Efektifitas Metode Goal Programming dan Lexicographic Goal Programming dalam Optimisasi Portofolio Saham.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Abdul Halim,2005:4). Menurut Tandelilin (2007:5) bahwa hal yang mendasar dalam proses keputusan investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan risiko suatu investasi. Ketidakpastian risiko membuat investor mengambil strategi untuk membentuk portofolio. Portofolio merupakan kombinasi atau gabungan atau sekumpulan aset, baik berupa aset riil maupun aset finansial yang dimiliki oleh investor.

Investor selalu ingin memaksimalkan return yang diharapkan dengan tingkat risiko tertentu yang bersedia ditanggungnya, atau mencari portofolio yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu dalam pembentukan portofolio. Karakteristik portofolio seperti ini disebut sebagai portofolio yang efisien (Tandelilin,2007:74). Sedangkan portofolio yang dipilih seorang investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio efisien merupakan portofolio optimal.

Markowitz (1952) mengembangkan pembentukan portofolio yang berusaha untuk meminimumkan risiko dan memastikan return akan lebih dari jumlah yang ditetapkan pengambil keputusan. Varians digunakan sebagai ukuran risiko dalam model Markowitz. Model Markowitz adalah model tujuan tunggal dimana model Markowitz menggunakan model quadratic


(2)

programming. Model Markowitz yang berbentuk kuadratik dianggap tidak mudah diselesaikan oleh sebagian praktisi. Sharpe (1963) memperkenalkan model baru untuk masalah pembentukan portofolio. Sharpe mengenalkan risiko sistematik yang mengukur kepekaan return saham terhadap return pasar.

Model tujuan tunggal hanya mempertimbangkan satu fungsi tujuan , di sisi lain model multi tujuan mempertimbangkan lebih dari satu fungsi tujuan . Salah satu teknik untuk menyelesaikan model multi- tujuan adalah goal programming yang diperkenalkan oleh Charnes, dkk (1995). Goal programming adalah salah satu metode matematis yang dipandang sesuai untuk pemecahan masalah multi- tujuan karena melalui variabel deviasinya, goal programming secara otomatis menangkap informasi tentang pencapaian relatif dari tujuan yang ada (Charles D & Simson, 2002). Secara umum goal programming ini digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang memiliki multi tujuan (atau lebih dari satu tujuan ). Goal programming tidak memberikan prioritas setiap tujuan dengan kata lain setiap tujuan mempunyai prioritas yang sama, sedangkan penyelesaian goal programming dengan memprioritaskan tujuan atau dapat dikatakan mempunyai bobot pada setiap tujuan disebut lexicographic goal programming.

Sebagaimana diketahui dalam portofolio optimal, terdapat permasalahan multi-tujuan. Metode goal programming dalam masalah keuangan dikembangkan oleh Lee & Lerro (1973). Pendekatan yang sama dalam pembentukan portofolio optimal menggunakan goal programming


(3)

dikenalkan Bilbao, dkk (2006), Kumar, dkk (1978), Lee & Chesser (1980). Penelitian mengenai aplikasi model goal programming lain seperti yang dilakukan Rosita & Aran (2012) meneliti mengenai pemilihan portofolio menggunakan goal programming. Penelitian ini membahas pembentukan portofolio dengan goal programming dari model LAD (Least Absolute Value Deviation).

Salah satu aset yang dapat dianalisis dengan model ini adalah saham. Saham sebagai salah satu instrumen pasar modal yang paling aktif diperjual belikan dan dapat dijadikan pilihan bagi para investor untuk mengalokasikan dana yang dimiliki investor. Saham juga merupakan objek investasi yang sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi. Banyaknya saham yang terdaftar dalam bursa sering membuat investor bingung dalam memilih saham yang baik untuk dimasukkan ke dalam portofolionya.

Jakarta Islamic Index merupakan indeks terbaru di Bursa Efek Indonesia, indeks ini hanya memasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat islam. Jakarta Islamic Index menawarkan alternatif baru investasi saham yang halal atau sesuai dengan syariat islam kepada masyarakat. Menurut Abdul Halim (2005: 53) melihat masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim dan terlebih lagi dengan mulai diterimanya sistem ekonomi syariah di dunia bisnis Indonesia maka diberlakukan Jakarta Islamic Index di Bursa Efek Indonesia. Saham syariah JII merupakan 30 saham terpilih dari saham-saham yang masuk ke dalam


(4)

kriteria syariah ( Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK) dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan dibahas aplikasi model goal programming dan model lexicographic goal programming untuk optimisasi portofolio saham pada Jakarta Islamic Index. Model Lee & Chesser (1980) akan digunakan dalam penyelesaian pembentukan portofolio optimal, dimana model ini merupakan pendekatan linier goal programming yang menggunakan risiko sistematis dan tingkat keuntungan. Adapun yang menjadi fungsi tujuan dalam penelitian ini adalah jumlah dana yang diinvestasikan, tingkat return, tingkat risiko sistematis atau risiko pasar (beta) dan pembatasan proporsi dana setiap saham. Selanjutnya, penyelesaian model goal programming dan model lexicographic goal programming akan dibantu menggunakan sofware LINGO.

B. BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Portofolio dibentuk dalam aset finansial berupa saham.

2. Kriteria yang dipertimbangkan dalam menentukan portofolio yaitu jumlah dana yang diinvestasikan, tingkat return, tingkat risiko sistematis dan pembatasan proporsi dana setiap saham, jadi terdapat 4 tujuan dalam pembentukan portofolio saham.


(5)

C. RUMUSAN MASALAH

Adapun masalah yang dapat dirumuskan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pembentukan portofolio saham dengan model goal programming?

2. Bagaimana pembentukan portofolio saham dengan model lexicographic goal programming?

3. Bagaimana penerapan pembentukan portofolio saham model goal programming dan lexicographic goal programming pada pasar saham di Indonesia?

4. Bagaimana efektifitas model goal programming dan model lexicographic goal programming dalam pembentukan portofolio saham?

D. TUJUAN

1. Untuk mengetahui bagaimana pembentukan portofolio saham dengan model goal programming.

2. Untuk mengetahui bagaimana pembentukan portofolio saham dengan model lexicographic goal programming.

3. Untuk mengetahui penerapan pembentukan portofolio saham model goal programming dan lexicographic goal programming pada pasar saham di Indonesia?

4. Untuk mengetahui efektifitas model goal programming dan model lexicographic goal programming dalam menentukan portofolio optimal.


(6)

E. MANFAAT

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat , antara lain:

1. Bagi investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal.

2. Bagi Universitas

Dapat dijadikan sebagai tambahan referensi guna meningkatkan proses belajar mengajar.

3. Bagi Mahasiswa

Dapat digunakan sebagai tambahan referensi untuk penerapan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pasar modal mengenai pembentukan portofolio optimal.

4. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan mengenai analisis pembentukan portofolio khususnya penggunaan metode goal programming.


(7)

7 BAB II KAJIAN TEORI

A. Investasi

Abdul Halim (2005:4) berpendapat bahwa investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Pada umumnya investasi dibedakan menjadi dua yaitu pertama investasi pada aset- aset finansial (financial assets) berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga yang dilakukan di pasar uang dan investasi yang dilakukan di pasar modal, misalnya saham, obligasi, waran, opsi. Kedua investasi pada aset- aset riil (real assets) seperti pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan pembukaan perkebunan dan lainnya.

Proses investasi menunjukkan bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan investasi pada aset-aset yang dapat dipasarkan dan kapan dilakukan, untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut (Abdul Halim, 2005:4) :

1. Menentukan tujuan investasi

Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam tahap ini, yaitu: return yang diharapkan (expected of return), risiko (risk), dan ketersediaan jumlah dana yang akan diinvestasikan. Apabila dana cukup tersedia, maka investor menginginkan return yang maksimal dengan risiko tertentu. Umumnya hubungan antara risiko dengan return yang diharapkan


(8)

8

(expected return) bersifat linier, artinya semakin tinggi tingkat risiko, maka semakin tinggi pula return yang diharapkan.

2. Melakukan analisis

Tahap ini investor melakukan analisis terhadap suatu aset atau sekelompok aset. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi aset yang salah harga (mispriced), apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu rendah, ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:

a. Pendekatan Fundamental

Pendekatan ini didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. Karena kinerja emiten dipengaruhi oleh kondisi sektor industri dimana perusahaan tersebut berada dan perekonomian secara makro, maka untuk memperkirakan prospek harga sahamnya di masa mendatang harus dikaitkan dengan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhinya. Jadi analisis ini dimulai dari siklus usaha perusahaan secara umum, selanjutnya ke sektor industrinya. Akhirnya dilakukan evaluasi terhadap kinerjanya dan saham yang diterbitkannya.

b. Pendekatan Teknikal

Pendekatan ini didasarkan pada data (perubahan) harga saham di masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham di masa mendatang. Para analisis memperkirakan pergeseran penawaran (supply) dan permintaan (demand) dalam jangka pendek, serta


(9)

9

mereka berusaha untuk cenderung mengabaikan risiko dan pertumbuhan laba dalam menentukan barometer dari penawaran dan permintaan. Namun demikian, analisis ini lebih mudah dan cepat dibanding analisis fundamental, karena dapat secara simultan diterapkan pada beberapa saham. Analisis ini tidak menganggap bahwa analisis fundamental tidak berguna, namun investor menganggap bahwa analisis fundamental terlalu rumit dan terlalu banyak mendasarkan pada laporan keuangan emiten. Oleh karena itu, analisis teknikal mendasarkan diri pada premis bahwa harga saham tergantung pada penawaran dan permintaan saham itu sendiri. Data finansial historis yang tergambar pada diagram dipelajari untuk mendapatkan suatu pola yang berarti, dan pola tersebut digunakan untuk memprediksi harga di masa mendatang, serta untuk memperkirakan pergeseran individual saham maupun pergerakan indeks pasar (market index).

3. Membentuk portofolio

Tahap ini dilakukan identifikasi terhadap aset-aset mana yang akan dipilih dan berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan pada masing-masing aset tersebut.

4. Mengevaluasi kinerja portofolio

Tahap ini dilakukan evaluasi atas kinerja portofolio yang telah dibentuk, baik terhadap return yang diharapkan maupun terhadap risiko yang ditanggung. Sebagai tolak ukur digunakan dua cara, yaitu: pertama,


(10)

10

pengukuran (measurement) adalah penilaian kinerja portofolio atas dasar aset yang telah ditanamkan dalam portofolio tersebut. Kedua, perbandingan (comparison) yaitu penilaian berdasarkan pada perbandingan dua set portofolio dengan risiko yang sama.

5. Merevisi portofolio

Tahap ini merupakan tindak lanjut dari tahap evaluasi kinerja portofolio, dari hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan revisi (perubahan) terhadap aset- aset yang membentuk portofolio tersebut jika dirasa bahwa komposisi portofolio yang sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan investasi. Revisi tersebut dapat dilakukan secara total yaitu dilakukan likuidasi atas portofolio yang ada, kemudian dibentuk portofolio yang baru, atau dilakukan secara terbatas, yaitu dilakukan perubahan atas proporsi atau komposisi dana yang dialokasikan dalam masing-masing aset yang membentuk portofolio tersebut.

B. Saham

Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau surat kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan terbatas. Wujud saham berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik saham tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkansurat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut (Tjiptono Darmadji, 2001:5).


(11)

11 C. Transaksi Saham

Sebelum melakukan jual beli saham, seperti layaknya membuka rekening di bank maka terlebih dahulu harus membuka rekening disatu atau beberapa perusahaan aset, maka secara resmi telah tercatat sebagai nasabah dan data identitas tercatat dalam pembukuan perusahaan aset seperti nama, alamat, nomor rekening bank dan data- data lainnya. Bersama dengan pembukuan rekening ini, terdapat perjanjian harus ditandatangani dengan perusahaan aset yang menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Pada dasarnya tidak ada batasan dana dan jumlah untuk jual beli saham, jumlah yang diperjual-belikan adalah dalam satuan perdagangan yang disebut lot, dalam bursa aset Indonesia satu lot berarti 100 saham, itulah batas minimal pembelian saham. Dana yang dibutuhkan untuk bisnis saham menjadi bervariasi karena beragamnya harga saham-saham yang tercatat di bursa.

D. Jakarta Islamic Index

Jakarta Islamic Index (JII) adalah indeks saham yang didasarkan atas prinsip syariah. Saham dalam JII terdiri atas 30 saham yang keanggotaannya akan terus ditinjau secara berkala berdasarkan kinerja transaksi di perdagangan bursa, rasio- rasio keuangannya, dan ketaatannya pada prinsip- prinsip syariah sebagaimana termaktub dalam fatwa Dewan Syariah Nasional no 05/DSN-MU/IV/2000 tentang jual beli saham dan fatwa 40/DSN-MUI/IX/2003 tentang pasar modal, serta pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal.


(12)

12

Saham- saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:

a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang

b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan usaha asuransi konvensional

c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram

d. Usaha yang memproduksi mendistribusi dan atau menyediakan barang- barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

Selain kriteria di atas, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII, Bursa Aset Jakarta melakukan tahap- tahap pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu: a. Kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan

dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).

b. Saham yang berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun memiliki rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal 90%.

c. Enam puluh saham dari susunan saham berdasarkan urutan rata- rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.

d. Tiga puluh saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan regular selama satu tahun terakhir.


(13)

13

Evaluasi terhadap saham- saham yang masuk dalam perhitungan JII dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan penentuan komponen index pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan jenis usaha emiten akan terus diawasi berdasarkan data- data publik yang tersedia. Apabila saham- saham tersebut tidak lagi memenuhi prinsip- prinsip syariah, otoritas akan mengeluarkannya dari JII dan kedudukannya digantikan saham lain yang memenuhi prinsip- prinsip syariah (Muhamad Nafik, 2009:260).

Dilihat dari nilai kapitalisasinya maupun nilai indeksnya, saham- saham yang tergabung dalam JII punya kinerja yang baik. Saham- saham JII merupakan saham yang masuk kategori blue chips yaitu sekitar 80% , masuk kategori LQ-45 sehigga pergerakan kapitalisasi dan indeks saham- saham JII selalu mengikuti pergerakan pasar.

E. Teori Portofolio

Portofolio merupakan kombinasi atau gabungan atau sekumpulan aset, baik berupa aset riil maupun aset finansial yang dimiliki investor (Abdul Halim, 2005:54). Suatu portofolio dikatakan efisien apabila portofolio tersebut ketika dibandingkan dengan portofolio lain memberikan nilai return terbesar dengan risiko yang sama, atau memberikan nilai risiko terkecil dengan return yang sama. Portofolio optimal adalah portofolio yang dipilih oleh investor dari kumpulan portofolio efisien. Pemilihan portofolio tersebut disesuaikan dengan preferensi investor yang bersangkutan terhadap return maupun risiko pada portofolio yang dipiliih.


(14)

14 F. Return

Return merupakan keuntungan yang diperoleh dari investasi yang dilakukan. Return dapat berupa realized return (return realisasi) yang sudah terjadi atau expected return (return ekspektasi) yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Realized return penting karena digunakan sebagai salah satu alat pengukur kinerja dari suatu perusahaan. Realized return atau return historis juga digunakan dalam menghitung expected return dan risiko di masa mendatang. Nilai realized return saham ke-i , i = 1,2,...,n , periode ke-t ,t = 1,2,..., n, dilambangkan dengan , dihitung berdasarkan data historis dengan rumus sebagai berikut :

(2.1)

Keterangan :

= realized return saham ke-i pada periode ke- t = harga saham pada periode ke-t

= harga saham pada periode t-1

Expected return adalah tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor di masa mendatang, dihitung berdasarkan rata-rata yang berasal dari suatu distribusi return sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1995) :

(2.2)

Keterangan :

= expected return saham ke-i


(15)

15

Return yang dipersyaratkan (required return) atau return minimal merupakan tingkat return minimal yang dikehendaki oleh investor atas preferensi subyektif investor terhadap risiko. Return yang dipersyaratkan diperoleh secara historis. Nilai return yang dipersyaratkan biasanya merupakan nilai mean dari expected return seluruh saham yang diinvestasikan.

Realized return portofolio adalah jumlah nilai return realisasi saham- saham di dalam portofolio (Jogiyanto, 2010 : 312) sebagai berikut:

∑ (2.3)

Keterangan :

= realized return portofolio

= proporsi saham yang diinvestasikan

Expected return portofolio merupakan rata-rata tertimbang dari expected return masing- masing saham tunggal pada portofolio. Secara matematis, return portofolio dapat ditulis sebagai berikut (Jogiyanto,2010 : 312) :

( ) ∑ (2.4)

Keterangan :

( ) = expected return portofolio G. Risiko

Menurut Wardani (2010) risiko adalah kemungkinan penyimpangan realized return dengan expected return. Semakin besar tingkat perbedaan antara realized return dengan expected return semakin besar pula tingkat risikonya. Apabila dikaitkan dengan preferensi investor terhadap risiko ,


(16)

16

maka preferensi investor terhadap risiko dibedakan menjadi tiga (Mohammad Samsul, 2007:356), yaitu:

1. Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker)

Risk seeker merupakan investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih besar. Biasanya investor ini bersikap agresif dan spekulatif dalam mengambil keputusan investasi.

2. Investor yang netral (risk neutrality)

Investor yang akan meminta kenaikan tingkat pengembalian yang sama untuk setiap kenaikan risiko investor jenis ini umumnya cukup fleksibel dan bersikap hati- hati dalam mengambil keputusan.

3. Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)

Investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akanlebih suka mmilih investasi dengan risiko yang lebih kecil. Biasanya investor bersikap matang dalam menentukan pilihan investasi.

Risiko saham ke-i diukur dengan standard deviation sebagai berikut (Jogiyanto, 2010: 229)

√∑

(2.5)

Keterangan :


(17)

17

Risiko portofolio dapat dihitung menggunakan varians dari , dapat ditulis sebagai berikut(Jogiyanto, 2010: 257):

( )

∑ ∑

( )

( )

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( )( ) ( )( ) ( )

∑ ∑

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut:

[

]


(18)

18 Keterangan :

= varians portofolio

= kovarians saham ke-i dan ke- j

Setelah diketahui varians portofolio, dapat dihitung standard deviation yang merupakan risiko portofolio diperoleh dari akar kuadrat dari varians portofolio.

H. Beta Saham

Beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu saham atau return portofolio terhadap return pasar. Beta saham ke-i mengukur volatilitas return saham ke-i dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar, dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu saham (Jogiyanto,2010:375). Beta portofolio dapat dihitung dengan mengetahui beta masing – masing saham terlebih dahulu. Beta saham ke-i dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Jogiyanto, 2010; 383):

∑ (2.7) Keterangan :

= beta saham ke-i

= return pasar periode ke- t = return pasar

Beta portofolio ( ) merupakan rata- rata tertimbang dari beta masing- masing saham ( , sebagai berikut :


(19)

19

∑ (2.8)

Keterangan:

= proporsi saham ke-i = beta portofolio

Jika beta suatu saham sama dengan satu, , berarti saham tersebut memiliki risiko yang sama dengan risiko rata- rata pasar. Misalnya, jika IHSG naik 5%, maka harga pasar saham tersebut cenderung meningkat 5%. Sementara itu, jika , berarti saham tersebut memiliki risiko lebih kecil dari risiko rata- rata pasar dan saham tersebut akan bergerak 0,5 kali perubahan IHSG. Selanjutnya jika , berarti saham tersebut memiliki risiko lebih besar dari risiko rata- rata pasar dan saham tersebut akan bergerak 1,5 kali perubahan IHSG.

Oleh karena itu, semakin besar beta , maka akan semakin peka excess return suatu saham terhadap perubahan excess return portofolio pasar, sehingga saham itu akan semakin berisiko, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pengembalian portofolio ditentukan oleh risiko sistematis atau risiko pasar yang diukur dengan beta ( dan tingkat pengembalian pasar.

Beta saham mengindikasikan tingkat kepekaan saham terhadap kondisi pasar secara umum. Jika beta suatu saham lebih besar dari beta pasar

, berarti saham tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari risiko rata- rata pasar, dan saham tersebut termasuk saham agresif. Sebaliknya, jika beta suatu saham lebih kecil dari satu, berarti saham tersebut termasuk saham defensif. Beta saham sangat berguna untuk mengukur seberapa tingkat


(20)

20

keberanian investor dalam menanggung risiko. Semakin berani seorang investor menanggung risiko , dia akan memilih saham- saham agresif (Abdul Halim, 2005:74).

I. Koefisien Variasi

Dua faktor harus dipertimbangkan bersama-sama dalam melakukan analisis investasi, yaitu expected return dan risiko saham. Koefisien variasi (coefficient of variation) dapat digunakan untuk mempertimbangkan dua faktor tersebut bersamaan (Jogiyanto,2010:290). merupakan notasi koefisien variasi untuk saham ke-i. Rumus koefisien variasi adalah:

(2.9)

Rumus koefisien variasi dapat diartikan bahwa semakin kecil nilai semakin baik saham tersebut. Semakin kecil menunjukkan semakin kecil risiko saham dan semakin besar expected return.

J. Indeks Sharpe

Tujuan penilaian kinerja portofolio adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah portofolio yang dibentuk telah dapat meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan investasi sehingga dapat diketahui portofolio mana yang memiliki kinerja yang lebih baik jika ditinjau dari tingkat return dan risiko masing- masing. Metode yang digunakan dalam penilaian kinerja portofolio umumnya adalah Indeks Sharpe, Indeks Treynor dan Indeks Jensen. Sharpe menyatakan bahwa portofolio yang memiliki kinerja terbaik adalah yang mempunyai Indeks Sharpe tertinggi. Indeks Sharpe dihitung dengan rumus sebagai berikut (Rahadian, 2014: 5):


(21)

21

(2.10)

Keterangan: = indeks sharpe

= return Portofolio = risiko portofolio K. Pemrograman Linier

Menurut Fredick S. Hiller dan Gerald J. Lieberman, program linier merupakan suatu model matematis untuk menggambarkan masalah yang dihadapi. Linier berarti bahwa semua fungsi matematis dalam model ini harus merupakan fungsi – fungsi linier. Pemrogaman merupakan sinonim untuk kata perencanaan, dengan demikian membuat rencana kegiatan- kegiatan untuk memperoleh hasil yang optimal, ialah suatu hasil untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan cara yang paling baik (sesuai dengan model matematis) diantara semua alternatif yang mungkin (Andi Wijaya ,2013: 9). Program linier dikenal dua macam fungsi, yaitu:

a. Fungsi tujuan , menggambarkan apa yang ingin dicapai perusahaan dengan menggunakan sumber daya yang ada, fungsi tujuan digambarkan dalam bentuk maksimasi ( misalnya untuk laba, penerimaan, produksi, dan lain- lain atau minimasi (misalnya untuk biaya) yang dinyatakan dalam notasi Z.

b. Fungsi kendala, menggambarkan kendala- kendala yang dihadapi perusahaan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tersebut, misalnya


(22)

22

mesin, tenaga kerja, dan lain- lain, untuk kasus program linier, kendala yang dihadapi berjumlah dari satu kendala.

1. Asumsi – Asumsi Dasar Pemrograman Linier

Asumsi – asumsi dasar pemrograman linier diuraikan agar penggunaan teknik pemrograman linier dapat memuaskan untuk berbagai masalah. Adapun asumsi – asumsi dasar pemrograman linier sebagai berikut (Pangestu Subagyo,1995:14) :

a) Kesebandingan (Proportionality)

Asumsi ini mempunyai arti bahwa naik turunnya nilai fungsi tujuan dan penggunaan sumber atau fasilitasyang tersedia akan berubah secara sebanding (proportional ) dengan perubahan tingkat kegiatan.

b) Penambahan (Additivity)

Nilai fungsi tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi atau dalam pemrograman linier dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai tujuan yang diperoleh dari kegiatan lain. c) Dapat dibagi (Divisibility)

Asumsi inimenyatakan bahwa keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa jikangan pecahan. Demikian pula dengan nilai tujuan yang dihasilkan.

d) Kepastian (Deterministic)

Semua parameter yang terdapat dalam model pemrograman linier dapat diperkirakan dengan pasti.


(23)

23

2. Bentuk Umum Model Pemrograman Linier

Masalah pemrograman linier merupakan masalah optimasi bersyarat yakni pencarian nilai maksimum atau pencarian nilai minimum sesuatu fungsi tujuan berkenaan dengan keterbatasan – keterbatasan atas kendala yang harus dipenuhi. Masalah- masalah tersebut secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut (Johannes Supranto, 1991: 44):

Fungsi tujuan meminimalkan dinotasikan dengan Z dan relasi dalam kendala berbentuk , dapat ditulis sebagai berikut:

Meminimalkan

dengan kendala,

, i = 1,2, ... , n (2.11) Fungsi tujuan memaksimalkan dinotasikan dengan Z dan relasi dalam kendala berbentuk , dapat ditulis sebagai berikut:

Memaksimalkan

dengan kendala,


(24)

24

(2.12)

Keterangan :

: variabel keputusan ke-n

: suku tetap/ bahan mentah ke-m yang tersedia : koefisien kendala

: koefisien ongkos ke-n

L. Metode Simpleks

Metode simpleks pertama kali diperkenalkan oleh George B. Dantzig pada tahun 1947 dan telah diperbaiki oleh para ahli lain. Metode simpleks adalah suatu prosedur bukan secara grafis maupun aljabar yang digunakan untuk mencari nilai optimal dari fungsi tujuan dalam masalah-masalah optimisasi yang terkendala. Pencarian nilai optimum dengan menggunakan metode simpleks dilakukan proses pengulangan (iterasi) dimulai dari penyelesaian dasar awal yang layak (feasible) hingga penyelesaian dasar akhir yang layak dimana nilai dari fungsi tujuan telah optimum. Dalam hal ini proses pengulangan tidak dapat dilakukan lagi. Secara khusus prosedur pengulangan mudah dipahami menggunakan operasi baris dari Gauss-Jordan. Permasalahan model linear harus diubah kedalam bentuk kanonik sebelum dilakukan penyelesaian menggunakan metode simpleks, perubahan tersebut meliputi fungsi tujuan dan kendala (Josep, 2004: 199).


(25)

25 1. Fungsi kendala

Terdapat tiga persyaratan untuk merumuskan fungsi kendala masalah pemrogaman linier dengan menggunakan metode simpleks, yaitu

a. Semua kendala pertidaksamaan harus dinyatakan sebagai persamaan Sebelum penyelesaian dengan metode simpleks pertidaksamaan harus diyatakan dalam persamaan linier. Perubahan tersebut dibedakan menjadi tiga sesuai sifat persamaaan tersebut

1) Tanda lebih kecil dari atau sama dengan (≤)

Kendala yang mempunyai tanda lebih kecil dari atau sama dengan harus ditambahkan dengan variabel slack ( ) non negatif disisi kiri kendala. Variabel ini untuk membuat ruas yang semula longgar menjadi ketat sehingga sama nilainya dengan ruas yang lainnya (B. Susanta, 1994: 69) . Contoh kendala berubah menjadi

2) Tanda lebih besar dari atau sama dengan (≥)

Kendala yang mempunyai tanda lebih besar dari atau sama dengan (≥) harus ditambahkan dengan variabel surplus (t) non negatif disisi kanan kendala dan ditambahkan variabel buatan atau artificial variabel (q) disisi kiri. Variabel surplus untuk membuat ruas yang semula longgar menjadi ketat sehingga sama nilainya dengan ruas yang lainnya. Variabel buatan memudahkan untuk menyelesaikan masalah awal metode simpleks. Contoh kendala


(26)

26 3) Tanda sama dengan (=)

Setiap kendala yang mempunyai tanda sama dengan (=), harus ditambahkan dengan variabel buatan di sisi kiri kendala. Contoh kendala berubah menjadi . b. Sisi kanan dari suatu kendala persamaan tidak boleh negatif

Jika sebuah kendala bernilai negatif di sisi kanan, kendala tersebut harus dikalikan -1 untuk membuat sisi kanan positif.Jika terdapat pertidaksamaan yang sisi kanan bernilai negatif maka harus dikalikan -1 sehingga merubah tanda pertidaksamaanya juga. Contoh kendala

berubah menjadi c. Semua variabel dibatasi nilai-nilai non negatif

Variabel-variabel yang bernilai negatif terdapat metode khusus dalam penyelesaiannya akan tetapi tidak dibahas dalam tulisan ini. Contoh kendala

2. Fungsi tujuan

Permasalahan model linear dapat dibedakan menjadi dua yaitu meminimalkan atau memaksimalkan fungsi tujuan . Perubahan masing-masing fungsi tujuan kedalam bentuk kanonik berbeda satu sama lain,dapat dituliskan bentuk kanonik dari metode simpleks sebagai berikut(Josep, 2012: 203):


(27)

27 a. Fungsi tujuan meminimalkan

Meminimalkan

dengan kendala

dengan dan untuk i=1,2,...,m; j=1,2,...,n (2.13) maka bentuk kanonik metode simpleks dapat dituliskan menjadi:

(2.14) b. Fungsi tujuan memaksimalkan

Memaksimalkan

dengan kendala


(28)

28

dengan dan untuk i=1,2,...,m; j=1,2,...,n maka bentuk kanonik metode simpleks dapat dituliskan menjadi:

(2.16)

dimana adalah variabel slack non negatif.

Tabel awal simpleks dengan matriks yang diperbesar dengan penambahan variabel basis dan . Tabel awal simpleks dapat dilihat seperti Tabel 2.1 Dumairy,2012:369).

Tabel 2. 1 Tabel Awal Simpleks Penyelesaian Program Linear

... 0 0 ... 0

̅

̅ ... ...

0 ... 1 0 ... 0

0 ... 0 1 ... 0

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

0 ... 0 0 ... 1

... 0 0 ... 0 Z


(29)

29 Keterangan :

= variabel fungsi tujuan = koefisien teknis

= konstanta ruas kanan setiap kendala

= koefisien ongkos fungsi tujuan , untuk variabel slack dan surplus bernilai nol sedangkan variabel artifisial bernilai –M untuk polamemaksimalkan dan M untuk pola meminimumkan

̅ = variabel basis pada persamaan kanonik

̅ = koefisien untuk variabel dalam basis , pada awal koefisien ini bernilai nol.

= hasil kali , dengan kolom ∑

= rasio terkecil untuk menentukan variabel keluar (baris pivot), diperoleh dengan rumus ⁄ yang digunakan untuk

menentukan baris kunci yaitu dipilih dengan terkecil dengan

Z = nilai fungsi tujuan yang diperoleh dari ∑ ̅

Penyelesaian metode simpleks dilakukan guna memperoleh kombinasi yang optimal dari variabel-variabel pilihan. Langkah-langkah penyelesaian metode simpleks sebagai berikut (Dumairy, 2012:370):

1. Rumuskan dan mengubah model menjadi bentuk kanonik. 2. Bentuk tabel pertama berdasarkan keterangan tabel simplek 2.1


(30)

30

kolom yang mengandung nilai paling positif untuk kasus maksimasi atau mengandung nilai paling negatif jika kasusnya minimasi.

4. Tentukan baris pivot diantara baris – baris variabel yang ada,yaitu baris yang memiliki “rasio kuantitas” dengan nilai positif terkecil, baik masalah maksimasi maupun minimasi.

5. Bentuk tabel berikutnya dengan memasukkan variabel yang masuk ke kolom program dan mengeluarkan variabel yang keluar dari kolom tersebut, serta lakukan transformasi baris- baris variabel.

6. Lakukan pengujian optimalitas. Ciri-ciri tabel simpleks yang sudah optimal dibedakan menjadi

a. Pola memaksimumkan

Tabel sudah optimal jika ( ) untuk semua j b. Pola meminimumkan

Tabel sudah optimal jika ( ) untuk semua j

Selanjutnya kembali ke langkah nomor 2 dan seterusnya hingga diperoleh penyelesaian yang optimal.Berikut merupakan contoh penyelesaian masalah program linear menggunakan metode simpleks agar mempermudah pemahaman (Dumairy, 2012:371).

Contoh:

Maksimumkan Dengan kendala :


(31)

31

Berdasarkan langkah- langkah penyelesaian pemrograman linier, masalah di atas terlebih dahulu diubah menjadi bentuk kanonik, berikut model kanonik: Maksimumkan

Dengan kendala,

Model yang sudah berbentuk kanonik ini dapat langsung diterjemahkan menjadi tabel simpleks pertama, dengan menempatkan variabel- variabel semu atau slack variable sebagai variabel dasar. Langkah awal disajikan pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Tabel simpleks I

25 15 0 0 0

̅

0 3 3 1 0 0 24 8

0 2 4 0 1 0 20 10

0 3 0 0 0 1 21 7

0 0 0 0 0 0


(32)

32

Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa tabel belum optimal karena masih terdapat nilai positif pada baris .Dipilih nilai terbesar sehingga kolom pivot pada tabel tersebut menjadi variabel yang masuk. Ternyata nilai

terbesar dimiliki oleh kolom , nilai terkecil adalah 7 pada variabel basis sehingga keluar digantikan variabel . Perpotongan antara kolom pivot dan baris pivot menjadi elemen pivot yang menjadi acuan perhitungan Operasi Baris Elementer (OBE) untuk pengisian tabel simpleks selanjutnya. Selanjutnya dilakukan dengan cara perhitungan terlebih dahulu pada baris pivot, elemen pivot yang sebelumnya bernilai 3 diubah menjadi 1 dengan cara perhitungan baris pivot dikalikan 1/3 Sedangkan elemen di atas elemen pivot (menjadi 0) diperoleh dengan cara, baris kedua dikurangi 2/3 dikalikan baris pivot. Sedangkan baris pertama dikurangi 1 dikalikan baris pivot, sehingga tabel iterasi II seperti Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Tabel simpleks iterasi II

25 15 0 0 0

̅

0 0 3 1 0 -1 3 1

0 0 4 0 1 2/3 6 1,5

25 1 0 0 0 1/3 7 --

23 0 0 0 25/3 0


(33)

33

Berdasarkan Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa nilai tersebut belum optimal, karena masih ada nila yang bernilai positif, sehingga harus ditentukan kolom pivot, baris pivot dan elemen pivot. Nilai terbesar dimiliki oleh kolom dan variabel merupakan variabel masuk. Adapun baris pivot adalah baris karena memiliki nilai terkecil dan basis merupakan variabel yang keluar. Sehingga keluar digantikan variabel . Elemen pivot yang sebelumnya bernilai 3 diubah menjadi 1 dengan cara perhitungan baris pivot dikalikan 1/3 Sedangkan elemen di bawah elemen pivot (menjadi 0) diperoleh dengan cara, baris kedua dikurangi 4/3 dikalikan baris pivot. Sedangkan baris ketiga dikurangi 0 dikalikan baris pivot, sehingga tabel iterasi II seperti Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Tabel Simpleks Iterasi Akhir

25 15 0 0 0

̅

15 0 1 1/3 0 -1/3 1 -

0 0 0 -4/3 1 2/3 2 -

25 1 0 0 0 1/3 7 7

25 15 5 0 10/3 190

0 0 -5 0 -10/3 0

Pada penyelesaian tahap ketiga ini terlihat tidak terdapat lagi unsur positif pada baris . Berarti penyelesaian sudah optimal, tabel III


(34)

34

merupakan tabel optimal. Dengan membaca tabel terakhir ini dapat disimpulkan bahwa optimalitas tercapai pada kombinasi produksi 7 unit dan 1 unit dengan provit maksimum 190 dan tersisa 2 unit masukan

.

M. Goal Programming

Goal programming adalah salah satu metode yang digunakan dalam pemecahan masalah program linier dengan multi-tujuan. Model umum program linier multi tujuan dapat dituliskan sebagai berikut (Mohammed & Hordofa, 2016:3) :

Memaksimumkan

dengan kendala

(2.17)

Keterangan:

= fungsi tujuan ke- i = variabel keputusan = koefisien

= jumlah sumber daya yang tersedia

Fungsi tujuan model goal programming selalu diekspresikan dalam bentuk minimisasi yaitu meminimalkan penyimpangan dari nilai fungsi- fungsi tujuan. Langkah awal dalam membentuk model goal programming


(35)

35

adalah merumuskan variabel- variabel penyimpangan dari fungsi tujuan yaitu , dituliskan sebagai berikut:

(2.18)

dimana

dan

Fungsi tujuan goal programming adalah meminimalkan nilai varibel – variabel penyimpangan dari fungsi – fungsi tujuan dengan tambahan fungsi kendala, yaitu :

∑ (2.19)

atau

∑ (2.20)

Sehingga model goal programming dari masalah (2.17) adalah (Hillier dan Lieberman, 1980: 173):

Meminimalkan

dengan kendala

(2.21) Keterangan:

= penyimpangan ke- i


(36)

36

= penyimpangan atas ke- i (overachievement )

Notasi adalah variabel penyimpangan yang merepresentasikan tingkat pencapaian di bawah target ( underachievement ). Notasi adalah variabel penyimpangan yang merepresentasikan tingkat pencapaian di atas target (overachievement ). Kedua variabel penyimpangan tersebut merupakan sepasang variabel deviasional yang berfungsi untuk menampung penyimpangan yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Agar penyimpangan tersebut minimal, artinya nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sebisa mungkin mendekati nilai ruas kanannya maka variabel deviasional itu harus diminimalkan di dalam fungsi tujuan (Siswanto, 2007: 342). Berdasarkan tujuan dapat ditentukan variabel deviasional yang akan diminimalkan dalam fungsi tujuan goal programming pada Tabel 2.5 berikut (Orumie dan Ebong, 2014:61):

Tabel 2.5 Stuktur Umum Goal Programming Tujuan Variabel deviasional yang diminimalkan dalam Z

Fungsi tujuan pertama (baris pertama Tabel 2.5) menyatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dituangkan ke dalam dan tidak boleh dilampaui. Oleh karena itu penyimpangan di atas nilai harus diminimalkan


(37)

37

agar hasil tidak melebihi nilai , maka dibutuhkan variabel deviasional untuk diminimalkan. Fungsi tujuan kedua (baris kedua Tabel 2.5) menyatakan bahwa penyimpangan diubah nilai harus diminimalkan agar hasil penyelesaian paling sedikit sama dengan , dengan demikian

akan diminimumkan. Fungsi tujuan terakhir (baris ketiga Tabel 2.5 ) setiap penyimpangan atas dan bawah tidak boleh dilampaui, maka

dan harus diminimumkan. Apabila kedua variabel deviasional yang dimaksud di atas dapat diminimisasi, artinya: kedua variabel deviasional bernilai nol, maka tujuan telah tercapai, begitu juga sebaliknya.

Pada beberapa kasus, tujuan satu akan lebih penting dengan tujuan lainnya, maka pengambil keputusan harus menentukkan mana dari tujuan – tujuan tersebut yang diprioritaskan. Misalkan tujuan yang paling penting sebagai prioritas ke-1. Tujuan yang kurang begitu penting ditentukan sebagai prioritas ke-2, demikian seterusnya. Pembagian prioritas tersebut dikatakan sebagai pengutamaan (preemptive), yaitu mendahulukan tercapainya kepuasan pada sesuatu tujuan yang telah diberikan prioritas utama sebelum menuju kepada tujuan-tujuan atau prioritas-prioritas berikutnya. Jadi tujuan harus disusun dalam suatu urutan (ranking) menurut prioritasnya (Nasendi & Affendi, 1985: 213). Model dengan memprioritaskan tujuan ini disebut sebagai model lexicographic goal programming.

Notasi yang digunakan untuk menandai prioritas tujuan tersebut adalah . Faktor- faktor- faktor prioritas tersebut memiliki hubungan sebagai berikut:


(38)

38

dimana >> berarti “jauh lebih penting daripada”. Berdasarkan Persamaan (2.21) dengan memperhatikan prioritas setiap tujuan model lexicographic goal programming dapat dituliskan sebagai berikut:

Meminimalkan

dengan kendala

(2.22) Keterangan :

= Prioritas ke-i

Neelavathi (2015) memaparkan langkah- langkah untuk menyelesaikan model lexicographic goal programming, dapat diselesaikan dengan tahapan sebagai berikut :

Diasumsikan setiap fungsi tujuan mempunyai nilai optimal, langkah pertama adalah menyelesaikan prioritas pertama terlebih dahulu,


(39)

39 Meminimalkan

dengan kendala: Persamaan Tujuan Fungsi Kendala

Kendala non-negatif

Nilai fungsi tujuan prioritas ke-1 akan ditambahkan pada fungsi kendala pada prioritas ke-2. Misalkan nilai fungsi tujuan prioritas ke-1 adalah , maka model lexicographic goal programming prioritas ke-2 adalah

Meminimalkan

dengan kendala: Persamaan Tujuan Fungsi Kendala

Kendal non-negatif

Misalkan nilai fungsi tujuan prioritas ke- 2 adalah , maka model lexicographic goal programming prioritas ke- 3 adalah

Meminimalkan

dengan kendala: Persamaan Tujuan Fungsi Kendala

Kendala non-negatif


(40)

40 Meminimalkan

dengan kendala: Persamaan Tujuan Fungsi Kendala

Kendala non-negatif

Solusi optimal prioritas ke- n menjadi solusi optimal dari masalah lexicographic goal programming pada kasus ini.

Agar lebih mudah dipahami akan diberikan kasus permasalahan lexicographic goal programming. Misalkan terdapat 4 variabel deviasional yang akan diminimalkan, dua variabel deviasional pada prioritas ke- 1, satu variabel deviasional prioritas ke- 2, dua variabel deviasional pada prioritas ke- 3. Variabel deviasional berturut- turut adalah . Penyelesaian lexicographic goal programming prioritas ke- 1 adalah

Meminimalkan

dengan kendala: Persamaan Tujuan Fungsi Kendala Kendala non-negatif

Misalkan hasil optimal fungsi meminimalkan prioritas ke-1 yaitu , maka model lexicographic goal programming prioritas ke- 2 adalah


(41)

41 Meminimalkan

dengan kendala: Persamaan Tujuan Fungsi Kendala

Kendala non-negatif

Misalkan hasil optimal fungsi meminimalkan prioritas ke- 2 yaitu , maka model lexicographic goal programming prioritas ke- 3 adalah

Meminimalkan

dengan kendala: Persamaan Tujuan Fungsi Kendala

Kendala non-negatif

Solusi optimal prioritas ke- 3 menjadi solusi optimal dari masalah lexicographic goal programming pada kasus ini.


(42)

42 BAB III PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas pembentukan portofolio menggunakan metode goal programming dan lexicographic goal programming pada empat saham yang akan dipilih menjadi kandidat portofolio dari saham- saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) periode Februari 2014 - Maret 2016. Pembentukan portofolio optimal dipilih dari 11 portofolio yang dibentuk investor. Selanjutnya dilakukan penilaian kinerja portofolio berdasarkan perhitungan indeks sharpe guna mendapatkan portofolio optimal. Oleh karena itu, dalam bab ini terlebih dahulu akan dibahas analisis pembentukan portofolio menggunakan metode goal programming dan lexicographic goal programming, perhitungan indeks sharpe. Pembentukan portofolio metode goal programming dan lexicographic goal programming akan dilakukan dengan menggunakan program komputer LINGO.

A. Pembentukan Model Portofolio

Pemilihan portofolio membahas permasalahan bagaimana investasi dapat memberi keuntungan maksimal dengan risiko minimal. Menurut Abdul Halim (2005:4), ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam investasi, yaitu return yang diharapkan (expected of return), risiko (risk), dan ketersediaan jumlah dana yang akan diinvestasikan. Selain tiga hal tersebut agar diversifikasi terbentuk atau investasi tidak terpusat dalam satu saham dilakukan pembatasan proporsi setiap saham. Sehingga masalah nyata yang akan dihadapi oleh seorang investor dapat dituliskan sebagai berikut :


(43)

43

1. Seorang investor ingin melakukan investasi pada beberapa aset saham agar memenuhi jumlah dana yang diinvestasikan.

2. Berdasarkan jumlah dana yang diinvestasikan investor ingin mendapatkan keuntungan yang maksimum. Investor berharap akan mendapatkan tingkat keuntungan (expected return) lebih dari nilai DR, dimana DR adalah nilai return minimal.

3. Investor akan berhadapan dengan risiko.

4. Guna melakukan diversifikasi atau meratakan jumlah dana yang diinvestasikan pada masing- masing saham, investor membatasi proporsi setiap saham.

Permasalahan - permasalahan nyata tersebut akan disusun ke dalam suatu model portofolio goal programming dan lexicographic goal programming dengan asumsi sebagai berikut:

1. Investor mempunyai jumlah dana yang diinvestasikan sebesar 1 ( =1). 2. Return portofolio yang diharapkan oleh investor diasumsikan lebih dari nilai DR. DR adalah nilai return minimal, yang diperoleh dari mean expected return seluruh saham yang diinvestasikan.

3. Investor menghendaki nilai maksimum proporsi setiap saham tidak akan lebih dari V, nilai V yang dikehendaki antara 30% - 40% dari jumlah dana. Setidaknya investor menginvestasikan jumlah dana sebesar D yaitu 5% setiap saham.

4. Investor merupakan risk averter yaitu investor yang tidak suka terhadap risiko, maka investor menginginkan beta portofolio ( kurang dari


(44)

44

sama dengan nilai tertentu S ( . Investor memilih beta portofolio kurang dari sama dengan 0,9 ( . Hal ini berarti risiko portofolio yang ditanggung investor memiliki risiko yang lebih kecil dari risiko rata- rata pasar, portofolio akan bergerak kurang dari sama dengan 0,9 kali perubahan IHSG.

5. Investor akan melakukan investasi dengan urutan prioritas sebagai berikut: risiko yang ditanggung investor >> return yang diharapkan >> jumlah dana yang diinvestasikan >> pembatasan proporsi dana setiap saham.

6. Tidak terjadi pinjaman (short sale).

B. Pembentukan Portofolio Model Goal Programming

Memenuhi jumlah dana yang diinvestasikan menjelaskan bahwa proporsi saham ( , i = 1,2,...,n , seluruh n-saham akan sama dengan jumlah dana yang diinvestasikan (M0), Agar tujuan ini tercapai, maka penyimpangan di bawah dan di atas nilai M0 harus diminimalkan. Hal ini membutuhkan kehadiran variabel deviasional , sehingga fungsi tujuan pertama adalah

∑ (3.1)

Return portofolio yang dibentuk akan lebih besar atau sama dengan nilai return minimal (DR). Penyimpangan di bawah nilai DR harus diminimalkan agar hasil penyelesaian paling sedikit sama dengan DR, dengan demikian, variabel deviasional akan diminimalkan pada fungsi tujuan goal programming, fungsi tujuan kedua adalah:


(45)

45

∑ ( (3.2)

Ukuran risiko menggunakan konsep Sharpe (1963) yaitu risiko sistematis. Risiko sistematis atau beta saham ke-i dilambangkan dengan , i= 1, 2,...,n. Berdasarkan asumsi bahwa investor merupakan risk averter, dimana investor tidak suka terhadap risiko, sehingga dipilih beta portofolio yang tidak akan lebih dari S. Oleh karena itu, penyimpangan di atas nilai S harus diminimalkan agar hasil penyelesaian tidak melebihi nilai S atau paling banyak sebesar S atau dengan kata lain variabel deviasional akan diminimalkan pada fungsi tujuan goal programming, fungsi tujuan ketiga dapat dituliskan :

∑ (3.3)

Fokus dalam maksimasi dari jumlah dana yang diinvestasikan dan return portofolio diharapkan memperoleh keuntungan yang besar (M). Penyimpangan di bawah nilai M harus diminimalkan, dengan demikian, variabel deviasional akan diminimalkan. Fungsi tujuan keempat dapat dibentuk dalam model matematis sebagai berikut:

∑ ( (3.4)

Masalah nyata kelima menjelaskan bahwa untuk meratakan jumlah dana yang diinvestasikan pada masing- masing saham diberikan batasan alokasi dana pada setiap saham, dengan proporsi saham ( ) masing-masing saham tidak akan kurang dari nilai V dan tidak akan lebih dari nilai tertentu D. Hal ini, tidak diharapkan hasil penyelesaian akan menyimpang di bawah nilai V atau juga tidak di atas nilai D. Kemungkinan penyimpangan-


(46)

46

penyimpangan harus diminimalkan, oleh karena itu penyimpangan di bawah nilai V diminimalkan pada fungsi tujuan dan juga penyimpangan diatas nilai D diminimalkan , dengan demikian fungsi tujuan keempat menjadi:

(3.5)

dan

(3.6)

Ciri khas yang menandai model goal programming adalah kehadiran variabel penyimpangan di dalam fungsi tujuan yang harus diminimalkan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari tujuan kehadiran variabel penyimpangan di dalam fungsi tujuan . Jadi, fungsi tujuan model portofolio goal programming sebagai berikut :

Meminimalkan

∑ (3.7)

Berdasarkan Persamaan (3.1) – (3.7) maka model portofolio goal programming pembentukan portofolio saham sebagai berikut:


(47)

47 Meminimalkan

dengan kendala:

∑ (

∑ (

(3.8)

Keterangan:

= Variabel deviasional overachievment = Variabel deviasional underachievment

= Variabel keputusan, proporsi investsi yang diinvestasikan pada saham ke-i


(48)

48

( = Expected return saham ke-i

= Return minimal yang diinginkan investor = Risiko sistematik saham ke-i

= Risiko sistematik portofolio yang diharapkan V = Limit investasi saham

D = Batas minimal proporsi investasi saham

Lexicographic goal programming merupakan salah satu jenis goal programming dimana terdapat pre-emptive (pengutamaan) goal programming. Misalnya tujuan yang paling penting ditentukan sebagai prioritas pertama, tujuan yang kurang begitu penting dibanding tujuan pertama ditentukan sebagai prioritas kedua, demikian seterusnya.Jadi, harus disusun dalam suatu urutan (ranking) menurut prioritasnya. Karena investor merupakan risk averter , maka prioritas pertama adalah memperhatikan risiko. Penyusunan urutan (ranking) menurut prioritasnya pada pembentukan model portofolio saham lexicographic goal programming diberikan sebuah kasus dimana investor akan melakukan investasi dengan urutan prioritas sebagai berikut:

1. Risiko yang ditanggung investor. 2. Return yang diharapkan.

3. Jumlah dana yang diinvestasikan.

4. Pembatasan proporsi alokasi dana setiap saham.


(49)

49

Pembentukan portofolio saham lexicographic goal programming analog dengan pembentukan portofolio saham goal programming, yang membedakan adalah pada fungsi tujuan. Fungsi tujuan pada model lexicographic goal programming mempunyai prioritas pada variabel deviasional yang diminimumkan setiap kendala. Berdasarkan masalah (3.8) dan prioritas yang dibentuk, maka diperoleh model lexicographic goal programming sebagai berikut:

:

( ( ( (∑ ∑ ) (

dengan kendala:

∑ (

∑ (


(50)

50 Keterangan:

= Prioritas ke –i, dimana i= 1,2,...,n.

C. Penerapan Model dalam Membentuk Portofolio Saham JII 1. Data

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di JII selama periode pengamatan Februari 2014 – Maret 2016. Data yang digunakan adalah data close price saham bulanan dari perusahaan – perusahaan yang stabil masuk dalam JII. Pemilihan sampel data dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria:

1. Saham tersebut selalu masuk daftar saham yang tergabung dalam JII selama periode Februari 2014 – Maret 2016.

2. Saham mempunyai data historical price saham bulanan yang lengkap Februari periode 2014 – Maret 2016.

3. Termasuk saham positif yang mempunyai return lebih tinggi dan risiko lebih rendah dari pada rata- rata return dan risiko saham seluruhnya yang dapat ditunjukkan dengan scatter plot data (return dan risiko) saham JII. 4. Sampel yang diambil adalah saham- saham yang memiliki nilai koefisien

variasi terendah.

Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari www.finance.yahoo.com . Berikut daftar saham JII yang digunakan dalam penelitian ini:


(51)

51

Tabel 3.1 Daftar Saham Jakarta Islamic Index No

Saham Kode Nama Emiten

1 AALI Astra Agro Lestari Tbk.

2 ADRO Adaro Energy Tbk.

3 AKRA AKR Corporindo Tbk.

4 ASII Astra Internasional Tbk. 5 ASRI Alam Sutera Realty Tbk. 6 BSDE Bumi Serpong damai Tbk. 7 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

8 INCO Vale Indonesia Tbk.

9 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk. 10 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

11 ITMG Indo Tambang Raya Megah Tbk.

12 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk.

13 KLBF Kalbe Farma Tbk.

14 LPKR Lippo Karawaci Tbk.

15 LPPF Matahari Department Store Tbk.

16 LSIP London Sumatra Indonesia Tbk.

17 MPPA Matahari Putra Prima Tbk. 18 PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. 19 PTPP Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.

20 PWON Pakuwon Jati Tbk.

21 SILO Siloam International Hospital Tbk. 22 SMRA Summarecon Agung Tbk. 23 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk. 24 SSMS Sawit Sumbermas Sarana Tbk. 25 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk. 26 UNTR United Tractors Tbk. 27 UNVR Unilever Indonesia Tbk.

28 WIKA Wijaya Karya Tbk.

29 WSKT Waskita Karya (Persero) Tbk.

2. Pemilihan Saham

Saham- saham pada Tabel 3.1 dihitung return dan risiko dari data close price saham JII periode maret 2014 sampai maret 2016., data close price saham terlampir pada Lampiran 1. Nilai realized return saham ke-i


(52)

52

pada periode ke-t dilambangkan dengan , perhitungan dapat menggunakan Persamaan (2.1), perhitungan realize return saham AKRA periode ke-t sebagai berikut:

Expected return masing-masing saham dapat diperoleh menggunakan rumus Persamaan (2.2), perhitungan expected return saham AKRA sebagai berikut:

( ∑

(

Risiko saham diperoleh menggunakan rumus dari Persamaan (2.5), perhitungan risiko saham AKRA sebagai berikut :

√(( (

Analog dengan perhitungan di atas, data return dan risiko saham terlampir pada Lampiran 2. Setelah diperoleh return dan risiko saham akan dibentuk scatter plot untuk mengetahui saham positif yang mempunyai return lebih tinggi dan risiko lebih rendah dari pada rata- rata return dan risiko saham seluruhnya, scatter plot data (return dan risiko) saham JII sebagai berikut:


(53)

53

Gambar 3.1 Scatter Plot Data Return dan Risiko Saham JII

Gambar 3.1 terlihat bahwa saham-saham yang mempunyai return lebih tinggi dan risiko lebih rendah dari rata- rata adalah AKRA, BSDE, ICBP, JSMR, LPPF, TLKM, UNVR. Selanjutnya akan dipilih empat saham dari tujuh saham yang terpilih dengan melihat koefisien variasi ( sebagai ukuran. Koefisien variasi (coeficient of variation) dapat digunakan untuk mempertimbangkan dua faktor tersebut secara bersamaan. Menggunakan Persamaan (2.9) dalam menghitung koefisien variasi, koefisien variasi saham AKRA adalah

(

Koefisien variasi tujuh saham- saham yang terpilih lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama. Berikut koefisien variasi saham- saham yang terpilih:


(54)

54

Tabel 3.2 Daftar Koefisien Variasi Saham No

Saham Kode Nama Emiten

3 AKRA AKR Corporindo Tbk. 4,26883309

6 BSDE Bumi Serpong damai Tbk. 7,84158416 7 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 4,71631206 12 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk. 17,4186047 15 LPPF Jasa Marga (Persero) Tbk. 6,87666371 25 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk. 3,62420382 27 UNVR Unilever Indonesia Tbk. 3,23366556

Koefisien variasi merupakan pembagian risiko dengan expected return, dapat diartikan bahwa semakin kecil nilai semakin baik aktiva tersebut. Semakin kecil menunjukkan semakin kecil risiko saham dan semakin besar . Dipilih empat saham yang mempunyai nilai koefisien variasi terkecil, yaitu AKRA, ICBP, TLKM, UNVR.

Didefinisikan proporsi saham AKRA sebagai variabel keputusan , proporsi saham ICBP sebagai variabel , proporsi saham TLKM sebagai variabel , dan proporsi saham . Berdasarkan asumsi dan Persamaan (3.1), tujuan pertama untuk model pembentukan portofolio goal programming dapat dituliskan sebagai berikut:


(55)

55

3.Menghitung Expected Return dan Beta Saham terpilih

Expected return telah dihitung sebelumnya. Sedangkan risiko yang menjadi ukuran dalam model pembentukan portofolio optimal adalah risiko sistematik atau juga dikenal sebagai beta saham. Perhitungan beta saham menggunakan Persamaan (2.7) dengan nilai realize return saham periode ke-i dan nilai realize return pasar ke-i dapat dilihat di Lampiran 2. Perhitungan beta saham AKRA sebagai berikut :

∑ ( ∑ ( ( ( ( (

( ( ( ( (( (

1

Berikut daftar expected return dan beta empat saham yang terpilih. Tabel 3.3 Return dan Beta Saham Terpilih

Kode Saham AKRA ICBP TLKM UNVR

Return 0,02031 0,0141 0,0157 0,01806

Beta Saham 0,29031 1,294 0,73946 0,50658

4.Menghitung Return Minimal

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa return minimal yang diinginkan investor adalah nilai mean dari expected return seluruhsaham yang masuk dalam portofolio, perhitungan nilai DR sebagai berikut:


(56)

56

Berdasarkan return saham pada Tabel 3.3 dan telah diperoleh return minimal, dari Persamaan (3.2) maka tujuan kedua untuk model portofolio goal programming dapat dituliskan sebagai berikut:

(3.11) Berdasarkan beta saham pada Tabel 3.3 yang akan dijadikan sebagai koefisien Persamaan (3.3), dan beta portofolio akan mendekati suatu nilai

( yang ditentukan investor. Penelitian ini mengasumsikan bahwa

investor merupakan risk averter yaitu investor yang tidak suka terhadap risiko, maka investor menginginkan beta portofolio kurang dari sama dengan nilai tertentu S ( . Investor memilih beta portofolio kurang dari sama dengan 0,9 , , maka tujuan ketiga model portofolio goal programming dituliskan sebagai berikut:

(3.12)

Berdasarkan Persamaan (3.4) tujuan keempat model pembentukan portofolio goal programming dapat dituliskan sebagi berikut:

(3.13) 5. Batasan proporsi

Pada portofolio ini akan dibuat 11 portofolio dengan menetapkan terlebih dahulu asumsi pada tujuan keempat. Investor menginginkan proporsi yang diinvestasikan pada suatu saham tidak kurang dari V yaitu 5% dan tidak lebih dari nilai D, dimana besar nilai D diantara 30% sampai 40%. Hal tersebut bertujuan agar jumlah bobot investasi yang dialokasikan sebesar 100% atau modal yang dimiliki digunakan seluruhnya dalam investasi. Berikut asumsi kombinasi proporsi tujuan keempat:


(57)

57

Tabel 3.4 Batasan Proporsi Saham

Portofolio Proporsi Saham

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Setelah diperoleh proporsi setiap saham pada masing- masing portofolio, akan dihitung kinerja portofolio-portofolio berdasarkan perhitungan indeks sharpe. Portofolio optimal yang dibentuk berdasarkan indeks sharpe akan digunakan sebagai acuan berinvestasi. Berikut analisis dalam membentuk portofolio goal programming dan lexicographic goal programming .


(58)

58 6.Model Goal Programming

a. Proporsi Saham pada Portofolio

Setelah semua persamaan tujuan yang diperlukan dalam membentuk portofolio diketahui. Langkah selanjutnya akan dicari proporsi investasi pada masing-masing saham. Model umum portofolio goal programming tanpa prioritas portofolio 1 sebagai berikut:

Meminimalkan:

dengan kendala:

Penyelesaian model untuk mendapatkan proporsi investasi masing-masing saham diperoleh dengan bantuan software LINGO. Terlihat pada


(59)

59

Lampiran 3, output LINGO penyelesaian portofolio 1 model goal programming mempunyai objective value bernilai nol, hal ini berarti bahwa semua variabel deviasional yang diminimumkan dalam fungsi tujuan bernilai nol dengan kata lain fungsi tujuan tercapai.

Secara analog dapat diperoleh nilai masing- masing proporsi tiap saham pada sepuluh portofolio lainnya, output lingo terlampir pada Lampiran 3. Diperoleh nilai proporsi investasi masing-masing portofolio seperti disajikan dalam Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5 Proporsi Saham pada Portofolio Saham JII Portofolio

1 0,205234 0,194767 0,3 0,3 2 0,31 0,248333 0,31 0,131667 3 0,32 0,248056 0,32 0,111944 4 0,33 0,247778 0,33 0,092222

5 0,34 0,2475 0,34 0,0725

6 0,35 0,247222 0,35 0,052778 7 0,349195 0,240805 0,36 0,05 8 0,346618 0,233382 0,37 0,05 9 0,38 0,38 0,155805 0,084195 10 0,39 0,39 0,155975 0,064025


(60)

60

b. Risiko dan Return Portofolio Goal Programming

Setelah proporsi investasi masing-masing saham pada setiap portofolio diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung nilai expected return portofolio dan risiko portofolio. Expected Return portofolio diperoleh dari Persamaan (2.4) sedangkan risiko portofolio dihitung berdasarkan Persamaan (2.6) . Pada portofolio 1 perhitungan nilai expected return dapat dituliskan sebagai berikut:

Tabel 3.6 Perhitungan Expected Return Portofolio Satu No Kode saham xi E(Ri) xi . E(Ri)

1 AKRA 0,2052335 0,02031 0,00416829

2 ICBP 0,1947665 0,0141 0,00274621

3 TLKM 0,3 0,0157 0,00471

4 UNVR 0,3 0,01806 0,005418

Expected return portofolio satu 0,0170425

Dengan perhitungan risiko portofolio satu sebagai berikut :

[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]


(61)

61

[ ] [

]

= 0,00146272

Risiko portofolio adalah akar kuadrat dari , sehingga didapat risiko portofolio pertama adalah 0,03824556. Selanjutnya dihitung nilai risiko dan return kesepuluh portofolio lainnya. Nilai expected return portofolio dan risiko portofolio masing-masing portofolio disajikan dalam Tabel 3.7. Tabel 3.7 Expected Return Portofolio dan Risiko Portofolio

Portofolio Return Risiko

1 0,0170425 0,038246

2 0,0170425 0,0417

3 0,0170425 0,0421

4 0,0170425 0,0425

5 0,0170425 0,043

6 0,0170425 0,0436

7 0,0170425 0,04356

8 0,0170425 0,04341

9 0,0170425 0,0474

10 0,0170425 0,0481

11 0,0170425 0,0488

c. Menghitung Nilai Indeks Sharpe

Setelah mendapatkan portofolio yang efisien, selanjutnya akan dihitung indeks sharpe masing- masing portofolio efisien untuk mengukur kinerja portofolio. Secara garis besar perhitungan indeks sharpe adalah


(62)

62

menghitung rasio return terhadap risiko portofolio. Nilai indeks sharpe terbesar merupakan portofolio optimal yang akan digunakan untuk investasi. Perhitungan indeks sharpe berdasarkan Persamaan (2.10) untuk portofolio 1 adalah

( )

Tabel 3.8 Indeks Sharpe Portofolio Saham JII Portofolio Indeks Sharpe

1 0,445607

2 0,408693

3 0,40481

4 0,401

5 0,396337

6 0,390883

7 0,391242

8 0,392594

9 0,359546

10 0,354314

11 0,349232

Dari Tabel 3.8 terlihat bahwa nilai tertinggi indeks sharpe diperoleh pada portofolio 1, dengan nilai indeks sharpe sebesar 0,445607. Jadi portofolio 1 merupakan portofolio optimal dari 11 portofolio yang dibentuk.


(63)

63

Investor disarankan menggunakan portofolio 1 sebagai acuan berinvestasi pada saham JII dengan metode goal programming. Proporsi investasi pada portofolio 1 adalah x1= 0,205234 x2= 0,19476, x3= 0,3 dan x4= 0,3. Berdasarkan portofolio 1 investor akan mendapatkan tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar 0,0170425 dan tingkat risiko sebesar 0,038246. Jadi, apabila investor mempunyai dana Rp 100.000.000 untuk diinvestasikan, maka investor akan menginvestasikan dana di saham AKRA sebesar Rp 20.523.400, Rp 19.476.000 di investasikan ke saham ICBP Rp 30.000.000, dan menginvestasikan dana di UNVR sebesar Rp 30.000.000,-. Investor akan mendapatkan tingkat keuntungan sebesar Rp 1.704.250 dan menanggung risiko sebesar Rp 3.824.600.

7. Model Lexicographic Goal Programming a.Proporsi Saham pada Portofolio

Model pembentukan portofolio lexicographic goal programming portofolio 1 sebagai berikut:

Meminimalkan:

( ( ( ( ( dengan kendala:


(64)

64

Pada formulasi lexicographic goal programming terlihat bahwa prioritas pertama adalah meminimalkan , prioritas kedua adalah meminimalkan , prioritas ketiga adalah meminimalkan ( , prioritas keempat adalah meminimalkan (

, dan prioritas yang terakhir adalah meminimalkan ( . Sesuai dengan ketentuan dari lexicographic goal programming bahwa prioritas tertinggi harus dikerjakan terlebih dahulu, berikut adalah tahap- tahap untuk menyelesaikan model :

1. : meminimalkan Minimalkan dengan kendala:


(65)

65

Nilai optimum untuk permasalahan ini adalah . Selanjutnya

dimasukkan menjadi kendala pada perhitungan berikutnya, yaitu pada minimisasi prioritas kedua.

2. : meminimalkan Meminimalkan dengan kendala:


(66)

66

Nilai optimum untuk permasalahan ini adalah . Selanjutnya

dan dimasukkan menjadi kendala perhitungan berikutnya, yaitu pada minimisasi prioritas ketiga.

3. : meminimalkan ( Meminimalkan ( dengan kendala:


(67)

67

Nilai optimum untuk permasalahan ini adalah . Selanjutnya , , . dimasukkan menjadi kendala perhitungan berikutnya, yaitu pada minimisasi prioritas keempat.

4. : meminimalkan ( Meminimalkan

(

dengan kendala:


(68)

68

Nilai optimum untuk permasalahan ini adalah . Selanjutnya , , , dan (

dimasukkan menjadi kendala

perhitungan berikutnya, yaitu pada minimisasi prioritas kelima. 5. : meminimalkan

Meminimalkan dengan kendala:


(69)

69

Penyelesaian optimal untuk permasalahan terakhir ini merupakan nilai optimal model lexicographic goal programming pembentukan portofolio saham portofolio 1. Hasil penyelesaian langkah 1 -5 memberikan objective value nol , hal ini berarti bahwa semua variabel deviasional yang diminimalkan dalam fungsi tujuan bernilai nol dengan kata lain setiap tujuan tercapai.

Penyelesaian model untuk mendapatkan proporsi investasi masing-masing saham diperoleh dengan bantuan software LINGO. Secara analog dapat diperoleh nilai masing- masing proporsi tiap saham pada sepuluh portofolio lainnya, output lingo terlampir pada lampiran 3. Diperoleh nilai proporsi investasi masing-masing portofolio seperti disajikan dalam Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9 Proporsi Saham pada Portofolio Saham JII Portofolio

1 0,3 0,1 0,3 0,3

2 0,31 0,07 0,31 0,31

3 0,32 0,05 0,31 0,32

4 0,33 0,05 0,29 0,33

5 0,34 0,05 0,27 0,34

6 0,35 0,05 0,25 0,35

7 0,36 0,05 0,23 0,36

8 0,37 0,05 0,21 0,37

9 0,38 0,05 0,19 0,38

10 0,39 0,05 0,17 0,39


(70)

70

b. Risikodan Return Portofolio

Setelah nilai proporsi investasi masing-masing saham pada setiap portofolio diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung nilai expected return portofolio dan risiko portofolio. Expected Return portofolio diperoleh dari Persamaan (2.4) sedangkan nilai risiko dihitung berdasarkan Persamaan (2.6) . Pada portofolio pertama perhitungan nilai expected return dapat dituliskan sebagai berikut:

Tabel 3.10 Perhitungan Expected Return Portofolio Satu No Kode saham xi E(Ri) xi . E(Ri)

1 AKRA 0,3 0,02031 0,006093

2 ICBP 0,1 0,0141 0,00141

3 TLKM 0,3 0,0157 0,00471

4 UNVR 0,3 0,01806 0,005418

Expected return portofolio satu 0,017631

Dengan perhitungan risiko portofolio pertama sebagai berikut :

[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]


(71)

71

[ ] [ ]

= 0,00158041

Risiko portofolio adalah akar kuadrat dari , sehingga didapat risiko portofolio adalah 0,03975437. Selanjutnya dihitung nilai risiko dan return kesepuluh portofolio lainnya. Nilai expected return portofolio dan risiko portofolio masing-masing portofolio disajikan dalam Tabel 3.11.

Tabel 3.11 Expected Return Portofolio dan Risiko Portofolio

Portofolio Return Risiko

1 0,017631 0,03975

2 0,017749 0,03991

3 0,01785 0,0402

4 0,01792 0,4092

5 0,01799 0,0416

6 0,0180595 0,0424

7 0,018129 0,0432

8 0,018199 0,0441

9 0,0182686 0,045

10 0,0183383 0,046

11 0,018408 0,047

c.Menghitung Nilai Indeks Sharpe

Setelah mendapatkan portofolio yang efisien, selanjutnya akan dihitung indeks sharpe masing- masing portofolio efisien untuk mengukur kinerja portofolio. Secara garis besar perhitungan indeks sharpe adalah menghitung rasio return terhadap risiko portofolio. Nilai rasio terbesar


(72)

72

merupakan portofolio optimal yang akan digunakan untuk investasi. Perhitungan indeks sharpe berdasarkan Persamaan 2.9 untuk portofolio pertama adalah

( )

Tabel 3.12 Indeks Sharpe Portofolio Saham JII Portofolio Indeks Sharpe

1 0,443547

2 0,444751

3 0,44403

4 0,043793

5 0,432452

6 0,425932

7 0,419653

8 0,412676

9 0,405969

10 0,398659

11 0,39166

Berdasarkan Tabel 3.12 terlihat bahwa nilai indeks sharpe tertinggi adalah portofolio 2. Jadi portofolio 2 merupakan portofolio optimal dari 11 portofolio yang dibentuk menggunakan metode lexicographic goal programming. Investor disarankan menggunakan portofolio 2 sebagai


(73)

73

acuan berinvestasi. Proporsi investasi pada portofolio ketiga adalah x1= 0,31, x2= 0,07, x3= 0,31 dan x4= 0,31. Berdasarkan portofolio 2 investor akan mendapatkan tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar 0,017749 dan tingkat risiko sebesar 0,03991. Apabila investor akan berinvestasi sebesar Rp 100.000.000,- maka investor akan menginvestasikan dana di saham AKRA , TLKM, dan UNVR sebesar Rp 31.000.000,- , saham ICBP sebesar Rp.7.000.000. Investor akan mendapatkan tingkat keuntungan sebesar Rp 1.774 900 dan menanggung risiko sebesar Rp 3.991.000.

D. Efektifitas Model GP dan LGP dalam Membentuk Portofolio Saham Tabel 3.13 Return, Risiko, Indeks Sharpe GP dan LGP

Portofolio V GP LGP

1 0,03

( 0,0170425 0,017631

0,38246 0,03975

0,445607 0,443547

2

0,031

( 0,0170425 0,017749

0,0417 0,03991

0,408 0,444751

3 0,032

( 0,0170425 0,01785

0,0421 0,0402

0,409 0,44403

4 0,033

( 0,0170425 0,01792

0,0425 0,4092

0,401 0,043793

5 0,034

( 0,0170425 0,01799

0,043 0,0416

0,396 0,432452

6 0,035

( 0,0170425 0,0180595

0,0436 0,0424

0,390 0,4259316

7 0,036

( 0,0170425 0,018129

0,0435 0,0432


(74)

74

Portofolio V GP LGP

8 0,037

( 0,0170425 0,018199

0,0434 0,0441

0,392 0,412676

9 0,038

( 0,0170425 0,0182686

0,474 0,045

0,359 0,405969

10 0,039

( 0,017025 0,0183383

0,481 0,046

0,354 0,398659

11 0,040

( 0,0170425 0,018408

0,0488 0,047

0,349 0,39166

Berdasarkan Tabel 3.13 terlihat bahwa portofolio optimal model goal programming yaitu portofolio 1 memberikan nilai indeks sharpe yang lebih besar daripada portofolio 2, yang merupakan portofolio optimal model lexicographic goal programming. Hal ini menunjukkan bahwa dalam membandingkan portofolio optimal di setiap model dengan acuan indeks sharpe, model goal programming memberikan portofolio yang lebih optimal. Jika dibandingkan setiap portofolio di kedua model berdasarkan indeks sharpe, semua portofolio model lexicographic goal programming memberikan indeks sharpe yang lebih besar daripada model goal programming. Jadi portofolio saham model lexicographic goal programming dengan indeks sharpe sebagai acuan lebih baik daripada goal programming dalam pembentukan portofolio saham pada JII periode Februari 2014 – Maret 2016


(75)

(76)

76

Tabel 3.14 Realized Return April 2016 Portofolio Model GP dan LGP

Portofolio GP LGP

1 0,008976 0,010517082 2 0,00861 0,011331243 3 0,008295 0,011420368 4 0,008077 0,011509491 5 0,00786 0,011598615 6 0,007643 0,01168774 7 0,007426 0,011694196 8 0,007209 0,011687098 9 0,006991 0,011672263 10 0,006774 0,011816377 11 0,006557 0,011806996

Berdasarkan realized return bulan April 2016 model goal programming yang memberikan realized return terbesar adalah portofolio 1, sedangkan realized return terbesar pada model lexicographic goal programming adalah portofolio 7. Terlihat pada Tabel 3.14 model lexicographic goal programming memberikan realized return yang lebih besar daripada model goal programming pada tiap portofolio. Jadi berdasarkan realized return bulan April model lexicographic goal programming lebih baik daripada model goal programming pada pembentukan portofolio saham pada JII periode Februari 2014 – Maret 2016.


(77)

76 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembentukan portofolio saham model goal programming dapat dibentuk dari masalah nyata yang dihadapi investor yang merupakan tujuan dalam pembentukan portofolio saham. Model goal programming pembentukan portofolio saham sebagai berikut:

Meminimalkan

dengan kendala:

∑ ∑


(1)

83 Lampiran 4

Output LINGO Portofolio Saham Model Lexicographic Goal Programming

Portofolio 1


(2)

83

Portofolio 3


(3)

83

Portofolio 5


(4)

83

Portofolio 7


(5)

83

Portofolio 9


(6)

83