Tujuan Terapi Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

17 progresif. Nefropati diabetika ditandai dengan adanya protein persisten sebanyak 0,5 gram 24 jam Permana, 2009. 2 Neuropati diabetika Neuropati diabetika yang paling sering yaitu neuropati perifer berupa hilangnya sensasi distal. Komplikasi ini berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki. Gejala yang sering dirasakan yaitu kaki terbakar dan bergetar sendiri serta terasa lebih sakit di malam hari. Terapi untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetin, antidepresan trisiklik atau gabapentin PERKENI, 2011. Manifestasi klinis pada neuropati diabetika berupa gangguan sensoris, motorik dan otonom. Bagian tubuh yang sering terserang neuropati yaitu saraf tungkai dan lengan Permana, 2009. 3 Retinopati diabetika Retinopati diabetika berawal dari gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetika dibagi menjadi dua yaitu retinopati non proliperatif dan proliperatif. Retinopati non proliperatif merupakan stadium awal yang ditandai dengan adanya mikroaneurisma. Retinopati proliperatif ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina Permana, 2009.

9. Tujuan Terapi

Tujuan terapi diabetes melitus adalah memperbaiki gejala, mengurangi risiko komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, menurunkan angka kematian serta meningkatkan kualitas hidup. Target pengendalian kadar glukosa darah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 sewaktu 180 mgdL, glukosa darah puasa 100 mgdL dan glukosa darah sesudah makan 140 mgdL PERKENI, 2011.

10. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Penatalaksanaan terapi diabetes melitus tipe 2 sesuai dengan standar algoritma PERKENI tahun 2011 sebagai berikut yang mengatakan bahwa: a. Pasien dengan kadar HbA1c 7 maka dilakukan terapi gaya hidup sehat GHS berupa penurunan berat badan, mengatur diit, dan latihan jasmani teratur. Bila target terapi tidak tercapai, dapat memulai monoterapi. b. Pasien dengan kadar HbA1c 7-8, dilakukan terapi GHS dan monoterapi berupa metformin atau golongan sulfonilurea. Apabila target terapi tidak tercapai, dapat memulai terapi kombinasi. c. Pasien dengan kadar HbA1c 8-9 dilakukan GHS dan terapi kombinasi 2 obat seperti kombinasi metformin dengan obat hipoglikemik oral lainnya. Jika target terapi belum dapat tercapai, dapat memulai kombinasi 3 obat hipoglikemik oral, insulin basal atau insulin intensif. d. Pasien dengan kadar HbA1c 9 dapat dilakukan GHS dan terapi kombinasi 3 obat hipoglikemik oral. Jika belum tercapai target terapi, dapat diberikan insulin basal atau insulin intensif. e. Pasien dengan kadar HbA1c 9-10 dapat dilakukan GHS dengan kombinasi 2 obat hipoglikemia oral dan insulin basal. Jika belum tercapai target terapi, dapat memulai pemberian insulin intensif. f. Pasien dengan kadar HbA1c 10 dapat dilakukan GHS dengan terapi insulin intensif. Insulin intensif yaitu penggunaan insulin basal bersamaan 19 dengan insulin prandial. Jika insulin intensif sudah dimulai, maka obat hipoglikemia oral dapat dihentikan dengan diturunkan secara perlahan sampai berhenti dengan pertimbangan tidak bersifat sinergis. Gambar 1. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 PERKENI, 2011 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 Gambar 2. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan HbA1c PERKENI, 2011 Kombinasi dua obat hipoglikemia yang direkomendasikan berdasarkan algoritma terapi diabetes melitus tipe 2 adalah metformin, sulfonilurea, glinid, thiazolidindion, DPP-IV inhibitor, dan akarbosa. Penggunaan kombinasi obat hipoglikemik oral dengan insulin dapat dilakukan jika kombinasi dua obat hipoglikemik oral dan gaya hidup sehat tidak memberikan respon membaik pada kadar glukosa darah. Selanjutnya dapat memulai kombinasi tiga obat hipoglikemia oral atau kombinasi dua obat hipoglikemia oral dengan insulin basal. Jika pemberian terapi ini belum juga memberikan respon membaik pada kadar glukosa darah pasien maka, dapat dilanjutkan dengan terapi insulin intensif PERKENI, 2011. 21

B. Obat Hipoglikemia