Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah Representasi Perempuan dalam Iklan JIFFest- Jakarta International Film Festival pada majalah Femina?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas adalah untuk mengetahui bagaimana Representasi Perempuan dalam iklan JIFFest-Jakarta International Film Festival pada majalah Femina.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharap dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat akademis, yaitu menambah khasanah wawasan dalam subjek periklanan. 2. Manfaat praktis, membantu pembaca dalam memahami makna tentang Representasi Perempuan dalam iklan JIFFest pada majalah Femina. 3. Manfaat metodologis, yaitu memberikan referensi bagi peneliti lain sebagai acuan pengembangan penelitian selanjutnya. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Periklanan sebagai Bentuk Komunikasi Massa Menurut Harold Lasswell, unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari sumber source, pesan message, saluran channel, penerima receiver, dan efek effect. Dalam sudut pandang periklanan, sumber disini tidak lain adalah komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perorangan, kelompok masyarakat, lambaga atau organisasi, bahkan negara. Yang kedua adalah pesan. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan dapat berbentuk antara perpaduan pesan verbal dan pesan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mengandung arti, maka ia dapat disebut sebagai pessan komunikasi Widyatama, 2007: 17. Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan pesan-pesan, baik itu media cetak, elektronik, maupun internet. Selanjutnya adalah unsur penerima, iklan diciptakan karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu. Sifat-sifat dari khalayak sasaran ini antara lain : luas dan banyak large, beragam heterogen, dan antara audience dengan komunikator tidak saling 10 mengenal anonim. Oleh karena itu dalam dunia periklanan khalayak sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksud untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu. Dengan demikian pesan yang diberikan harus dirancang khusus sesuai dengan target khalayak Widyatama, 2007: 22. Efek merupakan unsur terakhir. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu ditengah khalayak. Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa pengaruh ekonomis, maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Ini dapat diukur dari bertambahnya penjualan produk sehingga mendapatkan keuntungan materi. Sementara jika dilihat dari dampak sosial adalah keuntungan non ekonomi, yaitu terbangunnya citra baik berupa penerimaan sosial oleh masyarakat Widyatama, 2007: 22. Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Untuk dapat menjalankan fungsi pemasaran, maka apa yang harus dilakukan dalam kegiatan periklanan tentu saja harus lebih dari sekedar memberikan informasi kepada khalayak. Periklanan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang oleh departemen pemasaran dirancang sedemikian rupa, sehingga diyakini dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Singkatnya periklanan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli Jefkins, 1996: 15. Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk, layanan dengan cara dan strategi persuasif. Menurut medianya, iklan dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu iklan above the line advertising lini atas dan bellow the line advertising lini bawah. Above the line advertising adalah jenis-jenis iklan yang disebarluaskan melalui media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Sementara bellow the line advertising adalah kegiatan periklanan yang tidak melibatkan pemasangan iklan di media massa dan tidak memberikan komisi terhadap perusahaan. Umumnya kegiatan periklanan lini bawah ini bersifat penjualan promosi, yaitu kegiatan pemasaran yang dilakukan ditempat penjualan Widyatama, 2006: 13-14.

2.1.2 Iklan Media Cetak

Media periklanan merupakan media komunikasi umum yang membawa pesan periklanan yaitu, televisi, majalah, surat kabar dan sebagainya. Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, foto dalam tata warna dan halaman putih Kasali, 1992: 99. Iklan dalam media cetak adalah pesan atau informasi tentang penawaran suatu produk atau jasa yang disampaikan kepada khalayak dengan menggunakan media cetak seperti koran, majalah, brosur, dan lain-lain. Media cetak adalah suatu bentuk media yang statis dan menggunakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan jumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman putih Puspitawati, 2003: 7. Iklan cetak adalah iklan yang dibuat dan dipasang dengan teknik cetak, baik cetak dengan teknologi sederhana maupun teknologi tinggi Widyatama, 2005: 79. Dari definisi tersebut, dapat dikatakan tujuan penampilan iklan media cetak adalah untuk membawa pesan yang ingin disampaikan oleh pihak produsen melalui penggambaran isi pesan produksi tersebut kepada pembaca. Penggambaran merupakan salah satu bagian dari kreatifitas iklan, karena mengandung unsur teknik penggambaran yang merupakan pekerjaan kreatif sehingga menghasilkan sebuah iklan yang menarik. Iklan yang menarik lebih mudah diingat khalayak ramai dan tentunya memiliki pesan tersendiri.

2.1.3 Komunikasi Sebagai Suatu Proses Simbolik

Dalam bahasa “komunikasi” simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi kata-kata pesan verbal, perilaku non verbal dan obyek yang maknanya disepakati bersama Sobur, 2004: 157. Sedangkan Pierce dalam Sobur, 2004: 156 mengemukakan bahwa : “ A symbol is a sign which refers to the object that is denotes by vitue of the law, ussualy is associations of general ideas, which operates to cause the symbol to be interpreted to that object”. Simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada obyek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol dengan obyek yang diacu dan menafsirkan maknanya. Dalam hal ini, membagi tanda sign atas ikon icon, indeks index dan simbol symbol. Ikon adalah suatu benda fisik dua atau tiga dimensi yang menyerupai apa yang direpresentasikan obyek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab dan akibat yang mempunyai kedekatan ekstensi Mulyana, 2001: 84. Penggunaan lambangsimbol dalam kehidupan manusia merupakan suatu kelaziman yang tidak dapat dipisahkan, apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata lisan dan tulisan, isyarat anggota tubuh, makanan dan cara makan. Bahkan dandanan dan penampilan fisik seseorang, seperti cara berpakaian, alas kaki yang digunakan, sampai warna kulit pun juga dapat menjadi simbol kepribadian seseorang. Pada dasarnya, simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk suatu institusi, cara berpikir, ide, harapan dan banyak hal lain. Kebanyakan dari apa yang paling menarik tentang simbol ada hubungannya dengan ketidaksadaran. Simbol-simbol seperti Asa Berger, 2002:84 dalam Sobur, 2004: 163, adalah kata kunci yang memungkinkan kita untuk membuka pintu yang menutupi perasaan-perasaan ketidaksadaran dan kepercayaan kita melalui penelitian yang mendalam. Simbol-simbol merupakan pesan dari ketidaksadaran kita.

2.1.4 Komunikasi non verbal

Bahasa tubuh merupakan sesuatu yang sejalan dengan komunikasi non verbal, yaitu saluran untuk pikiran dan perasaan dalam jumlah besar yang tidak terucapkan. Kecepatan percakapan normal seseorang berkisar antara 100 dan 120 per menit. Dalam waktu yang sama, secara rata-rata orang dapat berpikir sekitar 800 kata. Clayton, 2003: 8. Pesan-pesan non verbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. Saat berkomunikasi, secara tidak sengaja kita banyak mengirimkan pesan-pesan non verbal, dan pesan-pesan tersebut sangat bermakna bagi seseorang. Pesan sebagai alat pertukaran, pengemasannya dilakukan secara verbal lewat penuturan dan secara stimultan menggunakan bahasa non verbal, seperti isyarat, gerakan tubuh, kerlingan mata, kerut dahi, ekspresi wajah, menarik nafas, cara berpakaian dan bermake-up, gerakan tangan, lenggok tubuh, sentuhan, warna pakaian, sikap diam atau gelisah, ruang fisik, waktu yang diambil, nada suara dan lain-lain. Purwasito, 2003, 211.

2.1.5 Representasi

Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Representasi juga berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan memalalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video,film, fotografi dan sebagainya. Representasi dapat juga diartikan sebagai bahasa untuk mengungkapkan sesuatu yang memiliki arti atau menggambarkan dunia yang penuh arti kepada orang lain. Bahasa yang digunakan dalam proses ini dapat berupa bahasa verbal dan non verbal untuk mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan Stuart Hall, 2002: 28. Terdapat dua proses representasi, yang pertama adalah representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing peta konseptual. Representasi mental kini masih bersifat abstrak. Kedua adalah representasi bahasa yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim supaya kita dapat menghubungkan konseo dan ide -ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu. Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksikan seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual. Dalam proses ke dua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseeptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara sesuatu peta konseptual dan bahasasimbol adalah jantung produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan Representasi. Tanda visual dan gambar , walaupun mereka secara jelas persamaan yang dekat pada benda yang mereka tunjuk, tetap merupakan tanda-tanda: mereka membawa makna dan kemudian harus dapat diinterpretasikan. Dalam menginterpretasikannya kita harus memiliki akses kepada kedua sistem representasi yang telah dijelaskan tadi. Walaupun dalam kasus bahasa visual dimana hubungan antara konsep dan tanda tampak langsung pada intinya, persoalannya jauh dari sederhana. Tanda visual disebut sebagai tanda ikonik. Sebuah foto dari pohon memproduksi beberapa kondisi sesungguhnya dari persepsi visual. Tanda tertulis atau terucap. Pada sisi lainnya adalah yang disebut indeks Hall, 1997.

2.1.6 Semiotika

Semiotika dan semiologi, keduanya mengandung pengertian yang sama walaupun walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya, mereka yang bergabung dengan Pierce biasanya menggunakan kata semiotika dan mereka yang bergabung dengan Saussurean menggunakan kata semiologi. Baik semiotika maupun semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu kepada ilmu tentang tanda. Para ahli umumnya tidak mau dipusingkan oleh kedua istilah tersebut, karena mereka menganggap keduanya sebenarnya sama saja Sobur, 2004: 12. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda, tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri, sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda yang hubungannya dengan realitas Sobur, 2004: 13. Kata semiotika berasal dari bahasa yunani, yaitu semion yang berarti “tanda” atau seme, yang berarti penafsir tanda Sobur, 2004: 16. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, dan etika “tanda” pada masa itu masih bermakna suatu hal yang menunjuk pada adanya hal ini. Contohnya : asap menandai adanya api Kurniawan, 2001: 49. Definisi semiotik menurut beberapa ahli Sobur, 2003: 16 seperti Lechte mendefinisikan semiotika sebagai suatu teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya, semiotika adalah suatu disiplin ilmu yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs “tanda-tanda” dan berdasarkan pada sign system code “sistem tanda”. Sedangkan Hjemslev mendefinisikan tanda sebagai suatu keterhubungan antara wahana ekspresi expression plan dan wahana isi content plan. Cobley dan Jansz menyebutnya sebagai “discipline is simply the analyse of the study of functioning of sign system” ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana system penandaan berfungsi. Charles Morris menyebut semiotik ini sebagai suatu proses tanda, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisasi. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna meaning ialah hubungan antara suatu obyek atau ide dan suatu tanda Littlejohn dalam Sobur, 2006: 15-16. Salah satu tokoh semiotik, Charles S. Pierce dalam Sobur membagi sistem tanda menjadi tiga kategori yaitu : 1. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda dan obyek atau acuan yang bersifat kemiripan. Contoh : Potret dan peta. 2. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh : Asap sebagai tanda adanya api. 3. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan diantaranya bersifat semena, hubungan berdasarkan konvensi perjanjian masyarakat. Yang perlu digaris bawahi dari berbagai definisi di atas adalah bahwa para ahli semiotika berpendapat bahwa semiotika adalah sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda.

2.1.7 Semiotik Iklan

Dalam konteks semiotik komunikasi, bila memandang atau mendengar atau memandang-dengar sebuah iklan, hal pertama yang dirasakan ialah berada di dalam situasi komunikasi. Dimana iklan dapat dilihat sebagai suatu kegiatan komunikasi antara penjual dengan calon pembeli Sobur, 2001: 132. Bila dilihat dari perspektif semiotik signifikasi maka meninjau iklan berarti memberikan tekanan pada pemahaman sebagai bagian dari proses semiotik. Dalam signifikasi ini yang terpenting adalah interpretan. Iklan sebagai sebuah obyek semiotik mempunyai perbedaan mendasar dengan desain yang mempunyai sifat tiga dimensional. Iklan pada umumnya mempunyai komunikasi langsung, seperti halnya pada media komunikasi massa pada umumnya, selain itu iklan juga memiliki asapek-aspek komunikasi seperti pesan yang merupakan unsur utama iklan. Metode analisis semiotik iklan secara khusus telah dikembangkan oleh para ahli periklanan. Pengiklan dapat mempertanyakan apa yang dapat dilakukan dengan pengertian semiotik di bidang periklanan, selain itu pengiklan juga dapat melihat semiotik dari sudut pandang periklanan. Maksudnya pengiklan akan mempertanyakan apa yang dapat disumbangkan dari berbagai temuan di bidang periklanan pada teori semiotik. Sebenarnya terdapat dimensi-dimensi khusus pada sebuah iklan, dimana yang membedakan iklan secara semiotik dari obyek-obyek desain lainnya, yaitu bahwa sebuah iklan selalu berisikan unsur-unsur tanda obyek yang diiklankan, konteks berupa lingkungan, orang atau mahluk lainnya yang memberikan makna pada obyek yang selalu hadir dalam sebuah iklan ialah teks yang dapat memperkuat makna. Di sini dapat dkatakan bahwa iklan adalah sebuah ajang permainan tanda, dimana tanda yang satu dengan yang lainnya saling mendukung Piliang, 2003: 263-264.

2.1.8 Model Semiotik Charles S. Pierce

Teori dari Pierce menjadi Grand Theory dalam semiotika. Gagasan bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Pierce ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menghubungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Bagi pierce dalam Sobur, 2004: 41, tanda “is something which stands to somebody, for something in some respect or capity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda sign or representation selalu terdapat dalam hubungan triadik, yaitu ground, object dan interpretant. Teori segitiga makna triangle meaning Pierce terdiri atas sign tanda, object obyek dan interpretant interpretan. Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan obyek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda Sobur, 2001: 115. Yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya digunakan sebagai berikut : Sign Interpretant Object Gambar 1: John Fiske dalam Sobur, 2001: 115 Garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam hubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda merujuk pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, yaitu obyek yang dipenuhi oleh sesorang. Interpretant merupakan konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman pengguna tanda sebuah obyek. Adapun ketiga kategori tanda digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut : Icon Indeks Symbol Gambar 2: Model kategori tanda Pierce Ikon adalah suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan kemiripan. Umumnya sering terlihat pada tanda-tanda visual, misalnya adalah pada peta pulau Madura yang merupakan ikonik pulau Madura atau foto seseorang yang merupakan ikonik pada orang yang ada pada foto tersebut. Hal ini disebabkan tanda dalam peta atau foto menyerupai obyeknya masing-masing Sobur, 2004: 42. Indeks merupakan suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya ada karena kedekatan eksistensi. Seperti asap sebagai indeks akan adanya api atau bersin sebagai indeks sakit flu. Simbol merupakan tanda yang berhubungan dengan acuannya merupakan simbol konvensi. Simbol digunakan oleh penguna tanda yang diketahui secara kultural oleh penggunanya. Pengetahuan tentang hal tersebut didapat pengguna tanda melalui berbagai jenis interaksi sosial sebagai anggapan masyarakat atau budaya tertentu, berupa suatu bentuk pengalaman dalam menghadapi peristiwa atau obyek. Pengguna tanda akan menginterpretasikan obyek atau tanda tersebut sesuai dengan kerangka referensi yang dimiliki. Karena hal tersebut, hubungan antara obyek pengguna tanda dan tanda adalah makna. Anggukan kepala misalnya, menandakan persetujuan yang terbentuk secara konvensional. Dengan mengacu pada model Pierce, makna dalam suatu teks tidak terjadi dengan sendiri, melainkan diproduksi dalam hubungan antara teks dengan pengguna tanda. Hal ini merupakan tindakan dinamis, dimana kedua elemen saling memberi sesuatu yang sejajar. Bila suatu teks dan pengguna tanda berasal dari budaya yang relative sama, interaksi keduanya lebih mudah terjadi, konotasi dan mitos dalam teks telah menjadi referensi pengguna yang bersangkutan.

2.1.9 Konsep Makna

Makna adalah salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia. Konsep makna telah menarik perhatian disiplin ilmu komunikasi, psikologi, sosialogi, antropologi dan linguistik. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu Peteda dalam Sobur, 2004:255. Dalam penjelasan Umberto Eco Budiman, 1999:7, makna dari sebuah wahana tanda sign-vihicle adalah satuan kultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta, dengan begitu secara semantik mempertunjukan pula ketidaktergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya. Ada tiga hal yang dijelaskan oleh para fulsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni : 1 menjelaskan makna secara alamiah, 2 mendiskripsikan kalimat secara alamiah dan 3 menjelaskan makna dalam proses komunikasi Kempson dalam Sobur, 2004:256. Agar dapat mengungkapkan makna perlu dibedakan beberapa pengertian antara lain 1 terjemah atau translation, 2 tafsir atau interpretasi, 3 eksplantasi, 4 pemaknaan atau meaning Muhadjir, 1996:138. Menurut Devito makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Manusia menggunakan makna yang ingin dikomunikasikan lewat kata-kata tatapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang dilakukan. Makna yang didapat dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin dikomunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk mereproduksi di benak pendengar apa yang ada di benak kita dan proses ini adalah proses persial yang bisa saja salah Devito, 1997: 123-124.

2.2 Penggunaan warna dalam iklan

Warna yang digunakan sacara artistic sebagai alat ekspresi manusia mempunyai latar belakang sejarah tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah seni, sejak zaman prasejarah hingga zaman modern kini. Sejak lama para ilmuan telah memfokuskan perhatian besar terhadap warna yang kemudian bersama dengan seniman mencoba memperhitungkan semua aspek dan mempelajari bagaimana warna saling berpengaruh dalam pencampuran maupun penggunaan lainnya. Saat ini pemilihan warna seseorang tidak hanya sekedar mengikuti selera pribadi berdasarkan perasaanya saja, tetapi telah memilihnya dengan penuh kesadaran akan. Da Vinci menemukan warna yang fundamental yang yang disebut sebagai warna utama psikologis, yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam dan putih. Saat ini para ilmuan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara otak menerima serta menginterpretasikan warna Darmaprawira, 2002:31. Dalam konteks warna dan hubungannya dengan kepribadian seseorang, berikut adalah warna-warna yang mempunyai asosiasi dengan pribadi seseorang menurut Marian L. David : 1. Merah : Cinta, nafsu, kekuatan, berani, primitif, menarik, bahaya, dosa, pengorbanan dan vitalitas. 2. Merah Jingga : Semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat, dan gairah. 3. Jingga : Hangat, sangat muda, ekstrimis, dan menarik. 4. Kuning Jingga : Kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimisme, dan terbuka. 5. Kuning : Cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, pengecut, dan pengkhianatan. 6. Kuning Hijau : Persahabatan, muda, kehangatan, baru, gelisah dan berseri. 7. Hijau Muda : Kurang pengalaman, tumbuh, cemburur, iri hati, kaya, segar, istirahat dan tenang. 8. Hijau Biru : Tenang, santai, lembut, diam serta percaya diri. 9. Biru : Damai, setia, konservatif, pasif, terhormat, depresi, lembut, menahan diri dan ikhlas. 10. Biru Ungu : Spiritual, hebat, kelelahan, suram, kematangan, sederhana, rendah hati keterasingan, tersisih, tenang dan sentosa. 11. Ungu : Misterius, kuat, supremasi, formal, melankolis, pendiam, mulia. 12. Merah Ungu : Tekanan, intrik, drama, terpencil, penggerak, teka-teki. 13. Coklat : Hangat, tenang, alami, bersahabat, kebersamaan, sentosa, dan rendah hati. 14. Hitam : Kuat, duka cita, resmi, kematian, keahlian, dan tidak menentu. 15. Putih : Senang, harapan, murni, lugu, bersih, spiritual, pemaaf, cinta dan terang. Darmaprawira, 2002:38. Berikut ini adalah adalah beberapa warna yang mempunyai arti perlambangan secara umum : 1. Merah Dibandingkan dengan warna lainnya, merah adalah warna terkuat dan paling menarik perhatian, bersifat agresif dan lambang primitif. Warna merah diasosiasikan darah, marah, berani, seks, bahaya, kekuatan, kejantanan cinta dan kebahagiaan. 2. Merah Keunguan Warna merah keunguan mempunyai mempunyai karakteristik mulia, agung, kaya, bangga atau sombong, dan mengesankan. Lambangs serta asosiasinya adalah merupakan kombinasi warna merah dan biru. Sifat juga merupakan kombinasi antara warna tersebut. 3. Ungu Karakteristik warna ungu adalah sejuk, negative, atau mundur. Hampir sama dengan biru tetapi lebih tenggelam dan khidmat dan mempunyai karakter murung dan menyerah. Warna ini melambangkan dukacita, kontemplatif, suci atau lambang agama. 4. Biru Warna biru mempunyai karakteristik sejuk, pasif, tenang, dan damai. Gothe menyebutkan sebagai warna yang mempesona, spiritual, monoteis, kesepian, saat ini memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang. Biru merupakan warna perspektif, menarik pada kesendirian, dingin, membuat jarak, dan terpisah. Biru melambangkan kesucian, harapan, dan kedamaian. 5. Hijau Karakter warna ini hampir sama dengan biru. Dibandingkan warna lain, hijau relatif lebih netral. Pengaruh terhadap emosi hampir mendekati pasif dan lebih bersifat istirahat. Hijau melambangkan perenungan, kepercayaan, dan keabadian. Dalam penggunaan sehari-hari, hijau mengungkapkan kesegaran, mentah, muda, belum dewasa, pertumbuhan kehidupan, harapan, kelahiran kembali, dan kesuburan. Sifat negative dari warna hijau adalah warna yang tidak disukai anak-anak, kerana diasosiasikan warna penyakit, rasa benci, racun dan cemburu. 6. Kuning Warna kuning adalah kumpulan dua fenomena penting dalam kehidupan manusia yaitu kehidupan yang diberikan oleh matahari diangkasa dan emas sebagai kekayaan bumi. Kuning adalah warna cerah karena itu sering dilambangkan jantung dan roh, maka kuning adalah lambang intelektual, kuning adalah warna yang paling terang setelah putih. Kuning memaknakan kemuliaan, cinta yang mendalam dalam hubungan antar manusia. 7. Putih Warna putih memiliki karakter positif, merangsang, cemerlang, ringan dan sederhana. Putih melambangkan kesucian, polos, jujur dan murni. Putih juga melambangkan kekuatan yang Maha Tinggi, lambang cahaya dan kemenangan yang mengalahkan kegelapan. Warna putih juga mengimajinasikan kebalikan dari warna hitam, seperti pada ungkapan “hati yang putih” yang berarti menandakan bersihnya hati dari segala iri dan dengki. Ada juga yang disebut “ilmu putih” sebgai kebalikan dari ilmu hitam. Bila ilmu hitam dimaksud akan mencelakakan seseorang maka ilmu putih dimaksud untuk menangkal dan membersihkan seseorang dari pengaruh ilmu hitam. 8. Abu-abu Berbagai macam warna abu-abu dengan berbagai tingkatan melambangkan ketenangan, sopan, dan sederhana. Karena itu warna abu- abu sering melambangkan orang yang berumur dengan kepasifannya, sabar dan rendah hati. Warna ini juga melambangkan intelegensia, tapi juga mempunyai lambang negative yaitu keragu-raguan serta tidak dapat membedakan mana yang penting dan mana yang kurang penting, Karena sifatnya netral, warna abu-abu sering melambangkan sebagai penengah dalam pertentangan. 9. Hitam Warna hitam melambangkan kegelapan dan ketidakhadiran cahaya. Hitam menandakan kekuatan yang gelap, lambang misteri, warna malam dan selalu diindikasikan sebagai warna kebalikan dari warna putih atau berlawanan dengan cahaya terang. Warna ini sering dilambangkan dengan warna kehancuran atau kekeliruan. Umumnya warna hitam diasosiasikan dengan sifat negative. Ungkapan-ungkapan seperti kambing hitam, ilmu hitam, dafar hitam, pasar gelap black market atau daerah hitam yang menunjukkan perlambangan negative dari warna ini. Walaupun demikian, warna hitam juga melambangkan warna positif seperti sikap tegas, formal, elegan, elit, mempesona dan struktur yang kuat. Dari uraian perlambangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa warna memiliki arti perlambangan yang tidak dapat dikesampingkan dalam hubungannya dengan penggunaannya. Dalam kehidupan modern dewasa ini, lambang-lambang yang menggunakan warna tetap dipergunakan, bahkan kadang bergeser dalam nilai simbolisnya Darmaprawira, 2002:49.

2.2.1 Feminisme

Feminisme atau yang sering dikenal dengan sebutan emansipasi berasal dari bahasa latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan Hubies dalam Endang Sumiarni 2004. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, feminisme diartikan sebagai gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut. Ada tiga ciri feminisme, yaitu : 1. Menyadari akan adanya ketidakadilan gender 2. Memaknai bahwa gender bukan sebagai sifat kodrati 3. Memperjuangkan adanya persamaan hak. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan dengan laki-laki di masyarakat. Timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan formula kesetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang sesuai dengan potensi mereka. Upaya pembebasan diri kaum perempuan dari berbagai ketimpangan perlakuan dalam segala aspek kehidupan disebut gerakan feminisme Sumiarni, 2004:58. Dalam prakteknya gerakan ini menghasilkan beberapa istilah feminisme seperti feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme sosialis dan feminisme marxisme Sumiarni, 2004:58. Dan sejumulah aliran feminisme lain, seperti feminisme psikoanalisis dan gender, eksistensialis, anarkis, postmodern, multicultural dan global, teologis, feminisme kegemukan, dan ekofeminisme. Semua aliran feminisme yang berbeda mempunyai perhatian yang sama yaitu ketimpangan posisi perempuan.

2.2.1.1 Feminisme Liberal

Aliran feminisme liberal berasal dari filsafat liberalisme yang memiliki konsep bahwa kebebasan merupakan hak setiap individu sehingga dia harus diberi kebebasan untuk memih tanpa terkekang oleh pendapat umum dan hokum. Ketidaksetaraan dalam masyarakat terjadi, karena ada pelanggaran terhadap kebebasan individu yang terjadi melalui proses sosialisasi peran atau dasar sexs. Oleh karena itu, kesetaraan hanya bisa dicapai melalui pembaruan peraturan atau hukum, dan proses pendidikan. Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Oleh karena itu, mereka menuntut persamaan kesempatan dibidang pendidikan, politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum melalui desakan 30 kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi para feminis liberal. Teori ini dicetus oleh Naomi Wolf, menyatakan bahwa Feminisme Kekuatan merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki Sumiarni, 2004:62-64.

2.2.1.2 Feminisme Radikal

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki sistem yang berpusat pada laki-laki. Mereka memandang bahwa patriarki merupakan sistem kekuasaan, yang menganggap laki-laki memiliki superioritas atas perempuan. Kelemahan di hadapan laki-laki adalah karena struktur biologis fisiknya, dimana perempuan harus mengalami haid, menopause, hamil, sakit haid dan melahirkan, menyusui, mengasuh anak, dan sebagainya. Semua itu membuat perempuan tergantungt pada laki-laki. Perbedaan fungsi reproduksi inilah yang menyebabkan pembagian kerja atas dasar seks yang terjadi di masyarakat. Feminisme radikal mempermasalahkan, antara lain, tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas termasuk lesbianisme, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki. Mereka berjuang agar perbedaan- perbedaan seksual laki-laki dan perempuan dihapuskan. Bentuknya dapat berupa pemberian kesempatan pada perempuan untuk memilih melahirkan sendiri, atau melahirkan anak secara buatan, atau bahkan tidak melahirkan sama sekali. Begitu juga ketergantungan anak kepada ibunya, dan sebaliknya harus diganti dengan ketergantungan singkat terhadap sekelompok orang dari kedua jenis kelamin.Aliran ini berupaya menghancurkan sistem patriarki, yang fokusnya terkait fungsi biologis tubuh perempuan. Mereka mencemooh perkawinan, menghalalkan aborsi, menyerukan lesbianisme, dan revolusi seks. Bagi para feminis radikal, menjadi seorang istri sama saja dengan disandera. Tinggal bersama suami dianggap sama dengan musuh Sumiarni, 2004:73-76.

2.2.2 Dominasi Dominasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penguasaan oleh

pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah pada bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya. Dominasi dapat juga diartikan berupa penguasaan, mayoritas, menjadi faktor dominan semisal dalam perbincangan atau rapat kita menguasai dengan kuasa, pemikiran, tindakan dari kita. Dominasi bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain : 1. Kadang umur juga menjadi faktor dominan seseorang, orang yang lebih tua lebih banyak memberikan ide-ide tanpa adanya balasan dari yang muda. Seperti halnya orang tua terhadap anaknya, kakak terhadap adiknya, senior kepada juniornya, kadang berlebihan juga sikap dominan yang dilakukan. 2. Pengalaman, bisa dilihat dari tingkatan jabatan, tingkat pendidikan, pelatihan, maupun pengalaman yang telah lama diterima seseorang. Berdasar pengalaman juga semakin banyak hal yang diketahui sehingga dalam sebuah forum dominasi yang berpengalaman kadang muncul dan bisa saja faktor dominan. Bisa juga pengalaman berdasarkan tingkat umur seseorang. 3. Modernisasi sedikit semi sedikit mempengaruhi pola berpikir mendominasi www.rics.org diakses 11 maret 15.30. Dalam hal yang berhubungan dengan gender, dominasi terhadap laki-laki dan perempuan adalah yang berkenaan tentang kekuasaan power. Menurut Wareing 1997:79 perbedaan kekuasaan perempuan dan laki-laki yang menyebabkan munculnya dominasi Santoso, 2009:33. Dominasi yang dilakukan perempuan terhadap laki-laki salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga atau yang terkenal dengan istilah KDRT. Kekerasan yang dilakukan laki-laki suami terhadap perempuan istri atau sebaliknya tanpa memandang siapa yang menjadi sebab dan siapa yang menjadi akibat. Istilah itu jarang dipergunakan ketika seorang perempuan melakukan kekerasan kepada laki-laki. Bahkan suami akan ketakutan apabila dilaporkan istrinya kepada yang berwajib dengan alasan KDRT. Istilah KDRT sudah menjadi wacana perempuan untuk selanjutnya menjadi instrumen perjuangan ke arah kesetaraan, bahkan dalam jangka panjang berupa perjuangan ke arah persamaan seperti yang dilakukan oleh gerakan feminis Women Liberation Women Lib di Amerika Serikat Santoso, 2009:143. Pola-pola kekerasan selalu berada dalam ruang kekuasan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Kehadiran kekeuasaan mengandaikan mekanisme kekusaan tertentu. Interaksi kekeuasaan untuk mendapatkan dominasi membutuhkan mekanisme objektif agar dapat diterima oleh individu atau kelompok yang dikuasai. Mekanisme ini berjalan halus, tidak terasa, bahkan secara bawah sadar sehingga yang dikuasai tidak sadar, patuh, dan menerima begitu saja. Mekanisme seperti ini yang disebut kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik bekerja dengan menyembunyikan pemaksaan dominasi untuk menjadi sesuatu yang diterima Fashri dalam Anang Santoso. Inilah yang kemudian membuat mereka yang terdominasi menjadi tidak keberatan untuk dikuasai dan masuk dalam lingkaran dominasi Santoso, 2009:146-147.

2.2.3 Perempuan

Menurut definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah orang manusia yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Perempuan adalah satu dari dua jenis kelamin manusia. Satunya lagi adalah pria atau laki-laki. Berbeda dengan wanita, istilah “perempuan” dapat merujuk pada orang yang telah dewasa ataupun anak-anak. Dalam banyak hal, kaum perempuan dihadapkan pada situasi yang sulit. Disatu sisi perempuan memiliki keinginan untuk maju dalam edukasi dan karir. Demikian pula perempuan banyak dituntut untuk menjaga serta mengurusi sector domestic. Pada saat dia meraih semua itu sukses non domestik, maka ada semacam invisible hand yang “mewajibkan” perempuan itu kembali mengurusi sektor domestik. Inilah yang membuat kaum hawa ini menjadi plin-plan, ragu dan selalu cemas. http:www. dunia perempuan.com diakses 11 Maret 2010, 15.15. Sebuah hasil survei menunjukkan 59,6 perempuan Indonesia menganggap mereka sebagai pembuat keputusan akhir dalam rumah tangganya dan angka prosentase itu ternyata lebih tinggi dibanding rekan-rekan mereka di Australia dan Singapura. Angka-angka itu diperoleh melalui survei MasterCard Worldwide Index of Women`s Advancement yang keenam kalinya dilakukan Mastercard www.gatra.com diakses 11 Maret, 15.00. Laki-laki dan perempuan kini mempunyai peran dan status yang tidak berbeda. Bila dalam zaman yang panjang, paradigma terhadap perempuan hanyalah sebagai “objek”, maka di era modernisasi semua streotipe bahwa perempuan sebagai kaum yang lemah sudah tidak bisa di pertahankan lagi dalam jurnal Angelina Sondakh. Dalam masyarakat perkotaan, cara pandang bahwa perempuan hanya berkutat pada wilyah domestik tanpa memikirkan karir tersebut nyaris sudah usang alias tidak terpakai lagi. Suami yang mencari nafkah, dan istri yang membesarkan anak di rumah perlahan telah hilang. Sebaliknya, pasangan suami istri di kota justru bahu membahu bekerja sama menafkahi keluarga. Peran istri dan suami di perkotaan nyaris sama dan tidak ada perbedaannya saat di luar rumah. Nilai-nilai inilah yang harus di apreseasi dan di kembangkan sebagai model kemitraan positif. Tapi jangan sampai hak-hak azasi yang menjadi tolak ukur kaum perempuan memperoleh kebebasan, salah ditafsirkan menjadi nilai-nilai baru yang melampaui kodrat perempuan. Dalam organ perempuan, kasih, sayang dan kelembutan sangat dominan pada perempuan.

2.2.4 Dominasi Perempuan di Era Modernisasi

Perempuan dan keberadaannya dalam struktur sosial, ekonomi dalam masyarakat selalu menarik untuk dikupas. Perempuan yang selalu identik dengan masalah domestik kini mempunyai kedudukan yang setara dengan kaum laki-laki. Salah satu akibat yang sering untuk dibicarakan adalah, modernisasi telah melanggengkan pendominasian terhadap perempuan Fakih, 2001:50. Modernisasi mengikis sedikit demi sedikit ideologi stereotip patriarki yang ada dalam masyarakat. Pariarki sendiri merupakan ideologi kelelakian di mana laki- laki dianggap memiliki kekuasaan superior Fakih,2001:151. Suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut cantik, emosional, atau keibuan sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut keibuan sementara ada juga perempuan yang kuat dan rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dri waktu ke waktu, dari suatu tempat ke tempat yang lain Fakih, 2001. Dominasi perempuan juga berawal dari kesadaran tentang kekuasaan domestik, selanjutnya ditunjukan melalui penguasaan dan dominasi kaum istri atas suami dalam rumah tangga. Pendominasian perempuan mencakup dalam segala hal baik wilayah domestik, atau yang lebih sering disebut dapur, kasur dan sumur sampai dalam urusan berkarir di luar wilayah domestik. Modernitas dan globalisasi dihubungkan langsung dengan kebebasan perempuan Ahyar Anwar, 2009. Perempuan dapat menjadi superior dan laki-laki dapat menjadi tersubordiansi dalam berbagai situasi dan konteks Ayu utami dalam Ahyar Anwar 2009. Kemandirian perempuan dalam bekerja diluar dan wilayah domestik merupakan salah satu konsep kesetaraan gender. Hal ini yang membuat perempuan disebut sebagai perebut dominasi atas kekuasaan laki-laki Anwar, 2009:134.

2.2.5 Kerangka Berpikir

Pada penelitian ini ingin mengetahui Bagaimana Representasi Perempuan Dalam Iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival. Pada dasarnya setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memahami suatu peristiwa obyek. Hal ini dikarenakan adanya latar belakang pengalaman field of experience dan pengetahuan frame of reference yang berbeda-beda pada setiap individu, begitu juga penelitian dalam memahami tanda dan lambang dalam obyek yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diketahui bahwa untuk memahami dan mengerti makna pesan dari iklan Jiffest, ini kemudian oleh peneliti dimaknai dan diinterpretasikan dengan pendekatan semiotik. Pendekatan semiotik yang digunakan adalah dari Charles Sanders Pierce yang mana mengkategorikan tanda ke dalam ikon, indeks dan simbol. Dengan metode Pierce peneliti melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambang berbentuk gambar, sehingga diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai representasi perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang dalam iklan Jiffest. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran iklan secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan iklan Jiffest, yang dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan kata-kata. Peneliti menggunakan metode semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna triangle meaning, yang terdiri dari tanda, obyek dan interpretan. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk tanda sementara interpretan adalah tanda yang dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda kedalam tiga kategori yaitu ikon, indeks dan simbol. Dengan metode tersebut maka dapat diperoleh suatu hasil representasi perempuan dalam iklan JIFFEST Jakarta International Film Festival. BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2008: 4. Menurut Furchan 1992: 21-22 penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan daftar deskriptif, yaitu ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari subyek. Dengan metode ini kita bisa mengenal subyek dan melihatnya serta mengembangkan definisi dari subyek itu sendiri, adapun digunakan metode diskriptif kualitatif karena metode diskriptif kualitatif lebih mudah menyesuaikan dalam penelitian ditemukan kenyataan ganda, kemudian metode diskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan obyek yang diteliti, serta metode kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Untuk menginterpretasikan penggambaran dominasi perempuan dalam iklan Jiffest Jakarta International Film Festival ini, maka perlu diketahui terlebih dahulu sistem tanda pada gambar iklan yang menjadi korpus sample dalam penelitian ini. Kemudian peneliti menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis dan menginterpretasikan makna yang terdapat dalam iklan tersebut. 41 3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Dominasi Perempuan

Dokumen yang terkait

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM ”PEREMPUAN PUNYA CERITA”(Sebuah Analisa Semiotik)

1 5 2

Representasi Perempuan dalam Film Hollywood Analisis Semiotika Representasi Karakter Perempuan dalam Film Colombiana

10 58 117

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN AXE (Studi semiotik representasi sensualitas perempuan dalam iklan axe versi axe effect di televisi).

6 11 197

”REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM PASIR BERBISIK” (Study Semiotik Representasi Perempuan dalam Film Pasir Berbisik).

8 12 106

REPRESENTASI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DALAM FILM PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN (Studi Semiotik Representasi Kekerasan Pasa Perempuan dalam Film Perempuan Berkalung Sorban).

5 11 83

Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “Permen Sukoka” di Televisi ( Studi Semiotik Tentang Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi ).

20 124 102

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” di Majalah Femina).

2 30 84

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” di Majalah Femina).

0 1 84

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM IKLAN JIFFEST JAKARTA INTERNATIONAL FILM FESTIVAL (Studi Semiotik Representasi Perempuan dalam Iklan JIFFest Jakarta International Film Festival pada majalah Femina)

0 0 13

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR SOFT AND SHINY VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik Tentang Representasi Citra Perempuan Dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” Di Majalah Femina )

0 0 24