Peningkatan pemahaman siswa mengenai besaran satuan dan pengukuran melalui pembelajaran dengan metode TGT (Team Game Tournaments) pada siswa kelas VIIA SMPN 1 Golewa.
viii
ABSTRAK
Lusia Liu (2013). Peningkatan pemahaman siswa mengenai besaran, satuan dan pengukuran melalui pembelajaran dengan metode TGT (Team Game Tournamnets) pada siswa kelas VIIA SMPN 1 Golewa. Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma (2013).
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Golewa pada tanggal 25 Juli sampai pada tanggal 15 Agustus 2012. Dengan subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIIA dengan jumlah siswanya adalah 36 orang.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswaVII pada materi besaran, satuan dan pengukuran, mengetahui pemahaman akhir siswa kelas VIIA setelah menggunakan metode TGT, dan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa kelas VIIA dengan metode TGT (Team Game Tournaments).
Penelitian ini mencakup empat tahap, yang terdiri dari menyiapkan instrumen pembelajaran, siswa mengerjakan soal pretest, proses pembelajaran aktif dengan metode TGT dan siswa mengerjakan soal posttest. Masing-masing soal pretest dan posttest adalah 10 soal yang berhubungan dengan konsep besaran, satuan dan pengukuran.
Pemahaman diperoleh dari peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pemahaman obyek penelitian pada materi besaran, satuan dan pengukuran dengan menggunakan metode TGT (Team Game Tournaments). Melalui metode TGT (Team Game Tournaments) ini ternyata pemahaman siswa mengalami peningkatan yang berbeda–beda. Setelah dianalisis secara kualitatif ternyata terjadi peningkatan pemahaman pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 1 Golewa pada masing–masing konsep mengalami perubahan yang lebih baik. Dapat di simpulkan bahwa pembelajaran fisika pada materi besaran, satuan, dan pengukuran dengan menggunakan TGT (Team Game Tournaments) ini mampu meningkatan pemahaman siswa.
vii
(2)
ABSTRACT
Lusia Liu (2013). Increasing students' understanding of the scale, units and measurement through learning by TGT method (Team Game tournamnets) in class VIIA SMPN 1 Golewa. Physical Education Studies Program Department of Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Education Sanata Dharma University (2013).
The research was done in SMP Negeri 1 Golewa on the 25th of July until the 15th August 2012. With the research subjects are students of class VIIA by the number of students is 36 people.
The study aimed to determine a preliminary understanding on the material siswaVII scale, units and measurement, knowing the end of class VII understanding after using the TGT, and to find improved understanding of the methods of class VII TGT (Team Game Tournaments).
This study includes four stages, which consists of setting up the instrument learning, students working on the pretest, an active learning method TGT and students working on the posttest. Each question pretest and posttest were 10 questions related to the concept of scale, and measurement units.
Understanding gained from improving student learning outcomes before and after the learning activities results show an increase in the understanding of the object of research on the material scale, units and measurements using the TGT (Team Game Tournaments). Through the method of TGT (Team Game Tournaments) this turns out to increase students' understanding of different - different. Having analyzed qualitatively improved understanding of exactly what happened in class VIIA SMP Negeri 1 Golewa on each - each concept change for the better. Can be concluded that the magnitude of learning physics in materials, units, and measurements using TGT (Team Game Tournaments) is able to increase student understanding.
(3)
i
PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA MENGENAI BESARAN, SATUAN DAN PENGUKURAN MELALUI PEMBELAJARAN
DENGAN METODE TGT (TEAM GAME TOURNAMENTS) PADA SISWA KELAS VIIA SMPN I GOLEWA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh: Lusia Liu NIM : 071424007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(4)
PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA MENGENAI BESARAN, SATUAN DAN PENGUKURAN MELALUI PEMBELAJARAN
DENGAN METODE TGT (TEAM GAME TOURNAMENTS) PADA SISWA KELAS VIIA SMPN I GOLEWA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh: Lusia Liu NIM : 071424007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(5)
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
(7)
v
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN
Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon.
Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya.
Sebuah karya sederhana yang dalam menyelesaikan membutuhkan semangad, air mata, putus asa dan juga pengorbanan
Kupersembahkan dengan segenap hati teristemewa Tuhan yesus penolong sejati
Keluarga tercinta Kekasih tercinta
Sahabat, teman, dan semua yang telah mendukung aku
Terima kasih untuk semua doa, semangad, dorongan, serta semua bentuk apapun yang tak terhingga yang diberikan kepadaku
iv
(8)
(9)
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
ABSTRAK
Lusia Liu (2013). Peningkatan pemahaman siswa mengenai besaran, satuan dan pengukuran melalui pembelajaran dengan metode TGT (Team Game Tournamnets) pada siswa kelas VIIA SMPN 1 Golewa. Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma (2013).
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Golewa pada tanggal 25 Juli sampai pada tanggal 15 Agustus 2012. Dengan subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIIA dengan jumlah siswanya adalah 36 orang.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswaVII pada materi besaran, satuan dan pengukuran, mengetahui pemahaman akhir siswa kelas VIIA setelah menggunakan metode TGT, dan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa kelas VIIA dengan metode TGT (Team Game Tournaments).
Penelitian ini mencakup empat tahap, yang terdiri dari menyiapkan instrumen pembelajaran, siswa mengerjakan soal pretest, proses pembelajaran aktif dengan metode TGT dan siswa mengerjakan soal posttest. Masing-masing soal pretest dan posttest adalah 10 soal yang berhubungan dengan konsep besaran, satuan dan pengukuran.
Pemahaman diperoleh dari peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pemahaman obyek penelitian pada materi besaran, satuan dan pengukuran dengan menggunakan metode TGT (Team Game Tournaments). Melalui metode TGT (Team Game Tournaments) ini ternyata pemahaman siswa mengalami peningkatan yang berbeda–beda. Setelah dianalisis secara kualitatif ternyata terjadi peningkatan pemahaman pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 1 Golewa pada masing–masing konsep mengalami perubahan yang lebih baik. Dapat di simpulkan bahwa pembelajaran fisika pada materi besaran, satuan, dan pengukuran dengan menggunakan TGT (Team Game Tournaments) ini mampu meningkatan pemahaman siswa.
(11)
ix
ABSTRACT
Lusia Liu (2013). Increasing students' understanding of the scale, units and measurement through learning by TGT method (Team Game tournamnets) in class VIIA SMPN 1 Golewa. Physical Education Studies Program Department of Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Education Sanata Dharma University (2013).
The research was done in SMP Negeri 1 Golewa on the 25th of July until the 15th August 2012. With the research subjects are students of class VIIA by the number of students is 36 people.
The study aimed to determine a preliminary understanding on the material siswaVII scale, units and measurement, knowing the end of class VII understanding after using the TGT, and to find improved understanding of the methods of class VII TGT (Team Game Tournaments).
This study includes four stages, which consists of setting up the instrument learning, students working on the pretest, an active learning method TGT and students working on the posttest. Each question pretest and posttest were 10 questions related to the concept of scale, and measurement units.
Understanding gained from improving student learning outcomes before and after the learning activities results show an increase in the understanding of the object of research on the material scale, units and measurements using the TGT (Team Game Tournaments). Through the method of TGT (Team Game Tournaments) this turns out to increase students' understanding of different - different. Having analyzed qualitatively improved understanding of exactly what happened in class VIIA SMP Negeri 1 Golewa on each - each concept change for the better. Can be concluded that the magnitude of learning physics in materials, units, and measurements using TGT (Team Game Tournaments) is able to increase student understanding.
viii
(12)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, anugerah serta petunjuk-Nya yang telah dicurahkan kepada penulis, sehingga penulis mampu meyelesaikan skripsi dengan judul
PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA MENGENAI BESARAN, SATUAN DAN PENGUKURAN MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE TGT (TEAM GAME TOURNAMENTS) PADA SISWA KELAS VIIA SMPN I GOLEWA
Dalam penulisan laporan ini penulis menyadari banyak mengalami kesulitan, rintangan serta hambatan, namun berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dukungan dari berbagai pihak segala kesulitan, rintangan serta hambatan ini dapat teratasi sehingga dapat terselesainya laporan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung sehingga terselesainya skripsi ini yaitu:
1. Prof. Dr. P. Wiryono Priyotamtama, SJ. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma.
2. Rohandi Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
3. Drs. A. Atmadi, M.si selaku selaku Kaprodi Pendidikan Fisika
4. Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kerelaan waktu dan bimbingan selama penulis menyelesaikan studi dan skripsi. Semoga Tuhan selalu menyertai dan membimbing bapak sekeluarga.
5. Drs. Fr. Kartika Budi, M.Pd, dan ibu Dra. Maslichah Asy‟ari, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih telah membimbing penulis dalam selama menjadi mahasiswa.
6. Plasidius Abdon, S.Pd selaku kepala SMPN 1 Golewa yang telah mengijinkan penulis untuk melaksanakan penelitian.
(13)
xi
7. Ibu Maria Goreti Guwa, S.Per. selaku guru bidang studi IPA SMPN 1 Golewa yang telah memberikan kesempatan serta kerjasama selama penulis melakukan penelitian.
8. Seluruh siswa kelas VIIA SMPN 1 Golewa atas partispasi dan kerjasama dalam penelitian ini.
9. Kepada kedua orang tua tercinta baik di Ende maupun Bajawa yang telah memberikan doa, membiayai, mendukung serta memberikan kasih sayangnya kepada penulis.
10. Kepada yang tercinta Advent Onesimus Fua yang dengan sabar memberikan doa, bimbingan, semangat dan dorongan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Bidadariku tersayang yang rela ditinggal sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Kakak Nestyn dhola sekeluarga, kak Ferry sekeluarga, kak Anas
sekeluarga, kakak shanty, adik novy, adik Ian, beserta semua keluargaku.
12. Teman–teman P. Fisika 2007, adik Itha, adik Helen, adik Yull, adik ferny. Terima kasih atas dukungannya. I miss u all.
13. Teman–teman PPL SMA Bopkri 11 dan KKN. Terima kasih atas dukungannya.
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis sangat menghargai segala kritik dan sarannya dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga dengan adanya kritik dan saran dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya dan semoga menjadi berkah bagi kita semua. Akhirnya penulis berharap, semoga penelitian ini ini bermanfaat bagi yang membacanya dan semua pihak yang ingin memajukan bidang pendidikan di negara kita tercinta ini.
Penulis
Lusia Liu
x
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
(15)
xiii
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Hakikat Belajar Mengajar ... 9
B. Pembelajaran Kontruktivistik ... 10
C. Konsep ... 16
D. Hasil Belajar ... 21
E. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) ... 23
F. Model Pembelajaran Kooperatif TGT (Team Game Tournaments) ... 28
G. Besaran dan Satuan serta Pengukuran... 36
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46
B. Subyek Penelitian ... 47
C. Obyek Penelitian ... 47
D. Setting Penelitian ... 47
E. Treatment ... 47
1. Mengajar ... 47
2. Belajar Kelompok (Team Study) ... 47
3. Permainan (Game Turnament) ... 47
4. Penghargaan Kelompok (Team Recognition) ... 47
F. Instrument penelitian ... 49
1. Instrumen untuk memperoleh data ... 49
2. Instrument untuk melakukan penelitian ... 61
G. Validitas Instrumen ... 62
xii
(16)
H. Desain penelitian ... 63
I. Teknik pengumpulan data ... 64
J. Metode analisis data ... 64
1. Analisis kualitatif ... 64
2. Analisis kuantitatif ... 65
BAB IV. DATA DAN ANALISIS A. Deskripsi Pelaksanaan pembelajaran ... 67
B. Data ... 69
1. Data Hasil Pretest ... 69
2. Data Hasil Posttest ... 71
3. Peningkatan hasil test ... 73
C. Analisis ... 75
1. Analisis Kualitatif ... 75
2. Analisis Kuantitatif ... 113
D. Keterbatasan Penelitian ... 116
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 117
B. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Cara mengukur benda menggunakan mistar ... 39
Gambar 2. 2. Kesalahan Paralaks ... 40
Gambar 2. 3. Jangka sorong ... 41
Gambar 2. 4. Mikrometer Sekrup ... 43
Gambar 2. 5. Neraca O‟Hauss... 44
xiv
(18)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Besaran-besaran Pokok ... 37
Tabel 2.2. Besaran-besaran Turunan... 38
Tabel 3. 1. Indikator soal pretest ... 51
Tabel 3. 2. Indikator soal posttest ... 52
Tabel 3. 3. Kriteria pemberian skor pada soal pretest ... 53
Tabel 3. 4. Kriteria pemberian skor pada soal pretest ... 58
Tabel 4. 1. Tabel hasil data pretest ... 69
Tabel 4. 2. Tabel hasil data posttest ... 71
Tabel 4. 3. Tabel peningkatan hasil test ... 73
Tabel 4. 5. Tabel pemahaman awal siswa ... 75
Tabel 4. 6. Tabel variasi jawaban pretest ... 76
Tabel 4. 7. Kualifikasi dan prosentase hasil siswa ... 91
Tabel 4. 8. Tabel Variasi jawaban siswa untuk soal post test ... 92
Tabel. 4. 9. Hasil pre test dan post test ... 113
(19)
xvii
LAMPIRAN 1:
Surat permohonan ijin penelitian ... 122 LAMPIRAN 2:
Surat keterangan penelitian dari sekolah... 123 LAMPIRAN 3 :
Silabus ... 124 LAMPIRAN 4 :
RPP 1 ... 127 LAMPIRAN 5 :
RPP 2 ... 135 LAMPIRAN 6 :
Soal pretest ... 143 LAMPIRAN 7 :
Kunci jawaban pretest ... 145 LAMPIRAN 8:
Soal posttest ... 146 LAMPIRAN 9 :
Kunci jawaban posttest ... 147 LAMPIRAN 10 :
Jawaban dan nilai siswa untuk pretes ... 149 LAMPIRAN 11:
Jawaban dan nilai siswa untuk posttes ... 153 LAMPIRAN 12:
Kisi- kisi soal Tournament ... 157 xv
xvi
(20)
LAMPIRAN 13:
Soal Tournament ... 158 LAMPIRAN 14:
Kunci jawaban Tournament ... 166 LAMPIRAN 15:
Pembagian kelompok Tournament ... 167 LAMPIRAN 16:
Hasil Tournament ... 170 LAMPIRAN 17:
Kartu tournament ... 172 LAMPIRAN 18:
Foto-foto penelitian ... 175
(21)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang demikian pesat menuntut setiap komponen masyarakat secara cepat, tepat dan cerdas merespons perubahan tersebut sesuai dengan peran dan fungsinya dalam masyarakat. Pendidik sebagai salah satu komponen masyarakat yang memiliki peran dan fungsi mendidik, mengajar dan melatih siswa dalam proses pembelajaran juga harus merespons perkembangan IPTEK tersebut dalam suatu rencana dan langkah yang strategis dalam pembelajaran di kelas. Rencana dan langkah yang dapat dilakukan adalah mendesain dan menerapkan suatu pembelajaran yang dapat memberdayakan kemampuan siswa secara maksimal. Sehingga para siswa mampu bersaing dan dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan IPTEK.
Fisika merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang memberikan andil besar pada kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini. Hal ini memberikan gambaran nyata, bahwa untuk mengimbangi fenomena tersebut haruslah diupayakan peningkatan kualitas dalam pembelajaran fisika, baik dari segi materi ajar sampai pada penerapan pendekatan strategi ataupun metode dalam mengajarkan materi fisika sehingga tuntutan agar siswa mampu mengimbangi diri dengan kemajuan IPTEK terpenuhi.
1
(22)
Proses pembelajaran fisika selama ini masih dilaksanakan metode klasikal. Dengan metode ini guru menjelaskan konsep-konsep fisika secara teoritis kemudian memberikan catatan kepada siswa dan tugas-tugas dalam bentuk latihan mengerjakan soal maupun tugas rumah. Proses pembelajaran tersebut terbukti hanya mengantar siswa pada penguasaan materi mengenai rumus-rumus fisika. Dalam kondisi siswa dipaksa untuk menghafal rumus–rumus fisika tanpa ada pemahaman makna rumus–rumus dari konsep fisika yang sedang dipelajari akibatnya akan segera lupa apa yang telah dipelajari.
Fisika dianggap mata pelajaran yang sangat sulit dan tidak menyenangkan dimata siswa. Siswa juga merasa jenuh karena merasa tidak ada hal yang menarik yang berkaitan pelajaran fisika yang dipelajari. Guru harus membimbing siswa belajar dengan menyediakan situasi kondisi yang tepat agar potensi siswa dapat berkembang semaksimal mungkin. Hasil dari pengajaran bukan merupakan hasil mengajar artinya untuk kepentingan guru tetapi untuk kepentingan siswa yang belajar atau hasil belajar. Pengukuran pengajaran ialah dari keberhasilan siswa. Kegiatan pembelajaran harus dilakukan secara menyeluruh yang diawali dari persiapan, proses, dan penilaian. Pendidikan juga harus diawali dari caranya memperoleh pengalaman karena pengalaman itu dilatih siswa untuk memiliki potensi dalam mengembangkan kreativitas. Banyak faktor yang berperan dalam kualitas penguasaan suatu materi pokok pelajaran oleh siswa. Faktor tersebut bukan hanya yang ada dalam setiap pribadi siswa tetapi juga metode, strategi dan kreativitas seorang guru dalam menerapkan kegiatan pembelajaran.
(23)
3
Pandangan bahwa fisika sekedar rumus sangat jauh dari inti pelajaran fisika, sebab kemampuan perhitungan matematis siswa menggunakan rumus juga penting untuk memantapkan penguasaan hukum alam yang telah dikuasai. Tapi perlu ditegaskan, kemampuan perhitungan matematis akan diperoleh jika para siswa bisa menguasai konsep dasar yang dipelajari. Tidak diperoleh dari hafalan semata (Wijayanto: 2008).
Nilai fisika yang rendah bukan merupakan faktor kesalahan guru tetapi juga siswa merasa belajar fisika itu sangat sulit dan membuat siswa jenuh karena fisika hanya berhadapan dengan rumus–rumus. Siswa juga merasa tegang dalam mengerjakan soal–soal fisika yang dapat menyebabkan kurang konsentrasi dalam ruangan ujian. Siswa juga hanya menebak–nebak jawaban dan kebanyakan pasrah dengan apa yang dikerjakan tanpa mengetahui secara pasti jawaban benar ataupun salah.
Menurut Mundilarto (2002), kesulitan siswa dalam memecahkan soal–soal fisika adalah mencakup hal–hal berikut:
1. Ketidakmampuan dalam menginterpretasi konsep–konsep fisika secara tepat.
2. Ketidakmampuan dalam menerapkan konsep–konsep fisika dan prinsip–prinsip fisika untuk memecahkan soal.
3. Ketidakmampuan dalam memahami konsep–konsep matematika. 4. Ketidakmampuan menerapkan matematika untuk membuat model
perumusan yang digunakan dalam pemecahan soal fisika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(24)
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan pembelajaran yang merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2005:4). Dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, menerima teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, meningkatkan rasa harga diri, tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka. Dengan demikian pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal tersebut diatas dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yakni pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournaments (TGT).
Pembelajaran tipe Team Games Tournaments (TGT) diawali dengan penyajian materi oleh guru. Selanjutnya siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang heterogen (Susilo, 2007). Setiap kelompok diberikan pertanyaan atau masalah yang akan dipecahkan oleh kelompok. Setelah siswa memecahkan pertanyaan atau masalah yang diberikan, kelompok akan mengadakan
tournaments. Tournaments ini sebagai pengganti kuis atau tes pada pembelajaran lain seperti pada pembelajaran tipe STAD. Kuis atau tes individual tidak dilakukan pada pembelajaran TGT.
Pembelajaran tipe Team Games Tournaments memiliki keunggulan dengan adanya pertandingan. Siswa termotivasi untuk belajar menguasai materi-materi pembelajaran agar dalam tournaments dapat dimenangkan oleh kelompok mereka.
(25)
5
Motivasi menang dalam tournaments akan menjadi power dalam mendorong siswa menguasai materi-materi pembelajaran. Para siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang selalu mereka hadapi setiap saat, akan tetapi dengan pembelajaran tipe Team Games Tournaments (TGT)memberikan mereka peraturan dan strategi untuk bersaing sebagian individu setelah menerima bantuan dari teman kelompok mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan dalam tim asal mereka yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasa percaya diri ketika mereka bersaing dalam turnamen (Steve Parsons dalam Slavin, 2005:167). Selain itu kelebihan-kelebihan dalam pembelajaran tipe TGT (Team Games Tournaments) juga akan mampu meningkatkan interakasi sosial dengan teman-temannya dan hasil belajar siswa.
Pada materi besaran, satuan, dan pengukuran siswa bukan mendengarkan apa yang diajarkan guru tetapi juga siswa mampu melakukan apa yang diberikan gurunya dimana siswa juga tidak hanya mengetahui konsep–konsep saja tetapi juga dapat melakukan sesuatu yang menyenangkan yang mungkin pernah dialami siswa dalam kehidupan keseharian. Oleh karena itu peneliti mengambil materi ini yang diharapkan dapat lebih dipahami siswa dengan metode TGT (Team Games Tournaments).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti berminat untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai besaran, satuan dan pengukuran serta peningkatan pemahaman yang dimiliki siswa setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan metode TGT (Team Games Tournaments). Peneliti mengambil materi besaran, satuan dan pengukuran dikarenakan materi besaran, satuan dan pengukuran adalah
(26)
materi yang paling awal di kelas VIIA yang menjadi dasar pembelajaran fisika selanjutnya. Pembelajaran dengan menggunakan metode TGT (Team Games Tournaments) dapat mengaktifkan pembelajaran di kelas. Dengan demikian penulis memilih judul : ‘’Peningkatan Pemahaman Siswa Mengenai Besaran,
Satuan dan Pengukuran Melalui Pembelajaran Dengan Menggunakan
metode TGT (Team Game Tournaments) pada siswa kelas VIIA SMP Negeri
1 Golewa’’.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas beberapa masalah dapat diidentifikasi antara lain :
1. Bagaimana pemahaman awal siswa kelas VIIA pada materi besaran, satuan dan pengukuran?
2. Bagaimana pemahaman akhir siswa kelas VIIA pada materi besaran, satuan dan pengukuran dengan menggunakan metode TGT (Team Game Tournament)?
3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa kelas VIIA dengan menggunakan metode TGT (Team Game Tournament)?
(27)
7
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode tipe Team Games Tournaments (TGT)
2. Materi yang diajarkan adalah besaran, satuan dan pengukuran.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui pemahaman awal siswa VIIA pada materi besaran, satuan dan pengukuran
2. Untuk mengetahui pemahaman akhir siswa kelas VIIA setelah menggunakan metode TGT (Team Game Tournaments).
3. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa kelas VIIA dengan metode TGT (Team Game Tournaments).
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat: 1. Untuk siswa
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa dan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran fisika terutama pada materi besaran, satuan, dan pengukuran.
(28)
2. Untuk peneliti sebagai calon guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti sebagai calon guru dapat menggunakan metode ini untuk pembelajaran fisika yang dapat mengaktifkan siswa dan juga dengan penggunaan metode ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran fisika.
3. Untuk guru secara umum
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan untuk menerapkan motode pembelajaran fisika dengan metode Team Games Tournaments (TGT).
(29)
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Belajar Mengajar
1. Pengertian belajar
Menurut kaum konstruktivistik, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain–lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Paul Suparno, 1997).
2. Pengertian mengajar
Mengajar adalah proses menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Perumusan yang lain menyatakan mengajar adalah aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif (Oemar Hamalik, 1990). Menurut Paul Suparno (2006), secara umum tugas mengajar dijelaskan sebagai tugas untuk membantu siswa agar mereka dapat belajar dan akhirnya dapat mengerti bahan yang dipelajari secara benar.
Menurut filsafat konstruktivistik pengetahuan dianggap sebagai bentukan (konstruksi) siswa sendiri. Pengetahuan bukannya sesuatu yang sudah jadi dan tinggal dimasukkan kedalam pikiran siswa, tetapi suatu proses yang digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksi oleh siswa. Tanpa keaktifan siswa
9
(30)
mencerna, mendalami, dan merumuskan sendiri, siswa itu tidak akan memperoleh pengetahuan tersebut (Paul Suparno, 1997).
B. Pembelajaran Konstruktivistik
Pembelajaran konstruktivistik di Indonesia disebabkan karena kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang berkembang begitu pesat dalam era globalisasi ini membawa perubahan yang signifikan pada sistem pendidikan di Indonesia. Selama ini pandangan kita adalah behavioristik yang berorientasi pada penyeragaman yang pada akhirnya membentuk manusia Indonesia yang sangat sulit menghargai perbedaan. Perilaku yang berbeda lebih dilihat sebagai kesalahan yang harus dihukum. Perilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit pemahaman kesamaan, pemahaman keteraturan, dan lebih jauh pemahaman inilah yang mengendalikan perilaku kita dalam berbangsa dan bernegara. Perubahan yang harus terjadi adalah perubahan dari isi menjadi proses. Belajar bagaimana cara belajar untuk mempelajari sesuatu menjadi suatu hal yang lebih penting daripada fakta-fakta dan konsep-konsep yang dipelajari itu sendiri. Oleh karena itu kita dapat menggunakan pembelajaran konstruktivistik yang membebaskan siswanya untuk bereksplorasi sesuai dengan kemampuannya namun guru juga mengawasi dan mengontrol siswanya. Dengan pembelajaran ini siswa lebih banyak mendapatkan pengalaman-pengalaman nyata dalam pembelajaran daripada sebuah teori.
Konstruktivisme adalah teori yang menyeluruh yang tidak berniat untuk menghancurkan tapi untuk merekonstruksi ajaran masa lalu dan sekarang dan
(31)
11
teori-teori belajar. Menurut konstruktivisme, belajar adalah hasil konstruksi mental individu dimana peserta didik belajar dengan berkat pencocokan baru terhadap informasi yang diberikan dan membangun hubungan yang berarti. Disini peserta didik diberi kebebasan lebih untuk menjadi pemecah masalah yang efektif, mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan, serta menguraikan cara-cara untuk mentransfer pembelajaran mereka untuk masalah ini. Jika seorang siswa mampu melakukan dalam situasi pemecahan masalah, pembelajaran bermakna maka harus terjadi karena siswa telah membangun interpretasi tentang bagaimana sesuatu bekerja menggunakan struktur yang sudah ada sebelumnya. Dengan membuat interpretasi pribadi gagasan eksternal dan pengalaman, konstruktivisme memungkinkan siswa kemampuan untuk memahami bagaimana ide-ide dapat berhubungan satu sama lain dan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
Ruang kelas konstruktivis menyajikan pelajar dengan kesempatan untuk belajar dengan tujuan untuk membantu peserta didik untuk membangun pengetahuan sebelumnya dan memahami bagaimana membangun pengetahuan baru dari pengalaman otentik tentu pandangan sesuai dengan pengalaman belajar. Pendekatan humanistik Rogers untuk belajar juga kondusif untuk perubahan pribadi dan pertumbuhan, dan dapat memfasilitasi pembelajaran, dengan ketentuan bahwa siswa berpartisipasi sepenuhnya dalam proses belajar. Dewey mengatakan pengetahuan muncul hanya dari situasi dimana peserta didik harus menarik mereka keluar dari pengalaman yang berarti. Selanjutnya situasi ini harus tertanam dalam konteks sosial seperti ruang kelas dimana siswa dapat
(32)
mengambil bagian dalam memanipulasi bahan dengan demikian membentuk sebuah komunitas pelajar yang membangun pengetahuan mereka bersama. Siswa tidak bisa belajar dengan cara menghafal hafalan, mereka hanya dapat belajar dengan "hidup diarahkan," dimana kegiatan nyata digabungkan dengan teori. Implikasi nyata dari teori Dewey adalah bahwa siswa harus melakukan kegiatan yang berarti yang mendorong mereka untuk menerapkan konsep-konsep mereka mencoba untuk belajar.
Konstruktivisme Piaget didasarkan pada pandangannya tentang perkembangan psikologis anak. Dalam teorinya, dasar dari belajar adalah penemuan: "untuk memahami adalah untuk menemukan, atau merekonstruksi oleh penemuan kembali, dan kondisi tersebut harus dipenuhi jika dalam individu-individu dimasa depan akan dibentuk yang mampu produksi dan kreativitas dan bukan hanya pengulangan (Piaget, 1973). Menurut Piaget, anak-anak melalui tahapan-tahapan di mana mereka menerima ide-ide mereka kemudian dapat membuang sebagai salah. Pemahaman karena itu dibangun langkah demi langkah melalui partisipasi aktif dan keterlibatan. Piaget merupakan salah seorang tokoh pelopor aliran konstruktivisme. Ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungannya. Dalam pandangan Piaget pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Konstruktivisme menekankan pentingnya pengetahuan dunia, keyakinan, dan keterampilan individu membawa untuk menanggung pada belajar. Melihat
(33)
13
pembangunan pengetahuan baru sebagai kombinasi dari sebelum belajar cocok dengan informasi baru, dan kesiapan untuk belajar, teori ini membuka perspektif baru, yang mengarah individu untuk informasi pilihan tentang apa yang harus menerima dan bagaimana memasukkannya ke schemata yang ada, serta seperti apa untuk menolak. Rekapitulasi prinsip-prinsip utama konstruktivisme mengatakan bahwa itu menekankan pembelajaran dan tidak, mendorong otonomi pelajar dan keterlibatan pribadi dalam belajar. Dalam teori konstruktivis, konteks yang diberikan signifikansi karena membuat situasi dan peristiwa yang bermakna dan relevan, dan menyediakan pelajar dengan kesempatan untuk membangun pengetahuan baru dari pengalaman. Terlebih lagi dengan memberikan kesempatan untuk berpikir independen, konstruktivisme memungkinkan siswa untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri dengan membingkai pertanyaan dan kemudian menganalisa. Paradigma konstruktivisme kognitif telah berperan dan tanggung jawab dalam belajar dari guru kepada pelajar yang tidak lagi dilihat sebagai pasif atau tak berdaya. Siswa dipandang sebagai individu yang aktif dalam membangun pengetahuan dan pemahaman baru sedangkan guru dipandang sebagai fasilitator bukan "diktator" pembelajaran. Pembelajaran konstruktivistik merupakan suatu teori yang menganggap bahwa belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Konsekuensinya pembelajaran harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa. Siswa dituntut harus aktif dalam melakukan
(34)
kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
1) Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan.
2) Mengutamakan proses.
3) Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial.
4) Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Salah satu model pembelajaran yang didasarkan pada pandangan kontruktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Kagan (dalam www. model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html), belajar kooperatif adalah suatu istilah yang digunakan dalam prosedur pembelajaran interaktif, dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan berbagai masalah. Setiap siswa tidak hanya menyelesaikan tugas individunya, tetapi juga berkewajiban membantu tugas teman kelompoknya, sampai semua anggota kelompok memahami suatu konsep.
Vygostky penganut aliran konstruktivisme yang lebih menekankan pada hakekat pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygostky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan aspek eksternal dari pembelajar dan penekanan pada lingkungan sosial pembelajar. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep
(35)
15
budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam ”Zone of proximal development”. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Teori Vygotsky yang lain adalah ”scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vigotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu:
a) Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zona of proximal development mereka. b) Pendekatan dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori
belajar Vigotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(36)
menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah. Teori yang dikembangkan oleh piaget maupun vygotsky lebih menekankan asfek kognitif akan tetapi piaget lebih mengarah ketahapan-tahapan perkembangan individu. Ini berarti pengetahuan anak itu sudah lahir dengan sendirinya.
Vygotsky lebih mengarah kepada proses pencapaian pengetahuan melalui interaksi atau hubungan kerjasama baik antar lingkungan sekolah maupun lingkungan sosial. Pendekatan pembelajaran TGT yang berbasis permainan sangat menekankan hubungan kerjasama dalam memecahkan suatu permasalahan. Permainan tersebut dilalui oleh siswa melalui tahapan-tahapan dan setiap tahapan diberikan permasalahan yang harus diselesaikan bersama kelompok.
C. Konsep
1. Pengertian Konsep
Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri–ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. mendefenisikan konsep sebagai berikut: (1) suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, (2) suatu pengertian tentang suatu objek, (3) produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian
(37)
17
yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Dengan menggunakan definisi pembentukan konsep, suatu pernyataan konsepsi dalam suatu bentuk yang berguna untuk merencanakan suatu unit pengajaran ialah suatu deskripsi tentang sifat-sifat suatu proses, struktur atau kualitas yang dinyatakan dalam bentuk yang menunjukkan apa yang harus digambarkan atau dilukiskan sehingga siswa dapat melakukan persepsi terhadap proses, struktur atau kualitas bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini ada 3 macam konsep yaitu: (1) konsep proses: tentang kejadian atau perilaku dan konsekuensikonsekuensi yang dihasilkan bila terjadi, (2) konsep struktur: tentang objek, hubungan atau struktur dari beberapa macam, dan (3) konsep kualitas: sifat suatu objek atau proses dan tidak mempunyai eksistensi yang berdiri sendiri. Konsep itu mempunyai lima elemen, yaitu: (1) nama, (2) contoh-contoh (positif dan negatif), (3) atribut (esensial dan non esensial), (4) nilai-nilai atribut, dan (5) aturan. Memahami konsep berarti mengetahui semua elemen dari konsep itu.
Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya (Piaget, 1971: dalam Suparno, 2007:8). Bila yang sedang menekuni adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa itu sendiri. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi yang ada diluar kita, tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita. Jadi pengetahuan selalu merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(38)
akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang. (bettencourt, 1989: dalam Suparno, 2007:8). Hafferman mendefinisikan konsep sebagai gambaran mental (mental image) mengenai sesuatu (sund, 1973 dalam Kartika, 1987). Sesuatu itu dapat berupa benda, besaran atau proses-proses. Gambaran mental diperoleh melalui generalisasi dari contoh-contoh, data-data, dan peristiwa-peristiwa khusus. Dalam pembelajaran fisika, seorang siswa akan mempunyai pemahaman konsep hanya jika ia melakukan proses persepsi didalam pikirannya. Untuk melakukan proses persepsi tersebut maka harus ada informasi (stimulus) yang diterima oleh siswa apapun bentuknya, seperti tulisan atau animasi, gambar, dan melihat demonstrasi. Stimulus diberikan kepada siswa untuk melakukan proses persepsi pada fenomena/gejala fisika yang kemudian akan diolah menjadi sebuah pengetahuan. Hasil akhir dari proses persepsi inilah yang biasanya disebut dengan konsep (arti dari informasi itu kebanyakan berupa konsep) (Moates, 1980: dalam Kartika:1987:238) dalam (www.pemanfaatan-blog-sebagai-media.html 3.htm).
2. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti dari konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dari beberapa penjelasan mengenai pemahaman konsep, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan untuk menangkap dan menguasai lebih dalam lagi sejumlah fakta yang mempunyai keterkaitan dengan makna
(39)
19
tertentu. Pemahaman konsep penting bagi siswa karena dengan memahami konsep yang benar maka siswa dapat menyerap, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu yang lama. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari pemahaman konsep, yaitu:
a. Konsep membuat kita tidak perlu mengulang-ngulang pencarian arti setiap kali kita menemukan informasi baru.
b. Konsep membantu proses mengingat dan membuatnya menjadi lebih efisien.
c. Konsep membantu kita menyederhanakan dan meringkas informasi, komunikasi dan waktu yang digunakan untuk memahami informasi tersebut.
d. Konsep-konsep yang merupakan dasar untuk proses mental yang lebih tinggi.
e. Konsep sangat diperlukan untuk problem solving.
f. Konsep menentukan apa yang diketahui atau diyakini seseorang. Pemahaman konsep menurut Rosser (Sumantri, 2010) adalah suatu konsep abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. (http://id.shvoong.com/tags/pengertian-konsep-pada-pembelajaran-fisika).
Menurut Kartika Budi (1992), untuk dapat memutuskan apakah siswa memahami konsep atau tidak, diperlukan kriteria atau indikator yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(40)
menunjukkan pemahaman tersebut. Beberapa yang menunjukkan pemahaman siswa akan suatu konsep antara lain:
a. Dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk defenisi menggunakan kalimat sendiri.
b. Dapat menjelaskan konsep bersangkutan kepada orang lain. c. Dapat menganalisis hubungan antara konsep bersangkutan
kepada orang lain.
d. Dapat menerapkan konsep untuk: 1) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam, 2) untuk memecahkan masalah fisika dengan baik secara teoritis maupun secara praktis, 3) memprediksi kemungkinan–kemungkinan yang bakal terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu terpenuhi.
e. Dapat mempelajari konsep lain dengan lebih tepat.
f. Dapat membedakan konsep yang satu dengan konsep yang lain yang saling berkaitan.
g. Dapat membedakan konsepsi yang benar dengan konsepsi yang salah, dan dapat membuat peta konsep dari konsep–konsep yang ada dalam suatu pokok bahasan.
3. Hubungan Teori Konsep Dengan Teori Konstruktivisme
(Suparno, 1997), Konstruktivisme dan teori perubahan konsep memberikan pengertian bahwa setiap siswa dapat membentuk pengertian-pengertian yang berbeda dengan pengertian-pengertian para ilmuwan. Namun pengertian-pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir dari perkembangan, karena setiap siswa
(41)
21
masih dapat mengubah pemahamannya sehingga lebih sesuai dengan pemahaman ilmuwan. „‟Salah pengertian‟‟ dalam memahami suatu, menurut teori konstruktivisme dan teori perubahan konsep, bukanlah segala–galanya melainkan awal untuk perkembangan yang lebih baik.
D. Hasil Belajar
Belajar merupakan salah satu hal yang terpenting yang harus dilakukan manusia untuk menghadapi perubahan lingkungan yang senantiasa berubah setiap waktu. Oleh karena seseorang mempersiapkan dirinya kehidupan yang dinamis. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi:
1. Domain (ranah) Kognitif
Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut ialah
a) Pengetahuan atau ingatan (berkaitan dengan semua pengetahuan yang mencakup ingatan akan semua yang telah di pelajari).
b) Pemahaman (kemampuan memahami semua materi yang telah dipelajari).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(42)
c) Penerapan (mengacu pada kemampuan menerapkan materi yang dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan selanjutnya).
d) Sintesis (kemampuan memadukan konsep sehingga membentuk pola atau struktur atau bentuk yang baru).
e) Analisis (kemampuan menguraikan materi yang telah dipelajari).
f) Evaluasi (kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai untuk tujuan tertentu).
2. Ranah Afektif
Adapun ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu:
a) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu). b) Merespon (aktif berpartisipasi).
c) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu). d) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya). e) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup). 3. Ranah Psikomotorik
Ranah Psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu: a) Peniruan (menirukan gerak).
b) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak). c) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar).
d) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar). e) Naturalisasi.
(43)
23
E. Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning )
Cooperative Learning merupakan ”teknik pembelajaran yang menitik
beratkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil” (Robert Slavin, 2005:4). Kepada siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya. Pembelajaran yang menggunakan Cooperative Learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
Johnson & Johnson dalam Kagan (dalam www. model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html) mengemukakan pendapat bahwa belajar kooperatif adalah strategi belajar yang menggunakan kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok dengan siswa dari tingkat kemampuan berbeda menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap suatu konsep. Tujuan akhir yang ingin dikembangkan dari pembelajaran kooperatif adalah mengoptimalkan kompetensi individu menjadi kompetensi kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran bersama. Hal ini memberikan kesempatan kepada
(44)
siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebagai fondasi yang baik untuk meningkatkan prestasi siswa.
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu metode belajar /mengajar yang paling ampuh yang dirancang untuk diterapkan di depan kelas. Strategi yang berdasar pada diskusi ini dapat digunakan dalam mata pelajaran apapun. Model pembelajaran kooperatif ini mengemukakan bermacam ragam tujuan intelektual dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan untuk memproses yang dibutuhkan siswa karena pada dasarnya model pembelajaran kooperatif sebetulnya adalah suatu istilah yang memayungi sejumlah pendekatan diskusi kelompok kecil.
Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat dilihat dari cara siswa mengerjakan tugas. Kapanpun siswa bekerjasama dalam kelompok kecil yang terdiri dari dua orang atau lebih bisa dikatakan bahwa siswa sedang terlibat dalam model pembelajaran kooperatif. Untuk keefektifan dari setiap penerapan model pembelajaran kooperatif ini, siswa perlu mendapatkan dan mempraktekkan sejumlah ketrampilan-ketrampilan spesifik sehingga akan tertanam kesadaran, pengetahuan dan kemampuan bekerjasama dengan siswa yang lain. Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah pembaruan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Model pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya anak didik dapat bekerjasama untuk mempelajari kandungan pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial.
(45)
25
Penerapan model pembelajaran kooperatif biasanya akan melibatkan : 1. Ketrampilan sosial
Ketrampilan sosial merupakan ketrampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi dalam kelompok untuk mencapai dan menguasai konsep yang diberikan guru. Interaksi tatap muka setiap individu akan berinteraksi secara tatap muka langsung dalam kelompok. Interaksi yang serentak berlangsung dalam setiap kelompok melalui pembicaraan setiap individu yang turut serta mengambil bagian.
2. Siswa harus saling bergantung positif
Artinya setiap siswa harus melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok mereka. Setiap siswa memiliki peluang yang sama untuk mengambil bagian dalam kelompok. Siswa yang mempunyai kelebihan harus membantu temannya dalam kelompok itu untuk tercapainya tugas yang diberikan kepada kelompok itu. Setiap anggota kelompok harus saling terhubung, saling mengisi, dan bantu membantu.
Model pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif meliputi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran yang merupakan perbaikan tipe pembelajaran tradisional. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya anak didik dapat bekerja sama untuk mempelajari kandungan pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial.
(46)
Pendekatan pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri, antara lain:
1. Ketrampilan sosial
Artinya ketrampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi dalam kelompok untuk mencapai dan menguasai konsep yang diberikan guru.
2. Interaksi tatap muka
Setiap individu akan berinteraksi dalam kelompok. Interaksi yang serentak berlangsung dalam setiap kelompok melalui pembicaraan setiap individu yang turut serta mengambil bagian.
3. Pelajar harus saling bergantung positif
Artinya setiap siswa harus melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok itu. Setiap siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bagian dalam kelompok. Siswa yang mempunyai kelebihan harus membantu temannya dalam kelompok itu untuk tercapainya tugas yang diberikan kepada kelompok itu. Setiap anggota kelompok harus saling berhubungan, saling memenuhi dan bantu-membantu.
(47)
27
Kelemahan dan kelebihan pembelajaran kooperatif
1) Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
a. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan diskusi, seperti belajar kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai kurang kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya, yang tidak terbiasa dengan belajar.
b. Kelompok merasa asing dan sulit untuk bekerja sama. 2) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri dan cara memecahkan masalah.
b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya.
c. Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka namun tegas. d. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Membantu guru dalam pencapaian tujuan pembelajar. Karena langkah-langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di sekolah.
f. Mendorong motivasi guru untuk menciptakan media pengajaran karena media begitu penting dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut Kagan (1994), Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat yaitu:
a. Dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa.
b. Dapat meningkatkan kemahiran sosial dan memperbaiki hubungan sosial. c. Dapat meningkatkan keterampilan kepemimpinan.
(48)
d. Dapat meningkatkan kepercayaan diri. e. Dapat meningkatkan kemahiran teknologi.
F. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments).
Teams Games Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavin, 2008).
Games Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah siswa bekerja dalam tim. Dalam TGT siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, dimana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai IPA terakhir yang sama. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan poin tertinggi untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka yang berprestasi rendah (bermain dengan yang berprestasi rendah juga) dan yang berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) kedua-duanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya (dalam www. metode Teams Games-Tournaments (TGT) « a home of knowledge ,,,,,.htm)
(49)
29
TGT memiliki dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game
temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual. Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal buat kelompoknya. Turnamen ini juga dapat digunakan sebagai review materi pelajaran. Dalam implementasinya secara teknis Slavin (2008) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran. Pelaksanaan games
dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Siswa di bagi dalam kelompok dalam 7 kelompok yang terdiri dari 5 orang dan satu kelompok terdiri atas 6 orang. Pembagian dilihat berdasarkan nilai pretest dan juga berdasarkan jenis kelamin.
b. Setelah dalam kelompok, satu orang dalam setiap kelompok mengambil kartu di meja guru didepan kelas. Didalam kartu berisi nomor–nomor soal yang harus di jawab setiap kelompok. Satu kelompok harus menjawab 5 pertanyaan. Apabila tidak bisa menjawab bisa di beri kesempatan untuk menjawab pertanyaaan tersebut. Jadi siswa merasa bertanggung jawab atas apa yang sudah diberikan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(50)
semua bersaing untuk bisa menjawabnya. Setiap kali menjawab peneliti mengisi dalam lembaran yang sudah disiapkan.
c. Kelompok yang mendapat kartu yang bertuliskan nomor 1 berarti kelompok tersebut mendapat kesempatan pertama untuk menjawabnya. d. Peneliti berjanji akan memberikan hadiah kepada kelompok yang
juara.
e. Ada satu kelompok yang juara yaitu kelompok A dan mereka mendapat hadiah. Kelompok lainpun diberi hadiah tetapi tidak sama dengan kelompok yang juara.
f. Kegiatan perlombaan ini sangat antusias bagi siswa karena setiap siswa mau bersaing.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan dan melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai teman yang mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar siswa. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
(51)
31
Ada lima komponen utama dalam TGT, yaitu: 1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok ( team )
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
(52)
4. Turnamen
a. Siswa dibagi dalam kelompok dalam 7 kelompok yang terdiri dari 5 orang dan satu kelompok terdiri atas 6 orang. Pembagian dilihat berdasarkan nilai pretest dan juga berdasarkan jenis kelamin.
b. Setelah dalam kelompok, satu orang dalam setiap kelompok di minta mengambil kartu di meja guru didepan kelas. Didalam kartu berisi nomor–nomor soal yang harus di jawab setiap kelompok. Satu kelompok harus menjawab lima pertanyaan. Apabila tidak bisa menjawab bisa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaaan tersebut. Jadi siswa merasa bertanggung jawab atas apa yang sudah diberikan dan semua bersaing untuk bisa menjawabnya. Setiap kali menjawab peneliti mengisi dalam lembaran yang sudah disiapkan. c. Kelompok yang mendapat kartu yang bertuliskan nomor 1 berarti
kelompok tersebut mendapat kesempatan pertama untuk menjawabnya.
d. Peneliti berjanji akan memberikan hadiah kepada kelompok yang juara.
e. Ada satu kelompok yang juara yaitu kelompok A dan mereka mendapat hadiah. Kelompok lainpun diberi hadiah tetapi tidak sama dengan kelompok yang juara.
f. Kegiatan perlombaan ini sangat antusias bagi siswa karena setiap siswa mau bersaing.
(53)
33
5. Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjauan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif. Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan dimana para siswa bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin (2008) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. Kooperatif: dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi
konstribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
2. Kompetitif: dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
3. Individualistik: dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya. Dari perspektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi
(54)
mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apapun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal. Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep yang sudah dipelajari. Pengelompokkan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan didalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain. Namun demikian tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran.
Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek
(55)
35
psikologis bagi siswa (dalam www. Metode Teams Games-Tournaments (TGT) « a home of knowledge ,,,,,.htm). Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT sebagai berikut:
a. Kelebihan pembelajaran TGT
a) Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka daripada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
b) Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
c) TGT dapat meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
d) TGT dapat meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerjasama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit).
b. Kelemahan pembelajaran TGT
a) Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
(56)
b) TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
G. Besaran dan Satuan serta pengukuran
Pengertian Besaran dan Satuan
Besaran didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka-angka. Besaran dalam fisika terdiri dari besaran pokok dan besaran turunan. Satuan adalah ukuran pembanding yang telah diperjanjikan terlebih dahulu. Besaran-besaran harus diukur dengan satuan-satuan yang sesuai. Ada dua macam sistem satuan yang sering digunakan dalam fisika dan ilmu teknik, yaitu system metric dan system inggris. Sistem metric dibagi dalam dua bagian, yaitu system MKS (Meter Kilogram Sekon) dan CGS (Centimeter Gram Sekon).
Besaran Pokok dan Besaran turunan
1. Besaran Pokok
Besaran pokok adalah besaran-besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu untuk digunakan sebagai dasar dalam menentukan satuan-satuan pada besaran-besaran lain.
Dalam Sistem Internasional (SI) terdapat tujuh buah besaran pokok dan dua buah besaran tambahan seperti terlihat pada dibawah ini:
(57)
37
Tabel 2.1
Besaran-besaran pokok
No
Nama besaran
Lambang besaran
Satuan
Lambang satuan
1. Panjang l meter m
2. Massa m kilogram kg
3. Waktu t sekon (detik) s (det)
4. Arus listrik i ampere A
5. Suhu K kelvin K
6. Intensitas Cahaya I kandela cd
7. Jumlah zat mol mole mol
Mengapa hanya ditetapkan tujuh besaran pokok? Alasannya adalah karena sampai saat ini semua besaran turunan sudah dapat dinyatakan dengan tujuh besaran tersebut.
2. Besaran turunan
Besaran turunan adalah besaran-besaran yang diturunkan dari satu atau lebih besaran pokok, seperti besaran volume berasal dari besaran pokok, yaitu meter kubik, besaran kecepatan berasal dari dua besaran pokok, yaitu panjang dan waktu.
Beberapa contoh besaran turunan yang diturunkan dari besaran-besaran pokok dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
(58)
Tabel 2.2.
Besaran–besaran turunan
No
Nama Besaran (Name of unit)
Lambang (Symbol of
unit)
Satuan
Lambang satuan
1. Gaya F newton N
2. Jumlah Panas Q joule J
3. Tekanan P pascal Pa
4. Usaha W joule J
5. Daya P watt W
6. Tegangan Listrik V volt V
7. Muatan Listrik Q coulomb C
8. Kapasitas listrik C farad F
9. Hambatan Listrik R ohm W
10. Fluks Magnetik F weber Wb
11. Medan Magnet E tesla T
Pengukuran
Peranan pengukuran dalam kehidupan sehari-hari sangat penting. Seorang tukang jahit pakaian mengukur panjang kain untuk dipotong sesuai dengan pola pakaian yang akan dibuat dengan menggunakan meteran pita. Penjual daging menimbang massa daging sesuai kebutuhan pembelinya dengan menggunakan timbangan duduk. Seorang petani tradisional mungkin melakukan pengukuran
(59)
39
panjang dan lebar sawahnya menggunakan satuan bata, dan tentunya alat ukur yang digunakan adalah sebuah batu bata. Tetapi seorang sarjana mengukur lebar jalan menggunakan alat meteran kelos untuk mendapatkan satuan meter.
Pengukuran Besaran Panjang
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang benda haruslah sesuai dengan ukuran benda. Sebagai contoh, untuk mengukur lebar buku kita gunakan pengaris, sedangkan untuk mengukur lebar jalan raya lebih mudah menggunakan meteran kelos.
1. Pengukuran Panjang dengan Mistar
Mistar atau biasa dikenal sebagai penggaris adalah alat ukur panjang yang sering digunakan oleh siswa. Mistar mempunyai daya ukur yang bermacam-macam, mulai dari 10 cm, 20 cm, 30 cm, 50 cm dan 100 cm. Mistar mempunyai skala terkecil 0,1 cm atau 1 mm. Ketelitian dari mistar adalah 0,5 mm
Gambar 2. 1.
Cara mengukur benda menggunakan mistar
(60)
Letakkan ujung benda yang akan diukur tepat di garis angka nol, kemudian baca skala pada mistar. Pada mistar tersebut ditunjukkan bahwa panjang benda adalah 2,5 cm + 0,5 mm = 2,5 cm + 0,05 cm = 2,55 cm. Penggaris atau mistar berbagai macam jenisnya, seperti penggaris yang berbentuk lurus, berbentuk segitiga yang terbuat dari plastik atau logam, mistar tukang kayu, dan penggaris berbentuk pita (meteran pita). Mistar mempunyai batas ukur sampai 1 meter, sedangkan meteran pita dapat mengukur panjang sampai 3 meter. Mistar memiliki ketelitian 1 mm atau 0,1 cm. Posisi mata harus melihat tegak lurus terhadap skala ketika membaca skala mistar. Pengukuran dengan mistar untuk menghindari kesalahan untuk menghindari kesalahan pembacaan hasil pengukuran akibat beda sudut kemiringan dalam melihat atau disebut dengan kesalahan paralaks. Pembacaan hasil pengukuran:
Gambar 2. 2.
(61)
41
2. Pengukuran Panjang dengan Jangka Sorong
Bagaimanakah mengukur kedalaman suatu tutup pulpen? Untuk mengukur kedalaman tutup pulpen dapat kita gunakan jangka sorong. Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang mempunyai batas ukur sampai 10 cm dengan ketelitiannya 0,1 mm atau 0,01 cm. Jangka sorong juga dapat digunakan untuk mengukur diameter cincin dan diameter bagian dalam sebuah pipa. Bagian-bagian penting jangka sorong yaitu:
1. Rahang tetap dengan skala tetap terkecil 0,1 cm
2. Rahang geser yang dilengkapi skala nonius. Skala tetap dan nonius mempunyai selisih 1 mm.
Gambar 2.3
Jangka sorong
(62)
1. Langkah pertama. Tentukan terlebih dahulu skala utama. Pada gambar terlihat skala nol nonius terletak di antara skala 2,4 cm dan 2,5 cm pada skala tetap. Jadi, skala tetap bernilai 2,4 cm.
2. Langkah kedua. Menentukan skala nonius. Skala nonius yang berimpit dengan skala tetap adalah angka 6. Jadi, skala nonius bernilai 6 x 0,01 cm = 0,06 cm.
3. Langkah ketiga. Menjumlahkan skala tetap dan skala nonius. Hasil pengukuran = 2,4 cm + 0,06 cm = 2,46 cm. Jadi, hasil pengukuran diameter baut sebesar 2,46 cm.
Pengukuran Panjang dengan Mikrometer Sekrup
Tahukah kamu alat ukur apa yang dapat digunakan untuk mengukur benda berukuran kurang dari dua centimeter secara lebih teliti? Mikrometer sekrup memiliki ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm. Mikrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur benda yang mempunyai ukuran kecil dan tipis, seperti mengukur ketebalan plat, diameter kawat, dan onderdil kendaraan yang berukuran kecil. Bagian-bagian dari mikrometer adalah rahang putar, skala utama, skala putar, dan silinder bergerigi. Skala terkecil dari skala utama bernilai 0,1 mm, sedangkan skala terkecil untuk skala putar sebesar 0,01 mm.
(63)
43
Gambar 2. 4.
Mikrometer Sekrup
1. Langkah pertama. Menentukan skala utama, terlihat pada gambar skala utamanya adalah 1,5 mm.
2. Langkah kedua. Perhatikan pada skala putar, garis yang sejajar dengan skala utamanya adalah angka 29. Jadi skala nonius sebesar 29 x 0,01 mm = 0,29 mm.
3. Langkah ketiga. Menjumlahkan skala utama dan skala putar. Hasil pengukuran = 1,5 mm + 0,29 mm = 1,79 mm. Jadi hasil pengukuran diameter kawat adalah 1,79 mm.
3. Pengukuran Besaran Massa
Ketika di pasar kamu mungkin akan melihat berbagai macam alat ukur timbangan seperti dacin, timbangan pasar, timbangan emas, bahkan mungkin timbangan atau neraca digital. Timbangan tersebut digunakan untuk mengukur massa benda. Prinsip kerjanya adalah keseimbangan kedua lengan, yaitu keseimbangan antara massa benda yang diukur dengan anak timbangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(64)
yang digunakan. Dalam dunia pendidikan sering digunakan neraca O‟Hauss tiga lengan atau dua lengan.
Menggunakan Neraca O’Hauss
Sekantong plastik terigu ditimbang dengan neraca O‟Hauss tiga lengan. Posisi lengan depan, tengah, dan belakang dalam keadaan setimbang ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Gambar 2. 5.
Neraca O’Hauss
Dari gambar dapat diketahui bahwa: posisi anting depan 5,5 gram posisi anting tengah 20,0 gram posisi anting belakang 200,0 gram Jadi massa terigu adalah 225,5 gram
4. Pengukuran Besaran Waktu
Ketika bepergian kita tidak lupa membawa jam tangan. Jam tersebut kita gunakan untuk menentukan waktu dan lama perjalanan yang sudah ditempuh.
(65)
45
Berbagai jenis alat ukur waktu yang lain misalnya: jam analog, jam digital, jam dinding, jam atom, jam matahari, dan stopwatch. Dari alat-alat tersebut, stopwatch termasuk alat ukur yang memiliki ketelitian cukup baik, yaitu sampai 0,1 s.
(66)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan atau penelitan eksperimen. Dikatakan penelitian tindakan atau penelitian eksperimen karena adanya partisipasi siswa untuk mengetahui adanya peningkatkan pemahaman siswa dengan menggunakan metode TGT (Team Game Tournament). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara menganalisis dari setiap jawaban siswa pada soal pretest dan posttest. Jawaban setiap siswa diberikan skor tidak dalam bentuk nilai atau angka, namun disini setiap jawaban siswa dibagi dalam tingkatkan kemampuan siswa menjawabnya. Untuk analisisnya dibagi dalam empat kategori, yaitu tidak paham, kurang paham, paham, sangat paham, dan tidak paham, Jika siswa tidak bisa sama sekali menjawab soal yang diberikan sampai pada tingkat sangat paham berarti siswa tersebut sudah sangat bisa menjawab soal yang diberikan dengan baik dan benar. Untuk mengkategorikan anak kedalam tingkat pemahaman mereka harus dilihat dari jumlah skor dari rentang berapa sampai rentang berapa.
Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini digunakan untuk manganalisis data kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa selama model pembelajaran kooperatif tipe TGT diterapkan.
(67)
47
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIIA di SMP Negeri 1 Golewa yang siswanya berjumlah 36 orang.
C. Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah materi yang digunakan yaitu besaran, satuan dan pengukuran.
D. Setting Penelitian
Setting penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah setting kelas, di mana data diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti dibantu satu orang peneliti lain dalam melakukan pengamatan selama proses pembelajaran, berupa penerapan metode pembelajaran TGT dalam pembelajaran fisika di kelas VIIA di SMP Negeri 1 Golewa.
E. Treatment
Dalam penelitian ini treatment yang digunakan adalah kegiatan model pembelajaran tipe TGT. Kegiatannya antara lain:
1. Mengajar (teach)
Mempresentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa dan memberikan motivasi.
(68)
2. Belajar Kelompok (team study)
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras/suku yang berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
3. Permainan (game tournament)
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing–masing kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok. Pelaksanaan games dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok dalam 7 kelompok yang terdiri dari 5 orang dan satu kelompok terdiri atas 6 orang. Pembagian dilihat berdasarkan nilai pre test dan juga berdasarkan jenis kelamin.
b. Setelah dalam kelompok, satu orang dalam setiap kelompok di minta mengambil kartu di meja guru didepan kelas. Di dalam kartu berisi nomor–nomor soal yang harus di jawab setiap kelompok. Satu kelompok harus menjawab 5 pertanyaan. Apabila tidak bisa menjawab bisa di beri kesempatan untuk menjawab pertanyaaan tersebut. Jadi siswa merasa bertanggung jawab atas apa yang sudah diberikan dan
(69)
49
semua bersaing untuk bisa menjawabnya. Setiap kali menjawab peneliti mengisi dalam lembaran yang sudah disiapkan.
c. Kelompok yang mendapat kartu yang bertuliskan nomor 1 berarti kelompok tersebut mendapat kesempatan pertama untuk menjawabnya. d. Peneliti berjanji akan memberikan hadiah kepada kelompok yang
juara.
e. Ada satu kelompok yang juara yaitu kelompok A dan mereka mendapat hadiah. Kelompok lainpun diberi hadiah tapi tidak sama dengan kelompok yang juara.
f. Kegiatan perlombaan ini sangat antusias bagi siswa karena setiap siswa mau bersaing.
4. Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Untuk Memperoleh Data
Dalam penelitian yang saya lakukan ini, instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pretest dan posttest.
(70)
Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai dengan pretest. a. Pretest
Pretest adalah test awal yang diberikan kepada siswa sebelum siswa memulai suatu pelajaran dan dengan metode yang telah disiapkan. Bentuknya adalah soal-soal dari materi yang akan dipelajari. Pretest ini memiliki banyak kegunaan dalam menjajangi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pretes memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran. Fungsi pretest ini antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pretes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
2) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
3) Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran
dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
b. Posttest
Posttes adalah test akhir yang diberikan kepada siswa setelah siswa belajar dan diskusi tentang materi yang diberikan oleh peneliti kepada siswa di kelas. Bentuknya masih sama seperti dengan pretest yaitu
(71)
soal-51
soal dari materi yang sama dengan materi pretest. Fungsi dari posttes ini adalah:
1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pretes siswa sebelum diajarkan dengan metode yang disiapkan dengan hasil posttes yaitu setelah siswa belajar dengan metode yang disiapkan sebelumnya. Kisi–kisi rancangan soal–soal pretest dan posttest berdasarkan indikator hasil belajar dari kompetensi yang akan dicapai:
Tabel 3. 1
Indikator soal pretest
NO Kompetensi Dasar Indikator Nomor Soal
1 Mendeskripsikan besaran pokok dan besaran turunan beserta satuannya
Mendefinisikan besaran pokok dan besaran turunan
1
Menggunakan Satuan Internasional dalam pengukuran
6
Mengkonversi satuan massa, panjang dan waktu secara sederhana
5
Memberikan contoh besaran pokok dan turunan dalam kehidupan sehari- hari
2, 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1)
1. Babak pertama (babak rebutan) 10 soal
Nama kelompok No. Soal Jumlah
A 1,3,6, 5
B 4,10 2
C 8 1
D 7 1
E 9 1
F 5 1
G 2 1
Untuk babak kedua
a. Juara 1 adalah kelompok A b. Juara 2 adalah kelompok B c. Juara 3 adalah kelompok C d. Juara 4 adalah kelompok D e. Juara 5 adalah kelompok E
f. Juara 6 adalah kelompok F dan kelompok G.
Untuk hasil tournament secara keseluruhan adalah: Juara I adalah Kelompok A
Juara II adalah Kelompok B Juara III adalah Kelompok C Juara IV adalah Kelompok D Juara V adalah kelompok E Juara VI adalah kelompok F dan G
(2)
Kartu untuk tiap kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(3)
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
(4)
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
(5)
FOTO-FOTO PENELITIAN
(6)