di masyarakat. Feminisme radikal mempermasalahkan, antara lain, tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki. Mereka berjuang agar perbedaan-perbedaan seksual laki-laki dan perempuan dihapuskan. Bentuknya dapat berupa pemberian kesempatan pada perempuan untuk memilih melahirkan sendiri, atau melahirkan anak secara buatan, atau bahkan tidak melahirkan sama sekali.

Begitu juga ketergantungan anak kepada ibunya, dan sebaliknya harus diganti dengan ketergantungan singkat terhadap sekelompok orang dari kedua jenis kelamin.Aliran ini berupaya menghancurkan sistem patriarki, yang fokusnya terkait fungsi biologis tubuh perempuan. Mereka mencemooh perkawinan,


(38)

menghalalkan aborsi, menyerukan lesbianisme, dan revolusi seks. Bagi para feminis radikal, menjadi seorang istri sama saja dengan disandera. Tinggal bersama suami dianggap sama dengan musuh (Sumiarni, 2004:73-76).

2.2.2 Dominasi

Dominasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (pada bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya). Dominasi dapat juga diartikan berupa penguasaan, mayoritas, menjadi faktor dominan semisal dalam perbincangan atau rapat kita menguasai dengan kuasa, pemikiran, tindakan dari kita.

Dominasi bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain :

1. Kadang umur juga menjadi faktor dominan seseorang, orang yang lebih tua lebih banyak memberikan ide-ide tanpa adanya balasan dari yang muda. Seperti halnya orang tua terhadap anaknya, kakak terhadap adiknya, senior kepada juniornya, kadang berlebihan juga sikap dominan yang dilakukan.

2. Pengalaman, bisa dilihat dari tingkatan jabatan, tingkat pendidikan, pelatihan, maupun pengalaman yang telah lama diterima seseorang. Berdasar pengalaman juga semakin banyak hal yang diketahui sehingga dalam sebuah forum dominasi yang berpengalaman kadang muncul dan


(39)

bisa saja faktor dominan. Bisa juga pengalaman berdasarkan tingkat umur seseorang.

3. Modernisasi sedikit semi sedikit mempengaruhi pola berpikir

mendominasi (www.rics.org diakses 11 maret 15.30).

Dalam hal yang berhubungan dengan gender, dominasi terhadap laki-laki dan perempuan adalah yang berkenaan tentang kekuasaan (power). Menurut Wareing (1997:79) perbedaan kekuasaan perempuan dan laki-laki yang menyebabkan munculnya dominasi (Santoso, 2009:33). Dominasi yang dilakukan perempuan terhadap laki-laki salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga atau yang terkenal dengan istilah KDRT. Kekerasan yang dilakukan laki-laki (suami) terhadap perempuan (istri) atau sebaliknya tanpa memandang siapa yang menjadi sebab dan siapa yang menjadi akibat. Istilah itu jarang dipergunakan ketika seorang perempuan melakukan kekerasan kepada laki-laki. Bahkan suami akan ketakutan apabila dilaporkan istrinya kepada yang berwajib dengan alasan KDRT. Istilah KDRT sudah menjadi wacana perempuan untuk selanjutnya menjadi instrumen perjuangan ke arah kesetaraan, bahkan dalam jangka panjang berupa perjuangan ke arah persamaan seperti yang dilakukan oleh gerakan feminis Women Liberation (Women Lib) di Amerika Serikat (Santoso, 2009:143).

Pola-pola kekerasan selalu berada dalam ruang kekuasan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Kehadiran kekeuasaan mengandaikan mekanisme kekusaan tertentu. Interaksi kekeuasaan untuk mendapatkan dominasi membutuhkan mekanisme objektif agar dapat diterima oleh individu atau kelompok yang dikuasai. Mekanisme ini berjalan halus, tidak terasa, bahkan secara bawah sadar


(40)

sehingga yang dikuasai tidak sadar, patuh, dan menerima begitu saja. Mekanisme seperti ini yang disebut kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik bekerja dengan menyembunyikan pemaksaan dominasi untuk menjadi sesuatu yang diterima (Fashri dalam Anang Santoso). Inilah yang kemudian membuat mereka yang terdominasi menjadi tidak keberatan untuk dikuasai dan masuk dalam lingkaran dominasi (Santoso, 2009:146-147).

2.2.3 Perempuan

Menurut definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Perempuan adalah satu dari dua jenis kelamin manusia. Satunya lagi adalah pria atau laki-laki. Berbeda dengan wanita, istilah “perempuan” dapat merujuk pada orang yang telah dewasa ataupun anak-anak.

Dalam banyak hal, kaum perempuan dihadapkan pada situasi yang sulit. Disatu sisi perempuan memiliki keinginan untuk maju dalam edukasi dan karir. Demikian pula perempuan banyak dituntut untuk menjaga serta mengurusi sector domestic. Pada saat dia meraih semua itu (sukses non domestik), maka ada semacam invisible hand yang “mewajibkan” perempuan itu kembali mengurusi sektor domestik. Inilah yang membuat kaum hawa ini menjadi plin-plan, ragu dan selalu cemas. (http:www. dunia perempuan.com diakses 11 Maret 2010, 15.15).

Sebuah hasil survei menunjukkan 59,6% perempuan Indonesia menganggap mereka sebagai pembuat keputusan akhir dalam rumah tangganya dan angka


(41)

prosentase itu ternyata lebih tinggi dibanding rekan-rekan mereka di Australia dan Singapura. Angka-angka itu diperoleh melalui survei "MasterCard Worldwide Index of Women`s Advancement" yang keenam kalinya dilakukan Mastercard (www.gatra.com diakses 11 Maret, 15.00).

Laki-laki dan perempuan kini mempunyai peran dan status yang tidak

berbeda. Bila dalam zaman yang panjang, paradigma terhadap perempuan hanyalah sebagai “objek”, maka di era modernisasi semua streotipe bahwa perempuan sebagai kaum yang lemah sudah tidak bisa di pertahankan lagi (dalam jurnal Angelina Sondakh).

Dalam masyarakat perkotaan, cara pandang bahwa perempuan hanya berkutat

pada wilyah domestik tanpa memikirkan karir tersebut nyaris sudah usang alias tidak terpakai lagi. Suami yang mencari nafkah, dan istri yang membesarkan anak di rumah perlahan telah hilang. Sebaliknya, pasangan suami istri di kota justru bahu membahu bekerja sama menafkahi keluarga. Peran istri dan suami di perkotaan nyaris sama dan tidak ada perbedaannya saat di luar rumah. Nilai-nilai inilah yang harus di apreseasi dan di kembangkan sebagai model kemitraan positif. Tapi jangan sampai hak-hak azasi yang menjadi tolak ukur kaum perempuan memperoleh kebebasan, salah ditafsirkan menjadi nilai-nilai baru yang melampaui kodrat perempuan. Dalam organ perempuan, kasih, sayang dan kelembutan sangat dominan pada perempuan.


(42)

2.2.4 Dominasi Perempuan di Era Modernisasi

Perempuan dan keberadaannya dalam struktur sosial, ekonomi dalam masyarakat selalu menarik untuk dikupas. Perempuan yang selalu identik dengan masalah domestik kini mempunyai kedudukan yang setara dengan kaum laki-laki. Salah satu akibat yang sering untuk dibicarakan adalah, modernisasi telah melanggengkan pendominasian terhadap perempuan (Fakih, 2001:50). Modernisasi mengikis sedikit demi sedikit ideologi stereotip patriarki yang ada dalam masyarakat. Pariarki sendiri merupakan ideologi kelelakian di mana laki-laki dianggap memiliki kekuasaan superior (Fakih,2001:151). Suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut cantik, emosional, atau keibuan sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan perkasa.

Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut keibuan sementara ada juga perempuan yang kuat dan rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dri waktu ke waktu, dari suatu tempat ke tempat yang lain (Fakih, 2001).

Dominasi perempuan juga berawal dari kesadaran tentang kekuasaan domestik, selanjutnya ditunjukan melalui penguasaan dan dominasi kaum istri atas suami dalam rumah tangga. Pendominasian perempuan mencakup dalam segala hal baik wilayah domestik, atau yang lebih sering disebut dapur, kasur dan sumur sampai dalam urusan berkarir di luar wilayah domestik. Modernitas dan


(43)

globalisasi dihubungkan langsung dengan kebebasan perempuan (Ahyar Anwar, 2009).

Perempuan dapat menjadi superior dan laki-laki dapat menjadi tersubordiansi dalam berbagai situasi dan konteks (Ayu utami dalam Ahyar Anwar 2009). Kemandirian perempuan dalam bekerja diluar dan wilayah domestik merupakan salah satu konsep kesetaraan gender. Hal ini yang membuat perempuan disebut sebagai perebut dominasi atas kekuasaan laki-laki (Anwar, 2009:134).

2.2.5 Kerangka Berpikir

Pada penelitian ini ingin mengetahui Bagaimana Representasi Perempuan Dalam Iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival. Pada dasarnya setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memahami suatu peristiwa obyek. Hal ini dikarenakan adanya latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda pada setiap individu, begitu juga penelitian dalam memahami tanda dan lambang dalam obyek yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diketahui bahwa untuk memahami dan mengerti makna pesan dari iklan Jiffest, ini kemudian oleh peneliti dimaknai dan diinterpretasikan dengan pendekatan semiotik. Pendekatan semiotik yang digunakan adalah dari Charles Sanders Pierce yang mana mengkategorikan tanda ke dalam ikon, indeks dan simbol. Dengan metode Pierce peneliti melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambang


(44)

berbentuk gambar, sehingga diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai representasi perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang dalam iklan Jiffest. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran iklan secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan iklan Jiffest, yang dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan kata-kata. Peneliti menggunakan metode semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna (triangle meaning), yang terdiri dari tanda, obyek dan interpretan. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk tanda sementara interpretan adalah tanda yang dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda kedalam tiga kategori yaitu ikon, indeks dan simbol. Dengan metode tersebut maka dapat diperoleh suatu hasil representasi perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival.


(45)

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2008: 4).

Menurut Furchan (1992: 21-22) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan daftar deskriptif, yaitu ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari subyek. Dengan metode ini kita bisa mengenal subyek dan melihatnya serta mengembangkan definisi dari subyek itu sendiri, adapun digunakan metode diskriptif kualitatif karena metode diskriptif kualitatif lebih mudah menyesuaikan dalam penelitian ditemukan kenyataan ganda, kemudian metode diskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan obyek yang diteliti, serta metode kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Untuk menginterpretasikan penggambaran dominasi perempuan dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival ini, maka perlu diketahui terlebih dahulu sistem tanda pada gambar iklan yang menjadi korpus (sample) dalam penelitian ini. Kemudian peneliti menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis dan menginterpretasikan makna yang terdapat dalam iklan tersebut.


(46)

3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Dominasi Perempuan

Perempuan yang selalu identik dengan masalah domestik kini mempunyai kedudukan yang setara dengan kaum laki-laki. Misalnya bahwa perempuan yang dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan perkasa (Fakih, 2001). Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan sementara ada juga perempuan yang kuat dan rasional, perkasa (Fakih, 2001). Urusan wilayah domestik yang identik dengan kaum permpuan kini sudah tidak lagi menjadi keharusan.

Dominasi perempuan berawal dari kesadaran tentang kekuasaan domestik (Ahyar Anwar, 2009). Dominasi yang dilakukan oleh perempuan meliputi beberapa hal, baik dalam wilayah domestik, maupun dalam hal karir..

Dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival Kali ini iklan Jiffest menampilkan sosok suami istri yang sedang bertengkar di pekarangan rumahnya dan banyak orang yang menyaksikan aksi pertengkaran tersebut bahkan orang yang menyaksikan cenderung menikmati tontonan tersebut sambil membawa makanan dan minuman ringan. Istri diperlihatkan akan memukul suaminya menggunakan sandal jepit yang ada di tangan kirinya.

3.2.2 Korpus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut korpus. Korpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang


(47)

ditentukan pada perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan. Korpus haruslah cukup luas untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurrnya akan memelihara sebuah sistem kemirirpan dan perbadaan yang lengkap. Korpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik dalam homogen substansi maupun homogen pada taraf waktu (Kurniawan, 2001 : 70). Sehingga korpus dalam penelitian ini adalah iklan Jiffest Jakata International Film Festival.

3.2.3 Unit Analisis

Unit analisa dari penelitian ini adalah semua tanda yang berupa gambar, tulisan dan warna-warna yang menjadi latar belakang dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol).

3.2.3.1 Ikon

Ikon adalah suatu tanda yang berubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersama alamiah, atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan kemiripan, misalnya pada peta Madura atau seorang merupakan ikon pada orang yang ada di foto tersebut (Sobur, 2003:41). Ikon dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival perempuan berambut sebahu yang akan melakukan pemukulan kepada suami dengan menggunakan sandal sebelah kiri.


(48)

3.2.3.2 Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukana adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Setipa asap sebagai indeks adanya api atau bersin sebagai indeks adanya flu (Sobur, 2003:41). Indeks dalam iklan Jiffest kali ini adalah tulisan “ haus tontonan“ .

3.2.3.3 Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukkan adanya penanda dan patanda yang bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2003:42). Simbol dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival adalah semua gambar yang ada dalam iklan Jiffest pada majalah.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini di dapatkan dari dua jenis data, yaitu :

1. Data Primer, yaitu data yang di dapatkan dari korpus penelitian berupa objek visual yang kemudian akan dianalisa menggunakan analisis semiotik Charles. S Pierce.

2. Data Sekunder, yaitu data yang di dapat dari referensi buku, jurnal online, artikel internet dan referensi lain yang berhubungan dengan penelitian dan dapat dijadikan panduan dan acuan dalam penelitian ini.


(49)

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan warna. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif menjadi kunci jawaban terhadap apa yang diteliti.

Penelitian yang digunakan peneliti ini merupakan penelitian dengan mengunakan metode semiotik. Dengan studi semiotik peneliti dapat memaknai gambar dan pesan yang terdapat pada iklan Jiffest Jakarta International Film Festival, dan akan diinterpretasikan dengan cara mengidenifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran iklan tersebut.

Tanda dan gambar pada iklan Jiffest yang ada di majalah adalah korpus. Dalam penelitian ini tanda dan gambar yang ada dalam iklan ini dimaknai menggunakan model semiotik Charles.S. Pierce, dimana dikategoikan menjadi tiga yaitu ikon (icon), indeks (index), simbol (Symbol). Data yang diperoleh akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan kajian dan konsep-konsep teoritis yang dipakai dalam penelitian ini.


(50)

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Gambaran Sejarah dan Perkembangan Perusahaan JIFFest

Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia adalah sebuah lembaga nirlaba yang didirikan di Jakarta pada awal tahun 1999 ini oleh beberapa praktisi muda industri film Indonesia dan individu-individu & JIFFest (Jakarta International Film Festival) dari berbagai latar belakang yang peduli terhadap masa depan perfilman nasional. Dari awal pembentukannya Yayasan ini dimaksudkan untuk Ikut terlibat aktif dalam upaya-upaya mewujudkan industri film Indonesia yang sehat. Ikut serta dalam upaya-upaya pengenalan dan pemahaman film sebagai bentuk ekspresi kesenian. Ikut serta dalam upaya mensosialisasikan film sebagai media komunikasi yang demokratis dalam kehidupan multikultur Indonesia. Ikut serta dalam upaya-upaya mengumpulkan, memelihara dan mempublikasikan berbagai data dan dokumentasi perfilman.

Menyelenggarakan kegiatan Jakarta International Film Festival (JIFFest) secara berkala. Kualitas festival dari tahun ke tahun akan menjadi perhatian khusus dalam rangka meningkatkan kredibilitas festival serta kemungkinan pengembangan festival menjadi bersifat kompetitif dan tercatat dalam agenda festival film internasional yang berwibawa. Mengadakan serangkaian kegiatan pendidikan atau pelatihan, workshop atau seminar dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia pendukung industri film Indonesia. Menjadi fasilitator


(51)

dalam upaya-upaya memperkenalkan film-film Indonesia di mancanegara melalui kegiatan festival maupun eksebisi. Melakukan berbagai kajian ataupun penelitian tentang perkembangan film Indonesia dalam perspektif multidisiplin. Secara bertahap mewujudkan Pusat Informasi Film Indonesia yang akan mempublikasikan informasi perfilman dalam bentuk media cetak maupun elektronik.

Dalam menjalankan kegiatannya Yayasan ini sangat independen serta terbuka terhadap kemungkinan kerjasama dengan banyak pihak (baik institusi pemerintah, swasta ataupun perorangan) selama memiliki kesamaan tujuan serta memegang teguh prinsip kesetaraan ataupun kemitraan sebagai landasan utama kerjasama tersebut. setelah jatuhnya Orde Baru (Mei 1998), semangat perubahan masih hangat terasa. Bagi pecinta film seperti Shanty Harmayn dan Natacha Devillers yang saat itu bekerja sama di Salto Films dan bermukim di Jakarta, dan saat ini selaku pihak yang mendirikan JIFFEST ada pertanyaan besar yang mengusik: “Kapan saatnya Jakarta memiliki festival film berskala Internasional?” Saat itu Singapore International Film Festival (SIFF) telah beSetahunrusia 12 tahun, sementara Pusan International Film Festival (Korea) meski baru berusia tiga tahun mulai menarik perhatian kalangan perfilman Asia dan dunia. Thailand dan Filipina juga sudah meluncurkan festival film internasional mereka Bangkok International Film Festival.

Shanty Harmayn dan Natacha Devillers pun memutuskan untuk mewujudkan Jakarta International Film Festival (JIFFEST) di bulan November tahun 1999. Selama delapan hari (20-28 November 1999), JIFFEST menghadirkan 65 judul


(52)

film dari beragam negara, termasuk Indonesia. Film Indonesia yang masuk dalam nominasi JIFFest bermacam- macam genre, mulai dari horor, komedi sampai drama. Film horor yang masuk dalam nominasi antara lain:

1. Suster Keramas, film yang dibintangi artis yang berasal dari Jepang. 2. Hantu Ambulan, Filmyang dibuat berdasarkan kisah nyata.

3. Tali Pocong Perawan dan sebagainya. Untuk genre drama paling banyak, yaitu :

1. Saus Kacang, Diperankan oleh Ashraf Sinclair dan Bunga Citra Lestari. 2. Cintapucinno, sebuah film drama percintaan yang diperankan Sissy

Prisilya.

3. Ada Apa Dengan Cinta, drama remaja produksi Miles.

4. Tiga Hari Untuk Selamanya, diperankan oleh Nicholas Saputra. 5. Opera Jawa, Sebuah film arahan Garin Nugroho.

6. Pasir Berbisik, Film yang di sutradarai oleh Nan. T. Achnas.

7. Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta, diperankan oleh Artis lokal Jawa Barat. 8. Impian Kemarau, diperankan oleh Christin Hakim.

9. Perempuan Punya Cerita, film yang dibintangi model iklan sabun LUX yaitu Dian Sastro, Luna Maya, Tamara Blezenski.

10.Naga Bonar (Jadi Dua), lanjutan dari film Naga Bonar yang diperankan Deddy Mizwar.

11.Mereka Bilang, Saya Monyet!, film yang berdasarkan dari novel dengan judul yang sama.


(53)

13.Jamila dan Sang Presiden, film yang dibintangi Atika Hasiholan. 14.Laskar Pelangi, film yang dibintangi Lukman Sardi dan Cut Mini.

15.Drupadi, film yang disutradarai Garin Nugroho dan dibintangi Dian Sastro Wardoyo.

16.Jakarta Under Cover, film yang dibintangi Luna Maya, Fachri Albar dan Gerry Ishkak.

Dan masih adan puluhan film indonesia lagi yang sudah menjadi nominasinya. Film pendek yang berdurasi sekitar 10 menitan juga sering dilikut sertakan dalam festival. Dan sejarah JIFFEST pun mencatat, pada tahun perdana kehadirannya tak kurang dari 18 ribu penonton menyaksikan film-film pilihan dari 25 negara. Di JiFFest 2008 terdapat beberapa film berkualitas yang sudah didaftarkan (official film submission) untuk kategori film asing terbaik di Academy Awards. Film itu adalah My Magic (Singapura), Dunya and Desie (Belanda), Captain Abu Raed (Jordania), dan Worlds Apart (Denmark). Untuk film Indonesia, diputar tiga film baru, yakni Under the Tree (Garin Nugroho), film pendek Drupadi (Riri Riza), dan film dokumenter Pertaruhan (Ani Ema Susanti, Iwan Setiawan dan M Ichsan, Lucky Kuswandi, serta Ucu Agustin).

Tidak hanya film produksi dalam negri yang diikutsertakan dalam festival ini, beberapa film produksi luar negeri juga menjadi nominasi. Berikut beberapa film-film tersebut:

1. No Country For Old Man, film yang diproduksi untuk menyambut hari buruh sedunia.


(54)

2. Into The Wild, film yang berdasarkan kisah nyata tentang petualangan seorang remaja.

3. Balibo, film dokumenter tentang konflik yang merenggut nyawa beberapa jurnalis asing.

4. Attonement, film yang berkisah drama percintaan klasik tahun 40an. 5. Little Miss Sunshine, yang berkisah drama keluarga.

6. Burn After Reading, yang diperankan oleh George Clooney, Brat Pitt. 7. Dunya and Desie, menggambarkan persahabatan kental di Belanda. JIFFEST sendiri tidak hanya sekedar menampilkan festival film seluruh negara, melainkan ada juga workshop, diskusi tentang film antar sineas. Penonton JiFFest juga dapat menyaksikan pameran foto Behind-the-Scene, yang memperlihatkan proses pembuatan film-film Indonesia terbaru.

4.1.2 Para Pendiri Dan Anggota Pengurus Jiffest

Menjelang tahun ke dua belas keberhasilan JIFFest, tidak lepas dari peranan penting para pemrakarsa. Sampai saat ini telah banyak film dari berbagai negara yang mengikuti festival ini. Puluhan bahkan ratusan film pertahunnya yang diikut sertakan dalam festival bergengsi ini. JIFFest juga banyak menciptakan para sineas muda yang handal dan mengharumkan nama bangsa di mancanegara. Ditangan Natacha Devillers dan Shanty Harmayn yang mencetuskan Jakarta International film festival atau yang sering disebut dengan JIFFest. JIFFest melangkah sangat pesat menyaingi festifal film serupa di negara lain, bahkan


(55)

JIFFest merupakan ajang festival perfilman international terbesar di Asia Tenggara. Tidak hanya itu, Christine Hakim yang sering dikenal sebagai aktris papan atas Indonesia juga merupakan salah satu keluarga besar JIFFest yang turut serta membesarkan festival ini.

Selain itu ada Lalu Roisamri, belajar Ilmu Komunikasi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, dan berlanjut dengan menekuni Analisa Film di Kajian Media, Institut Kesenian Jakarta dan saat ini menjabat sebagai Direktur Festival. Nauval Yazid Meraih gelar Bachelor of Arts dari National University of Singapore pada tahun 2002 dari jurusan English Language (Linguistik) dan Ilmu Teater yang menjabat sebagai Manajer Festival. Varadila Meraih gelar sarjana dari jurusan Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Selain di JiFFest, beliau juga aktif terlibat sebagai Manajer Program Minikino, sebuah komunitas film pendek Indonesia, saat ini menjabat Manajer Program. Teddy Satrio W lulus dari Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Kriminologi. Kemudian ia melanjutkan studinya ke School of Communications and Arts, Edith Cowan University Perth,dan saat ini menjabat sebagai website officer. Felia Salim, Chandra Tanzil, Goenawan Mohamad, Lorna Tee selaku penasehat.

4.2 Penyajian Data

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada gambar iklan Jiffest Jakarta International Film Festival, selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan model semiotik Charles S. Pierce untuk mengetahui


(56)

pengungkapannya.

Charles. S. Pierce mambagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol) untuk melihat pengungkapan makna pesan yang disampaikan dalam penggambaran iklan festival film tersebut. Sistem tanda dalam gambar iklan JIFFest Jakarta International Film Festival dibagi berdasarkan pembagian fungsi tanda dari Pierce.

4.2.1 Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival Dalam Model Semiotik Charles S. Pierce.

Dalam pendekatan semiotik model Charles S. Pierce diperlukan adanya tiga unsur utama yang bisa digunakan sebagai metode analisis yaitu obyek, tanda dan interpretan. Salah satu bentuk tanda adalah kata, sedangkan obyek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara Interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Apabila ketiga elemen itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.

Dalam iklan JIFFest Jakarta International Film Festival terlebih dahulu akan dibagi unsur-unsur tersebut berdasarkan unit analisis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Obyek dalam penelitian ini adalah keseluruhan badan iklan mulai dari bentuk iklan, jenis iklan dan bentuk penyajian dari iklan tersebut.

2. Tanda dalam iklan ini adalah setiap bentuk pemaknaan yang bisa ditimbulkan oleh iklan tersebut, baik makna yang bersifat denotatif ataupun makna yang bersifat konotatif.


(57)

3. Sebagai interpretan, peneliti akan menganalisis iklan JIFFest Jakarta International Film Festival yang akan diambil sebagai korpus (corpus) yaitu secara keseluruhan dengan menggunakan hubunga antara tanda dengan acuan tanda dalam model kategori yang dimiliki Pierce yaitu ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol).

Apabila digambarkan hubungan antara obyek, tanda dan interpretan kedalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

OBYEK

Keseluruhan badan iklan JIFFest Jakarta International Film Festival

Setiap bentuk pemaknaan yang bisa ditimbulkan oleh iklan tersebut INTERPRETAN

Hasil interpretasi dari penelitian dalam melihat hubungan antara tanda dan acuannya

INTERPRETAN TANDA

Gambar 3. Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival

Dalam menganalisis hubungan antara tanda dan acuannya berdasarkan tiga kategori tanda Charles S. Pierce yaitu ikon, indeks dan simbol, maka peneliti akan


(58)

berusaha menginterpretasikan segala bentuk pemaknaan yang terdapat dalam iklan JIFFest Jakarta International Film Festival Berdasarkan model semiotik Charles S. Pierce dapat digambarkan hubungan ikon, indeks dan simbol sebagai berikut :

Ikon

Laki-laki dan Perempuan yang sedang bertengkar.

Indek

1. Tulisan, Haus Tontonan? 2. Logo JIFFest

3. Tanggal penyelenggaraan festival

Simbol 1. Ekspresi dan pose dari

model yang sedang bertengkar.

2. Singlet, songkok, sarung motif kotak-kotak, daster motif bunga warna biru, sandal jepit, travell bag, penonton yang berjumlah sepuluh , makanan ringan (pop corn), pagar beserta gembok warna hitam, warna dominan yang ada pada iklan JIFFest warna hitam dan putih

Gambar 4. Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival dalam kategori tanda Pierce

Gambar interpretasi yang dilakukan terhadap iklan JIFFest Jakarta International Film Festival merupakan obyek dari penelitian ini dan keseluruhan


(59)

tampilan dari iklan yang berupa gambar, teks dan warna yang menjadi latar belakang maupun visual dari iklan tersebut merupakan tanda-tanda yang terkandung dalam sebuah iklan. Iklan tersebut merupakan suatu bentuk sistem tanda yang merujuk pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, yaitu konsep daya tarik iklan yang menempatkakn perempuan dalam posisi yang dominan dibandingkan laki-laki dan berbeda dengan konsep iklan pada umumnya. Penjelasan tersebut digunakan oleh peneliti untuk menginterpretasikan sistem tanda dalam penelitian ini.

Melalui sistem tanda yang berupa iklan bertemakan tentang dominasi perempuan dalam iklan yang menyebutkan perempuan saat ini memiliki tingkat sosial yang hampir sama dengan laki-laki. Dengan analisis dan interpretasi yang dilakukan oleh peneliti sebagai peserta komunikasi, maka hasil interaksi sosial dengan lingkungan kemudian menghasilkan konsep mental yang disebut interpretan.

4.3 Analisis Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival Dalam Tiga Kategori Tanda Model Semiotik Charles S. Pierce

Berdasarkan tiga kategori tanda Pierce yaitu ikon, indeks dan simbol, maka peneliti berusaha memaparkan atau menganalisis iklan JIFFest Jakarta International Film Festival berdasarkan tiga kategori tanda tersebut. Ikon, Indeks dan Simbol dalam iklan ini merupakan kode yang berfungsi jika mempunyai konteks. Konteks merupakan acuan yang berupa obyek. Obyek dari iklan ini adalah keseluruhan penggambaran iklan, baik berupa foto atau gambar, tulisan


(60)

ataupun segala bentuk perilaku nonverbal maupun pewarnaan yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

4.3.1 Ikon

Dalam iklan JIFFest Jakarta International Film Festival gambar model laki-laki dan perempuan yang sedang bertengkar merupakan tanda yang serupa dengan benda atau realitas yang ditandai atau merupakan representasi dari iklan JIFFest itu sendiri.

Dalam iklan JIFFest Jakarta International Film Festival, pengiklan membuat tema yang berbeda dengan iklan iklan festival lainnya. Dalam iklan JIFFest Jakarta International Film Festival, pengiklan mencitrakan perempuan sebagai seseorang yang kuat, berani meluapkan ekspresi emosi, sosok yang dominan untuk para laki-laki. Dimana perempuan yang biasanya dikenal lemah lembut, sabar, selalu menjadi sosok orang ke dua setelah laki-laki. Perempuan dapat menjadi superior dan laki-laki dapat menjadi tersubordinasi dalam berbagai situasi dan konteks (Ayu utami dalam Ahyar Anwar, 2009).

Menurut Tomagola (dalam Rendra widyatama), secara spesifik stereotip pencitraan perempuan dalam media massa dapat dikategorikan dalam iklan sebagai citra pigura yaitu perempuan sebagai makhuk yang fisiknya memikat, citra pilar perempuan sebagai pengurus utama keluarga, citra peraduan menganggap perempuan adalah obyek pemuas laki-laki terutama secara seksual, citra pinggan adalah perempuan di gambarkan bahwa betapa pun tingginya perempuan dalam memperoleh gelar pendidikan dan sebesar apa pun


(1)

sosok yang cantik dan anggun. Iklan JIFFest terjadi karena adanya modernisasi, sama seperti yang terjadi pada perempuan yang lebih dominan daripada laki-laki. Dominasi perempuan berawal dari pendominasian perempuan dalam rumah tangga atau yang sering disebut sebagai wilayah domestik, berlanjut pada karir di luar rumah (Ahyar Anwar, 2005). Modernisasi sedikit semi sedikit mempengaruhi pola berpikir mendominasi (www.rics.org). Dalam hal yang berhubungan dengan gender, dominasi terhadap laki-laki dan perempuan adalah yang berkenaan tentang kekuasaan (power). Menurut Wareing (1997:79) perbedaan kekuasaan perempuan dan laki-laki yang menyebabkan munculnya dominasi.

Laki-laki dan perempuan kini mempunyai peran dan status yang tidak berbeda. Bila dalam zaman yang panjang, paradigma terhadap perempuan hanyalah sebagai “objek”, maka di era modernisasi semua streotipe bahwa perempuan sebagai kaum yang lemah sudah tidak bisa di pertahankan lagi. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki.

Penggambaran JIFFest dalam iklan ini diperlihatkan sebagai suatu ajang festival perfilman internasional yang mendominasi di Asia Tenggara, JIFFest Perlahan mulai menunjukkan eksistensinya yang merupakan festival film terbesar di Asia Tenggara. JIFFest mengemas festivalnya secara sederhana, tiket dijual dengan harga terjangkau agar semua golongan masyarakat dapat menikmati tontonan yang bersifat edutainment ini. JIFFest tidak hanya memiliki program pemutaran film, tetapi terdapat pameran foto juga. Kesederhanaan JIFFest tidak mengurangi kualitas dan orisinilitas dalam karya dan memiliki standart


(2)

66

internasional dalam penilaian sebuah karya film. JIFFest didkan tahunan di Jakarta. JIFFest sendiri membatasi usia penonton yang masuk, hal ini disebabkan karena beberapa konten yang tidak dianjurkan dikonsumsi untuk anak dibawah umur.


(3)

5.1 Kesimpulan

Dari data-data yang telah diuraikan pada bab IV yakni hasil pembahasan men ggunakan analisis semiotik Charles Sanders Pierce tentang perempuan yang mendominasi, merupakan visualisasi iklan JIFFest Jakarta International Film Festival pada media cetak.

Representasi Perempuan berusaha ditonjolkan dalam iklan JIFFest Jakarta International Film yang ada pada majalah Femina. Dalam iklan kali ini JIFFest memperlihatkan realitas yang ada, bahwa emansipasi perempuan sudah mulai ada di kalangan masyarakat. Perubahan bukan hanya terjadi pada fisik perempuan tetapi juga pada pemikiran.

Perempuan menjadi lebih modern, pola pikir semakin berkembang ke arah yang lebih maju, semakin mandiri tanpa meninggalkan kodrat keperempuanannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggambaran JIFFest dalam iklan ini diperlihatkan sebagai suatu ajang festival perfilman internasional yang mendominasi di Asia Tenggara, JIFFest Perlahan mulai menunjukkan eksistensinya yang merupakan festival film terbesar di Asia Tenggara. JIFFest mengemas festivalnya secara sederhana, tiket dijual dengan harga terjangkau agar semua golongan masyarakat dapat menikmati tontonan yang bersifat edutainment ini.

JIFFest tidak hanya memiliki program pemutaran film, tetapi terdapat


(4)

67

pameran foto juga. Kesederhanaan JIFFest tidak mengurangi kualitas dan orisinilitas dalam karya dan memiliki standart internasional dalam penilaian sebuah karya film. JIFFest diadakan tahunan di Jakarta. JIFFest sendiri membatasi usia penonton yang masuk, hal ini disebabkan karena beberapa konten yang tidak dianjurkan dikonsumsi untuk anak dibawah umur.

5.2 Saran

Secara teoritis, penelitian ini hendaknya dikembangkan lebih mendalam dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam penelitian ini. Sedangkan untuk khalayak pembaca, hendaknya dalam melihat suatu bentuk iklan media massa dapat melakukan pemahaman dengan benar tentang pesan yang disampaikan oleh pengiklan. Kemudian untuk pihak pengiklan, peneliti berharap agar selalu membuat suatu iklan yang lebih menarik lagi dengan menampilkan dan memasukkan pesan-pesan iklan yang tetap bermuatan edukasi (mendidik), maupun berisi tentang keadaan atau realitas yang ada secara kreatif dan baik.


(5)

68

Anwar, Ahyar, 2009. Geneologi Feminist, Jakarta: Republika.

Darmaprawira, Sulasmi, 2002. Warna: Teori dan Kreatifitas Penggunaannya, Bandung: ITB.

Devito, Joseph, A, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Edisi V, Jakarta: Profesional Books.

Fakih, Mansyur, 2008. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Jojakarta: Pustaka Pelajar.

Furchan, Arief, 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional.

Hall, Stuart, 1997. Representation: Culture Representation and Signifying Practices. The Open University.

Jefkins, Frank, 1997. Periklanan, Jakarta: Erlangga

Kasali, Rhenald, 1992. Manajemen Periklanan “Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia”, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, 2001. Magelang: Yayasan Indonesiatera. Moleong, Lexy, J, 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng, 1996. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Mulyana, Deddy, 2001. Ilmu Komunikasi suatu pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Piliang, Yasraf, Amir, 2003. Hipersemiotika “Tafsir Cultural Studies Dan Matinya Makna”, Yogyakarta.


(6)

69

Purwasito, Andrik, 2003. Komunikasi Multikultural, Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Santoso, Anang, 2009. Bahasa Perempuan, Jakarta: Bumi Aksara. Sobur, Alex, 2001. Analisis Teks Media, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sumiarni, Endang, 2004. Jender & Feminisme, Jogjakarta: Wonderful Publishing Company.

Widyatama, Rendra, 2007. Pengantar Periklanan, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Internet:

(www.upeks.com diakses pada 2 Maret 2010, 15.40). (www. jiffest.org.com).

(www.rics.org diakses 11 maret 15.30).

(www. dunia perempuan.com diakses 11 Maret 2010, 15.15). (www.gatra.com diakses 11 Maret, 15.00).


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM ”PEREMPUAN PUNYA CERITA”(Sebuah Analisa Semiotik)

1 5 2

Representasi Perempuan dalam Film Hollywood Analisis Semiotika Representasi Karakter Perempuan dalam Film Colombiana

10 58 117

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN AXE (Studi semiotik representasi sensualitas perempuan dalam iklan axe versi axe effect di televisi).

6 11 197

”REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM PASIR BERBISIK” (Study Semiotik Representasi Perempuan dalam Film Pasir Berbisik).

8 12 106

REPRESENTASI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DALAM FILM PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN (Studi Semiotik Representasi Kekerasan Pasa Perempuan dalam Film Perempuan Berkalung Sorban).

5 11 83

Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “Permen Sukoka” di Televisi ( Studi Semiotik Tentang Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi ).

20 124 102

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” di Majalah Femina).

2 30 84

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” di Majalah Femina).

0 1 84

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM IKLAN JIFFEST JAKARTA INTERNATIONAL FILM FESTIVAL (Studi Semiotik Representasi Perempuan dalam Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival pada majalah Femina)

0 0 13

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR SOFT AND SHINY VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik Tentang Representasi Citra Perempuan Dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” Di Majalah Femina )

0 0 24