ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TYPE 54 DAN TYPE 36 MELALUI BTN DI KOTA SURABAYA.

(1)

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TYPE 54 DAN

TYPE 36 MELALUI BTN DI KOTA SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

NURFITA KANECHA PUSPITA N

0711010002/FE/IE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TYPE 54 DAN

TYPE 36 MELALUI BTN DI KOTA SURABAYA

SKRIPSI

Oleh :

NURFITA KANECHA PUSPITA N

0711010002/ FE/ IE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

2010

 


(3)

SKRIPSI

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TYPE 54 DAN

TYPE 36 MELALUI BTN DI KOTA SURABAYA

Disusun Oleh :

NURFITA KANECHA P.N

0711010002/FE/IE

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 26 November 2010

Pembimbing: Tim Penguji:

Pembimbing Utama Ketua

Drs.Ec.H.M.Taufik, MM Dr.Hj.Sri Muljaningsih, SE, MP Sekretaris

Drs.Ec.Wiwin P, MT Anggota

Drs.Ec.H.M.Taufik, MM

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Unuversitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dr.Dhani Ichsanuddin Nur, MM NIP. 19630924 198903 1001


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah Type 54 dan Type 36 Melalui BTN di Kota Surabaya “. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang diterima dari Drs.H.M.Taufiq,MM. Selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.

Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah


(5)

memberikan banyak bantuan berupa sarana fasilitas dan perijinan guna pelaksanaan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Drs. Ec. Marseto D.S., Msi, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah dengan iklas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.

5. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS), dan beberapa perpustakan Universitas-universitas negeri maupun swasta di Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusuna skripsi ini.

6. Ibunda, beserta Keluarga Besar tercinta dan juga sahabat-sahabat yang telah memberikan motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral, materil serta spiritualnya yang telah tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

7. Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi, membantu, dan mendukung peneliti dalam meyelesaikan skripsi ini.


(6)

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat, serta karunia-Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan.

Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 23 November 2010

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.... ... 10

2.1. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Landasan Teori ... 15

2.2.1. Pengertian Rumah ... 15

2.2.2. Pengertian Bank ... 16

2.2.3. Pengertian Kredit ... 17


(8)

2.2.3.2. Tujuan Kredit ... 19

2.2.3.3. Peniilaian Kredit ... 19

2.2.3.4. Fungsi Kredit... 21

2.2.3.5. Jenis-Jenis Kredit ... 22

2.2.3.6. Unsur- Unsur Kredit... 23

2.2.3.7. Jaminan dan Kelayakan Kredit ... 25

2.2.3.8. Sasaran Kredit ... 26

2.2.3.9. Syarat-syarat Calon Nasabah Kredit ... 26

2.2.4. Pendapatan Perkapita ... 27

2.2.4.1 Hubungan Pendapatan Perkapita Terhadap Penyaluran KPR ... 29

2.2.5. Tingkat Suku Bunga ... 29

2.2.5.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga ... 29

2.2.5.2. Penentuan Tingkat Suku Bunga ... 31

2.2.5.3. Struktur Tingkat Bunga ... 32

2.2.5.4. Bunga Bank ... 35

2.2.5.5.Hubungan Tingkat Suku Bunga KPR dengan Penyaluran KPR ... 39


(9)

2.2.6. Pengertian Inflasi ... 39

2.2.6.1 Hubungan antara Inflasi terhadap Penyaluran KPR 42 2.2.7 Jumlah Rumah Tangga ... 42

2.2.7.1 Hubungan Jumlah Rumah Tangga dengan Penyaluran KPR ... 44

2.3. Kerangka Pikir ... 44

2.4. Hipotesis... 48

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 50

3.2. Teknik Penentuan Sampel... 52

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 52

3.3.1 Jenis Data ... 52

3.3.2 Sumber Data ... 52

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 53

3.5.1 Teknik analisis ... 53


(10)

3.6 Pendekatan Asumsi BLUE( Best Linier Unbiased Estimator) ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 63

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 63

4.1.1. Letak Geografis... 63

4.1.2. Pembangunan Perumahan Kota Surabaya ... 64

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

4.2.1.Perkembangan Penyaluran Rumah type 54 di Kota Surabaya ... 65

4.2.2.Perkembangan Penyaluran Rumah type 36 di Kota Surabaya ... 66

4.2.3.Perkembangan Pendapatan Perkapita di Kota Surabaya... 67

4.2.4.Perkembangan Tingkat Suku Bunga KPR di Kota Surabaya ... 68

4.2.5.Perkembangan Inflasi di Kota Surabaya ... 70

4.2.6.Perkembangan Jumlah Rumah Tangga di Kota Surabaya ... 71

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE) ... 72


(11)

4.3.2. Uji Hipotesis secara Simultan ... 78

4.3.2. Uji Hipotesis secara Parsial... 79

4.3.3. Pembahasan... 80

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 84

5.2. Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

                       


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perkembangan Penyaluran KPR type 54 tahun 1993-2007 di

Kota Surabaya ... 65

Tabel 2 Perkembangan Penyaluran KPR type 36 tahun 1993-2007di Kota Surabaya... 66

Tabel 3 Perkembangan Pendapatan Perkapita tahun 1993-2007 di Kota Surabaya... 68

Tabel 4 Perkembangan Penyaluran Tingkat Suku Bunga tahun 1993-2007 di Kota Surabaya... 69

Tabel 5 Perkembangan Penyaluran Inflasi tahun 1993-2007 di Kota Surabaya... 70

Tabel 6 Perkembangan Penyaluran Jumlah Rumah Tangga tahun 1993-2007 di Kota Surabaya... 71

Tabel 7 Tes Autokorelasi ... 74

Tabel 8 Tes Multikolinier... 75

Tabel 9 Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman ... 76

Tabel 10 Analisis Varian (ANOVA)... 78

Tabel11 Hasil Analisis Var Pendapatan Perkapita, Tingkat Suku Bunga, Inflasi, dan jumlah Rrumah Tangga berpengaruh secara nyata terhadap variabel Penyaluran KPR type54 dan type 36 ... 79


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Empat Kemungkinan Kurva Hasil ... 34

Gambar 2 Kurva Demand Pull Inflation ... 41

Gambar 3 Kurva Cost Push Inflation ... 42

Gambar 4 Kerangka Pikir ... 48

Gambar 5 Kurva Distribusi F... 55

Gambar 6 Kurva Distribusi t ... 57

Gambar 7 Daerah Keputusan Uji Dubin Watson... 61


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Input Data ...

Lampiran 2. Output Data type 54...


(15)

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TYPE 54 DAN TYPE 36

MELALUI BTN DI KOTA SURABAYA ABSTRAKSI

Oleh :

Nurfita Kanecha Puspita Ningtyas

Dalam era globalisasi saat ini perubahan laju pembangunan semakin terus meningkat, Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus terpenuhi selain sandang dan pangan. Karena rumah merupakan tempat beristirahat suatu keluarga setelah seharian menjalani rutinitas yaitu bekerja, sekolah dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah Pendapatan Perkapita, Tingkat Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Rumah Tangga berpengaruh terhadap Penyaluran KPR type 54 dan type 36 Melalui BTN di Kota Surabaya dan untuk mengetahui diantara keempat variabel diatas yang berpengaruh palin dominan terhadap Penyaluran KPR type 54 dan type 36 di Kota Surabaya

Pada penelitian ini pengumpulan data menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur, Kantor Pusat Informasi Perumahan Real Estate Indonesia (REI) Jawa Timur, dan Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Surabaya. Teknis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda Dengan Menggunakan alat bantu komputer program Statistic Program For Social Sciensce (SPSS) versi 16.0 yang menunjukkan pengaruh secara signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Melalui analisis Regresi Linier berganda diperoleh persamaan regresi dengan menggunakan uji F regresi secara simultan variabel bebas Pendapatan Perkapita (X1), Tingkat Suku Bunga (X2), Inflasi (X3) dan Jumlah Rumah Tangga (X4) berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah type 54 dan type 36 Melalui BTN di Kota Surabaya (Y) diperoleh F hitung > F tabel yang berati bahwa secara keseluruhan variabel bebas (Y1,Y2,Y3,Y4) berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap variabel terikat (Y1 dan Y2). hasil uji signifikasi variabel bebas terhadap variabel terikat diketahui bahwa Variabel Tingkat Suku Bunga KPR dan Jumlah Rumah Tangga berpengaruh terhadap Penyaluran KPR. Sedangkan dari hasil koefesien variabel Tingkat Suku Bunga KPR dan Jumlah Rumah Tangga yang didapat peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa variabel Tingkat Suku Bunga KPR yang mempunyai hasil koefesien yang lebih besar dari pada variabel Jumlah Rumah Tangga, hal ini menunjukan bahwa variabel Tingkat Suku Bunga merupakan faktor yang paling dominan dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan.

Kata Kunci : Penyaluran KPR type 54, Penyyaluran KPR type 36, Pendapatan Perkapita, Tingkat Suku Bunga, Inflasi, dan Jumlah Rumah Tangga.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era globalisasi saat ini perubahan laju pembangunan semakin terus meningkat, terutama saat ini Bangsa Indonesia telah memasuki tahap tinggal landas, sehingga berbagai upaya ditempuh untuk mendorong kegiatan-kegiatan pemerataan pembangunan. Pembangunan nasional pada hakikatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adil dan makmur merata disegala bidang.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus terpenuhi selain sandang dan pangan. Karena rumah merupakan tempat beristirahat suatu keluarga setelah seharian menjalani rutinitas yaitu bekerja, sekolah dan lain-lain. Disini diharapkan setiap rumah tangga mendapatkan/ memiliki tempat tinggal yang layak untuk mendukung aktivitas serta menjamin kesehatannya. Selain itu rumah yang merupakan kebutuhan papan pun sering dijadikan tolak ukur kesejahteraan manusia dan perekonomian saat ini.

Pada masa sekarang kebutuhan perumahan yang layak dan lingkungan yang sehat menunjukkan adanya perubahan kehidupan masyarakat baik adanya peningkatan pendapatan perkapita yang


(17)

cenderung meningkatkan status atau keadaan sosial sehingga meningkatkan lingkungan pemukiman yang sehat dan bersih. Perumahan merupakan salah satu bidang pembangunan pemerintah yang selalu terkait dengan masalah penduduk, antara lain bertambahnya jumlah rumah tangga baru, sehingga pertambahan permintaan akan tempat tinggal searah dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun

Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit. Seseorang dapat membeli rumah secara tunai apabila orang tersebut memiliki uang yang nilainya sama dengan harga rumah tersebut. Namun, seiring dengan semakin sulitnya keadaan ekonomi dan banyaknya tuntutan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masyarakat maka pembelian rumah secara tunai semakin sulit dilakukan, terutama bagi masyarakat yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Dengan demikian, pembelian rumah secara kredit dikalangan masyarakat menjadi pilihan yang sangat menarik.Penyaluran kredit perbankan pada sektor konsumsi mengalami peningkatan yang drastis sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi belasan tahun lalu. Hal ini terjadi karena banyaknya perusahaan-perusahaan besar bangkrut sehingga sektor korporasi sangat sedikit menyerap kredit dari bank. Bank-bank kemudian semakin menyadari bahwa peluang di pasar konsumsi semakin besar, dimana resiko yang dihadapi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kredit pada pasar investasi.

Terdapat beberapa jenis sektor konsumsi yang dibiayai dengan kredit oleh bank, salah satunya adalah sektor perumahan melalui kredit


(18)

pemilikan rumah (KPR). Peningkatan pemberian KPR oleh bank-bank disebabkan masih banyaknya masyarakat yang membutuhkan rumah. Pada sisi lain, sebagian masyarakat tidak mampu membeli rumah secara tunai, sehingga ini menjadi peluang bagi bank-bank untuk memasarkan KPR sebanyak-banyaknya. Strategi untuk memenangkan persaingan dalam bisnis KPR adalah suku bunga dan pelayanan yang kompetitif (www.kompas.com, April 2008).Suku bunga KPR yang tinggi dapat menyebabkan ekspansi KPR menjadi turun. Pada sisi lain, Bank yang mampu memberikan pelayanan yang memuaskan, pasti dapat menarik banyak debitur sehingga mampu tumbuh dan berkembang.

Belum lama ini, tepatnya pada tahun 2007 lalu, krisis kredit perumahan (subprime mortgage crisis) telah menggemparkan perekonomian Amerika serta mengakibatkan tingginya tingkat inflasi diseluruh dunia, bahkan efeknya mungkin masih terasa hingga saat ini. Data Bank of America pada Februari 2008 menyebutkan bahwa masalah kredit macet perumahan di Amerika Serikat (AS) tersebut telah mengakibatkan kerugian di pasar modal global kurang lebih 7,7 triliun Dollar AS (sekitar 7.000 triliun Rupiah), juga mengakibatkan kapitalisasi pasar dunia turun 14,7 persen, selama tiga bulan setelah puncaknya terjadi pada akhir Oktober 2007 lalu. Selain itu, sebuah laporan lembaga pemeringkat, Standard and Poors menyebutkan bahwa pada Januari 2008 saja pasar saham global terpukul keras dengan kerugian kolektif 5,2 triliun Dollar AS yang diakibatkan karena saham-saham AS yang dibeli investor


(19)

asing merosot dalam beberapa bulan terakhir. Oleh karena itu, cukup beralasan bila dikatakan bahwa kerugian akibat krisis kredit perumahan Amerika lebih besar daripada kerugian ekonomi yang timbul akibat serangan teroris 11 September 2001, krisis keuangan Asia 1997, kegagalan utang Argentina pada 2001, dan krisis Peso Meksiko pada 1994. Meski tidak dapat disamakan dengan kondisi Amerika yang merupakan negara perekonomian terbuka besar, namun pengalaman Amerika diatas merupakan suatu pembelajaran berarti bagi kita semua. Belajar dari pengalaman Amerika, tidak mustahil bila masalah tersebut terjadi di Indonesia, walaupun mungkin efeknya tidak akan sebesar masalah di Amerika. Di Indonesia selama ini kredit perumahan atau yang lebih dikenal dengan istilah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah menjadi salah satu cara dalam proses pemilikan rumah.

Menurut Undang- undang Republik Indonesia No. 14 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sarana lingkungan merupakan kelengkapan lingkungan yang berupa fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, niaga, pemerintahan, peribadatan, rekreasi, olahraga, dan lapangan terbuka serta fasilitas umum lainnya. Sedangkan


(20)

prasarana lingkungan adalah jalan, saluran air, pembuangan sampah dan lain-lain. (Timoticin K,2002:28)

Pembangunan perumahan dikota Surabaya pada umumnya dilakukaan oleh berbagai pihak diantaranya, pembangunan perumahan yang dilakukan oleh perusahaan yang tergabung dalam persatuan pengusaha Real Estate Indonesia (REI) yang pada umumnya diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah. Pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh konstruksi swasta yang pada umumnya diperuntukkan bagi golongan masyarakat sedang melalui Bank Pembangunan Perumahan yang dilakukan oleh developer lainnya yang bukan termasuk diatas. (Anonim, 1996:8)

Rumah merupakan idaman setiap keluarga untuk memilikinya. Oleh karena itu peran serta usaha estate dalam pembangunan nasional khususnya dalam bidang perumahan dapat dilihat dari jumlah rumah yang dibangun, dimana jangka waktu tersebut oleh Perum Perumnas atau pemerintah (Rosyidi, 1992:305)

Untuk itu permintaan akan rumah sesuai dengan jumlah penduduk yang ada baiknya dari pihak developer maupun masyarakat menginginkan adanya penurunan tingkat suku bunga yang relatif stabil, prosedur yang lebih memudahkan bagi pihak developer untuk mendapatkan fasilitas kredit di bank, pembebasan tanah, maka permintaan kredit pemilikan rumah bisa terwujud sesuai dengan keinginan masyarakat (Rosyidi,1992:314)


(21)

Lembaga pembiayaan yang dipercaya oleh pemerintah selama ini salah satunya yaitu BTN ( Bank Tabungan Negara) untuk menyediakan kredit perumahan rakyat sehingga memungkinkan setiap orang dengan mudah memperoleh pinjaman untuk membeli rumah dengan jaminan rumah tersebut dan mengembalikannya untuk jangka waktu yang panjang.

Untuk memiliki/ membeli rumah sederhana dapat dilakukan dengan cara angsuran. Pemohon KPR-BTN tidak bisa menentukan keinginan pemilikan rumah berdasarkan selera pribadinya, melainkan harus dipertimbangkan menurut persyaratan atau prosedur yang telah ditentukan oleh BTN. Seperti halnya type rumah tertentu boleh diambil berdasarkan besar penghasilan yang dimiliki oleh calon debitur tersebut, demikian pula halnya dengan penentuan uang muka, tingkat suku bunga serta angsuran perumahannya. Pembiayaan kredit perbankan untuk membangun perumahan tergantung pada kemampuan bayar dan pendapatan masyarakat sebagai konsumsi. Untuk itu KPR dengan jangka waktu kredit cukup panjang dan tingkat suku bunga yang terjangkau mempunyai pengaruh cukup berarti.

Di Surabaya masyarakat cenderung memilih perumahan type 54 karena perumahan type 54 adalah type standart artinya bahwa harga yang sudah dipatok oleh pengembang tidak terlalu murah dan juga tidak terlalu mahal. Hal ini menimbulkan berbagai spekulasi pilihan pada masyarakat dalam membeli rumah,hal tersebut patut dan layak untuk diteliti, karena


(22)

disitulah banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran Kredit Pemilikan Rumah type 54 di Kota Surabaya.

Akan tetapi selain type 54 masyarakat Kota Surabaya khususnya masyarakat menengah kebawah lebih berminat pada type 36 karena termasuk rumah sederhana dan rumah sehat. Tentunya dengan berbagai pertimbangan salah satunya dari segi harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah tersebut. Sehingga disini peneliti ingin meniliti faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran KPR type 54 dan type 36 yang ada di Kota Surabaya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pendapatan perkapita, tingkat suku bunga , inflasi, dan jumlah rumah tangga mempengaruhi penyaluran KPR type 54 melalui BTN di Kota Surabaya?

2. Manakah diantara pendapatan perkapita, tingkat suku bunga, inflasi, dan jumlah rumah tangga yang paling dominan mempengaruhi penyaluran KPR type 54 melalui BTN di Kota Surabaya?


(23)

3. Apakah pendapatan perkapita, tingkat suku bunga , inflasi, dan jumlah rumah tangga mempengaruhi penyaluran KPR type 36 melalui BTN di Kota Surabaya?

4 Manakah diantara pendapatan perkapita, tingkat suku bunga, inflasi, dan jumlah rumah tangga yang paling dominan mempengaruhi penyaluran KPR type 36 melalui BTN di Kota Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita, tingkat suku bunga , inflasi, dan jumlah rumah tangga terhadap penyaluran KPR type 54 melalui BTN di Kota Surabaya

2. Untuk mengetahui manakah diantara pendapatan perkapita, tingkat suku bunga, inflasi, dan jumlah rumah tangga yang paling dominan pengaruhnya terhadap penyaluran KPR type 54 melalui BTN di Kota Surabaya

3. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita, tingkat suku bunga , inflasi, dan jumlah rumah tangga terhadap penyaluran KPR type 36 melalui BTN di Kota Surabaya

4. Untuk mengetahui manakah diantara pendapatan perkapita, tingkat suku bunga, inflasi, dan jumlah rumah tangga yang paling dominan pengaruhnya terhadap penyaluran KPR type 36 melalui BTN di Kota Surabaya


(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dan diberikan dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi Pemerintah daerah dan Pengembang (Developer) dalam pengembangan perumahan di kawasan Kota Surabaya

2. Sebagai bahan pertimbangan, khususnya dalam penyediaan perumahan sehingga memberikan kemudahan bagi masyarakat

3. Sebagai acuan serta masukan dan sumber informasi bagi peneliti berikutnya


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil- Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh mahasiswa lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian berkaitan dengan penelitian ini adalah:

2.1.1 Wiwin Dwi W, Skripsi (2005 : x)

Dengan judul “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi permintaan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Type 36 di Kabupaten Sidoarjo. Dalam penelitian ini variabel yang dikaji adalah permintaan KPR (RS), Type 36, Tingkat Pendapatan Konsumen Harga Rumah, Tingkat Suku Bunga KPR, dan Jangka Waktu Kredit. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda sehingga diperoleh persamaan regresi dengan menggunakan uji F regresi secara simultan variabel terikat dengan 4,113 > = 2,69. Sedangkan dari hasil penelitian secara


(26)

parsial variabel harga rumah dan tingkat suku bunga KPR berpengaruh nyata terhadap permintaan KPR type 36.

2.1.2 Dana Erlina S, Skripsi (2006 : xi)

Dengan judul penelitian “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi permintaan Rumah Type 36 KPR Mandiri di Surabaya” dalam penelitian ini variabel yang dikaji adalah Permintaan Rumah type 36 di Surabaya, Pendapatan Perkapita, Harga Rumah, Tingkat Suku Bunga, Jumlah Fasum dan Jumlah Penduduk .Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda sehingga diperoleh persamaan regresi dengan menggunakan uji F regresi secara simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan = 9,350≥ = 3,48. Sedangkan dari hasil penelitian ini diketahui sexara parsial variabel pendapatan perkapita berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan rumah type 36 di Surabaya.

2.1.3 Komariyah Skipsi(2005 : viii)

Dengan judul penelitian : ”Beberapa Faktor yang mempengaruhi Permintaan Masyarakat Terhadap Pemilikan Rumah Sederhana melalui Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara (KPR/BTN) di Kota Surabaya. Dalam penelitian ini variabel yang dikaji adalah Permintaan Rumah Sederhana di Kota Surabaya, Pendapatan Perkapita, Tingkat Suku Bunga KPR, dan Harga Rumah. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier dengan model Cobb Duoglas sehingga diperoleh persamaan


(27)

regresi dengan menggunakan uji F regresi secara simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan = 9,124> = 3,587 . Sedangkan dari hasil penelitian ini diketahui secara parsial variabel pendapatan perkapita berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan rumah sederhana di Kota Surabaya.

2.1.4 Hairuddin (2006 : xi)

Dengan judul penelitian : “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Rumah Type 54 melalui KPR BTN di Kota Surabaya”. Dalam penelitian ini variabel yang dikaji adalah Permintaan Rumah Type 54 di Kota Surabaya, Pendapatan Perkapita, Tingkat Suku Bunga, dan Jumlah Rumah Tangga. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda sehingga diperoleh persamaa regresi dengan menggunakan uji F regresi secara simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat dengan = 4,102 ≥ = 3,48. Sedangkan dari hasil penelitian ini diketahui secara parsial variabel harga rumah berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan rumah type 54 di Kota Surabaya.

2.1.5 Aditiamurti Wahyuni D (2005 : xi )

Dengan judul penelitian: “ Analisis Permintaan Rumah Melalui Kredit Pemilikan Rumah – Bank Tabungan Negara”. Dalam penelitian ini variabel yang dikaji adalah Permintaan Terhadap Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS), Gross Domestic Product, Harga


(28)

Rumah, Tingkat Suku Bunga KPR-BTN, dan Inflasi. Penelitian ini menggunakan metode Partial Adjusment Model atau Model Penyesuaian Partial. Dalam penelitian ini terdapat suatu hubungan simultan atau pengaruh nyata antara variabel bebas dengan variabel tambahan Permintaan Rumah Tahun Sebelumnya terhadap Permintaan RS dan RSS dengan = 4,347> =2,90. Sedangkan secara parsial bahwa Harga Rumah dan Permintaan Rumah Tahun Sebelumnya mempengaruhi masyarakat untuk menunda pembelian rumah meskipun kebutuhan rumah mendesak. Hal ini berarti bahwa terjadi penyesuaian secara bertahap, dan masyarakat baru akan melakukan pembelian apabila terjadi perubahan ekonomi yang lebih memungkinkan untuk membeli.

2.1.6 Arpa Syura Tambuno,jurnal (2005)

Dengan judul Penelitian: “ Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Rumah KRR-BTN Bagi Debitur Baru Melalui Alih Debitur Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Palangka Raya. Dalam penelitian ini variabel yang dikaji adalah Pengalihan hak atas rumah berikut tanahnya, melalui Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara (KPR-BTN). Proses alih debitur, pada pelaksanaannya ada dua cara, yaitu secararesminya, langsung melalui PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Palangka Raya, atau melalui proses lain yang cukup aman untuk dilakukan, walaupun tidak sesempurna alih debitur secara langsung, yaitu dengan pengikatan pengalihan hak atas rumah berikut tanahnya yang dibuat dihadapan Notaris. Metode pendekatan


(29)

dalam penulisan tesis ini adalah yuridis empiris, yaitu penulis berusaha melakukan pendekatan dengan masalah yang diteliti sesuai dengan sifat hukum riil berlaku, pada Bank Tabungan Negara (BTN), sedangkan teknik pengumpulan sample berbentuk purposive sampling yang didasarkan pada tujuan dan bentuk-bentuk tertentu.

2.1.7 Ratna Wulan Wibowo,jurnal (2008)  

Dengan judul penelitian: “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) serta Pengaruhnya terhadap Business Cycle Indonesia. Di Indonesia selama ini kredit perumahan atau yang lebih dikenal dengan istilah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah menjadi salah satu cara dalam proses pemilikan rumah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi dan pengaruh dari beberapa variabel ekonomi terhadap volume KPRA, serta respon business cycle terhadap guncangan volume KPRA di Indonesia.

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah

analisis cross correlation, vector auto regression (VAR) yang dikombinasikan

dengan vector error correction model (VECM), dan didalamnya mengandung

analisis varians decomposition (VD) serta impulse response function (IRF).


(30)

Seluruh rangkaian analisis tersebut dapat dilakukan dengan bantuan software

Eviews 4.1 dan Microsoft Excel.

Jadi perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dengan penelitian terdahulu dan sekarang terletak pada ukuran waktu, tempat penelitian dan ruang lingkup yang digunakan oleh peneliti berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “ Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah type 54 dan type 36 melalui BTN di Kota Surabaya” dengan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Perkapita, Tingkat Suku Bunga KPR, Inflasi, dan Jumlah Rumah Tangga. Sedangkan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penyaluran Rumah type 54 dan type 36 di Kota Surabaya.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Rumah

Untuk memecahkan masalah pemukiman tidak sehat, pertambahan penduduk yang pesat dan penyebarannya yang tidak merata terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat pemerintah beserta pengembang mengeluarkan program pembangunan rumah yang dimaksudkan agar dapat dimiliki oleh masyarakat dalam hal ini masyarakat di Kota Surabaya.


(31)

Dengan Memiliki Rumah diharapkan seseorang dapat meningkatkan :

a. Kepastian Pribadi

Yang berarti dengan pembangunan sebuah rumah dapat memberikan para penghuni perasaan stabil, aman, nyaman serta rasa percaya diri, dan bersedia untuk menerima tanggung jawab atas lingkungannya yang baru.

b. Kesadaran penghuni

Yaitu penghuni mempunyai kesadaran dengan lingkungan yang baru, serta bersedia membagi kesulitan dengan tetangga. Dengan kesadaran penghuni diharapkan dapat membantu perencanaan pembangunan perumahan.

c. Kemasyarakatan penghuni

Yang berarti hubungan antara tetangga harus dibangun dari rumahnya dan apabila masyarakat mempunyai hubungan yang erat akan dapat membentuk suatu perumahan yang aman dan nyaman.

2.2.2 Pengertian Bank

Secara pengertian bank bagi masyarakat umum adalah suatu institusi dimana kegiatan yang menyangkut masalah keuangan masyarakat dilaksanakan. Menyimpan uang baik dalam bentuk tabungan, deposito maupun melakukan sejumlah pengiriman dana atau bahkan mungkin untuk


(32)

meminjam sejumlah dana untuk kelanjutan atau pengembangan usaha dapat dilakukan dengan memanfaatkan jasa perbankan.

Menurut UU RI No.7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 tentang Perbankan, yang dimaksudkan dengan BANK adalah “ Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan mengeluarkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat merupakan kegiatan utama perbankan. Dari kegiatan tersebut bank mendapatkan keuntungan berupa selisih bunga

spread yang digunakan untuk terus memutar usahanya.

2.2.3 Pengertian Kredit

Kredit berasal dari kata credere ( bahasa Yunani ) yang artinya kepercayaan; dengan demikian apabila seseorang mendapat kredit maka ia mendapatkan kepercayaan.

Dalam kehidupan sehari-hari semua barang dan jasa dapat dimiliki atau dimanfaatkan dengan menggunakan kredit.Pemilikan barang dengan mempergunakan kredit dapat meliputi barang bergerak dan barang tidak bergerak. Contoh dari barang bergerak meliputi motor, mobil, tv dan sebagainya. Semua dapat dimiliki dengan jangka waktu pendek, menengah, dan panjang sesuai perjanjian antara kreditor dan debitor. (Harijanto,1996:8)


(33)

2.2.3.1 Kredit Perumahan Rakyat

Pola umum Rencana Pembangunan Jangka Panjang tahap ke IV meletakkan sektor perumahan sebagai sasaran utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dilakukan pemerintah dengan memperluas pengembangan kawasan dengan fasilitas umum dan sosial lainnya

Pelaksanaan Pembangunan Perumahan diarahkan untuk :

a. Pembangunan dan pengadaan perumahan perlu makin ditingkatkan khususnya perumahan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah

b. Pembangunan dan pengadaan perumahan perlu dikembangkan secara lebih terarah dan terpadu dengan memperhatikan jumlah penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, pembiayaan, perluasan kesempatan kerja, kesehatan lingkungan, tersedianya fasilitas sosial yang dibutuhkan, produksi bahan bangunan setempat serta keserasian dengan lingkungan pemukiman pada khususnya dan dengan pengembangan daerah pada umumnya.

c. Lembaga pembiayaan yang melayani pembangunan perumahan perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan sehingga dapat mendorong


(34)

terhimpunnya modal yang memungkinkan pembiayaan pembangunan perumahan dengan jumlah yang besar dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah

Bank yang berfungsi sebagai agent of development, khususnya bank pemerintah mempunyai kewajiban dalam menyelenggarakan program pembangunan jangka panjang tahap kedua sebagai penyandang dana, sebagai indikator antara kepentingan sektor-sektor pemerintah, memberikan pelayanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor swasta ikut andil dalam pembiayaan pengadaan perumahan dan sektor masyarakat yakni memberi keringanan pembayaran atas pemilikan rumah.

2.2.3.2 Tujuan Kredit

Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank dalam mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah:

1. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan dan dapat memperluas perusahaan

2. Turut mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan

3. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat (Simorangkir,2004:102)


(35)

2.2.3.3 Penilaian Kredit

Karena kredit sangat dibutuhkan oleh masyarakat maka kredit mempunyai suatu nilai. Untuk menentukan kredit pihak Bank selalu mempertimbangkan 5 C yaitu:

 Character

Artinya watak kelakuan, tabiat dari debitur ada itikat baik serta kemauan untuk membayar kredit yang diambil

 Capacity

Artinya kemampuan dari debitur untuk membayar atas kredit yang ia terima

 Capital

Artinya permodalan dari debitur yang biasanya dapat dilihat dari neraca yang terdiri dari aktiva-aktiva yang setiap waktu dapat tersedia untuk memenuhi segala kewajiban jangka pendek.

 Collateral

Artinya jaminan, dapat berupa barang baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang nilainya sesuai dengan nilai kredit yang akan diterima oleh debitur.


(36)

 Conditions

Artinya kondisi mengenai perekonomian secara umum serta kondisi dari debitur mengenai keadaan usahanya dimasa kini dan dimasa mendatang yang erat hubungannya dengan tingkat bunga atas kredit yang diambil

(Harijanto,1996:9)

Selain itu pihak Bank juga memiliki pertimbangan yang sering disebut dengan 7 P yaitu:

 Personality

Bank mencari data tentang kepribadian serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian si peminjam.

 Purpose

Bank mencari data tentang tujuan / keperluan penggunaan kredit.

 Prospect

Bank harus mengetahui harapan masa depan dari bidang usaha / kegiatan si peminjam.


(37)

Bank harus mengetahui bagaimana pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan.

 Party

Yaitu mengklarifikasikan nasabah kedalam loyalitas, serta karakternya.

 Profitabiity

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Diukur dari periode ke periode.

 Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman.

(Kasmir,2003 : 119)

2.2.3.4 Fungsi Kredit

Sedangkan fungsi dari pemberian kredit meliputi:

1. Meningkatkan daya guna uang

2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang


(38)

4. Alat stabilitas ekonomi

5. Meningkatkan kegairahan berusaha

6. Meningkatkan pemerataan pendapatan

7. Meningkatnya hubungan internasional

2.2.3.5 Jenis-jenis Kredit

Kredit yang diberikan oleh bank terdiri dari berbagai jenis dilihat dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai berikut:

1. Dilihat dari segi kegunaan:

a. Kredit Investasi

Digunakan untuk pembelian barang-barang modal yang tidak habis dalam satu perputaran usaha. Misalnya untuk pembangunan dan perluasan unit usaha, pembelian peralatan, mesin-mesin dan alat transportasi.

b. Kredit Modal Kerja

Pembiayaan untuk memperluas atau meningkatkan produksi dan operasional, misalnya untuk menambah bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya operasional lainnya.

2. Dilihat dari segi tujuan kredit:


(39)

Kredit yang digunakan untuk tujuan produktif, baik untuk peningkatan usaha atau produksi maupun investasi. Hasil dari kredit ini adalah peningkatan

b. Kredit Konsumtif

Penggunaannya untuk tujuan- tujuan konsumtif atau untuk pembelian barang dan jasa yang tidak ada hubungannya dengan peningkatan usaha atau investasi.

3. Dilihat dari segi jangka waktu

a. Kredit Jangka Pendek

Fasilitas pinjaman atau kredit yang diberikan untuk jangka waktu kurang dari 1(satu) tahun atau paling lama 1 (satu) tahun.

b. Kredit Jangka Menengah

Fasilitas pinjaman atau kredit yang jangka waktunya berkisar antara 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun


(40)

Merupakan kredit yang jangka pengembaliannya diatas 3 (tiga) tahun dan 5 (lima) tahun.

2.2.3.6 Unsur-unsur Kredit

Unsur yang terdapat dalam kredit adalah:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang dan jasa akan benar- benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu suatu masalah yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of Risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdpat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.


(41)

d. Prestasi, obyek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi dapat juga berbentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarka pada uang maka transaksi kredit menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan. (Suyatno,dkk 1999 : 14)

2.2.3.7 Jaminan dan Kelayakan Kredit

Bagi bank, jaminan kredit merupakan sumber kedua pembayaaran kembali kredit bunga yang tertunggak. Sumber pertama pembayaran kembali kredit adalah dana intern perusahaan terutama keuntungan dan dana penyusutan. Bila debitura gagal memenuhi kewjiban keuangannya kepada bank dari sumber pembayaran pertama, maka harta mereka yang dujamin akan depergunakan sebagai gantinya. ( Sutojo, 1995: 155).

Fungsi utama jaminan adalah memperkecil jumlah kerugian yang diderita bank, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan kredit dapat berupa harta fisik (tanah, gedung, mesin, peralatan, kendaraan, persediaan barang dan sebagainya)

Bank akan meluluskan permintaan kredit yang diajukan oleh calon debitur tergantung dari hasil pertimbangan berikut ini


(42)

1. Faktor Intern Bank

Sebelum mengambil keputusan untuk meluluskan permintaan kredit terlebih dahulu bank akan memeriksa kondisi intern operasi dan keuangan dewasa ini, dua atau tiga tahun terakhir, serta prospek masa depan.

2. Kredibiliras

Bank akan lebih bersemangat dalam bekerjasama dengan investor, apabila mitra usaha mereka dapat menunjukkan kemampuan menglola proyek yang akan dibangun dengan baik.

3. Prospek masa depan proyek

Masa depan sebuah proyek dapat diharapkan akan cerah

2.2.3.8 Sasaran Kredit

Dalam pemberian kredit ada dua golongan masyarakat yang dijadikan sasaran, yaitu:

1. Golongan Pengusaha

Yaitu semua pengusaha warga Negara Indonesia yang bergerak diberbagai sektor ekonomi, seperti sector pertanian, perindstrian, perdagangan dan jasa lainnya ( Anonim, 1991)


(43)

Yang dimaksud dengan Golongan Masyarakat Berpenghasilan Tetap adalah:

Semua pegawai negeri yang dimaksudkan dalam peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1974 Bab I pasal I. pegawai negeri yang dimaksudkan adalah Pegawai negeri sipil (baik pegawai negeri sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah, maupun pegawai negeri sipil lainnya yang ditetapkan / diangkat atas dasar Peraturan pemerintah PGPG-1968 dengan pangkat III/d kebawah dan juga bukan pejabat

2.2.3.9Syarat-syarat Calon Nasabah Kredit

a. Golongan Pengusaha ; persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:  Menyerahkan Surat keterangan sebagai penduduk desa dari

Kepala Desa/ Lurah atau Kartu Tanda Penduduk (KTP)

 Berkarakter baik dan mempunyai usaha yang layak untuk dibiayai

 Untuk nasabah yang sudah mempunyai ijin usaha, cukup menyerahkan copy surat ijin usaha tersebut

 Dapat memberikan laporan tentang penghasilan perbulan dan dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya.


(44)

b. Golongan Masyarakat Berpenghasilan Tetap; persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:

 Menyerahkan Slip gaji /pension dari instansi terkait

 Menyerahkan asli Surat Keputusan (SK) pengankatan pegawai tetap yang pertama dan asli SK penetapan pangkat pegawai yang terakhir atau asli Surat Keputusan Pensiun Bagi yang berstatus pensiunan

2.2.4 Pendapatan Per Kapita

Pengertian pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk, oleh karena itu untuk mendapatkan perkapita pada 1 tahun tertentu adalah dengan cara membagi pendapatan nasional pada tahun itu dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama, sedangkan untuk menetukan laju pertumbuhan pendapatan perkapita adalah dengan mengurangi laju pertumbuhan pendapatan nasional riil dengan laju pertumbuhan penduduk, yaitu dengan menggunakan rumus :

(Arsyad, 1992 : 22)

Dimana :

gt : tingkat pertambahan pendapatan perkapita


(45)

Pt : tingkat pertambahan penduduk pada tahun t

Dengan adanya pendapatan per kapita suatu Negara mengharapkan pembangunan ekonomi yang terus berkembang dari tahun ke tahun, sebab dengan pendapatan perkapita suatu Negara dapat membandingkan laju perkembangan ekonomi yang dicapai Negara dari masa ke masa

Adapun pengertian pendapatan perkapita menurut (Sukirno, 1994:56) bahwa pendapatan perkapita pada tahun yang sama dengan jumlah penduduk baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa, apabila penduduk suatu daerah selalu bertambah melebihi kenaikan pendapatan nasional, maka tingkat pendapatan keluarganya menjadi rendah. Demikian sebaliknya apabila jumlah penduduk suatu Negara lebih kecil dari kenaikan pendapatan nasional, maka pendapatan menjadi tinggi.

Dengan demikian pendapatan perkapita dari tahun ke tahun dapat ditentukan dengan rumus:

t = x 100% (Sukirno, 1994 : 56)

Keterangan:

t = pertambahan dalam pendapatan perkapita dinyatakan dengan %


(46)

PPKt-1 = pendapatan pada tahun t-1

Apabila pendapatan perkapita suatu darerah meningkat , maka ini berarti terjadi peningkatan pendapatan pada tiap-tiap masyarakat daerah tersebut daerah tersebut.

2.2.4.1 Hubungan pendapatan Perkapita Terhadap Penyaluran Rumah

Apabila pendapatan rata-rata perkapita masyarakat dalam suatu Negara khususnya Negara Indonesia menjadi naik pada setiap tahunnya, maka dapat dikatakan bahwa daya beli konsumen (masyarakat) pada umumnya dalam penyaluran rumah type 54 dan type 36 di Kota Surabaya menjadi meningkat seiring dengan laju pendapatan perkapita

2.2.5 Tingkat Suku Bunga

2.2.5.1 Pengertian Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga diartikan sebagai harga atas suatu penggunaan uang atau dana untuk jangka waktu tertentu. Menurut teori klasik fungsi tabungan dan tingkat bunga, makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya, pada tingkat bunga yang tinggi masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan / mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan.


(47)

Dalam teori Keynes tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut teori ini ada 3 tingkat motif yang merupakan sumber timbulnya “permintaan akan uang” yang diberi nama Liquidity Preference. Nama ini bermakna bahwa permintaan uang menurut teori Keynes berdasarkan pada konsep bahwa orang pada umumnya menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi 3 motif yaitu :

1. Motif Transaksi

Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan serta permintaan akan uang dari masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi pendapatan nasional semakin besar volume transaksi. Keynes berpendapat bahwa permintaan uang untuk tujuan transaksi ini merupakan suatu property yang selalu konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga.

2. Motif Berjaga- jaga

Permintaan akan uang untuk melakukan pembayaran- pembayaran yang tidak regular atau yang diluar rencana transaksi normal. Motif ini disebut motif berjaga- jaga (Precauntionary motive). Orang yang mendapat manfaat dari memegang uang untuk menghadapi keadaan yang tak terduga, karena sifat uang yang liquid mudah ditukarkan dengan barang atau jasa yang lain.


(48)

3. Motif Spekulasi

Sesuai dengan namanya, motif dari pemegang uang ini terutama adalah bertujuan untuk memperoleh “keuntungan” yang bisa diperoleh seandainya pemegang uang bisa meramal atau menduga apa yang akan terjadi diwaktu yang akan datang. Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa untuk berspekulasi di pasar surat berharga orang perlu memegang uang tunai, karena keinginan spekulasi tersebut bias menghasikan keuntungan maka orang bersedia membayar untuk tujuan tertentu

(Boediono, 1992 : 31)

2.2.5.2 Penentuan Tingkat Bunga

Masalah penentuan tingkat suku bunga menjadi masalah penting bagi Negara berkembang yang sedang mengalami proses liberalisasi sistem keuangan dalam negerinya. Pertanyaan bagaimana suku bunga yang diharapkan berlaku menghadapi perubahan lingkungan dan bagaimana merespon pengaruh luar negeri dan kebijaksanaan dalam negeri adalah pertanyaan yang perlu dipertimbangkan khusus bagi pembuat kebijaksanaan di Negara yang sedang berkembang. Hanya jika perilaku suku bunga diketahui dengan baik, kita dapat meramalkan pengaruh perubahan suku bunga tersebut pada variabel- variabel ekonomi mikro seperti tabungan, investasi, neraca pembayaran, dan pertumbuhan ekonomi.


(49)

Meskipun model yang dikemukakan disini berstruktur sederhana, namun dapat menggabungkan prinsip- prinsip penentuan tingkat bunga seperti suku bunga luar negeri, perubahan kurs valuta yang diharapkan, dan pembangunan meneter dalam negeri. Model-model tersebut dapat diterapkan secara umum pada berbagai Negara yang sedang berkembang yang berbeda derajat perbedaannya. Melalui model ini sebenarnya dapat ditentukan secara empiris derajat keterbukaan Negara.

(Iswardono, 1996 : 197)

Dalam menganalisis faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga juga terdapat perbedaan pendapat diantara ahli- ahli ekonomi Klasik dan Keynes. Menurut Keynes tingkat bunga tergantung pada jumlah uang yang beredar dan preferensi likwiditet atau permintaan uang. Yang dimaksudkan dengan preferensi likwiditet adalah permintaan keatas uang oleh seluruh masyarakat dalam perekonomian.

2.2.5.3 Struktur Tingkat Bunga

Struktur tingkat bunga dalam sistem keuangan terutama ditentukan oleh determinan sebagai berikut :

1. Jangka waktu dari klaim keuangan

2. Karakteristik perpajakan dari klaim keuangan


(50)

4. Kemudahan pemasaran dari klaim keuangan dan faktor-faktor lainnya.

Dari keempat determinan tersebut diatas, perbedaan dari jangka waktu klaim keuangan merupakan faktor yang paling banyak dipertimbangkan. Hubungan antara jangka waktu dan suku bunga disebut struktur masa (term structure) dari suku bunga. Ketiga determinan lainnya juga merupakan faktor penting, akan tetapi sering kali lebih mudah dalam menentukan pengaruhnya terhaadap struktur bunga.

Struktur masa dari suku bunga berkaitan dengan hubungan antara suku bunga dari berbagai klaim keuangan yang serupa dalam karakteristiknya kecuali berbeda dalam jangka waktunya. Sekuritas pemerintah merupakan contoh terbaik dari klaim keuangan untuk melihat pengaruh dari jangka waktu terhadap struktur suku bunga karena jangka waktu merupakan pembeda utama dari treasury bills, notes (utang) dan obligasi. Semua sekuritas pemerintah ini mengandung resiko tunggakan sebesar nol, mempunyai pelakuan pajak sama terhadap penghasilan bunganya dan capital gain, dan tingkat kemudahan pemasaranannya kurang lebih sama. Jadi sebab utama dari perbedaan suku bunga atas sekuritas pemerintah yang berjangka pendek dan berjangka panjang adalah jangka waktunya (Sawaldjo,2004:84)

Cara yang sering digunakan untuk melukiskan hubungan antara suku bunga dan jangka waktu dari klaim keuangan adalah kurva hasil (yield Curve). Berdasarkan data empiris di Amerika Serikat, dapat diamati


(51)

empat kemungkinan pola dari kurva hasil. Pertama, kurva hasil yang meningkat menunjukam meningkatnya suku bunga jika jangka waktunya meningkat dan kedua, kurva menurun menunjukkan seku bunga yang menurun jika jangka waktunya meningkat. Ketiga, berbentuk datar berarti suku bunga tetap konstan pada jangka waktu berapapun, sedang yang keempat berbentuk punuk (punggung) yaitu mula- mula naik bila jangka waktunya meningkat.

Gambar 1 : Empat kemungkinan kurva hasil

Suku bunga Suku bunga

1 2

Jangka waktu Jangka waktu

Suku bunga Suku bunga


(52)

Jangka waktu Jangka waktu

Sumber : Puspopranoto, Sawaldjo,2004,Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan,Pustaka LP3ES, Jakarta,hal 85.

2.2.5.4 Bunga Bank

Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki sempanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).

Dalam kegiatan perbankan sehari- hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu :

1. Bunga simpanan

Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di Bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank pada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito


(53)

Adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh bunga kredit.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga pinjaman merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan oleh nasabah, sedangkan bunga simpanan merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan atau bunga pinjaman masing- masing saling mmempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga simpanan tinggi maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya (Kasmir,2004 : 122)

Seperti dijelaskan diatas bahwa untuk menetukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pimjaman sangat dipengaruhi keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping pengaruh faktor- faktor lainnya.

Faktor- faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga sebagai berikut :

1. Kebutuhan Dana

Apabila bank kekurangan dana, permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan bunga pinjaman.


(54)

Namun apabila dana simpanan yang ada banyak sementara permohonan simpanan sedikit maka bunga simpanan akan turun.

2. Persaingan

dalam memperebutkan dana simpanan maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatiikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata- rata 16% maka, jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan diatas bunga pesaing misalnya 17%. Namun sebaliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada dibawak bunga pesaing

3. Kebijaksanaan pemerintah

Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan pemerintah.

4. Target laba yang diinginkan

Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya.

5. Jangka waktu

Semakin lama jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek, maka bunganya relatif lebih rendah


(55)

6. Kualitas jaminan

Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya. Sebagai contoh jaminan sertifikat taanah. Alasan utama perbedaan ini adalah dalam hal pencairan jaminan apabila kredit yang diberikan bermasalah. Bagi jaminan yang likuid sebagai sertifikat atau rekening giro yang dibekukan akan lebih mudah untuk dicairkan jika dibandingkan dengan jaminan tanah.

7. Reputasi Perusahaan

Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperolehsuatu kredit sangan menentukan suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan resiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan sebaliknya.

8. Produk yang kompetitif

Maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.


(56)

Biasanya Bank akan menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank.

Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan suku bunganya berbeda dengan nasabah lainnya.

10.Jaminan Pihak ketiga

Dalam hal ini pihak ynag memberikan jaminan kepada penerima kredit. Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid baik dari segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya terhadap bank, maka bunga yang dibebankan pun juga berbeda. Demikian pula sebaliknya jika penjamin pihak ketiganya kurang bonafid atau kurang dapat dipercaya, maka mungkin tidak dapat digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankan. (Kasmir, 2004 : 122-124)

2.2.5.5 Hubungan Tingkat Suku Bunga KPR dengan Penyaluran Rumah

Tingkat Suku Bunga KPR merupakan tingkat suku bunga yang ditentukan oleh masing-masing pemberi kredit. Tentu saja penentuan tingkat suku bunga mengacu pada kondisi perekonomian Negara tersebut. Akan tetapi dalam hal ini pemerintah tetap memiliki kewajiban mengendalikan tingkat suku bunga KPR sehingga masyarakat tidak


(57)

dirugikan ketika melakukan kredit pemilikan rumah. Sehingga apabila tingkat suku bunga KPR tinggi tentu saja permintaan rumah akan sedikit yang berujung pada sedikitnya penyaluran KPR type 54 dan type 36 di Kota Surabaya

2.2.6 Pengertian Inflasi

Inflasi menurut Nopirin,1990 : adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus. Sedangkan menurut Sinungan M,1991: inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara terus menerus. Dari pengertian diatas hal yang penting dalam masalah inflasi adalah terjadinya kenaikan harga barang secara terus- menerus walaupun kenaikan harga barang-barang tersebut tidak sama presentasinya

Untuk lebuh jelasnya, berikut beberapa klasifikasi dari inflasi:

1. Inflasi menurut sifatnya

Menurut sifatnya Inflasi dapat ditinjau dari laju dan derasnya inflasi, dalam hal ini dibagi menjadi:

a. Inflasi merayap ( creeping inflation ) ditandai dengan laju inflasi yang rendah dan ukurannya kurang dari 10% per tahun sedang kenaikan harga berjalan lamban serta dalam jangka waktu yang lama.


(58)

b. Inflasi menengah ( galloping inflation ) dalam hal ini kenaikan harga cukup besar (biasanya 2 digit) serta waktunya relatif pendek dan mempunyai sifat cepat artinya kenaikan harga minggu ini naiknya lebih cepat dibanding dengan harga minggu bulan lalu. Akibatnya terhadap perekonomian lebih berat dibanding dengan inflasi merayap

c. Inflasi tinggi ( hyper inflation ) sesuai dengan namanya harga-harga umum naik lima atau enam kali, sedang nilai uang merosot dan masyarakat tidak mempunyai keinginan untuk menyimpan uang

2. Inflasi Menurut Sebabnya

Menurut sebabnya inflasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Demand pull inflation, timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.

Gambar 2 : Kurva Demand Pull Inflation

P S

P1 E1

PE0 E0


(59)

O

QE0 QE1 Q

b. Cost push inflation, timbul karena ada kenaikan ongkos/ biaya produksi, bila ongkos produksi naik maka pada akhirnya akan menaikkan harga dan turunnya produksi.

Gambar 3 : Kurva Cost Push inflation

P S1

PE1 S0

PE0 E0

O D


(60)

2.2.6.1 Hubungan Antara Inflasi terhadap Penyaluran Kredit Perbankan

Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga-harga barang secara menyeluruh dan terus- menerus. Inflasi yang tak terkendali menyebabkan terpuruknya perekonomian suatu Negara. Apabila kondisi ini tidak cepat ditangani dampaknya akan semakin meluas pada sektor-sektor lain. Salah satunya sektor-sektor perumahan, terjadinya inflasi berakibat pada menurunnya minat masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sehingga berakibat pada minimnya penyaluran KPR type 54 dan type 36 di Kota Surabaya.

2.2.7 Jumlah Rumah Tangga

Di dunia ini pada kenyataan seorang manusia atau pribadi merupakan mahluk sosial yang hidup bermasyarakat, bahkan sejak ia kecil hingga kematiannya ia tidak pernah bisa hidup sendiri. Sikap dan tindakan seseorang mencerminkan pola dimana ia dibentuk oleh masyarakat dan lingkungannya merupakan hasil sosialisasinya.

Lingkungan sosial yang paling dekat dengan manusia adalah keluarga. Menurut para ahli keluarga adalah suatu satuan terkecil yang dipimpin oleh manusia sebagai mahluk sosial. Keluarga adalah instansi


(61)

pertama yang memberikan pengaruh terhadap sosialisasi diri manusia terhadap pembentukan pribadi manusia. Namun sebaliknya apabila keluarga bukan instansi pertama bagi sosialisasi diri manusia atau pribadi maka lingkungan luar pengganti mempunyai peran terhadap pembentukan diri manusia atau pribadi tersebut. Dalam keadaan normal seorang anak akan banyak dipengaruhi atau dibesarkan oleh orang tuanya terlepas dari soal kaya miskin, pendidikan terbaik yang diberikan, pencurahan kasih sayang atau bimbingan dan pendidikan sehingga akan tumbuh dan berkembang berdasarka pada sistem nilai yang dimiliki oleh keluarga tersebut.

Dalam kehidupan nyata, kita temukan dimana seorang anak dapat menjadi “seseorang” dan menjadi besar karena berasal dari keluarga yang mempunyai kemampuan, baik secara fisik maupun materiil sehingga mampu memberikan pendidikan yang terbaik terhadap pertumbuhan anak

2.2.7.1 Hubungan Jumlah Rumah Tangga terhadap Penyaluran Kredit Perumahan

Apabila dalam suatu Penyaluran KPR ditentukan karena adanya kebutuhan akan perumahan, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah rumah tangga juga berpengaruh terhadap Penyaluran KPR karena apabila jumlah rumah tangga meningkat pertahunnya, maka kebutuhan perumahan


(62)

juga akan meningkat sehingga penyaluran KPR type 54 dan type 36 di Kota Surabaya juga akan meningkat.

2.3 Kerangka Pikir

Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah yang tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan perkapita tentunya akan menyulitkan masyarakat untuk memiliki rumah. Sedangkan pertumbuhan penduduk meningkat dari tahun ke tahun, terutama didaerah perkotaan baik karena kelahiran maupun akibat urbanisasi yang begitu besar. Oleh karena itu pemrintah memberikan kredit kepada masyarakat untuk memiliki rumah yang disebut Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Kredit Pemilikan Rumah merupakan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan memberikan kredit kepada masyarakat diharapkan akan memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah, sehingga mendorong mereka untuk membeli rumah. Namun banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk membeli rumah type 54 dan type 36 di Kota Surabaya dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut :

1. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada tahun itu. Pendapatan perkapita disini merupakan pendapatan rata- rata penduduk disuatu Negara. Apabila pendapatan nasional atau pendapatan rata- rata penduduk


(63)

suatu Negara meningkat maka tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat ikut meningkat seiring meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat. (Sukirno, 1995 : 24)

Dengan meningkatnya daya beli masyarakat tentunya menimbulkan perubahan atas permintaan berbagai jenis barang. Dimana masyarakat berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya yang belum terpenuhi, baik kebutuhan sekunder maupun kebutuhan primer yaitu berupa pakaian, makanan, dan rumah tinggal.

Dengan meningkatnya pendapatan perkapita tentunya masyarakat mulai berfikir untuk memiliki tempat tinggal dalam hal ini rumah type 54 dan type 36. Yang artinya bahwa pendapatan perkapita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah

2. Tingkat Suku Bunga KPR

Secara umum dikatakan bahwa peningkatan pendapatan masyarakat mendorong mereka untuk menikmati hidup lebih baik, antara lain dilakukan dengan cara berusaha untuk memiliki berbagai macam barang konsumtif tahan lama, diantaranya adalah rumah tinggal. Akan tetapi bila dana tabungan mereka tidak mencukupi, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut mereka memanfaatkan Kredit Perbankan. (Sutojo, 1995 : 168)

Kegiatan Perbankan tidak bisa dipisahkan dari faktor tingkat suku bunga sebagai salah satu variabel kunci dalam perekonomian. Tingkat


(64)

bunga adalah biaya peminjaman atau pendapatan dari perkreditan yang dinyatakan dalam presentase tahunan. Tingkat bunga memainkan peran penting bagi kalangan rumah tangga dalam membuat keputusan mengenai pembelian barang- barang tahan lama, diantaranya rumah tinggal.

Tingkat suku bunga kredit merupakan harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu, dimana harga tersebut terjadi di pasar. Menurunnya tingkat suku bunga kredit menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan akan kredit, sehingga kredit yang akan disalurkan juga akan mengalami kenaikan. (Anonim, 1999)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya tingkat suku bunga mempengaruhi penyaluran Kredit Pemilikan Rumah dalam hal ini type 54 dan type 36.

3. Inflasi

Sukirno (1996 : 303) mengemukakan bahwa tingkat inflasi adalah presentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam suatu tahun tertentu. Dengan hal itu dapat dijelaskan bahwa apabila harga- harga dalam suatu tahun terus nelambung tinggi akan mengakibatkan kenaikan tingkat inflasi yang besar pula. Salah satu faktor yang menimbulkan inflasi adalah karena perubahan permintaan, atau disebut Inflasi Tarikan Permintaan. Inflasi tarikan permintaan terjadi apabila sektor perusahaan (dalam hal ini produsen) tidak mampu dengan cepat melayani permintaan masyarakat yang wujud dalam pasaran. Untuk mengatasinya, produsen pada umumnya


(65)

akan beroprasi pada kapasitasnya yang maksimal, sehingga dengan begitu akan menimbulkan kenaikan harga- harga. Padahal kenaikan harga-harga tersebut akan menurunkan jumlah permintaaan rumah yang berujung pada minimnya jumlah penyaluran KPR type 54 dan type 36.

4. Jumlah Rumah Tangga

Rumah tangga adalah unit satuan yang terkecil sekaligus kelompok kecil dalam masyarakat. Setiap keluarga berusaha menyediakan kebutuhan manusia yang paling pokok yaitu : makanan dan minuman, pakaian ,dan tempat tinggal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah rumah tangga disuatu tempat maka kebutuhan akan tempat tinggal juga akan meningkat, yang artinya jumlah rumah tangga mempengaruhi penyaluran KPR type 54 dan type 36.


(66)

Gambar 4 : Paradigma Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah Type 54 dan tupe 36 Melalui BTN di Kota Surabaya

Sumber : Peneliti

2.4 Hipotesis Pendapatan Perkapita

Tingkat Suku Bunga KPR

Inflasi

Jumlah Rumah Tangga

Permintaan Kredit Rumah

Permintaan Kredit Rumah

Kemampuan Untuk Membeli Rumah

Kebutuhan Perumahan

Penyaluran KPR Type 54 dan type 36


(67)

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan penelitian yang masih harus dibuktikan secara empiris sebagai berikut :

1. Diduga pendapatan perkapita, tingkat suku bunga KPR, inflasi, dan jumlah rumah tangga mempengaruhi penyaluran KPR type 54 melalui BTN di Kota Surabaya

2. Diduga diantara pendapatan perkapita, tingkat suku bunga, inflasi, dan jumlah rumah tangga dominan pengaruhnya terhadap penyaluran KPR type 54 melalui BTN di Kota Surabaya

3. Diduga pendapatan perkapita, tingkat suku bunga KPR, inflasi, dan jumlah rumah tangga mempengaruhi penyaluran KPR type 36 melalui BTN di Kota Surabaya

4. Diduga diantara pendapatan perkapita, tingkat suku bunga, inflasi, dan jumlah rumah tangga dominan pengaruhnya terhadap penyaluran KPR type 36 melalui BTN di Kota Surabaya.


(68)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah pernyataan tentang pengoperasionalan atau pendefinisian konsep- konsep penelitian menjadi variabel- variabel termasuk penetapan cara dan satuan pengukuran variabelnya, baik berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman empiris.

Definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang berkaitan dengan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah type 54 dan type 36 di Kota Surabaya yaitu

a. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel terikat yaitu Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah type 54 (Y1) dan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah type 36 (Y2) di Kota Surabaya. Pengukuran variabel ini dengan


(69)

cara menghitung banyaknya Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah type 54 dan type 36 yang dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp) pertahun.

b. Variabel Bebas ( Independent Variabel)

Variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel terikat (Dependent Variable). Dalam pengertian ini sebagai variabel bebas adalah faktor- faktor yang mempengaruhi Penyaluran Rumah Type 54 dan type 36 yang ditetapkan sebagai berikut :

1. Pendapatan Perkapita (X1)

Yaitu pendapatan rata- rata tiap jiwa dalam kota Surabaya yang diperoleh dari Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk wilayah Kota Surabaya yang dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp) per tahun

2. Tingkat Suku Bunga KPR (X2)

Yaitu besarnya tingkat suku bunga kredit yang ditetapkan oleh BTN dan harus dibayar dalam jangka waktu tertentu. Ukuran variabel yang digunakan adalah tingkat suku bunga kredit yang ditetapkan oleh bank yang dinyatakan dalam satuan presentase (%).


(70)

3. Inflasi (X3)

Yaitu kecenderungan naiknya harga-harga barang secara keseluruhan dan terus menerus. Ukuran variabel yang digunakan adalah tingkat inflasi yang terjadi di Kota Surabaya sesuai dengan tahun penelitian yang dinyatakan dalam satuan presentase (%).

4. Jumlah Rumah Tangga (X4)

Yaitu jumlah rumah tangga di Surabaya selama tahun penelitian. Ukuran variabel yang digunakan adalah jumlah kepala keluarga di Kota Surabaya yang dinyatakan dengan satuan kepala keluarga.

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Populasi yang akan diamati dalam penelitian ini mencakup wilayah Kota Surabaya. Dalam kaitannya dengan variabel- variabel tersebut, pada penelitian ini yang akan digunakan adalah data berkala (Time Series) berdasarkan kurun waktu tertentu.


(71)

Populasi dalam penelitian ini adalah rumah type 54 dan type 36 di Kota Surabaya. Dan dari populasi tersebut, sampel yang diambil juga rumah type 54 dan type 36 di Kota Surabaya

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari instansi- instansi atau lembaga yang ada hubungannya dalam penelitian ini.

3.3.2 Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari :

1. Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur.

2. Pusat informasi Perumahan Real Estate Indonesia Jatim

3. Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Surabaya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

 Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan mempelajari buku- buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada di penelitian ini.


(72)

 Studi Lapangan yaitu memperoleh data dan melakukan penelitian langsung ke instansi- instansi yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

3.5.1 Teknik Analisis

Untuk menganalisis pengaruh yang disebutkan dalam hipotesis diatas maka analisa data ini dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimation) untuk mengetahui koefisiensi pada persamaan tersebut betul-betul linier (tidak bias).model ini menunjukkan hubungan spesifik antara variabel-variabel bebas dan terikat.

Bentuk perumusannya sebagai berikut:

Y1 = + + u……..

Y2 = + + u…….. (Anonim, 2004)

Dimana :

Y1 = Penyaluran KPR type 54

Y2 = Penyaluran KPR type 36


(73)

X2 = Tingkat Suku Bunga KPR

X3 = Inflasi

X4 = Jumlah Rumah Tangga

β = Konstanta

β1,β2,β3,β4 = Koefisien Regresi

u = Variabel Pengganggu (Residual)

3.5.2 Uji Hipotesis

Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3, X4 ) terhadap variabel terikat Y1 dan Y2 dengan prosedur sebagai berikut :

1. Uji F

Uji F dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.

Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

- Merumuskan Hipotesis

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (Tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)


(74)

H0 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 (Ada pengaruh veriabel bebas terhadap variabel terikat)

- Menentukan level of signifikan sebesar 5%

- Menghitung nilai f untuk mengetahui hubungan secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan rumus sebagai berikut:

F

hitung

=

(Soelistyo, 2001 : 325)

- Menggunakan derajat kebebasan = ( n–k–l ) dengan ketentuan :

n = Jumlah sampel / pengamatan

k = Jumlah variabel bebas/ parameter regresi

KT = Kuadrat Tengah

Gambar 5 : Kurva Distribusi F

Daerah penerimaan H0

Daerah penolakan H0


(75)

Sumber : Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 80.

Kaidah pengujiannya:

1. Apabila F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima Hi ditolak. Artinya variabel bebas secara keseluruhan tidak mempengaruhi variabel terikat.

2. Apabila F hitung ≥ F table, maka H0 ditolak dan Hi di variable terima. Artinya variabel bebas secara keseluruhan mempengaruhi variabel terikat.

2. Uji t

Uji t dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.

 Uji t dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

t hitung =

(Nachrowi dan Usman, 2006:19)

 Merumuskan hipotesis sebagai berikut :

Ho : βi = 0 (tidak terdapat pengaruh ariabel bebas terhadap variabel terikat)


(76)

Derajat kebabasan sebesar n-k-1, dalam persamaan tersebut :

Dimana :

β = Koefisien Regresi Se = Standart Error

n = Jumlah sampel

k = Jumlah parameter regresi

i = Variabel bebas (i= 1,2,3,4)

Gambar 6 : Kurva Distibusi t

Sumber : Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 79.

Kaidah Pengujiannya :

1. Apabila thitung ≥ ttabel , maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang artinya secara parsial variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

Daerah penerimaan H0 Daerah

penolakan H0

Daerah penolakan H0


(77)

2. Apabila thitung ≤ ttabel , maka Ho diterima dan Hi ditolak, yang artinya secara parsial tidak ada pengaruh variabel terikat.

Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana veriabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat maka perlu diketahui nilai adjusted R2 atau koefisien nilai determinasi menggunakan rumus :

Jadi R2 = ... (Sulaiman, 2004 : 86)

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi

JK Total = Jumlah Kuadrat

Karakteristik utama R2 adalah :

a. Tidak mempunyai nilai negatif

b. Nilainya berkisar antara 0 (nol) dan 1 (satu) atau 0 ≤ R2 ≤ 1

3.6 Pendekatan Asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator)

Tujuan utama penggunaan uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan koefisien regresi yang terbaik linier dan tidak Bias (BLUE), karena bila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik, tersebut uji t dan


(78)

uji F yang dilakukannya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. Sifat BLUE itu sendiri ialah :

a. Best : Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan data terhadap α dan β.

b. Linier : Sifat ini digunakan untuk memudahkan dalam penafsiran.

c. Unbiasied : Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir parameter diperoleh dari sampel besar kira-kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya.

d. Estimator : e diharapkan sekecil mungkin.

Yang diasumsikan tidak terjadi pengaruh antara variabel bebas atau regresi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut betul-betul linier dan tidak bias atau tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan persamaan, seperti :

a. Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan satu keadaan dimana satu atau lebih variabel independen terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel imdependen lainnya, dengan kata lain satu atau lebih variabelnya merupakan suatu fungsi linier dari variabel independen lainnya. Idetifikasi secara statistic ada atau tidaknya gejala


(79)

multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung varience inflation factor (VIF). Rumusnya adalah VIF = 1/1-R2

Diagnosis atau dugaan secara sederhana terdapat adanya multikolinieritas di dalam model regresi sebagai berikut :

 Koefisien determinasi berganda (Rsquare) sangat tinggi (antara 0,7-1).

 Koefisien korelasi sederhananya tinggi  Nilai Fhitung tinggi (signifikan)

VIF (Varience Inflation Factor) menyatakan tingkat “pembengkakan variant. Apabila VIF (Varience Inflation Factor) lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier. Pendeteksian multikolinier yang berikutnya adalah dengan mudah antara variabel bebas yang terjadi korelasi.

b. Autokorelasi

Yang dimaksudkan dengan autokorelasi yaitu keadaan dimana kesalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu periode yang lain. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistic Durbin Watson.


(80)

     

t n t t n t t t t e e e d 1 2 2 2 1) (

(Gujarati, 1999 : 215)

Keterangan :

d = Nilai Durbin Watson et = Residual pada waktu ke-t

et-1 = Residual pada waktu ke t-1 (satu periode sebelumnya) n = Banyaknya Data

Gambar 7 : Daerah Keputusan Uji Durbin Watson

Sumber : Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 216.

Menolak H0 Bukti Daerah keragu-raguan Daerah keragu-raguan Menolak H0 Bukti

Menerima H0 atau Hi, atau kedua-duanya.

0  dL  dL 2  4‐dU 4‐dL  4

A   B   D   E  


(81)

Dimana : et adalah residual ( perbedaan variabel tak bebas yang sebenarnya dengan variabel bebas yang ditaksir ) dari setiap periode sedangkan et-1 adalah residual dari waktu sebelumnya. Untuk mrngetahui ada tidaknya gejala autokorelasi maka perlu dilihat tabel kriteria pengujian Durbin Watson (uji DW).

c. Heterokedastisitas

Pengujian Heterokedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal tersebut dilambangkan sebagai :

E (Ui2) = σ2 (Suliyanto, 2005 : 115)

Dimana : σ2

= varian

i = 1,2,3,4, ....n

Apabila didapat varian yang sama maka asumsi homokedastisitas (penyebarannya yang sama) diterima.

           


(82)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Provinsi Jawa Timur merupakan suatu provinsi yang terletak di pulau Jawa selain Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Timur merupakan salah 1 Provinsi yang padat penduduknya, dimana sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor indusri dan sebagian lagi pada sektor pertanian. Jawa Timur termasuk pulau yang tinggi mobilitas penduduknya. Tingginya angka pengangguran di Jawa Timur merupakan salah satu masalah selain kriminal yang belum dapat terselesaikan dengan baik karena rendahnya sumber daya yang dimiliki tenaga kerja. Namun Pemerintahan Daerah Jawa Timur terus mengembangkan potensi-potensi daerah yang dimiliki untuk dapat menyerap pengangguran setiap tahunnya.

Kota Surabaya terletak antara 070 12’ – 070 21 Lintang Selatan dan 1120 36’ – 1120 54’ Bujur Timur. Wilayahnya merupakan daratan rendah dari ketinggian 3 – 6 meter diatas permukaan air laut, kecuali sebelah selatan ketinggian 25 – 50 meter diatas permukaan air laut. Luas wilayah seluruhnya kurang lebih 326,37 km2 yang terbagi dalam 5 wilayah


(1)

Nonparametric Correlations

Correlations X1= pdpt

prkapita

X2=

tk.sk.bunga X3= inflasi

X4= jml RT

Unstandardized Residual Correlation Coefficient 1.000 -.490 -.232 .836** -.450

Sig. (2-tailed) . .064 .405 .000 .092

X1= pdpt prkapita

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient -.490 1.000 .200 -.263 .305

Sig. (2-tailed) .064 . .475 .343 .270

X2= tk.sk.bunga

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient -.232 .200 1.000 -.157 -.121

Sig. (2-tailed) .405 .475 . .576 .666

X3= inflasi

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient .836** -.263 -.157 1.000 -.343

Sig. (2-tailed) .000 .343 .576 . .211

X4= jml RT

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient -.450 .305 -.121 -.343 1.000

Sig. (2-tailed) .092 .270 .666 .211 .

Spearman's rho

Unstandardized Residual

N 15 15 15 15 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

 

 

 


(2)

HASIL REGRESI LINEAR BERGANDA DENGAN PROGRAM SPSS 16.0

UNTUK VARIABEL DEPENDENT PENYALURAN KPR TYPE 36 (Y2)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Y2= pnylurn type 36 3.84E9 2.697E9 15

X1= pdpt prkapita 4.5682E3 654.31490 15

X2= tk.sk.bunga 17.7667 3.17842 15

X3= inflasi 14.0560 22.71410 15

X4= jml RT 9.31E5 82295.650 15

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 X4= jml RT, X3=

inflasi, X2= tk.sk.bunga, X1=

pdpt prkapitaa

. Enter

a. All requested variables entered.


(3)

Model Summaryb

Change Statistics

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F

Change Durbin-Watson

1 .977a .954 .936 6.829E8 .954 52.111 4 10 .000 1.415

a. Predictors: (Constant), X4= jml RT, X3= inflasi, X2= tk.sk.bunga, X1= pdpt prkapita b. Dependent Variable: Y2= pnylurn type 36

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 9.721E19 4 2.430E19 52.111 .000a

Residual 4.663E18 10 4.663E17

1

Total 1.019E20 14

a. Predictors: (Constant), X4= jml RT, X3= inflasi, X2= tk.sk.bunga, X1= pdpt prkapita b. Dependent Variable: Y2= pnylurn type 36


(4)

 

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standard ized Coefficie

nts

95% Confidence

Interval for B Correlations

Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig.

Lower Bound

Upper Bound

Zero-order Partial Part

Toleran

ce VIF (Constant) -17153.536 2889.456 -5.937 .000 -2.359E4 -1.072E4

X1= pdpt prkapita .582 .500 .141 1.163 .272 -.533 1.696 .846 .345 .079 .311 3.216 X2= tk.sk.bunga -223.235 69.727 -.263 -3.202 .009 -3.786E2 -6.787E1 -.600 -.711 -.217 .678 1.475 X3= inflasi 4.262 8.927 .036 .477 .643 -1.563E1 2.415E1 -.227 .149 .032 .810 1.234 1

X4= jml RT .024 .004 .729 6.345 .000 .016 .032 .940 .895 .429 .347 2.885 a. Dependent Variable: Y2= pnylurn type 36


(5)

Nonparametric Correlations

 

Correlations

X1= pdpt prkapita

X2= tk.sk.bunga

X3= inflasi

X4= jml RT

Unstandardized Residual

Correlation Coefficient 1.000 -.490 -.232 .836** -.111

Sig. (2-tailed) . .064 .405 .000 .694

X1= pdpt prkapita

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient -.490 1.000 .200 -.263 -.095

Sig. (2-tailed) .064 . .475 .343 .735

X2= tk.sk.bunga

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient -.232 .200 1.000 -.157 -.057

Sig. (2-tailed) .405 .475 . .576 .840

X3= inflasi

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient .836** -.263 -.157 1.000 -.150

Sig. (2-tailed) .000 .343 .576 . .594

X4= jml RT

N 15 15 15 15 15

Correlation Coefficient -.111 -.095 -.057 -.150 1.000

Sig. (2-tailed) .694 .735 .840 .594 .

Spearman's rho

Unstandardized Residual

N 15 15 15 15 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

 


(6)