REVITALISASI DAN PEMANFAATAN BENTENG VREDEBURG DI YOGYAKARTA TAHUN 1976 - 2011

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh SOMA HARJAD PRASETYA C0506050 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Nama : Soma Harjad Prasetya

NIM : C0506050

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Revitalisasi Dan Pemanfaatan Benteng Vredeburg Di Yogyakarta Tahun 1976 - 2011 adalah betul- betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juni 2012 Yang membuat pernyataan

Soma Harjad Prasetya

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

(Ar- Ra’d: 6)

Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang

yang khusu’ (Q.S.AL. Baqarah: 45)

Banyak orang gagal dalam hidup karena mereka menyerah pada saat mereka

hampir berhasil (penulis)

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :  Bapak dan Ibu tercinta  Adikku Mahana dan Lisa  Yane Dila Keswara, penyemangatku

Assalamualaikum Wr. Wb Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia- Nya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Revitalisasi Dan Pemanfaatan Benteng Vredeburg Di Yogyakarta Tahun 1976 - 2011 ”

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung, baik moral, material maupun spiritual, hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai yang penulis harapkan, yaitu kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perizinan kepada penulis untuk penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kemudahan kedapa penulis dalam menyelesaikan penelitian ini

3. Drs. Suharyana, M. Pd, selaku Pembimbing Skripsi, yang memberikan banyak dorongan, masukan dan kritik yang membangun dalam proses penulisan 3. Drs. Suharyana, M. Pd, selaku Pembimbing Skripsi, yang memberikan banyak dorongan, masukan dan kritik yang membangun dalam proses penulisan

5. Segenap dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana pengetahuan.

6. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Daerah Kota Yogyakarta, Perpustakaan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan Perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

7. Dra. Hj. Sri Ediningsih, M.Hum, selaku Kepala Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis.

8. Dra. Amin Sukrilah, selaku Sub Kelompok Pengkajian Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan Bapak Suseno, yang telah bersedia membantu memberikan informasi dan data yang penulis perlukan.

9. Bapak Rosyid Ridho, Bapak Budi Sanyata, Ibu Suwarni, selaku pegawai Sub Kelompok Bimbingan Edukasi yang telah membantu dalam mencari data dan sumber yang diperlukan.

10. Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tidak penah putus kepada penulis.

11. Kedua adikku Mahana dan Lisa serta keluarga besarku, terima kasih atas kasih sayang kalian.

12. Yane Dila Keswara, penyemangatku yang tidak henti-hentinya memberikan 12. Yane Dila Keswara, penyemangatku yang tidak henti-hentinya memberikan

13. Teman-teman Ilmu Sejarah angkatan 2006 “Tanpa terkecuali” terima kasih atas “Semuanya” dan persahabatan indah yang kalian beri, serta terima kasih

pula untuk teman-teman Ilmu Sejarah angkatan 2004, 2005, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011.

14. Sahabat-sahabatku: Andi Pramono, Ebet Sabowo, Bayu Putranto, Septa Catur dan Pando Ardiansah yang masih setia dan mendukung saya.

15. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Akhirnya penulis berharap bahwa hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. Amin. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

Halaman

Gambar 1: Foto Pemugaran Pint u Gerbang Utama ..…………………….. 62 Gambar 2: Foto Pemugaran Ged ung Tengah Selatan…………………….. 63 Gambar 3: Foto Pemugaran Ged ung Tengah Utara…………………….... 63 Gambar 4: Foto Benteng tidak t erawat dan rusak ……………………..… 75 Gambar 5: Foto Kantor Be nteng Vredeburg …………………………….. 100 Gambar 6: Foto Bangunan E ropa Atap Lancip ………………………..… 101 Gambar 7: Foto Bangunan Be kas Rumah Sakit ………………..……..… 102 Gambar 8: Foto Ruang Pameran Di orama I ……...………………….….. 103 Gambar 9: Foto Ruang Pame ran Diorama II ………….…………..….… 104 Gambar 10: Foto Bangunan Barak Prajurit …….…………………….… 105 Gambar 11: Foto Ruang Pameran Dio rama IV …………………………. 106 Gambar 12: Foto Gudang Senjata dan Gudang Miseu …………..……... 107

Gambar 13: Foto Ruang Pameran tempat untuk menyiapkan Koleksi-k oleksi Museum …………………………….……… 111

Gambar 14: Foto Pe rpustakaan ……………………..…………………… 112 Gambar 15: Foto Ruang Studi Koleksi ................... ..........................……. 113 Gambar 16: Foto Ruang K onservasi …………………………….….….... 114 Gambar 17: Foto Ruang Dokumentasi …………………..………………. 115 Gambar 18: Fot o Taman ……………………………………………..…… 116

Halaman

Bagan 1 : Bagan Organisasi Muse um Benteng Yogyakarta ……..……… 81

APRI

: Angkatan Perang Republik Indonesia

BANPRES : Bantuan Presiden BCB

: Bangunan Cagar Budaya

BFO

: Bijeenkomsht voor Federaal Overleg

BNI

: Bank Negara Indonesia CV : Commanditaire Vennootschap

DIY

: Daerah Istimewa Yogyakarta

DPR

: Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD

: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

HANKAM : Pertahanan dan Keamanan IVG

: Informatie Voom Geheimen

KMA

: Koninkalijke Militaire Academie

KMB

: Konferensi Meja Bundar

P4

: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

PBB

: Perserikatan Bangsa Bangsa

PKI

: Partai Komunis Indonesia

PANGDAM : Panglima Daerah Militer POLRI

: Kepolisian Republik Indonesia

RI

: Republik Indonesia

RIS

: Republik Indonesia Serikat

SMP

: Sekolah Menengah Pertama

SDM

: Sumber Daya Manusia

SPPD

: Surat Perintah Perjalanan Dinas

SPK

: Surat Pengadaan Koleksi

TK

: Taman Kanak Kanak

TKR

: Tentara Keamanan Rakyat

TNI

: Tentara Nasional Indonesia

UNCI

: United Nations Comission of Indonesia

UPT

: Unit Pelaksanaan Teknis

UU

: Undang Undang

UUD

: Undang Undang Dasar

VIP

: Very Important Person

VOC

: Vereenigde Oostindische Compagnie

YONIF

: Batalyon Infanteri

Lampiran 1 : Berita Nasional Gambar Halaman Depan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta 1 April 1990 ………………

130 Lampiran 2 : Berita Nasional Benteng Vredeburg Saksi Sejarah Kemerdekaan 10 April 1990………………………………...

Lampiran 3 : Kedaulatan Rakyat Kajian Historis Benteng Vredeburg

17 Juni 1990 ………..………………………………………… 132

Lampiran 4 : Kedaulatan Rakyat Benteng Vredeburg Kini telah Jadi

Museum Benteng Yogyakarta 5 Desember 1993……..……… 133

Lampiran 5 : Piagam Perjanjian Benteng Vredeburg Tahun 1980 …...…….

135 Lampiran 6 : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Tentang Pernyataan Benteng Vredeburg Sebagai Cagar Budaya Nasional Tahun 1980….....

138 Lampiran 7 : Keputusan Pemimpin Proyek Pengembangan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1983 ….....

140 Lampiran 8 : Surat Keputusan Pemimpin Proyek Pengembangan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1983 …....

142 Lampiran 9 : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Tentang Organisasi dan Tata Kerja Museum Benteng Yogyakarta Tahun 1992……..……...

Lampiran 10 : Pengadaan Koleksi Museum Tahun 1993…..………………...

150 Lampiran 11 : Surat Perintah Kerja Tahun 1993………..…….….………….. 152 Lampiran 12 : Berita Acara Serah Terima Barang Tahun 1993…..………….

154 Lampiran 13 : Laporan pengadaan/Pembelian Benda-benda Koleksi Museum Benteng Yogyakarta Tahun 1996/1997 …..………...

Lampiran 14 : Surat Tugas Tahun 1996……………………..……………….

158 Lampiran 15 : Laporan Pengadaan/Pembelian Benda-benda Koleksi Museum Benteng Yogyakarta Tahun 1997/1998……………

160 Lampiran 16 : Foto-foto Bangunan Benteng Vredeburg Sebelum di

Yogyakarta Tahun 1980…………..………………………….. 174

Lampiran 18 : Foto-foto Bangunan Benteng Vredeburg Tahun 2012 ….…...

176 Lampiran 19 : Denah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta …………..... 188

Soma Harjad Prasetya. C0506050. 2012. Revitalisasi dan Pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta Tahun 1976-2011. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini dilatar belakangi permasalahan mengenai pengelolaan, proses revitalisasi dan perubahan pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta setelah direvitalisasi periode 1976-2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sejarah Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta (2) Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg di Yogyakarta (3) Perubahan Pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta setelah Revitalisasi. Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang mendiskripsikan dan menganalisis pengelolaan, perubahan pemanfaatan setelah di revitalisasi, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristic, kritik sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara, studi dokumen dan studi pustaka. Tehnik analisa adalah deskriptif kualitatif dengan memaparkan suatu fenomena dan menginterpretasikan data-data yang berhubungan dengan topik permasalahan, peristiwa yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Penataan Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta mengalami pemugaran renovasi bangunan dan telah dilaksanakan revitalisasi selanjutnya ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang diberi wewenang untuk menggunakan, mengelola Benteng Vredeburg diwajibkan memelihara melestarikan dan menyelamatkan. Pergantian pengelola sesuai periode tahun 1796-2011 telah banyak mengalami perubahan mengenai program dan kegiatan kelembagaan. Perubahan nama menjadi Museum sejak tanggal 11 Maret 1987 mulai dibuka untuk umum. Status Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis sebagai Museum Negeri (Pemerintah) berbagi kegiatan dibiayai oleh dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta periode tahun 1976-2011 tidak mengalami perubahan fungsi bangunan meskipun dilakukan revitalisasi dan dimanfaatkan untuk umum.

Soma Harjad Prasetya. C0506050. 2012. Revitalization and Utilization in Yogyakarta Vredeburg 1976-2011. Thesis: Department of History Faculty of Literature and Fine Arts University of Surakarta of March.

This background research on management issues, the process of revitalization and Vredeburg use change in Yogyakarta after the revitalized the period 1976-2011. This study aims to determine (1) History Management Vredeburg in Yogyakarta (2) The process of revitalization Vredeburg in Yogyakarta (3) Vredeburg Use Change in Yogyakarta after revitalization. The study is a historical study, which describe and analyze the management, utilization changes after the revitalization, the steps undertaken in this research include heuristic, source criticism both internally and externally, interpretation, and historiography. Data collection techniques used were interviews, document studies and literature study. Is a qualitative descriptive analysis technique by describing a phenomenon and interpret data related to the topic of problems, the events that occurred.

The results showed that the management arrangement in Yogyakarta Vredeburg undergoing refurbishment and renovation of buildings have been carried out subsequently designated as a revitalization of heritage objects based on the Decree of the Minister of Education and Culture is authorized to use, manage and Vredeburg enjoined to preserve and maintain the rescue. Appropriate management turnover period 1796-2011 has undergone many changes on the programs and institutional activities. Change its name to Museum of the date of March 11, 1987 was opened to the public. Status Vredeburg Yogyakarta Museum is a museum Technical Unit State (government) to share the activities financed by funds from the Revenue Expenditure.

Based on the above discussion it can be concluded that the Museum Vredeburg Yogyakarta year period 1976-2011 has not changed although the functions performed and used for general revitalization.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesadaran sejarah niscaya bermula dari pemahaman tentang sejarah itu sendiri.Secara terbalik bisa dilukiskan kesadaran sejarah suatu bangsa, masyarakat hanya mungkin timbul oleh karena adanya sejarah atau peristiwa sejarah yang telah dialami oleh masyarakat dan bangsa bersangkutan.Kesadaran tentang sejarah pada

sejarah masyarakat itu sendiri. 1

Masa lampau adalah kehadiran masa kini dan masa kini adalah kerangka pematangan menuju masa depan. Serta masa depan adalah sesuatu yang belum, namun pasti akan terwujud. Atas dasar pemikiran ini, sejarah dapat dipahami sebagai masa lampau yang belum berakhir, belum selesai.Sepintas tampaknya pemikiran ini lebih menekankan pada dimensi kelampauan. Secara implisit yang lebih menyemangati kontinuitas tridimensional waktu, dengan perhatian yang besar pada masa depan. Oleh sebab itu, pemahaman sejarah, pendidikan sejarah yang hanya menitikberatkan pada statistik peristiwa masa lampau, sebenarnya hanya akan

memasung kedewasaan kesadaran tentang sejarah. 2 Apabila fakta sejarah menjadi

barometer utama membina kesadaran sejarah, secara tegas untuk meragukan

1 Asmar Teguh.,Pemeliharaa Dan Perlindungan Benda-Benda Sejarah dan Purbakala , (Jakarta: Palem Jaya, 1982), hlm.5

2 Ibid 2 Ibid

kesadaran sejarah. 3

Sejauh ini telah dibahas dan dipahami sedikit tentang kesadaran sejarah,meskipun tampaknya pemahaman di atas terkesan agak filsofis.Kesadaran sejarah perlu dibina khususnya di kalangan generasi muda. Pendeknya dibutuhkan untuk membuat masyarakat lebih arif dan bijaksana dalam masa yang belum pasti, paling tidak kesadaran sejarah akan mengantarkan untuk tidak akan berbuat salah

untuk kesalahan yang sama dimasa yang akan datang. 4

Rencana pelestarian bangunan Benteng Vredeburg mulai lebih terlihat nyata setelah tahun 1976 diadakan studi kelayakan bangunan benteng yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah diadakan penelitian maka usaha kearah pemugaran bangunan bekas Benteng Vredeburg pun segera dimulai.

Tanggal 9 Agustus 1980 dilakukan penandatanganan piagam perjanjian antara Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pihak I dan Daud Jusuf (Mendikbud) sebagai pihak II tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng Vredeburg. Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981 bangunan

3 Ibid., hlm. 15

4 Ibid., hlm. 19

Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. Tentang pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984 yang mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai museum Perjuangan Nasional yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 5

Sesuai dengan Piagam Perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam komplek benteng Vredeburg diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian dijadikan museum.Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum. Pada tanggal 23 November 1992 bangunan bekas Benteng Vredeburg secara resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Prof. Dr. Fuad Hasan) Nomor 0475/O/1992 dengan nama Museum

Benteng Yogyakarta. 6

Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi

5 Suharja.,Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2009), hlm.2.

6 Ibid ., hlm. 3.

di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala yang bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural

mengenai benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta. 7 Benteng ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi bagi perjuangan melawan penjajah. Sebelum dikenal dengan nama Benteng Vredeburg seperti sekarang, benteng ini bernama Benteng Rustenburg. Menurut data dari pusat Data Arsitektur Indonesia tercatat ada kurang lebih 300an peninggalan benteng di Indonesia.Dari sejumlah itu hanya 5 persen yang kondisinya terawat, salah satu

diantaranya adalah Benteng Vredeburg Yogyakarta. 8

Pendirian Benteng Vredeburg Yogyakarta tidak dapat dilepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan perselisihan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan pangeran Mangkubumi (Sri Sultan HB I) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin turut campur urusan dalam negeri Raja –Raja Jawa waktu itu. Orang Belanda yang berperan penting dalam lahirnya Perjanjian Giyanti adalah Nicolaas Harting

(Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa). 9

7 Ibid., hlm. 7

8 Buletin Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta tahun 2009. Koleksi Benteng Vredeburg Yogyakarta

9 Ibid.

membangun kraton dengan membuka hutan beringin. Sri Sultan HB I mengumumkan bahwa wilayah kekuasaan diberi nama Ngayogyakarta Adiningrat (Ngayogyakarta Hadiningrat). Pemilihan nama ini dimaksudkan untuk menghormati tempat bersejarah yaitu Hutan Beringin yang pada jaman almarhum Sri Susuhan Amangkurat Jawi (Amangkurat IV) merupakan kota kecil yang indah.Di dalamnya terdapat istana pesanggrahan yang terkenal dengan Garjitowati.Kemudian pada jaman Sri Susuhan Paku Buwono II bertahta di Pesanggrahan itu diganti dengan Ngayogya. Nama Ngayogy akarta di tafsirkan dari kata “Ayuda” dan “Karta”. Kata “a” berarti tidak dan “yuda” berarti perang.Jadi “Ayuda” mengandung pengertian tidak ada perang atau damai.Sedangkan “Karta” berarti aman dan tentram. Jadi Ngayogyakarta dapat

diartikan sebagai “Kota yang aman dan tenteram”. 10

Selain sebagai Panglima Perang yang tangguh Sri Sultan HB I adalah juga seorang ahli bangunan yang hebat. Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755 dan pada hari Kamis Pahing 7 Oktober 1756 meski belum selesai secara sempurna Sultan dan keluarganya berkenan untuk menempatinya. Setelah Kraton mulai ditempati kemudian beridiri pula bangunan- bangunan pendukung lainnya, misalnya bangunan kediaman Sultan dan kerabat dekatnya dinamakan Prabayeksa, selesai dibangun tahun 1756.Bangunan Sitihinggil dan Pagelaran yang selesai pada tahun 1757.Gapura penghubung Dana Pertapa dan Kemagangan selesai pada tahun 1761 dan 1762.Masjid Agung didirikan pada tahun

10 Ibid., hlm. 3

Kencana akhirnya selesai dibangun pada tahun 1792. Melihat kemajuan yang sangat pesat akan pembangunan kraton yang didirikan Sri Sultan HB I menimbulkan rasa kekhawatiran pada pihak Belanda sehingga diajukanlah usul untuk membangun sebuah benteng disekitar wilayah kraton. Dalih yang digunakan adalah agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya.Akan tetapi maksud sesungguhnya Belanda adalah untuk memudahkan melakukan kontrol perkembangan yang terjadi di kraton.Hal ini bisa dilihat dari letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya menghadap ke jalan utama menuju kraton merupakan indikasi utama bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade.Dapat dikatakan bahwa beridirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda.Besarnya kekuatan dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda termasuk Sri

Sultan HB I, oleh karena itu usulan pembangunan benteng dikabulkan. 11 Sejak dibangun pada 1760, Loji Gede atau Benteng Vredeburg menyimpan banyak refleksi sejarah bangsa ini.Salah satu situs paling dikenal di Yogyakarta ini menawarkan pengalaman wisata sejarah bagi pengunjungnya. Begitu memasuki pelataran benteng akan disambut bangunan bergaya arsitektur kolonial.

11 Ika Prambudi. , Sejarah Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: Departemen kebudayaan dan pariwisata,1998) , hlm. 5.

lengkap.Koleksi dibagi empat, yaitu bangunan, realm, foto, miniatur, replika, lukisan, serta minimum.Koleksi bangunan terdiri atas selokan, jembatan, tembok atau benteng, pintu gerbang, serta bangunan di bagian tengah."Pengelola Museum Benteng Vredeburg mengemban tugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberi bimbingan edukatif tentang sejarah bangsa, Selain sebagai situs sejarah.Vredeburg kini juga dimanfaatkan sebagai lokasi event berskala lokal, nasional, maupun internasional.Misalnya lokasi pergelaran Festival, Seni Yogyakarta setiap tahun.Otomatis ini menjadikan benteng sebagai salah satu ikon pengembangan kebudayaan di Yogyakarta.

artinya Benteng

Peristirahatan.Setelah direhabilitasi seusai gempa 1876, namanya diganti menjadi Vredeburg.Bangunan kuno ini awalnya dipakai Belanda sebagai markas pasukan.Namun pada 1811-1816, dikuasai Inggris yang sempat menguasai Indonesia.Pada 1942, Vredeburg jatuh ke tangan Jepang yang memanfaatkannya sebagai gudang senjata dan mesiu, tahanan, politik, dan markas kempetai yang

terkenal kejam. 12

Pada saat gema proklamasi tercetus, Benteng Vredeburg turut menjadi salah satu aset asing yang dinasionalisasi tentara Indonesia.Namun, untuk benar-benar

12 Suharyanto Priyono Sukrilah. , Museum Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: Depdikbud, 1992), hlm. 6.

Belanda merebutnya kembali saat agresi militer.Akan tetapi, benteng kembali jatuh ke tangan Indonesia sebagai dampak Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Perjanjian Roem Royen.Sejak dikelola militer Indonesia, benteng dijadikan tempat tahanan terkait peristiwa gugurnya Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono.Namun, Ki Hajar

Dewantara mengusulkan untuk mengubah Vredeburg sebagai ajang kebudayaan. 13 Ide itu direalisasikan setelah mantan Presiden Soeharto menyetujui pemugaran benteng dan bersedia menjadi pembina utama Yayasan Budaya Nusantara dan sekaligus memberikan dana. Benteng Vredeburg selanjutnya menjadi pusat informasi dan pengembangan budaya nusantara.Benteng Vredeburg juga ditetapkan menjadi benda cagar budaya pada 1981. Menurut mantan Mendikbud Prof Dr Nugroho Notosusanto, pemugaran Benteng Vredeburg tidak dimaksudkan untuk melestarikan simbol keperkasaan dan kejayaan kolonial Belanda, melainkan untuk fungsi baru, yaitu sumber inspirasi perjuangan nasional bagi generasi mendatang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Sejarah Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta?

2. Bagaimana Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg di Yogyakarta?

13 Ibid.

revitalisasi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dari penelitan ini adalah:

1. Mengetahui Sejarah Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta.

2. Mengetahui Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg di Yogyakarta.

3. Mengetahui Perubahan Pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta Setelah Revitalisasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis, maupun secara praktis dilapangan.Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan kepada pengelola Benteng Vredeburg di Yogyakarta.Secara praktis penelitian ini diharapkan agar pengunjung mendapatkan informasi yang akurat dan merasakan fasilitas baru yang disediakan oleh Benteng Vredeburg yang merupakan bagian dari promosi demi menjaga keberadaan Benteng Vredeburg itu sendiri.

Dalam penelitian ini menggunakan literature dan referensi yang relevan dan menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan bahan acuan mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:

Ninuk A dalam artikel yang berjudul Renovasi Museum Benteng Vredeburg (1991). Artikel ini menjelaskan sejarah renovasi Museum Vredeburg, proses renovasi, fungsinya sebagai museum, proses renovasi bangunan di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Renovasi bangunan Benteng Vredeburg tersebut sebagai upaya pelestarian bangunan museum yang termasuk bangunan cagar budaya (BCB) serta untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke museum itu.Dengan adanya renovasi sekarang banyak wisatawan local maupun mancanegara yang berdatangan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan mereka.

Untung dalam skripsi yang bejudul Studi Tentang Perencanan Pengembangan Benteng Vredeburg Sebagai Museum Di Daeah Istimewa Yogyakarta diterbitkan oleh Akademi Pariwisata Indonesia Yogyakarta (1991).Skripsi ini menjelaskan dengan pengembangan yang dilakukan tahap demi tahap dan juga pembangunan- pembangunan pemugaran bangunan yang ada di Benteng Vredenburg tersebut agar tidak merusak aturan-aturan atau cara-cara merenovasi bangunan-bangunan yang ada di Benteng Vredeburg tersebut sehingga bangunan cagar budaya Benteng Vredeburg tetap menjadi seperti aslinya dan tetap menjadi bangunan kuno dan setelah selesai nanti diharapkan akan dapat menambah khasanah kepariwisataan wisatawan local Untung dalam skripsi yang bejudul Studi Tentang Perencanan Pengembangan Benteng Vredeburg Sebagai Museum Di Daeah Istimewa Yogyakarta diterbitkan oleh Akademi Pariwisata Indonesia Yogyakarta (1991).Skripsi ini menjelaskan dengan pengembangan yang dilakukan tahap demi tahap dan juga pembangunan- pembangunan pemugaran bangunan yang ada di Benteng Vredenburg tersebut agar tidak merusak aturan-aturan atau cara-cara merenovasi bangunan-bangunan yang ada di Benteng Vredeburg tersebut sehingga bangunan cagar budaya Benteng Vredeburg tetap menjadi seperti aslinya dan tetap menjadi bangunan kuno dan setelah selesai nanti diharapkan akan dapat menambah khasanah kepariwisataan wisatawan local

Suharyanto Priyono Sukrilah dalam bukunya yang berjudul Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta (1992), membahas mengenai renovasi Benteng Vredeburg hasilnya dapat disimpulkan, bentuk tetap sama yakni segiempat dan bangunan bekas Benteng Vredeburg dipugar dan dilestarikan. Dalam pemugaran pada bentuk luar masih tetap dipertahankan, sedang pada bentuk bagian dalamnya dipugar dan disesuaikan dengan fungsinya yang baru sebagai ruang museum, begitu juga dengan adanya renovasi penambahan taman-taman di area Museum Benteng Vredeburg sehingga memperindah kajian bangunan dan daya tarik kepariwisataan Benteng Vredeburg Yogyakarta dan fungsinya menjadikan museum. Benteng Vredeburg juga memiliki koleksi lengkap meliputi koleksi bangunan, koleksi realita, koleksi foto termasuk miniatur dan replika serta koleksi lukisan.Selain itu terdapat pula empat ruang diorama sejarah perjuangan bangsa Indonesia.koleksi-koleksi baru serta dapat diperjelas adanya pemandu wisata yang jumlahnya makin ditingkatkan. Buku ini berguna sebagai acuan dalam menjelaskan dari hasil pemugaran bangunan-bangunan Benteng Vredeburg ini tetap dipertahankan dan fungsi baru dari bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat museum untuk menyimpan benda-benda koleksi.

Pramatang Kusumo dalam bukunya yang berjudul Menimba ilmu dari Museum (1990) membahas mengenai Permusiuman di Indonesia, pemanfaatan museum di indonesia. Dalam buku ini menjelaskan mengenai peninggalan sejarah Pramatang Kusumo dalam bukunya yang berjudul Menimba ilmu dari Museum (1990) membahas mengenai Permusiuman di Indonesia, pemanfaatan museum di indonesia. Dalam buku ini menjelaskan mengenai peninggalan sejarah

Buku yang berjudul Bunga Rumpai Permuseuman (1997) karangan Bambang Sumadio, yang menjelaskan mengenai strategi dasar kebijakan Direktorat Permuseuman serta orientasi kebudayaan dan program-program dalam permuseuman, serta bagaimana kemajuan museum untuk masa depan dan fungsi- fungsi museum sebagai komunikator antara benda-benda peninggalan yang dijadikan objek koleksi dengan para pengunjung dan sebagai sarana prasarana belajar utuk pelajar. Buku ini memberikan gambaran bagaimana cara-cara pelestarian koleksi yang ada di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan juga Museum sebagai sarana prasarana belajar.

Buku karangan Amir Sutarga yang berjudul Persoalan Museum di Indonesia (1962) menjabarkan mengenai permasalahan-permasalahan yang berada dalam museum, tugas-tugas yang diemban oleh museum, serta tugas dari intansi yang mengelola sebuah museum, dan persoalan yang ada di museum pusat dan museum daerah. Buku ini untuk memberikan gambaran mengenai kendala-kendala yang terjadi di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Masyarakat Dalam Progam Revitalisasi (2000).Menerangkan bahwa pelaksanaan revitalisasi harus melalui beberapa tahapan masing-masing tahapan harus memberikan upaya untuk mengembalikan atau menghidupkan kawasan.

Buletin yang berjudul Museum Benteng vredeburg (2000) yang ditulis oleh Suharja menjelaskan beberapa informasi sejarah dan kebudayaan berusaha disosialisasikan melalui buletin Vredeburg kepada masyarakat sehingga terwujud pengembangan dan pemanfaatan museum yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan untuk mengadakan penelitian terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat terbukti secara ilmiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari pengalaman masa

lampau. 14 Metode historis ini terdiri dari 4 tahap yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu :

14 Louis Gottschalk.,Mengerti Sejarah, edisi terjemahan Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 32.

sejarah.

a. Wawancara Metode wawancara merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.Cara ini berguna untuk mendapatkan sumber

lisan dari orang yang mengetahui peristiwa itu. 15 Dalam penelitian ini mewawancarai kepala Museum Benteng Vredeburg Sri Ediningsih, M.Hum dan Suseno, Sunyoto, Agus, Amin Sukrilah, Rudi Bambang untuk mengetahui sejarah Benteng Vredeburg, proses revitalisasi Benteng Vredeburg, perubahan pemanfaatan Benteng Vredeburg setelah revitalisasi.

b. Studi dokumen Dalam studi ini karena fokus penelitian adalah peristiwa yang sudah lampau, maka salah satu sumber yang digunakan adalah sumber dokumen.Dokumen dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumen dalam arti sempit dan dokumen dalam arti luas. Menurut Sartono Kartodirdjo, dokumen dalam arti sempit adalah kumpulan data verbal dalam bentuk tulisan seperti surat kabar, catatan harian,

laporan dan lain-lain. 16 Penggunaan dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen dalam arti sempit. Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang

15 Koentjaraningrat.,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 162-196.

16 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hlm. 98.

data sejarah, bahan ini juga dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan, apa, kapan dan mengapa. 17 Studi tentang dokumen bertujuan untuk menguji dan memberi gambaran tentang teori sehingga memberi fakta dalam mendapat pengertian historis tentang fenomena yang unik. 18 Dokumen berupa: Surat Kabar tentang Benteng Vredeburg, Piagam Perjanjian Benteng Vredeburg, Arsip Pernyataan Benteng vredeburg Sebagai Bangunan Cagar Budaya, Pengadaan Koleksi Museum Benteng Vredeburg, Arsip revitalisasi Benteng Vredeburg, foto- foto terkait revitalisasi dan sejarah manajemen Pengelola Museum Benteng Vredeburg.

c. Studi pustaka Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan literatur dan referensi sebagai bahan informasi untuk mendapatkan teori dan data sekunder sebagai pelengkap data yang tidak dapat diperoleh melalui studi dokumen dalam sumber data penelitian. Sumber pustaka yang digunakan antara lain: buku, majalah, surat kabar, artikel, makalah, jurnal ilmiah dan sumber lain yang memberikan informasi tentang tema yang diteliti. Studi pustaka dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Pusat UGM dan Perpustakaan UGM, Perpustakaan Benteng Vredeburg.

17 Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Suatu Alternatif , (Jakarta: PT. Gramedia, 1982), hlm. 97-122.

18 Sartono Kartodirdjo., “Metode Penggunaan Bahan Dokumen

“Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 47.

diperoleh melalui kritik ekstern dan intern. 19 Kritik ekstern bertujuan untuk mencari otoritas atau keaslian data-data yang diperoleh. Kritik intern dilakukan untuk mencari kredibilitas suatu sumber dengan cara menyelidiki objek dan dokumen sejarah untuk membuktikan keaslian fakta sejarah.

3. Interpretasi adalah penafsiran terhadap data-data yang dimunculkan dari data yang sudah terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta

tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh. 20 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis. Deskripsi analisis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Setelah itu dari sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan, tahap selanjutnya adalah diadakan analitis, diinterpretasikan, dan ditafsirkan isinya. Data-data yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya

itu adalah fakta-fakta yang akan diuraikan dan dihubungkansehingga menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah

yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 21

19 Dudung Abdurrahman., Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), hlm. 58.

20 Ibid ., hlm. 64.

21 Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Indayu, 1978), hlm. 36.

sejarah, menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan

sejarah. 22

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun bab demi bab untuk memberikan gambaran yang terperinci dan jelas. Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan.Menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka dan Sistematika Penulisan.

Bab II Perkembangan Benteng Vredeburg Yogyakarta Masa Kolonial dan Sebagai

Markas Militer. Bab III Revitalisasi Benteng Vredeburg, Perubahan Benteng Vredeburg dalam masa

Revitalisasi, Tahapan Revitalisasi. Bab IV Perubahan Pemanfaatan Benteng Vredeburg Setelah Revitalisasi Tahun

1976 – 2011 Sebagai Museum. Bab V Merupakan Penutup yang berisi kesimpulan dari empat bab sebelumnya

untuk menjawab secara singkat permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini.

22 Hadari Nawawi., Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: UGM Press, 1995), hlm. 80.

PERKEMBANGAN BENTENG VREDEBURG MASA KOLONIAL DAN MILITER

A. Deskripsi Kota Yogyakarta

1. Sejarah Kota Yogyakarta

Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti: Negara Mataram dibagi dua: Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal

13 Maret 1755. 1 Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat Pemerintahan Ngayogyakarta ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono

segera memerintahkan kepada rakyat membabat hutan tadi untuk didirikan Kraton. 2 Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang

sedang dikerjakan. 3

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan

1 Suharja., Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: departemen kebudayaan dan pariwisata, 2009), hlm: 8

2 Ibid.

3 Ibid., hlm 24.

menetap di Kraton yang baru. Peresmiannya terjadi Tanggal 7 Oktober 1756. 4 Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi

tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu. 5 Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Pada tanggal

30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan

Pekerja Komite Nasional. 6

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota

4 Ibid., hlm. 32

5 Ibid., hlm. 39

6 Darsiti Soeratman., Kehidupan Dunia Keraton Yogyakarta, (Yogyakarta: Tamansiswa, 1989), hlm. 36.

Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan

masih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. 7 Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai

daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. 8 Daerah

tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakarta. Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir. Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II

yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta. 9

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25

7 Ibid.

8 Suhardo Hatosprapto., Kota Yogyakarta dan Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: LSPK, 1976), hlm. 10

9 Ibid.

anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955. Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian

serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta. 10

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan

bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain. 11

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah

10 Suharja., loc cit.

11 Darsiti Soeratman, Op cit., hlm. 38.

kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai

Kepala Daerahnya. 12

Yogyakarta memiliki sejarah yang panjang dan terkait erat dengan masa perjuangan merebut dan mempertahankan RI dari penjajah Belanda dan Jepang. Dari sekian cerita perjuangan yang paling popular adalah serangan umum 1 Maret 1949. Perang yang dimenangkan oleh para pejuang kemerdekaan dan sempat mempertahankannya selama 6 jam, sebagai usaha untuk menunjukkan kepada dunia internasional tentang eksistensi Republik Indonesia dan para pejuang RI. Serangan tersebut dilakukan secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikut sertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari

Panglima Besar Sudirman. 13

2. Kondisi Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 7o3’ - 8o12’ Lintang Selatan dan 110o00’-110o50’

Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi

12 Ibid.

13 Wawancara dengan Suseno tanggal 13 Januari 2012.

Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.

Satuan fisiografi Gunung api Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunung api aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik

sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata. 14

B. Sejarah Berdirinya Benteng Vredeburg

Benteng vredeburg Yogyakarta semula bernama "Benteng Rustenburg" yang mempunyai arti "Benteng Peristirahatan" , dibangun oleh Belanda pada tahun 1760 di atas tanah Keraton. Berkat izin Sri Sultan Hamengku Buwono I, sekitar tahun 1765 bangunan disempurnakan dan selanjutnya diganti namanya menjadi "Benteng

Vredeburg" yang mempunyai arti Benteng Perdamaian. 15

Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya kesultanan Yogyakarta. Perjanjian Gianti yang ditandatangani pada tanggal 13 februari 1755

14 Djamal Marsudi., Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. (Yogyakarta: Kanisius, 1977), hlm. 8.

15 Sidharta Eko Budiharjo., Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di Yogyakarta . (Yogyakarta: Gadjah mada university prees, 1989), hlm. 25.