Tesis Septalia Isharyanti S021308076

(1)

i

HUBUNGAN STATUS GIZI, INTERAKSI SOSIAL, POLA ASUH ANAK, PENDIDIKAN IBU DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh Septalia Isharyanti

S021308076

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015


(2)

i

HUBUNGAN STATUS GIZI, INTERAKSI SOSIAL, POLA ASUH ANAK, PENDIDIKAN IBU DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh Septalia Isharyanti

S021308076

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015


(3)

ii


(4)

iii


(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERNYATAAN PUBLIKASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul “Hubungan Status Gizi, Interaksi Sosial, Pola Asuh Anak, Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Kognitif Pada Anak” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka penulis bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No.17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) penulis tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat PPs-UNS. Apabila penulis melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka penulis bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, Juli 2015 Mahasiswa,

Septalia Isharyanti


(6)

v

BIODATA

NAMA : SEPTALIA ISHARYANTI

TEMPAT TGL LAHIR : KENDAL, 9 SEPTEMBER 1989

ALAMAT : JL. PAHLAWAN II GG. MAWAR RT/RW 02/03 NO.

38, LANGENHARJO, KENDAL, 51314 RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1995 - 2001 : SDN 01 LANGENHARJO KENDAL 2. 2001 – 2004 : SMP NEGERI 02 KENDAL

3. 2004 – 2007 : SMA NEGERI 01 KENDAL

4. 2008 – 2011 : DIII KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES SMG 5. 2011 – 2012 : DIV BIDAN PENDIDIK POLTEKKES KEMENKES SMG 6. 2013 – 2015 : UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(7)

vi

HUBUNGAN STATUS GIZI, INTERAKSI SOSIAL, POLA ASUH ANAK, PENDIDIKAN IBU DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA ANAK

Septalia Isharyanti1, Ismi Dwi A Nurhaeni2, Diffah Hanim3 Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana UNS

septalia.isharyanti@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Periode anak merupakan masa penting dalam proses tumbuh kembangnya. Perkembangan anak sangat kompleks terdiri dari proses biologis, sosioemosional dan kognitif. Diperkirakan lebih dari 200 juta anak mengalami kegagalan dalam mencapai potensial perkembangan kognitif. Rendahnya tingkat perkembangan kognitif pada masa anak berpengaruh terhadap kesejahteraan pada masa dewasa. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan status gizi, interaksi sosial, pola asuh anak dan pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak.

Metode : Jenis penelitian ini observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I, Kabupaten Karanganyar. Teknik pengambilan sampel menggunakan Proportional Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 80 ibu dan 80 anak prasekolah (15-20 subyek per variabel). Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner dan observasi. Analisis data menggunakan Regresi Logistik.

Hasil : Umur ibu mayoritas berada pada rentang 20-34 tahun (80,0%) yaitu kategori usia reproduktif. Pendidikan ibu sebagian besar yaitu pendidikan menengah (46,3%),sehingga ibu mudah mengakses informasi kesehatan anak. Pekerjaan ibu sebagian besar yaitu ibu rumah tangga (55,0%) sehingga ibu mempunyai banyak waktu luang untuk mengasuh anaknya. Status gizi anak sebagian besar pada kategori gizi baik (83,8%) berdasarkan pengukuran BB/U. Interaksi sosial anak sebagian besar adalah baik (65%), anak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dengan mudah. Pola asuh anak rata-rata menunjukkan pola asuh demokratis (46,3%), hubungan interaksi antara orang tua dan anak bisa terjalin dengan baik.

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang positif dan secara statistik signifikan antara status gizi dengan perkembangan kognitif anak (p=0,011), interaksi sosial anak dengan perkembangan kognitif anak (p=0,000), pola asuh anak dengan perkembangan kognitif anak (p=0,030), pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak (p=0,023). Diperlukan perhatian yang lebih dalam proses tumbuh kembang anak untuk dapat mencapai perkembangan kognitif yang maksimal.

Kata kunci : status gizi, interaksi sosial, pola asuh anak, pendidikan ibu, perkembangan kognitif anak


(8)

vii

THE ASSOCIATION OF NUTRITIONAL STATUS, SOCIAL INTERACTION, PARENTING OF CHILDREN, AND EDUCATION OF MOTHER WITH

COGNITIVE DEVELOPMENT OF CHILDREN

Septalia Isharyanti1, Ismi D. A.Nurhaeni2, Diffah Hanim3 Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana UNS

septalia.isharyanti@yahoo.com

ABSTRACT

Background : Childrenhood was a crucial period in the process of its growth and development. The development of children was very complex, consist of process of

biology, socioemotional and cognitive. It’s estimated more than 200 million children

were faced to the failure to reach the potency of cognitive development. Low of cognitive development in childrenhood would affect the welfare of adulthood. This purpose of study was to analyze the association of nutritional status, social interaction, parenting of mother and education of mother with cognitive development of children. Method : This study was analytic observational with the approach of cross sectional. Location this study in region of Puskesmas Kebakkramat I, District of Karanganyar. The sample in this study was 80 of children and 80 of mothers (15-20 subject by variabel). The collecting of data with questionnaire and observation. Data analyze used Regretion Logistic.

Result : The mayority of mother’s age between 20-34 years (80,0%) and it’s

reproductive age. The mayority of mother’s education was intermediate (46,3%), so

mothers could receive the information of children health well. The mayority of mother’s

work was housewife, so mothers had much time to treat their children (55,0%). The

mayority of children’s nutritional status between at good category (83,8%) based on the

measurement of BB/U. The mayority of children’s interaction social was good (65%),

so the children could adapte to environment well. The mayority of parenting of children was authoritative (46,3%), whether the interaction between mother and children could intertwin easily.

The Conclusion : There’s positive association and significant statistically between the

children’s nutritional status and the cognitive development (p=0,011), the children’s

social interaction with the cognitive development (p=0,000), the parenting of children

with the cognitive development (p=0,030), the mother’s education with the cognitive development (p=0,025). It’s needed much attention for the growth and development of

children so can reach the cognitive development optimally.

Keyword : the status of nutritional, the interaction of social, the parenting of children, the education of mothers, the cognitive development of children


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya yang tidak bisa ternilai. Shalawat dan salam kita ucapkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan para pengikutnya.

Tesis dengan judul “Hubungan Status Gizi, Interaksi Sosial, Pola Asuh Ibu, dan Pendidikan Ibu Dengan Perkembangan Kognitif Anak” ini dapat tersusun atas bantuan berbagai pihak, instansi terkait maupun materiil. Untuk itu, perkenankanlah penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc., PhD selaku dosen, pembimbing, penguji serta Kepala Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat.

4. Ir. Ruben Darmawan, dr, Ph.D selaku penguji, atas masukan dan arahan bagi penulis.

5. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni M.Si selaku pembimbing I, atas bimbingan, masukan, pengarahan dan motivasi bagi penulis.

6. Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si selaku pembimbing II, atas bimbingan, masukan, pengarahan serta motivasi bagi penulis.

7. Keluarga tercinta, khususnya kedua orang tua dan kakakku tercinta serta saudara saya yang selalu memberikan dukungan secara materiil serta doa yang tulus kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 yang telah memberikan dukungan serta membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Sebagai buah karya manusia, penulis menyadari tulisan ini tak luput dari segala kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap adanya masukan kritikan serta saran yang membangun demi perbaikan karya ini.

Surakarta, Juni 2015 Penulis


(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii

KEASLIAN PENELITIAN ... iv

BIODATA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 6

1. Status Gizi ... 6

2. Interaksi Sosial ... 7

3. Pola Asuh ... 8

4. Pendidikan ... 11


(11)

x

5. Perkembangan ... 12

6. Perkembangan Kognitif ... 12

7. Anak Usia Prasekolah ... 18

8. Hubungan Antar Variabel ... 18

B. Penelitian Relevan ... 20

C. Kerangka Berpikir ... 23

D. Hipotesis ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 24

D. Variabel ... 25

E. Definisi Operasional ... 25

F. Metode Pengumpulan Data ... 26

G. Instrumen Penelitian ... 26

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 28

I. Pengolahan Data ... 29

J. Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ... 31

B. Pengujian Hipotesis ... 33

C. Pembahasan ... 37

D. Keterbatasan Penelitian ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 40

B. Implikasi... 41

C. Saran... 41 DAFTAR PUSTAKA


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Matriks Kombinasi Dua Dimensi dalam Pengasuhan... 11

Tabel 2.2 Tingkat pencapaian perkembangan kognitif ... 15

Tabel 3.1 Kisi-kisi kuesioner variabel pola asuh ... 27

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner variabel interaksi sosial ... 27

Tabel 4.1 Distribusi Umur Ibu ... 31

Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu ... 31

Tabel 4.3 Distrbusi Pekerjaan Ibu ... 32

Tabel 4.4 Distribusi Kategori Status Gizi Anak... 32

Tabel 4.5 Distribusi Interaksi Sosial Anak ... 32

Tabel 4.6 Distribusi Pola Asuh Anak ... 33

Tabel 4.7 Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Kognitif Anak ... 33

Tabel 4.8 Hubungan Interaksi Sosial Anak dengan Perkembangan Kognitif Anak 34 Tabel 4.9 Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Perkembangan Kognitif Anak... 34

Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Kognitif Anak 35 Tabel 4.11 Analisis Regresi Logistik Ganda... 35


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 23


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Jadwal Penelitian Lampiran II Kuesioner Penelitian

Lampiran III Surat Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran IV Balasan Surat Ijin Pendahuluan dari Kesbangpol, Bappeda, Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar

Lampiran V Data Penelitian

Lampiran VI Output SPPS versi 17.0


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa periode anak merupakan masa yang penting dalam proses tumbuh kembangnya. Dalam masa ini diupayakan mampu berjalan dengan optimal agar kelak dewasa nanti bisa menjadi manusia yang sehat baik fisik dan psikologis. Untuk menjadi generasi bangsa yang berkualitas diperlukan proses pembelajaran yang baik dan berkesinambungan sejak dini.

Pola perkembangan anak sangatlah unik, pola yang kompleks terdiri dari proses biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2010). Perkembangan kognitif adalah perkembangan yang menunjukkan perubahan struktur atau proses mental yang terjadi sebagai hasil individu menerima informasi dan membangun pemahaman secara mental (Schunk, 2012). Perkembangan kognitif mencakup perkembangan bahasa dan visual motorik. Perkembangan kognitif melibatkan tiga komponen yaitu atensi, pengolahan informasi, dan memori (Damayanti & Herlina, 2009). Sebuah penelitian menyatakan bahwa rendahnya tingkat perkembangan kognitif pada anak usia dini akan berpengaruh terhadap kesejahteraan pada masa dewasa nanti (Paxson & Schady, 2007). Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Venom tahun 1976 bahwa pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif pada anak lebih cepat pada tahun tahun pertama kehidupan dan 92% kapasitas intelektual orang dewasa didapatkan sebelum mencapai umur 13 tahun (Chowdhury & Ghosh Tusharkanti, 2009).

Dalam proses tumbuh kembang, diperlukan zat makanan yang adekuat yang bisa memenuhi kebutuhan gizi anak (Depkes, 2005). Status gizi berhubungan signifikan dengan tingkat perkembangan kognitif. Semakin meningkat status gizi makan akan semakin meningkat pula tingkat perkembangan kognitif (Solihin dkk, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Nahar dkk di Bangladesh menyatakan bahwa standar perawatan gizi yang dikombinasikan dengan intervensi psikososial pada anak-anak kekurangan gizi mampu mengurangi efek negatif kekurangan gizi pada perkembangan kognitif anak-anak berusia 6-24 bulan (Santrock, 2011). Namun, commit to user


(16)

penelitian lain yang dilakukan oleh Santos menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara perkembangan kognitif dan status gizi. Ada pengaruh yang lebih kuat dari faktor sosial ekonomi dan psikososial anak yang berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak. Malnutrisi tidak akan mempengaruhi perkembangan kognitif awal ketika anak sudah terintegrasi dalam lingkungan yang buruk dengan sumber daya pendidikan dan ekonomi yang tidak memadai (Santos, et al, 2008).

Dalam proses perkembangan anak, selain adanya proses kognitif juga dibutuhkan proses sosioemosional yang bisa dibangun melalui interaksi sosial. Interaksi sosial sangatlah penting dimana pengetahuan yang dibangun antara dua orang atau lebih (Schunk, 2012). Interaksi sosial dibutuhkan anak untuk mengenal lingkungannya dimana ia tinggal karena akan sangat mempengaruhi perkembangannya. Interaksi sosial sebaiknya diajarkan pada anak sedini mungkin karena peningkatan keahlian sosial akan lebih mudah jika anak berusia dibawah 10 tahun (Santrock,2010). Perkembangan kognitif tidak hanya terjadi secara bertahap, budaya dan interaksi sosial juga berperan penting dalam perkembangan kognitif anak. Interaksi sosial dapat membantu mereka untuk beradaptasi dan membangun pengetahuan dengan orang lain melalui kegiatan-kegiatan yang kooperatif (Santrock, 2011).

Orangtua selalu mempunyai andil dan tanggung jawab yang besar terhadap setiap perkembangan anak mereka. Anak tumbuh dalam keluarga dengan latar belakang yang berbeda-beda dan orangtua mempunyai cara tersendiri dalam mengasuh anak. Orangtua memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan anak, terlibat secara langsung dengan anak-anak dan merangsang perkembangan kognitif anak mereka (Santrock, 2011). Perkembangan anak bergantung pada kepekaan dan ketanggapan ibu dalam mengasuh anaknya (Noordiati dkk, 2011).

Perkembangan anak yang progresif tidak lepas dari pengaruh orangtua. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi) besar terhadap perkembangan kognitif anak. Hubungan antara pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak berbanding lurus. Semakin tinggi pendidikan ibu, maka akan semakin tinggi pula kemampuan kognitif anak (Hastuti dkk, 2010).


(17)

Anak usia prasekolah merupakan masa dimana anak dipersiapkan untuk mulai mengenal lingkungan sekolah dan belajar. Pada masa ini terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan dan proses berpikir (Depkes, 2005). Dalam perkembangannya anak usia pra sekolah sering dihadapkan dengan defisiensi gizi yang secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan kognitifnya. Pada tahun 2003 prevalensi gizi buruk pada anak usia pra sekolah 8,3% dan gizi kurang 27,5%, sedangkan pada tahun 2001 prevalensi stunting laki-laki sebesar 46,6% dan perempuan 45,5% (Sunarti, 2013). Angka prevalensi kekurangan gizi anak di Jawa Tengah pada tahun 2010, adalah sebesar 15,7% sedangkan target MDGs adalah sebesar 15,5% (Riskesdas, 2010).

Sebuah penelitian menyatakan bahwa diperkirakan lebih dari 200 juta anak dengan usia di bawah lima tahun mengalami kegagalan dalam mencapai potensial perkembangan kognitif yang optimal karena kemiskinan, kesehatan dan gizi yang buruk serta kurangnya perawatan (Mc Gregor et al, 2007). Sekitar 12-16% anak-anak di Amerika Serikat mengalami gangguan perkembangan dan perilaku. Gangguan komunikasi dan gangguan kognitif adalah bagian dari gangguan perkembangan yang terjadi pada 8% anak (Dhamayanti dan Herlina, 2009).

Di Provinsi Jawa Tengah, jumlah anak balita dan anak usia pra sekolah pada tahun 2009 sebanyak 2.239.357. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita dan anak usia pra sekolah sebesar 53,44 % pada tahun 2006, 33,58 % pada tahun 2007, 44,76 % pada tahun 2008, dan mengalami kenaikan sebesar 50,29 % pada tahun 2009 (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Pada tahun 2012, cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak sebesar 35,66%. Data tersebut masih jauh dari target cakupan Standar Pelayanan Minimal tahun 2010 sebesar 95 %.

Kabupaten Karanganyar merupakan kabupaten yang mempunyai cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah pada tahun 2009 yaitu sebesar 95,58% melebihi cakupan Standar Pelayanan Minimal sebesar 95% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Pada tahun 2012, cakupan jumlah anak usia dini (0-6 tahun) di Kabupaten Karanganyar yang belum terlayani masih rendah yaitu sebesar 39,18% (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2012). Puskesmas commit to user


(18)

Kebakkramat I merupakan Puskesmas yang mempunyai cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah 2014 sebanyak 80,92%. Puskesmas Kebakkramat mempunyai wilayah kerja yang terdiri dari lima desa antara lain Kemiri, Nangsri, Macanan, Kebak dan Waru (Laporan Bulanan Puskesmas Kebakkramat I, 2014).

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan status gizi anak, interaksi sosial, pola asuh ibu, pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I, Kabupaten Karanganyar.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Antara

Status Gizi, Interaksi Sosial, Pola Asuh Ibu, Pendidikan Ibu Dengan Perkembangan Kognitif Anak di Puskesmas Kebakkramat I, Kabupaten Karanganyar.” ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan status gizi, interaksi sosial, pola asuh ibu, pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis hubungan status gizi anak dengan perkembangan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar.

b. Menganalisis hubungan interaksi sosial anak dengan perkembangan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar.

c. Menganalisis hubungan pola asuh ibu dengan perkembangan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar.

d. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar.

e. Menganalisis hubungan status gizi, interaksi sosial, pola asuh ibu, pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar.


(19)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat menjadi bukti empiris tentang adanya hubungan status gizi anak, interaksi sosial, pola asuh ibu, pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak di Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar. 2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi panduan bagi kader dan petugas Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar dalam meningkatkan status gizi, pelayanan tumbuh dan kembang anak, serta pola asuh makan gizi seimbang pada anak.


(20)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Status Gizi

Definisi dari status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Hermawan, 2006). Status gizi merupakan akibat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut / keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh (Supariasa, 2002).

Ada beberapa pendekatan untuk mengkaji status gizi, antara lain : antropometri, biokimiawi, pemeriksaan klinis, dan pengkajian makanan (Gybney, 2008). Antropometri adalah pengukuran besar dan komposisi tubuh. Pengukuran ini paling sering digunakan untuk menilai status gizi secara langsung. Ada beberapa macam pengukuran antropometri, antara lain : massa tubuh, pengukuran panjang, komposisi tubuh ((Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2013).

Indeks antropometri merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Beberapa indeks antropometri adalah sebagai berikut : BB/U (berat badan terhadap umur), TB/U (tinggi badan terhadap umur), BB/TB (berat badan terhadap tinggi badan), LILA/U (lingkar lengan atas terhadap umur) (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2013). Klasifikasi status gizi mengacu pada nilai z score BB/U, yaitu sebagai berikut :

a. Status gizi lebih, dengan kriteria z score lebih dari 2 SD

b. Status gizi baik, dengan kriteria z score antara – 2 SD hingga 2 SD c. Status gizi kurang, dengan kriteria z score antara – 3 SD hingga – 2 SD d. Status gizi buruk, dengan kriteria z score kurang dari – 3 SD (World Health

Organization, 2006).


(21)

Sedangkan untuk indikator TB/U adalah sebagai berikut : a. Sangat pendek, dengan kriteria z score < - 3SD

b. Pendek, dengan kriteria z score antara -3SD hingga < -2SD c. Normal, dengan kriteria z score ≥ -2SD

Tinggi badan per umur digunakan untuk mengetahui indeks status gizi pada keadaan yang telah lalu (Alamsyah dan Muliawati, 2013).

Uji biokimiawi mengukur jenis protein viseral dan somatik. Dengan parameter masing-masing adalah serum albumin, prealbumin, transferin, hitung jumlah limfosit, dan uji antigen pada kulit. Parameter protein somatik bisa juga dilihat dengan mengukur lingkar pertengahan lengan atas.

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh yang di harus diperhatikan antara lain kulit, rambut, gusi, bibir, lidah, mata, dan alat kelamin.

Pengkajian makanan bisa dilakukan dengan 24-hour food recall/record, food frequency questionnaire, food history.

Menurut Soekiman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi Nasional (Depkes RI, 2000), faktor faktor yang mempengaruhi status gizi anak antara lain adalah penyakit infeksi, pola pemberian makan, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan, serta perawatan anak sakit.

2. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis dan bisa terjadi antara individu, antara kelompok dan antara individu-kelompok (Fitriyah, 2014). Bentuk interaksi sosial bisa dibedakan menjadi dua. Berdasarkan jumlah pelakunya : individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Menurut proses terjadinya, interaksi sosial dibagi menjadi 4 antara lain :

a. Imitasi dengan meniru cara orang lain. Salah satu proses belajar yang mengikuti perilaku orang lain. Imitasi dibedakan menjadi 2, yaitu imitasi negatif dimana bentuk imitasi yang mendorong seseorang meniru perilaku menyimpang dan imitasi positif yang mendorong seseorang berperilaku sesuai norma yang berlaku (Sunaryo, 2004).


(22)

b. Identifikasi dengan menirukan menjadi sama dengan orang yang disukai. Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain (Soekanto, 2000).

c. Sugesti merupakan proses interaksi yang memberikan pengaruh kepada orang lain agar mengikuti tanpa berpikir panjang (Sunaryo, 2004).

d. Simpati merupakan adanya perasaan tertarik kepada orang lain secara sadar karena keseluruhan cara berperilaku dari orang tersebut (Gerungan, 2004). Faktor pendorong terjadinya interaksi sosial antara lain adanya kontak sosial yang bisa terjadi antar perorangan, antar kelompok atau antar perorangan dan kelompok (Sudarma, 2008). Kontak sosial berlangsung dalam tiga bentuk yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok, dan antarkelompok dengan kelompok lainnya. Kontak sosial bisa terjadi dalam bentuk positif yang mengarah kerjasama sedangkan bentuk negatif mengarah pada konflik (Tim Mitra Guru, 2007).

Faktor yang kedua adalah komunikasi sosial, dimana dimaksudkan berhubungan atau bergaul dengan orang lain. Tidak selamanya kontak sosial akan menghasilkan interaksi sosial yang baik apabila proses komunikasinya tidak berlangsung secara komunikatif (Fitriyah, 2014). Komunikasi merupakan tafsiran yang diberikan seseorang terhadap perilaku orang lain serta perasaan yang ingin disampaikan kepada orang tersebut (Soekanto, 2000).

Bentuk interaksi sosial ada tiga, antara lain : kerjasama, akomodasi dan asimilasi. Kerjasama adalah bentuk usaha antar orang perorangan terhadap kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dapat berkembang apabila orang orang didalamnya dapat digerakkan untuk mencapai tujuan bersama atas kesadaran dan iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerjanya (Soekanto, 2000). Bentuk kedua yaitu akomodasi, merupakan usaha usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan dalam rangka mencapai kestabilan. Asimilasi adalah usaha saling menghargai untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada (Soekanto, 2000).

3. Pola Asuh

Pola asuh merupakan interaksi antara orangtua dengan anak yang meliputi ekspresi sikap, nilai, perhatian dalam membimbing, mengurus dan melatih anak. commit to user


(23)

Pola asuh juga bisa diartikan dengan semua aktivitas orang tua yang berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan otak (Musaheri, 2007).

Praktik pengasuhan mempunyai pengaruh penting teradap kesejahteraan anak, harga diri yang positif, kesehatan mental, kepuasan hidup, kebahagiaan dan perkembangan moral (Lestari, 2012). Praktik pengasuhan mempunyai beberapa aspek antara lain : Kontrol dan pemantauan; kontrol merupakan penekanan terhadap batasan-batasan yang diberikan orangtua kepada anaknya, dengan adanya batasan anak perlu mendapat pemantauan sebagai pengembangan kontrol terhadap anak. Dukungan dan keterlibatan; mencerminkan adanya ketanggapan orangtua atas kebutuhan anak, keterlibatan orangtua sangat diperlukan ketika orangtua berpartisipasi aktif dalam pengasuhan anak dengan bermain, mengisi waktu luang bahkan kontribusi substantif dalam perawatan dan supervisi (Williams dan Kelly, 2005). Komunikasi; komunikasi yang baik antara orangtua dan anak dapat mempengaruhi psikososial positif anak. Kedekatan; cenderung adanya kehangatan dalam pengasuhan. Kedisiplinan; upaya orangtua untuk melakukan kontrol terhadap anaknya.

Gaya pengasuhan menurut Baumrind dalam Santrock, 2011 dibagi menjadi empat, antara lain :

a. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting)

Gaya asuh yang bersifat membatasi dan menghukum. Orangtua dengan pola asuh otoriter memerintahkan anaknya untuk mengikuti petunjuk mereka dan menghormati mereka dengan membatasi anak serta tidak mengijinkan anak untuk banyak bicara.

b. Pola asuh otoritatif (authoritative parenting)

Gaya asuh yang mendorong anaknya untuk menjadi independen tetapi masih membatasi dan mengontrol tindakan anaknya. Adanya tukar pendapat antara orangtua dan anak dengan sikap orangtua yang membimbing dan mendukung anaknya.

c. Pola asuh yang mengabaikan (neglectful parenting)

Gaya pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka. Anak-anak dari orangtua yang mengabaikan, mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain dari kehidupan orang tua mereka adalah commit to user


(24)

lebih penting daripada diri mereka. Anak-anak dari orang tua yang mengabaikan memiliki pengendalian yang buruk, tidak memiliki kemandirian yang baik, dan tidak termotivasi untuk berprestasi.

d. Pola asuh yang memanjakan (indulgent parenting)

Gaya asuh dimana orangtua sangat terlibat dalam kehidupan anaknya tapi tidak banyak memberi batasan pada perilaku anaknya. Orangtua percaya bahwa kombinasi dukungan pengasuhan dan sedikit pembatasan akan menciptakan anak yang kreatif dan percaya diri. Hasilnya adalah anak-anak ini biasanya tidak belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Orang tua dengan pola asuh yang memanjakan tidak mempertimbangkan perkembangan diri anak secara menyeluruh (Santrock, 2011).

Pendapat lain mengatakan, ada tiga pembagian pola asuh yaitu pola asuh otoriter, permisif dan otoritatif / demokratis (Djiwandono, 2006).

a. Otoriter

Adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Orangtua seperti ini mempunyai sikap penerimaan rendah namun kontrolnya yang tinggi (Yusuf, 2010).

b. Permisif

Orangtua memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada anak mereka dan menempatkan harapan-harapan kepada anak mereka. Orangtua mempunyai sikap penerimaan yang tinggi namun kontrolnya rendah, serta memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan keinginannya (Yusuf, 2010). c. Otoritatif / demokratis

Pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anaknya tetapi bersikap responsif. Pengasuhan otoritatif diasosiasikan dengan rasa harga diri yang tinggi, bermoral standar, kematangan pikososial, kemandirian, sukses dalam belajar dan bertanggung jawab secara sosial.


(25)

Tabel 2.1 Matriks Kombinasi Dua Dimensi dalam Pengasuhan

Penerimaan / Ketanggapan

Tinggi Rendah

Kontrol/Tuntutan

Tinggi

(Otoritatif) Tuntutan yang masuk akal, penguatan yang konsisten,

disertai kepekaan dan penerimaan pada anak.

(Otoriter) Banyak aturan dan tuntutan, sedikit

penjelasan, dan kurang peka terhadap

kebutuhan dan pemahaman anak Rendah (Permisif) Sedikit aturan dan tuntutan, anak terlalu dibiarkan bebas menuruti kemauannya. (Tak Peduli) Sedikit aturan dan tuntutan, orangtua tidak peduli dan peka pada kebutuhan

anak. Sumber : Shaffter, 2002

4. Pendidikan

Pengertian pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut UU Nomor 20 Tahun 2004, jenjang pendidikan formal dibagi menjadi 3, yaitu : pendidikan dasar yang terdiri atas SD/MI dan SMP/MTs, pendidikan menengah yang terdiri atas SMA/MA dan SMK/MAK, serta pendidikan tinggi yang terdiri atas akademi, institut, sekolah tinggi dan universitas (Hasbullah, 2006).


(26)

5. Perkembangan

Dalam perkembangan manusia terdapat tugas tugas perkembangan sesuai dengan fase perkembangannya. Menurut Buhler tahun 1930, fase perkembangan antara lain :

a. Fase pertama (0-1 tahun)

Fase dimana difokuskan pada melatih fungsi motorik dan mengamati berbagai objek di luar dirinya.

b. Fase kedua (2-4 tahun)

Pada fase ini, anak mulai mengenal benda-benda di luar dirinya disertai dengan pemahaman subyektif yang seolah-olah benda tersebut bisa merasakan keadaan si anak. Sebagai contoh, anak suka melakukan perbincangan dengan boneka atau hewan.

c. Fase ketiga (5-8 tahun)

Anak mulai mengenal lingkungan luar dan bersosialisasi dengan masyarakat karena anak mulai memasuki dunia sekolah. Dalam proses sosialisasi ini, sangat dibutuhkan adanya interaksi sosial.

d. Fase keempat (9-11 tahun)

Masa dimana adanya sudut pandang obyektivitas tertinggi. Anak mulai bisa mengeksplor dan lebih memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga anak cenderung untuk menemukan pribadinya sendiri.

e. Fase kelima (14-19 tahun)

Akhir dari perkembangan anak, lebih bisa bersikap secara subyektif atas kesadaran dan mampu mengarahkan pada permasalahan yang lebih konkret (Sobur, 2003).

6. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, perkembangan atau kemampuan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Proses kognitif adalah perubahan dalam pemikiran, kecerdasan dan bahasa anak (Santrock, 2010).

Menurut Piaget kognitif mengalami beberapa proses yaitu skema dimana sebuah konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran seseorang yang commit to user


(27)

dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi. Proses yang kedua adalah asimilasi, suatu proses mental yang terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi merupakan suatu proses mental yang terjadi ketika anak menyesuaikan diri dengan informasi baru. Dan ekuilibrasi adalah mekanisme untuk menjelaskan bagaimana anak bergerak dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya. Pergeseran ini terjadi ketika anak mengalami konflik kognitif dalam usahanya memahami dunia (Santrock, 2010).

Teori Piaget terdiri dari empat tahap, yaitu: sensorimotor, pra operasional, operasional konkret dan operasional formal. Tahap Sensorimotor berlangsung sejak kelahiran sampai usia 2 tahun. Dalam tahap ini, bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman indra mereka dengan gerakan motor mereka.

Tahap pra operasional adalah tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Operasi disini dimaksudkan adalah kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik (Yusuf, 2014). Tahap ini bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu : subtahap fungsi simbolis, terjadi kira-kira antara usia dua sampai empat tahun. Dalam subtahap ini, anak kecil mulai bisa mempresentasikan objek yang tak hadir. Penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan kemunculan sikap bermain. Tahap yang kedua adalah subtahap pemikiran intuitif, dimulai sekitar umur empat sampai tujuh tahun. Pada subtahap ini, anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban dari semua pertanyaan.

Tahap operasional konkret merupakan tahap ketiga, dimulai umur tujuh tahun sampai sebelas tahun. Pemikiran operasional konkret mencakup penggunaan operasi. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan untuk menggolong-golongkan sudah ada tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Operasi konkret adalah tindakan mental yang bisa dibalikkan berkaitan dengan objek konkret nyata.

Tahap operasional formal, tahap ini muncul pada usia sebelas tahun hingga masa dewasa nanti. Individu sudah mulai memikirkan pengalaman di luar commit to user


(28)

pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis dan logis (Santrock, 2010).

Untuk menilai perkembangan kognitif anak, digunakan instrumen tes kertas dan pensil yang diadopsi dan dikembangkan oleh Bakken berdasarkan teori Piaget. Dalam instrumen tersebut dijelaskan beberapa tugas sesuai tahapan perkembangan kognitif anak. Tugas yang berhubungan dengan tahap sensorimotor menilai reaksi sirkuler sekunder, eksplorasi sistematis, dan transisi dari tahap sensorimotor atau tahap pra operasional (Crain, 2005). Pemikiran pra konseptual, penerimaan perspektif dan permanen konsep adalah tugas-tugas yang sebaiknya diberikan kepada anak yang berada pada tahap pra operasional awal. Tugas konservasi jumlah, kuantitas berkelanjutan, masa, berat dan volume sebaiknya digunakan untuk menilai anak dalam tahap operasional konkret. Untuk anak pada tahap operasional formal seharusnya diberikan dengan menilai tugas konservasi volume, sistem kombinasi operasi dan kemampuan menggunakan alasan deduktif (Dugan, 2003).

Menurut Piaget pertumbuhan mental terdiri dari dua unsur yaitu perkembangan dan belajar. Perkembangan merupakan perubahan struktur, beda halnya dengan belajar terjadi perubahan isi didalamnya. Proses perkembangan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu heriditas, pengalaman, transmisi sosial dan ekuilibrasi.

Heriditas diyakini Piaget berkaitan dengan faktor

kematangan internal yang akan berkembang dari tahun ke tahun.

Kematangan mempunyai peranan penting dalam perkembangan

intelektual, akan tetapi faktor ini saja tidak mampu menjelaskan segala

sesuatu tentang perkembangan intelektual. Pengalaman dengan

heriditas fisik merupakan dasar perkembangan struktur kognitif.

Transmisi sosial digunakan untuk mempresentasikan pengaruh budaya

terhadap pola berfikir anak. Penjelasan dari guru, penjelasan orang tua,

informasi dari buku, meniru, merupakan bentuk-bentuk transmisi

sosial. Kebudayaan dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan

kognitif, seperti dalam berhitung atau membaca. Anak dapat menerima

transmisi sosial apabila dalam keadaan mampu menerima informasi

commit to user


(29)

dengan catatan anak harus memiliki struktur kognitif yang

memungkinkan terlebih dahulu. Faktor keempat adalah ekuilibrasi,

merupakan keadaan dimana setiap individu akan ada proses ekuilibrasi

yang mengintegrasikan faktor heriditas, pengalaman dan transmisi

sosial. Adanya ekuilibrasi karena anak secara aktif berinteraksi dengan

lingkungan. Hasil dari interaksi itu anak akan berproses apabila

dihadapkan pada situasi yang mungkin tidak dapat menanggapi

stimulus. Kontradiksi ini menimbulkan keadaan menjadi tidak

seimbang dan secara aktif anak akan mengubah pola penalarannya

untuk dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan stimulus baru

yang disebut ekuilibrasi (Syaodih, 2015).

Tabel 2.2 Tingkat Pencapaian Perkembangan Kognitif

No. Usia Perkembangan Kognitif

1. 0 - 3 bulan a. Mampu membedakan apa yang diinginkan (ASI, susu dari botol, atau kempong/pacifier).

b. Berhenti menangis setelah digendong atau diberi susu.

2. 3 – 6 bulan a. Memperhatikan dan memilih permainan yang diinginkan.

b. Mengulurkan kedua tangan untuk digendong. 3. 6 – 9 bulan a. Mengamati benda-benda yang bergerak.

b. Berpaling ke arah sumber suara.

c. Mengamati benda-benda yang kemudian dipegang dan dijatuhkan.

4. 9 – 12 bulan a. Memahami perintah sederhana.

b. Menunjukkan reaksi saat namanya dipanggil. c. Mencoba mencari benda yang disembunyikan. d. Mencoba membuka atau melepas benda yang

tertutup.

5. 12 – 18 bulan a. Menyebutkan beberapa nama benda.

b. Menanyakan nama benda yang belum dikenal. c. Membedakan ukuran benda (besar-kecil).

d. Mengenal beberapa warna primer (merah, biru, kuning)

e. Menyebut nama sendiri dan orang orang yang dikenalnya.

6. 18 – 24 bulan a. Mempergunakan alat permainan dengan cara semaunya.


(30)

c. Memahami konsep angka dan hitungan sederhana. d. Memahami prinsip milik orang lain.

7. 2 – 3 tahun a. Menyebut bagian-bagian suatu gambar (wajah orang, mobil, binatang dan lainnya)

b. Memahami prinsip ukuran (besar-kecil, panjang-pendek).

c. Mengenal kembali bagian-bagian tubuh (lima bagian)

d. Mengenal tiga macam bentuk geometri, seperti lingkaran, segitiga dan persegi empat.

8. 3 – 4 tahun a. Menempatkan benda dalam urutan berdasarkan ukuran (paling kecil-paling besar).

b. Menemukan / mengenali bagian yang hilang dari suatu pola gambar (wajah orang, mobil dan lainnya) c. Mengekspresikan diri.

d. Memahami perbedaan antara dua hal dari jenis yang sama (misalnya perbedaan antara buah rambutan dan pisang, perbedaan antara ayam dan kucing).

9. 4 – 5 tahun a. Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk, warna, atau ukuran.

b. Menyebutkan beberapa angka dan huruf.

c. Menggunakan benda-benda sebagai permainan simbolik (misalnya kursi sebagai mobil).

d. Mengenal sebab-akibat tentang alam sekitar.

10. 5 – 6 tahun a. Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsinya (misalnya pensil untuk menulis).

b. Menunjukkan kegiatan yang bersifat eksploratif dan menyelidik.

c. Mencari alternatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam suatu aktivitas.

d. Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan bersama teman-teman.

e. Menunjukkan inisiatif dan kreativitas dalam memilih tema permainan.

Sumber : Ali Nugraha, dkk (2011) dalam Wiyani (2014)

Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain : sosial ekonomi keluarga, pendidikan orangtua, pola interaksi ibu. Faktor sosial ekonomi merupakan masalah yang sering ditemukan, kemiskinan berhubungan dengan masalah kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Wong menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan rendah tidak menguntungkan bagi perkembangan anak. Pendidikan orangtua merupakan faktor prediktor yang kuat terhadap skor tes akademik dan kognitif anak (Klebanov and Gunn, 2006). Pola interaksi ibu digambarkan juga berkontribusi banyak dengan perkembangan commit to user


(31)

kognitif anak. Anak yang mendapatkan lebih banyak kasih sayang ibu selama masa kehamilan akan mempunyai kemampuan intelegensi yang lebih baik (Bulut, 2013).

Menurut Wiyani (2014) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

a. Faktor Internal 1) Faktor hereditas

Manusia yang lahir sudah dibekali potensi yang tidak bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor bawaan yang akan menentukan perkembangannya kelak.

2) Faktor kematangan

Organ manusia sudah mencapai tahap mampu menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik.

3) Faktor minat dan bakat

Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya. Bakat merupakan sesuatu yang inherent dalam diri seseorang dan lebih ke arah potensial daripada kemampuan / kapasitas (Anastasi, 1999).

b. Faktor Eksternal 1) Faktor lingkungan

Taraf intelegensi manusia dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari lingkungan sekitar.

2) Faktor pembentukan

Segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi kognitifnya. Terdapat dua faktor pembentukan yaitu pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar) (Susanto, 2011).

3) Faktor kebebasan

Keleluasaan manusia untuk berpikir tanpa ada tekanan dan paksaan. Ini berarti anak sebaiknya dapat memilih cara tertentu untuk menyelesaikan dan memilih masalah sesuai kebutuhannya. commit to user


(32)

7. Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekolah mempunyai rentang umur 60 - 72 bulan. Pada masa prasekolah, terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan dan proses berpikir (Depkes, 2005). Masa prasekolah merupakan periode penting ketika kognitif anak mulai terlihat adanya perkembangan dan waktu yang tepat untuk anak mempersiapkan diri memasuki sekolah (Hidayat, 2005). Dalam fase ini anak mulai memiliki kesadaran mengenai jenis kelamin, belajar buang air, dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (Yusuf, 2014).

Anak usia pra sekolah lebih dikenal dengan anak usia dini. Dalam perkembangan anak usia dini berhubungan dengan perubahan psikis dan bersifat kualitatif. Lima aspek perkembangan anak usia dini antara lain kognitif, emosi, sosial, bahasa, moral dan agama (Wiyani, 2014).

Anak mulai dikenalkan lingkungan diluar rumah dan mulai menghabiskan waktu diluar rumah bersama temannya. Selain itu pada masa ini, anak dipersiapkan untuk sekolah. Panca indera dan sistem reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik.

Orangtua dan keluarga diharapkan dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya, agar dapat dilakukan intervensi dini bila anak mengalami kelainan atau gangguan (Depkes, 2005).

8. Hubungan Antar Variabel

Perkembangan anak bisa dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang diperoleh anak. Masalah kurang gizi berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi otak yang kemudian dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif (Levitsky & Strupp, 1995). Kurang gizi di masyarakat tidak hanya mempengaruhi perkembangan anak secara normal tetapi juga akan berdampak terhadap kesehatan ibu. Kondisi gizi yang buruk dapat mempengaruhi perkembangan otak anak sebelum dan sesudah kelahiran (Chowdhury & Gosh, 2009). Dalam penelitian yang dilakukan Tarleton tahun 2006 di Bangladesh menyatakan bahwa stunting dan gizi kurang secara signifikan berhubungan dengan skor RCPM serta perkembangan kognitif pada anak. commit to user


(33)

Peran interaksi sosial dalam perkembangan anak telah memberikan catatan penting dalam perkembangan psikologi sebagai proses sosial (Psaltis & Duvven, 2006). Perkembangan kemampuan sosial anak dimulai sejak periode usia pra sekolah hingga akhir sekolah yang ditandai dengan meluasnya pergaulan dan lingkungan sosial anak yang mulai melepaskan diri dengan keluarga (Monks dkk, 2003).

Ibu merupakan orang terdekat bagi anak-anaknya. Peran ibu dalam memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembang anak sangatlah besar. Ibu bertanggung jawab penuh untuk mengasuh anak, pengaruh hubungan antara ibu dan anak perlu mendapatkan perhatian dalam pengawasan terhadap perkembangan anak (Tirtarahardja & Sula, 2000). Pola asuh mempunyai kontribusi terhadap perkembangan anak. Perbedaan pola asuh juga mempunyai hasil perkembangan yang berbeda pada tiap-tiap anak. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dwi Anita tahun 2009, adanya perbedaan perkembangan pada anak usia 48-60 bulan antara kelompok yang diasuh dengan pola asuh otoriter, demokrasi dan liberal. Pola asuh yang dinilai baik adalah pola asuh demokrasi. Gaya pengasuhan anak perlu diterapkan secara fleksibel disesuaikan dengan tahap perkembangan anak, karakter anak dan situasi yang sedang dihadapi (Lestari, 2012).

Pendidikan ibu sangat berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu (Khomsan, 2002). Ibu yang berpendidikan lebih tinggi berupaya untuk mencari informasi guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, terutama dalam pengasuhan anak (Hastuti, dkk, 2010). Orangtua dengan pendidikan tinggi cenderung mudah untuk menangkap informasi serta mengaplikasikannya ke dalam perubahan perilaku. Tingkat pendidikan orangtua yang rendah merupakan faktor resiko terjadinya keterlambatan perkembangan pada anak. Pendidikan yang rendah diduga berhubungan linier dengan kurangnya pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan stimulasi kepada anak (Ariani dan Yosoprawoto, 2012).


(34)

B. Penelitian Relevan

Penelitian ini mempunyai beberapa kesamaan dengan penelitian lainnya, hanya berbeda dalam hal waktu penelitian, tempat, jenis penelitian, metode dan responden. Berikut beberapa judul penelitian yang hampir sama dengan judul penelitian ini antara lain :

1. Perignon, et al (2014), melakukan penelitian yang berjudul “Stunting, Poor Iron Status and Parasite Infection Are Significant Risk Factors for Lower Cognitive Performance in Cambodian School-Aged Children”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai status antropometri dan gizi mikro pada anak anak sekolah di Kamboja dan hubungannya dengan tingkat kognitif anak. Desain penelitian menggunakan randomized controlled trial, stratificaty sampling, sampel adalah anak sekolah umur 6-16 tahun berjumlah 2443. Hasil penelitian ini adalah tingkat kognitif anak anak sekolah di Kamboja sangat multifaktorial, berhubungan signifikan dengan status gizi dan infeksi parasit.

2. Hastuti, dkk (2010), melakukan penelitian dengan judul “Nilai Anak, Stimulasi Psikososial, dan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun pada Keluarga

Rawan Pangan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah”. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menganalisis hubungan nilai anak dengan stimulasi psikososial pada keluarga rawan pangan, menganalisis hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif anak pada keluarga rawan pangan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak pada keluarga rawan pangan. Metode penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif , pemilihan sampel dengan purposive sampling . Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang nyata dan positif antara nilai anak dengan stimulasi psikososial anak. Selain itu terdapat hubungan nyata dan positif antara stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif anak. Terdapat pengaruh yang signifikan antara lama pendidikan ibu, lama pendidikan prasekolah anak, pengeluaran per kapita per bulan dan stimulasi anak.

3. Rahayu, dkk (2003), melakukan penelitian yang berjudul “Pola Pengasuhan, Status Gizi dan Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah di Lingkungan Pesantren dan Keluarga Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengasuhan anak di lingkungan commit to user


(35)

pesantran dan keluarga, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan anak di lingkungan pesantren dan keluarga, mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi dan kemampuan kognitif anak usia sekolah di lingkungan pesantren dan keluarga. Penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan analitik observasional, pemilihan sampel dengan cara purposive sampling sejumlah 62 anak berumur 10-11 tahun. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pola pengasuhan keluarga lebih baik daripada pola pengasuhan di pesantren, faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah lingkungan pengasuhan, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemampuan kognitif adalah interaksi pengasuh anak.

4. Park, et al (2011), melakukan penelitian yang berjudul “The Impact of Nutritional Status and Longitudinal Recovery of Motor and Cognitive Milestones in Internationally Adopted Children”. Penelitian ini menunjukkan bahwa baik malnutrisi akut maupun kronis secara signifikan mempengaruhi status perkembangan serta tingkat perbaikan skor perkembangan kognitif dan psikomotor.

5. Khomsan, et al (2013), melakukan penelitian yang berjudul “Growth, Cognitive Development and Psychosocial Stimulation of Preschool Children in Poor Farmer and Non-Farmer Households”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak pra sekolah. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam keluarga petani, 28,6% anak gizi kurang, 12,1% anak kurus, dan 30,7% anak pendek, sedangkan pada keluarga non petani 31,3% anak gizi kurang, 15,3% anak kurus dan 35,5% anak pendek. Prosentase anak yang mencapai perkembangan kognitif pada kategori tinggi pada keluarga petani sebesar 8% dan pada keluarga non petani sebesar 17,4%. Meskipun demikian, lebih dari setengah anak di kedua kelompok mempunyai skor perkembangan kognitif yang rendan (<60%). Tes korelasi menunjukkan bahwa lamanya pendidikan ibu, stimulasi psikososial, partisipasi dalam pendidikan usia dini dan status gizi mempunyai hubungan yang signifikan dan positif terhadap perkembangan kognitif anak. Ini menunjukkan bahwa pendidikan ibu, stimulasi


(36)

psikososial dan partisipasi dalam pendidikan usia dini serta status gizi yang lebih baik akan meningkatkan perkembangan kognitif anak.

6. Marques L, et al (2008), melakukan penelitian yang berjudul “Determinant of Early Cognitive Development : Hierarchical Analysis of A Longitudinal Study. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara status antropometri, kondisi sosial ekonomi, dan kualitas lingkungan rumah terhadap perkembangan kognitif anak usia 20 sampai 42 bulan. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa perkembangan kognitif awal ditentukan banyak faktor dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial anak, baik faktor terdekat maupun terjauh. Diantara aspek dalam faktor terdekat adalah keberadaan materi permainan (disesuaikan umur anak) dan adanya pendidikan usia dini adalah prediktor paling penting dalam perkembangan kognitif anak.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain terletak pada variable bebas yaitu status gizi dengan indikator yang digunakan adalah BB/U pada kategori gizi baik dan gizi buruk, serta adanya penambahan variabel interaksi sosial dan pola asuh ibu. Penelitian ini menggunakan sampel yang berbeda dari penelitian lain yaitu anak usia pra sekolah 60-72 bulan.


(37)

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Hubungan Status Gizi, Interaksi Sosial, Pola Asuh Anak, dan Pendidikan Ibu Dengan Perkembangan Kognitif Pada Anak

D. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara status gizi, interaksi sosial, pola asuh anak, dan pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak.

Ho : Tidak ada hubungan antara status gizi, interaksi sosial, pola asuh anak, dan pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak.

Status Gizi Interaksi Sosial

Pola Asuh Anak

Pendidikan Ibu

Perkembangan Kognitif

Anak

Faktor Internal Kognitif : a. Hereditas

b. Kematangan organ c. Minat dan bakat

Faktor Eksternal Kognitif : a. Lingkungan

b. Pembentukan diri c. Kebebasan


(38)

24 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karanganyar wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I. Waktu penelitian mulai bulan April-Juni tahun 2015.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi target adalah anak usia pra sekolah di Kabupaten Karanganyar. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah anak usia prasekolah dengan rentang umur 60 - 72 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I Kabupaten Karanganyar berjumlah 895 anak (laki-laki = 435 dan perempuan = 460).

2. Teknik Sampling dan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan Proportional Random Sampling. Ukuran sampel diperkirakan menurut desain analisis data yang akan dilakukan, yaitu analisis multivariat yang melibatkan 4 variabel independen. Dalam model analisis multivariat dibutuhkan 15-20 subjek penelitian per sebuah variabel independen. Jadi dalam penelitian ini minimal dibutuhkan 4 x (15 hingga 20 subjek) = 60 hingga 80 subjek penelitian (Murti, 2013). Pada penelitian ini jumlah sampel yang dibutuhkan peneliti adalah sebanyak 80 ibu dan 80 anak prasekolah.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini :

a. Ibu yang mempunyai anak usia 60-72 bulan b. Anak laki-laki maupun perempuan

c. Anak sehat lahir normal

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini :

a. Ibu yang pindah rumah dari Kebakkramat saat penelitian

b. Anak yang mengalami gangguan kesehatan seperti down syndrome, autis c. Anak mengalami kesakitan saat penelitian berlangsung commit to user


(39)

Untuk menentukan jumlah sampel dari keseluruhan populasi dengan menggunakan metode alokasi proporsional yaitu dengan rumus :

n n

Keterangan :

ni = besar sampel pada masing-masing desa Ni = jumlah anak pada masing-masing desa N = besar populasi

n = besar sampel

Berdasarkan rumus diatas,jumlah sampel dari masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I yaitu :

1. Desa Kemiri : 173/895 x 80 = 15,5 = 16 2. Desa Nangsri : 172/895 x 80 = 15,4 = 15 3. Desa Macanan : 164/895 x 80 = 14,7 = 15 4. Desa Kebak : 170/895 x 80 = 15,2 = 15 5. Desa Waru : 216/895 x 80 = 19,3 = 19 D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah status gizi, interaksi sosial, pola asuh, dan pendidikan ibu. 2. Variabel terikat adalah perkembangan kognitif anak.

E. Definisi Operasional 1. Status Gizi

Definisi : keadaan gizi anak usia 60-72 bulan yang diukur melalui antropometri berdasarkan BB/U.

Alat ukur : Z-score Skala data : kategorik

Klasifikasi : BB/U dengan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, gizi lebih.

2. Interaksi Sosial

Definisi : hubungan timbal balik anak dengan orang lain Alat ukur : kuesioner

Skala data : kategorik

Klasifikasi : baik (nilai skor ≥ 7), kurang (nilai skor < 7).


(40)

3. Pola asuh ibu

Definisi : penerapan cara ibu dalam mendidik dan mengasuh anak Alat ukur : kuesioner

Skala data : kategorik

Klasifikasi : pola asuh demokratis, permisif, otoriter. 4. Pendidikan ibu

Definisi : pendidikan formal ibu yang pernah dicapai berdasar kepemilikan ijazah terakhir yang diakui pemerintah.

Alat ukur : checklist Skala data : kategorik

Klasifikasi : dasar (SD-SMP), menengah(SMA), tinggi (PT/Akademi) 5. Perkembangan kognitif

Definisi : kemampuan berpikir anak Cara ukur : kuesioner

Klasifikasi : kognitif baik (nilai skor ≥ 7) dan kognitif kurang (nilai skor < 7). F. Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner meliputi data identitas ibu dan anak, interaksi sosial, pola asuh dan tingkat pendidikan ibu. Data antropometri anak diperoleh dengan mengukur berat badan menurut BB per umur dengan menggunakan timbangan ketelitian 0,1 kg.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar dan Puskesmas Kebakkramat 01 yang berhubungan dengan lokasi penelitian.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur dengan cara subjek diberikan beberapa pertanyaan kepada responden (Hidayat, 2007).Penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari :

1. Kuesioner karakteristik responden yang terdiri dari nama ibu, umur ibu, tingkat pendidikan ibu, nama anak, umur anak.

2. Status gizi anak berdasarkan BB/U anak ditimbang dan dicatat langsung.


(41)

3. Kuesioner pola asuh ibu terdiri dari 30 item pernyataan favourable dan unfavourable. Penilaian pilihan pernyataan favourable yaitu 1 bila ya dan 0 bila tidak, sedangkan pada pernyataan unfavourable yaitu 1 bila tidak dan 0 bila ya.

Tabel 3.1 Kisi-kisi kuesioner variabel pola asuh

Variabel Indikator Favourable Unfavourable Jumlah Pola Asuh

Ibu a. Otoriter

1, 2, 3, 4, 5,

7, 8, 10 6,9 10

b. Permisif

11, 12, 14, 15, 16, 17,

18, 20 13, 19 10

c. Demokratis

22, 23, 25, 26, 27, 28,

30

21, 24 10

Total 24 6 30

4. Kuesioner interaksi sosial anak, terdiri dari 11 pernyataan. Penilaian pilihan pernyataan favourable yaitu 1 bila ya dan 0 bila tidak, sedangkan pada pernyataan unfavourable yaitu 1 bila tidak dan 0 bila ya.

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner variabel interaksi sosial

Variabel Indikator Favourable Unfavourable Jumlah Interaksi

Sosial

a. Bentuk interaksi sosial

Individu-individu Individu-kelompok

Kelompok-kelompok

b. Proses terjadinya interaksi

Imitasi Identifikasi Sugesti Simpati

c. Tahapan interaksi sosial

Kerjasama Akomodasi Asimilasi

2, 3, 11

4, 5 9 1 6, 7 8, 10 3 4 3

Total 5 5 10


(42)

5. Kuesioner perkembangan kognitif anak terdiri dari 10 item pernyataan. Kuesioner ini diadopsi dari instrumen paper and pencil test oleh Bakken berdasarkan teori Piaget. Penilaian pertanyaan yaitu nilai 1 bila jawaban benar dan niai 0 bila jawaban salah.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor butir dengan skor total.

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan jumlah 20 responden. Untuk perhitungan tiap-tiap item pernyataan akan dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Jika r hitung ≥ koefisien nilai tabel kritis r yaitu pada taraf signifikan 5 % maka instrumen yang diuji dinyatakan valid (Sugiyono, 2012). Berdasarkan hasil uji validitas ditemukan 2 item pertanyaan tentang pola asuh ibu yang mempunyai nilai r hitung < r tabel product moment dengan taraf signifikansi 5 % r tabel, N = 20 (0,444) yaitu pertanyaan nomor 5 (-0,290 < 0,444) dan nomor 11 (-0,350 < 0,444). Dengan demikian dua pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid dan gugur. Selanjutnya dalam penelitian ini yang digunakan item pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32.

Uji validitas pernyataan interaksi sosial ditemukan 2 item pernyataan mempunyai nilai r hitung < r tabel Product Moment dengan taraf signifikansi 5 % r tabel, N = 20 (0,444) yaitu item pernyataan nomor 4 (0,030 < 0,444) dan 9 (0,026 <0 0,444). Dengan demikian dua pernyataan tersebut dinyatakan tidak valid atau gugur. Selanjutnya dalam penelitian ini yang digunakan item pertanyaan nomer 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12.

2. Uji Reliabilitas

Pada uji reliabilitas pengujian instrumen dilakukan dengan tekhnik Alpha cronbach. (Arikunto, 2010). Responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya mempunyai karakteristik sama dengan tempat penelitian yang akan dilaksanakan, dengan tujuan distribusi hasil pengukuran mendekati normal. Kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai alfa minimal sebesar 0,7 (Riwidikdo, 2009). Hasi uji validitas dalam penelitian ini pada kuesioner pola asuh anak dan commit to user


(43)

interaksi sosial anak masing-masing sebesar 0,9 dan 0,793 sehingga kedua kuesioner tersebut dikatakan reliabel karena masing masing besarnya > 0,7. I. Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengolahan melalui beberapa tahap sebagai berikut :

1. Editing

Untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan pengisian dan kejelasan jawaban. Koreksi dilakukan di lapangan setelah pengisian kuesioner selesai. Hal ini bertujuan agar kesalahan atau kekurangan data yang ditemukan dengan segera dapat dilakukan perbaikan.

2. Coding

Coding dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, untuk selanjutnya dimasukkan dalam tabel kerja untuk mempermudah pembacaan.

3. Scoring

Scoring dilakukan dengan memberikan nilai pada data sesuai dengan skor yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner yang tersusun kemudian memberikan total score dari semua jawaban.

4. Tabulating

Menyusun data ke dalam tabel untuk memudahkan dalam menganalisa data ke program SPSS versi 17.0.

J. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan dari masing-masing variabel bebas yaitu status gizi anak, interaksi sosial anak, pola asuh ibu dan pendidikan ibu. Data dikumpulkan kemudian dikelompokkan menurut jenis data masing-masing dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.

Perhitungan distribusi frekuensi dapat dilakukan dengan rumus : P = x100%

n x


(44)

Keterangan :

P = Persentase

x = Total nilai responden. n = Total nilai max

100 = Bilangan tetap (Arikunto, 2010) 2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment apabila data berdistribusi normal. Apabila data berdistribusi tidak normal analisis bivariat dengan uji chi-square dengan ketentuan apabila nilai sig (p)< 0,05 maka dikatakan ada hubungan yang signifikan dan apabila nilai sig (p)> 0,05 maka dikatakan tidak ada hubungan yang signifikan.

Tujuan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan status gizi dengan perkembangan kognitif anak, hubungan interaksi sosial dengan perkembangan kognitif anak, hubungan pola asuh ibu dengan perkembangan kognitif anak, hubungan pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat yaitu untuk mengetahui hubungan status gizi anak, interaksi sosial anak, pola asuh ibu dan pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak.

Uji statistik yang digunakan untuk perolehan data yaitu dengan menggunakan regresi logistik. Adapun rumus regresi logistik adalah sebagai berikut :

Keterangan :

P = Probabilitas untuk kognitif baik 1-P = Probabilitas untuk kognitif kurang

X1 = Status gizi ( 0 : buruk ; 1 : kurang; ; 2: baik ; 3 : lebih) X2 = Interaksi sosial ( 0 : baik ; 1 : kurang)

X3 = Pola Asuh ( 1 : otoriter ; 2 : permisif ; 3 : demokratis) X4 = Pendidikan Ibu ( 0 : dasar ; 2 : menengah ; 3 : tinggi)

In

= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4


(45)

31 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Sampel Penelitian 1. Umur Ibu

Hasil analisis karakteristik subjek berdasarkan distribusi umur Ibu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Umur Ibu

Umur Ibu n %

20 - 34 tahun 64 80,0

≥ 35 tahun 16 20,0

Jumlah 80 100

Sumber : data primer, 2015

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa mayoritas subjek berusia antara 20 tahun sampai 34 tahun yaitu termasuk kategori usia reproduktif. Periode reproduksi sehat pada wanita berada pada rentang umur 20 – 35 tahun (Manuaba, 2002). 2. Pendidikan Ibu

Hasil analisis karakteristik subjek berdasarkan distribusi tingkat pendidikan Ibu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan n %

Pendidikan Tinggi 18 22,4

Pendidikan Menengah 35 43,8

Pendidikan Dasar 27 33,8

Jumlah 80 100

Sumber : data primer, 2015

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki tingkat pendidikan menengah sehingga lebih mudah untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan anak karena tidak ada responden yang buta huruf.

3. Pekerjaan Ibu

Hasil analisis karakteristik subjek berdasarkan distribusi pekerjaan ibu dapat dilihat padaTabel 4.3.


(46)

Tabel 4.3. Distribusi Pekerjaan Ibu

Jenis Pekerjaan n %

IRT/Tidak bekerja 44 55,0

PNS 5 6,2

Wiraswasta 31 38,8

Jumlah 80 100

Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas subjek merupakan Ibu Rumah Tangga yang secara formal tidak bekerja tetapi mereka bisa bekerja di rumah selama 24 jam/hari.

4. Status Gizi Anak

Hasil pengukuran status gizi anak dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Kategori Status Gizi Anak

Status Gizi n %

Gizi lebih 2 2,5

Gizi baik 67 83,8

Gizi kurang 11 13,8

Jumlah 80 100

Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.4. menunjukkan bahwa rata-rata anak memiliki status gizi baik berdasarkan pengukuran BB/U. Namun, satus gizi tersebut hanya berlaku pada waktu penelitian (April-Juni 2015) karena pengukuran BB/U bersifat sesaat. 5. Interaksi Sosial Anak

Hasil kategori interaksi sosial anak dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Distribusi Interaksi Sosial Anak

Interaksi Sosial Anak n %

Baik 52 65,0

Kurang 28 35,0

Jumlah 80 100

Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.5. menunjukkan bahwa mayoritas interaksi sosial anak pada kategori baik yaitu sebanyak 52 orang (65%). Anak dengan interaksi sosial yang kurang mempunyai hubungan timbal balik yang belum baik dengan orang lain, pengaruh lingkungan sosial juga berkontribusi terhadap cara anak berinteraksi dengan orang lain.


(47)

6. Pola Asuh Anak

Hasil kategori pola asuh anak dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Distribusi Pola Asuh Anak

Pola Asuh n %

Demokratis 37 46,3

Permisif 23 28,8

Otoriter 20 25,0

Jumlah 80 100

Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.6. menunjukkan bahwa rata-rata pola asuh ibu kepada anak termasuk pola asuh demokratis yaitu orang tua mampu menjalin hubungan yang baik dengan anak.

B. Pengujian Hipotesis 1. Analisis Bivariat

a. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Kognitif Anak

Hasil analisis Chi Square hubungan status gizi dengan perkembangan kognitif anak dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Kognitif Anak

Status gizi

Perkembangan kognitif

Total p Baik Kurang

n % n % n %

Lebih 0 0 2 2,5 2 2,5

0,000

Baik 54 67,5 13 16,3 67 83,8

Kurang 1 1,3 10 12,4 11 13,7

Total 55 68,8 25 31,2 80 100

Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.7. menunjukkan nilai hasil uji Chi-Square bahwa ada hubungan status gizi dengan perkembangan kognitif anak. Artinya, apabila status gizi anak baik maka perkembangan kognitif anak juga baik.

b. Hubungan Interaksi Sosial dengan Perkembangan Kognitif Anak

Hasil analisis Chi Square hubungan interaksi sosial dengan perkembangan kognitif anak secara statistik menunjukkan bermakna.


(48)

Tabel 4.8 Hubungan Interaksi Sosial dengan Perkembangan Kognitif Interaksi Sosial

Perkembangan Kognitif

Total p Baik Kurang

n % n % n %

Baik 47 58,8 5 6,3 52 64,8

0,000 Kurang 8 10,0 20 25,0 28 35,2

Total 55 68,8 25 31,3 80 100

Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji Chi-Square bahwa ada hubungan interaksi sosial dengan perkembangan kognitif. Artinya apabila interaksi sosial anak baik maka perkembangan kognitif anak juga baik.

c. Hubungan Pola Asuh Anak dengan Perkembangan Kognitif Anak

Hasil analisis Chi Square hubungan pola asuh anak dengan perkembangan kognitif anak secara statistik menunjukkan bermakna.

Tabel 4.9. Hubungan Pola Asuh Anak dengan Perkembangan Kognitif Anak Pola asuh anak

Perkembangan Kognitif

Total p Baik Kurang

n % n % n %

0,030 Demokratis 28 35,0 9 11,2 37 46,2

Permisif 18 22,5 5 6,3 23 28,8 Otoriter 9 11,2 11 13,8 20 25,0 Total 55 68,7 25 31,3 80 100,0 Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.9. menunjukkan bahwa ada hubungan pola asuh anak dengan perkembangan kognitif anak. Artinya, apabila pola asuh anak baik maka perkembangan kognitif anak juga akan baik.

d. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Kognitif Anak Hasil analisis Chi Square hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif secara statistik menunjukkan bermakna.


(49)

Tabel 4.10. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Kognitif Anak

Pendidikan Ibu

Perkembangan kognitif

Total p Baik Kurang

n % n % n %

Tinggi 16 20,0 2 2,5 18 22,5

0,000 Menengah 29 36,3 6 7,4 35 43,7

Dasar 10 12,5 17 21,3 27 33,8 Total 55 68,8 25 31,2 80 100 Sumber : data primer, 2015.

Tabel 4.10 menunjukkan hasil uji Chi-Square bahwa ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak. Artinya, pendidikan ibu tinggi maka perkembangan kognitif anak juga akan baik. 2. Regresi Logistik Ganda

Hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda untuk mengetahui hubungan status gizi anak, pola asuh anak, interaksi sosial anak, tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Analisis regresi logistik ganda status gizi, interaksi sosial, pola asuh anak, pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif pada anak Variabel

OR CI 95% p Uji

Wald Batas bawah Batas atas

Status Gizi Anak 11,65 1,76 77,18 0,011

Interaksi Sosial Anak 71,69 9,61 534,61 0,000

Pola Asuh Anak 3,16 1,12 8,90 0,030

Tingkat pendidikan Ibu 4,14 1,22 14,05 0,023

N observasi 80

-2 log likelihood 43,06 Nagelkerke R 2 71,1% Sumber : data primer, 2015.

Nilai Odd Ratio variabel status gizi sebesar 11,65 berarti bahwa anak dengan status gizi yang baik mempunyai kemungkinan 11,65 kali lebih besar untuk mendapatkan perkembangan kognitif yang baik daripada anak dengan status gizi kurang atau lebih. Hasil uji wald menunjukkan adanya hubungan status gizi anak dengan perkembangan kognitif dan secara statistik signifikan (OR= 11,65; CI=95%; 1,76 hingga 77,18; p = 0,011).


(50)

Nilai Odd Ratio variabel interaksi sosial anak sebesar 71,69 berarti bahwa anak dengan interaksi sosial yang positif mempunyai kemungkinan 71,69 kali lebih besar dalam perkembangan kognitif daripada anak dengan interaksi sosial yang negatif. Hasil uji wald menunjukkan adanya hubungan interaksi sosial anak dengan perkembangan kognitif dan secara statistik signifikan (OR= 71,69; CI=95%; 9,61 hingga 534,61; p = 0,000).

Nilai Odd Ratio variabel pola asuh anak sebesar 3,16 berarti bahwa pola asuh demokratis mempunyai kemungkinan 3,16 kali lebih baik dalam perkembangan kognitif anak daripada pola asuh otoriter. Hasil uji wald menunjukkan adanya hubungan pola asuh anak dengan perkembangan kognitif anak dan secara statistik signifikan (OR= 3,16; CI=95%; 1,12 hingga 8,90; p = 0,030).

Nilai Odd Ratio variabel tingkat pendidikan ibu sebesar 4,14 berarti bahwa ibu dengan tingkat pendidikan tinggi mempunyai kemungkinan 4,14 kali lebih besar dalam perkembangan kognitif anak daripada ibu dengan pendidikan dasar. Hasil uji wald menunjukkan adanya hubungan pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak dan secara statistik signifikan (OR= 4,14; CI=95%; 1,22 hingga 14,05; p = 0,023).

Nilai NegelkerkeR2 sebesar 71,1% berarti bahwa keempat variabel bebas (status gizi anak, pola asuh anak, interaksi sosial anak dan tingkat pendidikan ibu) mampu menjelaskan perkembangan kognitif pada anak sebesar 71,1% dan sisanya yaitu sebesar 28,9% dijelaskan oleh faktor lain diluar model penelitian. C. Pembahasan

1. Hubungan Status Gizi Anak dengan Perkembangan Kognitif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan status gizi anak dengan perkembangan kognitif dan secara statistik signifikan (p = 0,000), dimana kebutuhan gizi berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi otak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif. Kondisi gizi yang tidak baik dapat mempengaruhi perkembangan otak anak sebelum dan sesudah kelahiran sehingga akan menganggu perkembangan kognitifnya (Chowdhury & Gosh,


(51)

Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Perignon et al (2014), bahwa tingkat kognitif anak sekolah, berhubungan signifikan dengan status gizi dan infeksi parasit. Penelitian lain yang mendukung adalah Park et al (2011) dimana, malnutrisi akut maupun kronis secara signifikan mempengaruhi status perkembangan serta tingkat perbaikan skor perkembangan kognitif dan psikomotor.

Sedangkan hasil penelitian Khomsan et al (2013), status gizi mempunyai hubungan yang signifikan dan positif terhadap perkembangan kognitif dimana anak dengan status gizi yang lebih baik akan meningkatkan perkembangan kognitif nya.

2. Hubungan Interaksi Sosial dengan Perkembangan Kognitif Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan interaksi sosial anak dengan perkembangan kognitif dan secara statistik signifikan (p = 0,000), hal ini berarti bahwa semakin baik interaksi sosial anak dengan orang lain maupun lingkungan dimana anak tersebut tinggal makan semakin baik pula perkembangan kognitifnya (Khomsan, et al., 2013).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu dari Marques et al (2008) yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif awal ditentukan banyak faktor dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial anak, baik faktor terdekat maupun terjauh. Diantara aspek dalam faktor terdekat adalah keberadaan materi permainan (disesuaikan umur anak) dan adanya pendidikan usia dini adalah prediktor paling penting dalam perkembangan kognitif anak.

Peran interaksi sosial dalam perkembangan anak telah memberikan catatan penting dalam perkembangan psikologi sebagai proses sosial yang dimulai sejak periode usia pra sekolah dimana anak mulai dikenalkan dengan lingkungan diluar rumah dan mulai menghabiskan waktu bersama temannya. Pada masa ini, panca indera dan sistem reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik (Monks dkk, 2003., Psaltis & Duvven, 2006). Dengan melakukan interaksi, anak akan mampu mendapatkan gambaran mengenai apa yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya. Semakin anak sering berinteraksi dengan lingkungannya, maka anak


(52)

akan semakin mudah mengerti apa yang menjadi harapan lingkungan sosialnya (Ibung, 2009).

3. Hubungan Pola Asuh Anak dengan Perkembangan Kognitif Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pola asuh anak dengan perkembangan kognitif anak dan secara statistik signifikan (p = 0,030), pola asuh mempunyai kontribusi terhadap perkembangan anak, termasuk perbedaan pola asuh juga mempunyai hasil perkembangan yang berbeda pada tiap-tiap anak. Pola asuh anak merupakan semua aktivitas yang dilakukan sebagai upaya dalam meningkatkan pertumbuhan fisik dan otak (Musaheri, 2007).

Rahayu, dkk (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada pengaruh mengenai pola pengasuhan anak terhadap tingkat kemampuan kognitif anak, hal ini berarti bahwa semakin baik pola pengasuhan ibu maka semakin baik pula kemampuan kognitif anaknya. Ibu yang selalu bisa memberikan waktu luang untuk anaknya dapat memperhatikan setiap tahap tumbuh kembang anaknya sehingga dapat memilih cara atau gaya dalam pengasuhan yang fleksibel sesuai dengan tahap perkembangan anak, karakter anak dan situasi yang sedang dihadapi (Lestari, 2012).

4. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Kognitif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif dan secara statistik signifikan (p = 0,000), hal ini berarti bahwa Ibu yang berpendidikan lebih tinggi berupaya untuk mencari informasi guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, terutama dalam pengasuhan anak (Hastuti, dkk, 2010). Orangtua dengan pendidikan tinggi cenderung mudah untuk menangkap informasi serta mengaplikasikannya ke dalam perubahan perilaku. Tingkat pendidikan orangtua yang rendah merupakan faktor resiko terjadinya keterlambatan perkembangan pada anak. Pendidikan yang rendah diduga berhubungan linier dengan kurangnya pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan stimulasi kepada anak (Ariani dan Yosoprawoto, 2012).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu dari Khomsan et al (2013), bahwa pendidikan ibu yang lebih baik akan meningkatkan perkembangan kognitif anak. commit to user


(53)

D. Keterbatasan Penelitian

Populasi bersifat homogen karena yang diteliti hanya pada kelompok umur 60-72 bulan saja dimana sama-sama kelompok usia pra sekolah dan subjek diambil secara proportional sampling akibatnya hasil penelitian ini tidak bisa menggambarkan kondisi semua populasi di wilayah kerja Puskesmas Kebakkramat I. Jadi, hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dimana tidak memberikan intervensi kepada subjek penelitian karena hanya diukur dari status gizi sesaat berdasarkan BB/U bukan TB/U. Outcome penelitian ini belum dapat dijadikan pedoman kebijakan dalam perbaikan status gizi berdasarkan BB/U dengan perkembangan kognitif anak, karena tidak dapat melihat riwayat pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak secara keseluruhan hanya pada satu waktu tertentu.


(54)

40 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Umur ibu rata-rata berada pada rentang 20-34 tahun (80,0 %) dan merupakan kategori usia reproduktif. Pendidikan ibu sebagian besar merupakan pendidikan menengah yaitu SMA/SMK (46,3%), sehingga ibu mudah mengakses informasi mengenai kesehatan anak. Pekerjaan ibu sebagian besar tidak bekerja yaitu ibu rumah tangga (55,0%) sehingga ibu mempunyai banyak waktu luang untuk mengasuh anaknya. Pola asuh anak rata-rata menunjukkan pola asuh demokratis (46,3%), dimana hubungan interaksi antara orang tua dan anak bisa terjalin dengan baik. Status gizi anak sebagian besar berada pada kategori gizi baik (83,8%) berdasarkan pengukuran BB/U. Interaksi sosial anak masih ada yang kurang (35%) artinya anak memiliki hubungan timbal balik yang belum baik dengan orang lain.

2. Ada hubungan antara status gizi anak dengan perkembangan kognitif anak dengan p = 0,000 < 0,05.Ada hubungan antara interaksi sosial anak dengan perkembangan kognitif anak dengan p = 0,000 < 0,05.Ada hubungan antara pola asuh anak dengan perkembangan kognitif anak dengan p = 0,003 < 0,05. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak dengan p = 0,000 < 0,05.

3. Ada hubungan yang positif dan secara statistik signifikan dari status gizi anak (OR= 14,44; CI=95%; 1,11 hingga 188,44; p = 0,042), pola asuh anak (OR= 8,28; CI=95%; 1,91 hingga 35,99; p = 0,005), interaksi sosial anak (OR= 0,09; CI=95%; 0,02 hingga 0,52; p = 0,006), tingkat pendidikan ibu (OR= 2,95; CI=95%; 1,14 hingga 7,59; p = 0,025) dengan perkembangan kognitif anak.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id