Pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (amaranthus tricolor l.).

(1)

Emilia Vianney Jainurti 121434035

ABSTRAK

Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan komodetas sayuran andalan de Indonesea yang perlu dekembangkan. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan sayuran semaken tengge. Permasalahan yang dehadape adalah kurang tersedeanya unsur hara dalam medea pertumbuhan. Oleh karena etu, peneletean ene memanfaatkan uren sape yang defermentase dengan penambahan tetes tebu untuk memperoleh unsure hara (N, P, K) yang baek. Peneletean ene bertujuan untuk mengetahue pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentase uren sape terhadap pertumbuhan bayam merah (A. tricolor L.) dan mengetahue penambahan tetes tebu (molasse) optemal pada fermentase uren sape untuk menghaselkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaek.

Fermentase uren sape terdapat 4 kelompok yaetu 1 kontrol dan 3 perlakuan dengan penambahan tetes tebu (20 ml, 40 ml, 60 ml) maseng-maseng kelompok terdere dare 7 ulangan. Sebanyak 600 mL uren sape detambahkan tetes tebu (molasse) lalu defermentase selama 14 hare. Pemupukan delakukan 2 hare sekale selama 1 bulan dengan perbandengan pupuk : aer = 1 : 2. Data deanaleses menggunakan uje statestec yaetu anova dan Duncan dengan parameter yang deamate adalah tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng.

Pada peneletean ene dapat desempulkan bahwa penambahan tetes tebu pada fermentase uren sape berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman bayam merah yaetu penambahan tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng. Penambahan tetes tebu 40 ml adalah doses terbaek untuk penambahan tengge batang, jumlah daun, berat basah dan berat kereng tanaman bayam merah.


(2)

Emilia Vianney Jainurti 121434035

ABSTRACT

The red amaranth is favorite vegetable commoditc which is needed to be developed in Indonesia. The growth of populationmakes vegetable needs is more than usual. The problemis nutrient availabilitc at growth media. Therefore, this research used cow’s urine which is fermented with addition ofmolasse to get some good nutrient (N, P, K). The aim of this research was to determine the influence of molasse addition in cow’s urine fermentation to thegrowth of red amarath and to determine optimum concentration of molasses addition in cow’s urine fermentation forred amaranth growth.

There are four groups of cow’s urine fermentation : control and 3 treatments with the addition of molasse (20 ml, 40 ml, 60 ml). Each group consist of 7 replicates. 600 ml cow’s urinewasedded withmolasse and isfermented for 14 dacs. The fertilization was done everc 2 dacs in 1 month (fertilizer : water = 1:2). The anova and duncan analcsis is used as data analcsis test method to analcsis the plant height, number of leaf, weight of moist and drc data.

The result of this research showed that the increase of molasse additiontocow’s urine fermentation waseffective to increase the amaranth plant height, number of leaf, weight of moist and drc. The addition of 40 ml molassewas the best concentration to increase red amaranth growth.


(3)

i

PENGARUH PENAMBAHAN TETES TEBU (Molasse) PADA FERMENTASI URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM

MERAH (Amaranthus tricolor L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh:

Emilia Vianney Jainurti Nim : 121434035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Karyaku yang sederhana ini dengan penuh cinta kepada:

Orang Tuaku Tercinta Kakak dan adik - adik Keluarga dan Saudara

Sahabat

Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma


(7)

v

MOTTO:

“SAYA TIDAK GAGAL JIKA BERBUAT SALAH,

TAPI SAYA GAGAL KETIKA SAYA BERHENTI


(8)

(9)

(10)

viii

PENGARUH PENAMBAHAN TETES TEBU

(Molasse

) PADA FERMENTASI URIN SAPITERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM

MERAH (

Amaranthus tricolor L

.)

Emilia Vianney Jainurti 121434035

ABSTRAK

Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan komoditas sayuran andalan di Indonesia yang perlu dikembangkan. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan sayuran semakin tinggi. Permasalahan yang dihadapi adalah kurang tersedianya unsur hara dalam media pertumbuhan. Oleh karena itu, penelitian ini memanfaatkan urin sapi yang difermentasi dengan penambahan tetes tebu untuk memperoleh unsure hara (N, P, K) yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (A. tricolor L.) dan mengetahui penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada fermentasi urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaik.

Fermentasi urin sapi terdapat 4 kelompok yaitu 1 kontrol dan 3 perlakuan dengan penambahan tetes tebu (20 ml, 40 ml, 60 ml) masing-masing kelompok terdiri dari 7 ulangan. Sebanyak 600 mL urin sapi ditambahkan tetes tebu (molasse) lalu difermentasi selama 14 hari. Pemupukan dilakukan 2 hari sekali selama 1 bulan dengan perbandingan pupuk : air = 1 : 2. Data dianalisis menggunakan uji statistic yaitu anova dan Duncan dengan parameter yang diamati adalah tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan tetes tebu pada fermentasi urin sapi berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman bayam merah yaitu penambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering. Penambahan tetes tebu 40 ml adalah dosis terbaik untuk penambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman bayam merah.


(11)

ix

THE INFLUENCE OF MOLASSE ADDITION ON COW’S URINE FERMENTATION TO THE GROWTH OF RED AMARANTH (Amaranthus

tricolor L.)

Emilia Vianney Jainurti 121434035

ABSTRACT

The red amaranth is favorite vegetable commodity which is needed to be developed in Indonesia. The growth of populationmakes vegetable needs is more than usual. The problemis nutrient availability at growth media. Therefore, this research used cow’s urine which is fermented with addition ofmolasse to get some good nutrient (N, P, K). The aim of this research was to determine the influence of molasse addition in cow’s urine fermentation to thegrowth of red amarath and to determine optimum concentration of molasses addition in cow’s urine fermentation forred amaranth growth.

There are four groups of cow’s urine fermentation : control and 3 treatments with the addition of molasse (20 ml, 40 ml, 60 ml). Each group consist of 7 replicates. 600 ml cow’s urinewasedded withmolasse and isfermented for 14 days. The fertilization was done every 2 days in 1 month (fertilizer : water = 1:2). The anova and duncan analysis is used as data analysis test method to analysis the plant height, number of leaf, weight of moist and dry data.

The result of this research showed that the increase of molasse additiontocow’s urine fermentation waseffective to increase the amaranth plant height, number of leaf, weight of moist and dry. The addition of 40 ml molassewas the best concentration to increase red amaranth growth.

Keywords :Cow’s urine fermentation, molasse, red amaranth (Amaranthus tricolor L.)


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tetes Tebu (Molasses) pada Fermentasi Urin Sapi terhadap Pertumbuhan Bayam Merah (Amaranthus Tricolor L.)

”Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, dorongan, semangat dan doa yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melindungi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Rohandi, Ph. D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu PuspitaRatna Susilawati, M.Sc. Selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan tulus membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Biologi yang telah membimbing dan mengajari penulis selama perkuliahan di Pendidikan Biologi.

6. Segenap Staf Karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dan melayani segala keperluan akademik penulis.

7. Bapak Slamet yang dengan senang hati selalu membantu penulis dalam merawat tanaman bayammerah di kebun Anggur.

8. Orang tuaku tercinta, Bapak Nikolaus Tumbung dan Ibu Sovia Manis, kakak (Rati), adik – adik ( Saris, Valni, Nedi), saudara-saudaraku, dan segenap keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis untuk mendukung penulis dalam menjalankan tugas studi.

9. Ichi, Emi, Tammy, Melly,JK,fyb, Frida, Darwis, Roidi, Agus, Efis, Justin, Seno, Dani, Ninong, kak Eva, danpakSlamet, yang tiadak henti-hentinya membantu dan menyemangati saya.


(13)

xi

10.Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi dunia pendidikan dan bagi pembaca pada umumnya.

Penulis


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO………..v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG ...1

B. RUMUSAN MASALAH ...6

C. TUJUAN PENELITIAN ...6

D. MANFAAT PENELITIAN ...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8

A. BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.) ...8

1. KLASIFIKASI BAYAM MERAH ...8

2. MORFOLOGI ...10

3. MANFAAT DAN KANDUNGAN ...10

4. SYARAT TUMBUH...14


(15)

xiii

1. PUPUK ORGANIK ...12

2. PUPUK ORGAIK CAIR ...13

a. KRITERIA PUPUK CAIR YANG BAIK ...13

C. KANDUNGAN NUTRIEN PADA PUPUK CAIR ...14

a. NITROGEN ...15

b. FOSFOR………..16

c. KALIUM……….17

D. URIN SAPI ...17

1. KANDUNGAN URIN SAPI……….17

2. PEMANFAATA URIN………..19

3. PROSESE FERMENTASI……….19

E. TETES TEBU………21

F. PENELITIAN YANG RELEVAN………24

G. KERANGKA BERPIKIR………..26

H. HIPOTESA………28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...29

A. JENIS PENELITIAN...29

B. BATASAN MASALAH ...30

C. ALAT DAN BAHAN ...30

D. CARA KERJA ...30

1. PENYIAPAN MEDIA ...31

2. PENYIAPAN BIBIT ...31

3. FERMENTASI URIN SAPI ...32

4. AKLIMATISASI ...33

5. PEMUPUKAN ...33

6. PEMELIHARAAN……….33

7. PENGAMBILAN DATA………...34

8. UJI PUPUK………35 E. METODE ANALISIS DATA ...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...36


(16)

xiv

B.PARAMETER PERTUMBUHAN ...40

1. TINGGI TANAMAN BAYAM MERAH ...41

2. JUMLAH DAUN BAYAM MERAH………....57

3. BERAT BASAH BAYAM MERAH……….52

4. BERAT KERING BAYAM MERAH………58

BAB V IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN ...59

BAB VI PENUTUP ...64

A. KESIMPULAN ...66

B. SARAN ...68


(17)

xv

DAFTAR TABEL

TABEL1.1 PERBANDINGAN KANDUNGAN BAYAM MERAH DAN

BAYAM HIJAU………...1

TABEL2.1 STANDAR MUTU PUPUK ORGANIK CAIR ... 14

TABEL2.2 KANDUNGAN ZAT HARA PADA SAPI-CAIR ... 17

RABEL2.3KOMPOSISI TETES TEBU ... 21

TABEL4.1 PENAMBAHAN TINGGI TANAMAN ... 46

TABEL4.2 PENAMBAHAN JUMLAH DAUN ... 51

TABEL4.3 BERAT BASAH BAYAM MERAH ... 57


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 BAYAM MERAH………9

GAMBAR 2.2 BAGAN KERANGKA BERPIKIR………..28

GAMBAR 4.1 UJI KANDUNG NITROGEN………..36

GAMBAR4.2 TINGGI TANAMAN ………41

GAMBAR4.3 JUMLAH DAUN………47

GAMBAR4.4 BERAT BASAH ………52


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 SILABUS………..70

LAMPIRAN 2 RPP………79

LAMPIRAN 3 DATA HASIL PENGAMATAN……….116

LAMPIRAN 4 UJI NITROGEN………...121

LAMPIRAN 5UJI STATISTIK TINGGI TANAMAN………...123

LAMPIRAN 6 JUMLAH DAUN ………124

LAMPIRAN 7 BERAT BASAH………..125

LAMPIRAN 8 BERAT KERING………126

LAMPIRAN 9 DATA SUHU DAN KELEMBABAN………127

LAMPIRAN 10GAMBAR PROSES FERMENTAS………..128

LAMPIRAN 11GAMBAR PROSES PENANAMAN BAYAM MERAH....129

LAMPIRAN 12GAMBAR PENIMBANGAN BERAT BASAH DAN KERING TANAMAN BAYAM MERAH ... ……130


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan komoditas sayuran andalan di Indonesia yang perlu dikembangkan. Pemilihan varietas merupakan faktor yang mempengaruhi hasil produksi bayam merah. Penanaman varietas unggul merupakan salah satu cara dalam peningkatan produksi bayam merah. Karena besarnya variasi lingkungan tumbuh bayam merah di Indonesia dan besarnya interaksi variasi dengan lingkungan, maka varietas unggul yang diperlukan adalah varietas yang mempunyai produktivitas tinggi dan varietas yang stabil dalam berinteraksi dengan lingkungan (Rukmana, 2002). Menurut Sunarjono (2014) meningkatnya minat masyarakat terhadap sayur-sayuran, khususnya bayam merah yang merupakan sayuran bergizi tinggi dan digemari oleh semua lapisan masyarakat dapat memberikan motivasi yang kuat bagi petani untuk mengusahakan dan membudidayakan tanaman bayam merah secara intensif

Tabel 1.1 kandungan vitamin A (Morris, 2008)

Kandungan bayam hijau bayam merah


(21)

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanaman bayam merah yang baik dengan melakukan pemupukan. Bayam banyak dipromosikan sebagai sayuran daun sumber gizi bagi penduduk di negara berkembang. Di dalam negeri kebutuhan gizi makin hari makin bertambah sesuai dengan kenaikan jumlah penduduk, meningkatnya usia, taraf hidup yang lebih baik dan kesadaran akan pentingnya gizi dalam makanan sehari-hari. Hal ini menyebabkan kenaikan permintaan produk hortikultura khususnya tanaman bayam. Menurut data Biro Pusat Statistik bahwa pada tahun 2012, Indonesia memproduksi sayur bayam rata-rata 155.070 ton/ha (BPS, 2013). Salah satu hambatan dalam pertumbuhan adalah kurang tersedianya unsur hara dalam media tumbuh yang digunakan, khususnya pada pemnafaatan urin sapi. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk pada media tersebut sehingga diharapkan pertumbuhan tanaman yang sehat dapat tercapai (Desiana dkk; 2013).

Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan ketersediaan, kecukupan, dan efisiensi serapan hara bagi tanaman yang mengandung mikroorganisme sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,K) dan meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Sistem pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik pada tanaman pertanian semakin lama semakin berkembang. Dalam upaya mengatasi masalah


(22)

pencemaran lingkungan dan lahan pertanian tersebut, maka sistem budidaya tanaman pertanian dengan limbah ternak terutama urin sapi kini juga mulai digalakkan oleh beberapa peneliti, tetapi para petani masih sedikit yang menerapkannya. Padahal jika limbah peternakan urin sapi diolah menjadi pupuk organik mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur kandungan organik tanah karena memiliki bermacam-macam jenis kandungan unsur hara yang diperlukan tanah selain itu juga menghasilkan produk pertanian yang aman bagi kesehatan (Affandi, 2008). Menurut Lingga (1991) urin sapi memiliki potensi yaitu jenis kandungan haranya yaitu N = 1,00%, P = 0,50% dan K = 1,50%.

Menurut Juheini (1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Urin sapi yang berada di kelurahan bayan sangat banyak, akan tetapi urin tersebut belum di manfaatkan oleh peternak setempat. Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urin, sisa pakan, dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et al; 1993). Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering menimbulkan berbagai protes dari kalangan masyarakat sekitarnya, terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di samping bau yang sangat menyengat.


(23)

Urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organik cair setelah dicampur dengan campuran tertentu. Bahan baku urin yang digunakan merupakan limbah dari peternakan yang selama ini juga sebagai bahan buangan. Pupuk organik cair dari urin sapi ini merupakan pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah. Namun, pupuk organik cair dari urin sapi ini juga memiliki kelemahan, yaitu kurangnya kandungan unsur hara yang dimiliki jika dibandingkan dengan pupuk buatan dalam segi kuantitas (Sutato, 2002).

Upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah meningkatkan produksi volume urin yang akan diolah dengan cara memilih urin sapi sebagai bahan bakunya. Dengan mengolah urin sapi menjadi pupuk cair dan agar lebih meningkatkan kandungan haranya, maka perlu ditambahkan tetes tebu yang memiliki kandungan bahan organik yang dapat meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan. Jika hanya memanfaatkan fermentasi urin saja, maka urin yang dijadikan sebagai pupuk cair tidak begitu maksimal hasilnya pada tanaman. Maka dari itu, proses ini memerlukan material tambahan dalam pembuatan pupuk tersebut. Material tersebut dapat diperoleh dari tetes tebu (Wijaya, 2008).

Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi yang didapatkan dari proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme. Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan


(24)

karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan dalam proses fermentasi. Fungsi tetes tebu dalam proses fermentasi adalah sebagai aditif yang berfungsi untuk penyuburan mikroba, karena dalam tetes tebu (molasse) terdapat nutrisi bagi Sacharomyces cereviceae.

Sacharomyces cereviceae berperan untuk menghancurkan material organik yang ada di dalam urin dan tentunya juga membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang tidak sedikit. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan untuk menambah kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin berlangsung dengan sempurna. Dalam peneliti akan diuji pengaruh penambahan tetes tebu (molasses) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (Amaranthus tricolor L.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.)?


(25)

2. Berapakah penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada fermentasi urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaik?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana pengaruh penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.)

2. Mengetahui penambahan tetes tebu (molasse) optimal pada fermentasi urin sapi untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaik.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru mengenai pemanfaatan urin sapi dan budidaya bayam merah (Amaranthus tricolor L.)

2. Bagi masyarakat

a) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan urin sapi sebagai bahan dasar yang dapat digunakan sebagai pupuk organik


(26)

b) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyediaan pupuk organik cair berkualitas tinggi yang dapat dilakukan secara mandiri serta mendapatkan alternatif pemanfaatan urin sapi yang bernilai tinggi.

3. Bagi dunia pendidikan

a) Menjadi bahan pembelajaran mengenai peranan mikrobia dalam fermentasi, cara bercocok tanam, dan dapat dikaitkan dengan materi pembelajaran.

b) Pengenalan terhadap siswa-siswi tentang pemanfaatan limbah sebagai produk baru yang bermanfaat.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.)

1. Klasifikasi bayam merah

Bayam merah merupakan salah satu varietas dari Amaranthus tricolor L. Varietas bayam unggul ada 7 macam yaitu; varietas Giri Hijau, Giti Merah, Maksi, Raja, Betawi, Skop, dan Hijau. Beberapa varietas bayam cabut unggul adalah Cempaka 10 dan Cempaka 20.Giti merah adalah salah satu varietas bayam yang unggul dari A. tricolor. Ciri-ciri bayam cabut adalah memiliki batang berwarna kemerah-merahan, dan memilki bunga yang keluar dari ketiak cabang. Bayam cabut yang batangnya merah disebut bayam merah, sedangkan yang batangnya putih disebut bayam putih. Tanaman bayam berasal dari daerah Amerika yang beriklim tropis, bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus sp. Kata “maranth” dalam bahasa yunani berarti “everlasting” (abadi). Di Asia Timur dan Asia Tenggara juga sayur bayam biasa disebut Chinese amaranth .


(28)

Menurut Saparinto (2013) klasifikasi dalam sistematika tumbuhan, tanaman bayam merah:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida Sub classis : Hamamelidae

Ordo : Caryphyllales

Familia : Amaranthaceae Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus tricolor L.

2. Morfologi Tanaman Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.)

Sistem perakaran bayam meram merah menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang. Batang tegak, tebal, berdaging dan banyak mengandung air. Tanaman bayam merah berbentuk perdu (semak), tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 sampai 2 m, berumur semusim atau lebih. Daun bulat telur, ujung agak meruncing dan urat-urat daun yang jelas. Daun berwarna merah, bunga berukuran kecil, berjumlah banyak terdiri dari daun bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah. Tanaman dapat berbunga sepanjang musim. Perkawinannya bersifat uniseksual, Gambar 2.1 Bayam merah (2010)


(29)

yaitu dapat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Penyerbukan berlangsung dengan bantuan angin dan serangga. Biji berukuran sangat kecil dan halus, berbentuk bulat, dan berwarna merah coklat tua sampai mengkilap sampai hitam kelam. Namun ada beberapa jenis bayam yang mempunyai warna biji putih, misalnya bayam maksi yang bijinya berwarna merah (Saparinto, 2013).

3. Manfaat dan kandungan

Bayam merah memiliki banyak manfaat karena mengandung vitamin A dan C, sedikit vitamin B, kalsium, fosfor, dan zat besi. Zat besi yang terkandung pada bayam merah (7 mg/100 g) lebih banyak dibandingkan bayam hijau, maka bayam merah dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai bahan alternatif untuk mencegah dan mengatasi anemia defisiensi zat besi (besi merupakan penyusun sitokrom, protein yang terlibat dalam fotosintesis) sehingga berguna bagi penderita anemia (Sunarjono, 2014).

4. Syarat tumbuh a. Iklim

Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk tanaman bayam merah cukup besar yaitu 400 – 800 lux. Suhu rata – rata 20 – 32°C (Saparinto, 2013). Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman bayam antara 40% - 60%. Curah hujan 1000 –


(30)

2000 mm/tahun dengan kelembaban diatas 60% (Fazria, 2011). Tanaman bayam dapat tumbuh optimal pada ketinggian 0 – 700 meter. Namun pada umumnya tanaman ini lebih baik tumbuh di dataran tinggi yang bersuhu rendah (Hadisoeganda, 1996).

b. Tanah

Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. pH yang baik untuk pertumbuhannya antara 6-7. Di bawah pH 6, tanaman bayam akan kerdil, sedangkan di atas pH 7, tanaman akan menjadi klorosis (warnanya putih kekuning-kuningan), terutama pada daun yang masih muda (Ariyanto, 2008). Tanaman bayam sangat reaktif terhadap ketersediaan air di dalam tanah. Bayam termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup, kelerangan lahan untuk budidaya tanaman bayam adalah sekitar 15° – 45°. Tanaman bayam

tumbuh di semua jenis tanah seperti ultisol, inceptisol, andisol, dan entisol. Pemberian air yang cukup, aerasi yang optimal dapat meningkatkan produksi daun bayam. Namun struktur tanah yang keras akan menyebabkan daun tanaman layu dan tidak produktif (Hadisoeganda, 1996).


(31)

B. Pupuk

1. Pupuk organik

Pupuk organik merupakan pupuk yang memiliki senyawa organik dengan perbandingan C atau N yang ada dalam tanah. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk merangsang penyebaran nutrisi yang sulit masuk ke dalam tubuh mikroorganisme. Perbandingan seimbang banyak mikroorganisme yang mati dapat terurai kembali menjadi unsur-unsur nutrisi untuk kesuburan tanah. Pupuk organik mempunyai kompisisi unsur hara yang lengkap tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Pada umumnya pupuk organik mengandung N, P, K dalam jumlah yang rendah tetapi bisa menambahkan unsur hara mikro esensial. Sebagai bahan pembenah tanah, bahan organik mempunyai kontribusi dalam mencegah erosi, pergerakan tanah, dan memperbaiki struktur tanah. Bahan organik juga memacu perkembangan bakteri dalam biota tanah (Sutedjo, 2010).

2. Pupuk Organik Cair

a. Kriteria Pupuk Cair Yang Baik

Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan – bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah mampu menyediakan hara secara cepat, tidak merusak tanah dan tanaman meskipun sudah digunakan terus menerus. Selain itu, pupuk ini juga


(32)

memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk cair lebih mudah diserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap hara melalui akar dan daun. Pemanfaatan pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di bagian daun – daun (Hadisuwito, 2012).

Standar kualitas pupuk organik cair berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.1 Standar mutu pupuk organik cair (Permentan, 2011)

Parameter Satuan Standar mutu

C – Organik % Min 6

Ph - 4 – 9

N, P, K % 3 – 6

Mn, Cu, Zn ppm 250 – 5000

Fe Total ppm 90 – 900

Fe tersedia ppm 5- 50

Co ppm 5 – 20

Mo ppm 2- 10

La, Ca ppm 0

C. Kandungan nutrien pada pupuk cair

Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair mempunyai beberapa


(33)

manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah, dalam arti produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.

Banyaknya kandungan unsur hara yang ada di dalam lahan pertanian dapat dilihat secara sederhana dari penampakan visual warna tanaman. Misalnya ada tanaman yang kelihatan hijau sementara yang lainnya terlihat kekuningan. Tanaman hijau menggambarkan bahwa tanah tersebut mempunyai cukup unsur hara, sedangkan tanaman yang berwarna kuning biasanya menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak cukup mempunyai unsur hara. Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap tanah dan tanaman bahan organik dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu.Pupuk cair menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, seperti halnya pupuk nitrogen kimia. Kehidupan mikroorganisme di dalam tanah juga terpacu dengan penggunaan pupuk cair. Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap unsur hara terutama melalui akar, namun daun juga punya kemampuan menyerap unsur hara, sehingga ada


(34)

manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di bagian daun-daun (Suhedi, 1995).

a. Hara Nitrogen (N)

Kandungan nitrogen dalam tanaman paling banyak dibanding hara mineral yang lain, yaitu sebanyak 2-4% dari berat kering tanaman. Kecuali dalam bentuk yang melalui proses fiksasi nitrogen pada tanaman legume, tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat (NO3-) atau

ion amonium (NH4-). Nitrogen berperan penting sebagai penyusun

klorofil, yang menjadikan daun berwarna hijau. Warna daun ini merupakan petunjuk yang baik suatu tanaman. Kandungan nitrogen yang tinggi menjadikan dedaunan lebih hijau dan mampu bertahan lama, sehingga untuk sejumlah tanaman menyebabkan keterlambatan ini sampai pada tingkat yang tidak menguntungkan bagi tanaman, maka dapat menyebabkan tanaman mengalami gagal panen. Tanaman yang kaya nitrogen akan memperlihatkan warna daun kuning pucat sampai hijuan kemerahan, sedangkan jika kelebihan unsur nitrogen akan berwarna hijau kelam (Poerwowidodo, 1996).

b. Hara Fosfor (P)

Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial tanaman. Tidak ada unsur lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam tanaman, sehingga


(35)

tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Fungsi penting fosfor di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman lainnya (Winarso, 2005). Fosfor juga mempunyai peran penting dalam membrane sel tanaman, tempat fosfor tersebut terikat pada molekul lipida yang merupakan senyawa yang dikenal sebagai fosfolipida (Samekto, 2008). P dalam tanaman berfungsi dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dapat meningkatkan biji-bijian. Sumber zat fosfat berada di dalam tanah sebagai fosfat mineral yang kebanyakan dalam bentuk batu kapur fosfat, sisa-sisa tanaman, bahan organik, dan dalam bentuk pupuk buatan (Sutejo, 1990).

c. Hara Kalium (K)

Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam tanaman. Kadarnya 4 - 6 kali besar dibanding P, Ca, Mg, dan S. Kalium diserap dalam bentuk kation K monovalensi dan tidak terjadi transformasi K dalam tanaman. Bentuk utama dalam tanaman adalah kation K monovalensi. Kation ini unik dalam sel tanaman. Unsur K sangat berlimpah dan mempunyai energi hidrasi rendah sehingga tidak menyebabkan polarisasi molekul air. Jadi, unsur ini minimal


(36)

berinterverensi dengan fase pelarut dari kloroplas. Kekurangan kalium dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun tampak -keriting dan mengkilap. Selain itu, juga dapat menyebabkan tangkai daun lemah sehingga mudah terkulai (Pranata, 2004).

D. Urin sapi

1. Kandungan urin sapi

Pengelolaan limbah cair peternakan sapi masih sangat kurang di tingkat daerah pedesaan. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi kandungan unsur N, P, K di dalam kotoran cair lebih banyak dibandingkan dengan kotoran padat. Berikut adalah tabel kandungan saat hara pada kotoran sapi cair:

Tabel 2.2 Kandungan saat hara pada kotoran ternak sapi-cair (Lingga, 2004) Bentuk

kotoran

Nitrogen (%)

Fosfor (%)

Kalium (%)

Air (%)

unsur hara mikro (%)

Sapi- cair 0.50 1.00 1.50 92 5

Selain itu banyak penelitian, yang menyatakan bahwa urin sapi mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA (Priantyo, 2002). Urin sapi memiliki bau yang khas sehingga dapat mencegah serangan berbagai hama pada tanaman (Phrimantoro, 2002). Pemanfaatan urin ini dapat digunakan sebagai pupuk


(37)

organik cair yang sangat berguna bagi pertanian. Pupuk organik cair adalah jenis pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah.

2. Pemanfaatan Urin Sebagai Pupuk

Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan ketersediaan serapan hara bagi tanaman yang mengandung mikroorganisme sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,K) dan meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Sistem pemanfaatan limbah ternak sapi sebagai pupuk organik pada tanaman pertanian semakin lama semakin berkembang. Dalam upaya mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan lahan pertanian tersebut, maka sistem budidaya tanaman pertanian dengan limbah ternak terutama urin sapi kini juga mulai digalakkan oleh beberapa peneliti, tetapi para petani masih sedikit yang menerapkannya. Padahal jika limbah peternakan urin sapi diolah menjadi pupuk organik mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur kandungan organik tanah karena memiliki bermacam-macam jenis kandungan unsur hara yang diperlukan tanah selain itu juga menghasilkan produk pertanian yang baik bagi kesehatan (Affandi, 2008).

3. Proses Fermentasi

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Fermentasi merupakan


(38)

segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi, hidrolisa, atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan perubahan kimia pada suatu subsrat organik dengan menghasilkan produk akhir. Prinsip dari fermentasi ini adalah bahan organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran temperatur dan kondisi tertentu yaitu fermentasi. Studi tentang jenis bakteri yang respon untuk fermentasi telah dimulai sejak tahun 1892 sampai sekarang. Ada dua tipe bakteri yang terlibat yaitu bakteri fakultatif yang mengkonversi selulosa menjadi glukosa selama proses dekomposisi awal dan bakteri obligat yang respon dalam proses dekomposisi akhir dari bahan organik yang menghasilkan bahan yang sangat berguna dan alternatif energi pedesaaan.

Fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Karbohidrat terlebih dahulu akan dipecah menjadi unit - unit glukosa dengan bantuan enzim amilase dan enzim glukosidase, dengan adanya kedua enzim tersebut maka pati akan segera terdegradasi menjadi glukosa, kemudian glukosa tersebut oleh khamir akan diubah menjadi alkohol (Affandi, 2008).

Akan tetapi fermentasi urin sebagai pupuk organik cair yang dilakukan oleh bakteri ternyata juga terdapat beberapa kelemahan, diantaranya tidak semua N diubah menjadi bentuk yang mudah diserap akan tetapi dipergunakan oleh bakteri-bakteri itu sendiri untuk keperluan hidupnya. Upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan mengolahnya menjadi pupuk cair dan agar lebih meningkatkan kandungan haranya, maka perlu ditambahkan tetes


(39)

tebu yang memiliki kandungan bahan organik yang dapat meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan. Jika hanya memanfaatkan fermentasi urin saja, maka fermentasi urin yang dijadikan sebagai pupuk cair tidak begitu maksimal hasilnya pada tanaman. Maka dari itu, proses ini memerlukan material tambahan dalam pembuatan pupuk tersebut. Material tersebut dapat diperoleh dari tetes tebu (molasse). Menurut penelitian Kurniadinata (2008), pupuk cair dari urin sapi harus melalui proses fermentasi terlebih dahulu, kurang lebih 7 hari pupuk cair urin sapi dapat digunakan dengan indikator pupuk cair terlihat bewarna kehitaman dan bau yang tidak terlalu menyengat. Dalam proses fermentasi urin sapi menggunakan 1% dekomposer yang bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi.

Menurut penelitian Soleh (2012), pupuk cair sudah dapat digunakan setelah melalui beberapa proses selama 14 hari dengan indikator bau ureum pada urin sudah berkurang atau hilang. Proses fermentasi yang dilakukan dengan menambahkan agen hayati sebanyak 2%.

E. Tetes Tebu ( molasse)

Tetes tebu merupakan hasil samping industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, trace element dan kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar 37% (Suatuti, 1998). Tetes tebu (molasse) adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molasse tidak dapat dikristalkan


(40)

karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Komposisi tetes tebu (molasse) mempunyai rentangan batas yang luas dan sulit untuk menentukan mengenai nilai atau jumlah persentasenya.Berikut adalah tabel data yang diambil berdasarkan jumlah rata-rata produksi tetes tebu (molasse) yang diproduksi dari berbagai daerah menurut Academic Press Inc

dalam Huda, 2013 :

Tabel 2.3 Komposisi tetes tebu (molasse)

Komponen interval Nilai

persentase (%)

Air 17-25 20

Sukrosa 30-40 35

Dextrose(glukosa) levulosa (fruktosa),other reducing

4-9 7

Substance other carbohydrates ash 5-12 9

Nitrogen Coumpound 1-5 3

Asam Non Nitrogen 2- 5 4

Was, sterol, and phospholipids 7 – 15 12

Pigmen 2 -6 4.5

Vitamin – vitamin 2-6 5

Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi. Prosesnya merupakan proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme. Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan dalam proses fermentasi. Tetes tebu berfungsi untuk fermentasi urine sapi dan menyuburkan mikroba yang ada di dalam tanah, karena dalam tetes tebu (molasse) terdapat


(41)

nutrisi bagi Sacharomyces cereviceae. S. cereviceae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast).Taksonomi dari pada S. cereviceae adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Division : Ascomycota Class : Ascomycetes Ordo : Sacharomycetales Familia : Sacharomycetaceae Genus : Sacharomyces

Species : Sacharomyces cerevisiae

S. cereviceae bertugas untuk menghancurkan material organik yang ada di dalam urin dan tentunya juga membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang tidak sedikit. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan untuk menambah kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin berlangsung dengan sempurna. Selain itu, berdasarkan kenyataan bahwa tetes tebu tersebut mengandung karbohidrat dalam bentuk gula yang tinggi (64%) disertai berbagai nutrien yang diperlukan mikroorganisme juga dapat meningkatkan kecepatan proses produksi pengolahan urin sapi menjadi pupuk dalam waktu yang relatif singkat (Wijaya, 2008).


(42)

Molasse adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum L.). Molasse kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan sulfur. Molasse digunakan secara luas sebagai sumber energi untuk denitrifikasi, fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik, dan diaplikasikan pada budidaya perairan. Karbohidrat dalam molasse siap digunakan untuk fermentasi tanpa perlakuan terlebih dahulu karena sudah berbentuk gula (Hidayat et al, 2006).

Molasse mengandung nutrisi cukup tinggi untuk kebutuhan mikroorganisme, sehingga dapat dijadikan bahan alternatif untuk sumber energi dalam media fermentasi. Sumber energi berguna untuk pertumbuhan sel mikroorganisme (Kusmiati et al; 2007). Selanjutnya dijelaskan oleh Simanjuntak (2009), molasse banyak mengandung gula dan asam-asam organik. Kandungan gula pada molasse terutama sukrosa berkisar 48-55%, sehingga cukup potensial untuk fermentasi asam asetat yang merupakan sumber glukosa utama bagi bakteri (Huda, 2013). Komposisi nutrisi molasse dalam 100 % bahan kering adalah 0.3 % lemak kasar, 0.4 % serat kasar, 84.4 % BETN, 3.94 % protein kasar dan 11% abu (Sutardi, 1981).

Penelitian sebelumnya menggunakan molasse pernah dilakukan oleh Huda (2013) bahwa penggunaan molasse sebanyak 60 ml meningkatkan kandungan nitrogen dari 0.137% menjadi 0.362% dan besar peningkatannya yaitu 164.23%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Setyawati dan Rahman (2010) bahwa sumber energi yang paling bagus untuk fermentasi yaitu molasse


(43)

dibandingkan gula pasir dan gula jawa dan hasil penelitian menunjukkan lama waktu fermentasi yang optimal yaitu 14 hari dengan hasil nitrogen yaitu 3.745% pada penggunaan molasse sebanyak 50 ml.

F. Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan adalah sebagai berikut :

No Peneliti Judul/ permasalahan Hasil

1. Supriyanto, 2014 Pengaruh Berbagai Dosis Pupuk Organik Cair Urin Sapi Terhadap

Pertumbuhan Semai Jabon Merah

(Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)

pertumbuhan tertinggi pada semai jabon diperoleh pada perlakuan M1 dengan dosis POC urin sapi 150 ml/L air dengan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman yaitu 6,38 cm, sedangkan pertumbuhan terendah terdapat pada perlakuan M0 yaitu 2,52 cm dengan perlakuan tanpa pemberian POC Urin Sapi. 2. Kirani, 2013 Pertumbuhan dan Hasil

Tiga Varietas Bayam

(Amaranthussp.) Pada

Berbagai Macam Media

Tanam Secara

Hidroponik.

Varietas Giti Merah dan penggunaan media arang sekam berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang akar, bobot segar tanaman, dan bobot kering tanaman pada tanaman bayam secara hidroponik.

3. Hastuti dkk., 2012 Opimalisasi Pupuk Cair Urin Sapi Bunting Dan Slury Biogas Metode

Nanometer Untuk

Meningkatkan Produktivitas Rumput Gajah

Pemupukan pupuk cair urin sapi bunting menunjukkan produktivitas optimal pada dosis 0,5ml/liter air sedangkan pupuk cair organik bahan dasar slury memberikan produktivitas optimal pada dosis 3ml/liter air

4 Huda, 2013 Pembuatan Pupuk

Organik Cair Dari Urin Sapi Dengan Aditif Tetes Tebu (Molasse) Metode

kadar n-total yang didapatkan masing-masing sampel adalah 0,137 %, 0,149 %, 0,303 %, 0,339 % dan 0,362 %. Dari hasil tersebut maka


(44)

Fermentasi dapat dikatakan bahwa urin sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik cair bermutu tinggi, rasio volume optimal tetes tebu terdapat pada sampel E, dan peningkatan kadar Nitrogen pada penelitian ini adalah sebesar 0,225 %.

5. Mappanganro dkk., 2010

Pertumbuhan Dan

Produksi Tanaman

Stroberi Pada Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Dan Urin Sapi Dengan

Sistem Hidroponik Irigasi Tetes

Pupuk organik cair sapi memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman dan

jumlah daun tanaman stroberi, Penambahan urin sapi (50 mL L-1) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman stroberi. Pupuk

organik cair sapi (6 mL L-1) dan urine sapi (50 mL L-1) memberikan hasil terbaik pada tinggi

tanaman dan jumlah daun, 6 Susetyo, 2013 Pemanfaatan Urin Sapi

Sebagai Poc (Pupuk Organik Cair) Dengan Penambahan Akar Bambu Melalui Proses Fermentasi Dengan Waktu Yang Berbeda

Kandungan N paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi melalui proses fermentasi 14 hari), perlakuan yang menghasilkan kandungan P (Fospor) paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi) dan perlakuan yang menghasilkan kandungan K (Kalium) paling tinggi terdapat pada perlakuan X2Kc (penambahan konsentrasi akar bambu 2% dari urin sapi).

G. Kerangka Berpikir

Meningkatnya kebutuhan sayuran berjalan seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan tingkat kesadaran penduduk untuk


(45)

mengkonsumsi sayuran dalam porsi dan komposisi gizi yang seimbang. Hal ini menyebabkan kenaikan permintaan produk hortikultura khususnya tanaman bayam. Menurut data Biro Pusat Statistik bahwa pada tahun 2012, Indonesia memproduksi sayur bayam rata-rata 155.070 ton/ha (BPS, 2013). Salah satu hambatan dalam pertumbuhan adalah kurang tersedianya unsur hara dalam media tumbuh yang digunakan. Karena itu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk pada media tersebut sehingga diharapkan pertumbuhan tanaman yang sehat dapat tercapai (Desiana, dkk. 2013).

Urin sapi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan ketersediaan serapan hara bagi tanaman yang mengandung mikroorganisme sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik (N,P,K) dan meningkatkan hasil tanaman secara maksimal. Upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah meningkatkan produksi urin yang akan diolah dengan cara memilih urin sapi sebagai bahan bakunya. Dengan mengolah urin sapi menjadi pupuk cair dan agar lebih meningkatkan kandungan haranya, maka perlu ditambahkan tetes tebu yang memiliki kandungan bahan organik yang dapat meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan. Jika hanya memanfaatkan fermentasi urin saja, maka urin yang dijadikan sebagai pupuk cair tidak begitu maksimal hasilnya pada tanaman.Maka dari itu, proses ini memerlukan material tambahan dalam pembuatan pupuk tersebut.Material tersebut dapat diperoleh dari tetes tebu (Wijaya, 2008).Fungsi tetes tebu dalam


(46)

proses fermentasi adalah sebagai sumber karbon yang berfungsi untuk penyuburan mikroba, karena dalam tetes tebu (molasse) terdapat nutrisi bagi bakteri Sacharomyces cereviceae. S. cereviceae berperan untuk menghancurkan material organik yang ada di dalam urin dan tentunya S. cereviceae juga membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang tidak sedikit untuk nutrisi mikroba. Nitrogen (N) akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang mengandung komponen nitrogen untuk menambah kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin berlangsung dengan sempurna dan bisa digunakan sebagai pupuk organik cair bagi tanaman. Bagan kerengka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.2 Bagan kerangka berpikir Masyarakat :

- Kebutuhan sayur meningkat

Unsur hara (N,P,K) Bayam merah (

Amaranthus tricolor L.)

urin sapi

fermentasi

Tetes tebu

Parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering)

Pemanfaatan limbah organik


(47)

H. Hipotesa

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesa sementara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penambahan tetes tebu (molasse) pada fermentasi urin sapi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.).

2. Penambahan tetes tebu (molasse) 60 ml pada fermentasi urin sapi dapat menghasilkan pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang terbaik.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, yang dapat didefinisikan sebagai kegiatan terperinci yang direncanakan untuk menghasilkan data (Suparno, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh penambahan tetes tebu pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah. Adapun variabel-variabel yang digunakan sebagai berikut :

1. Variabel bebas : penambahan tetes tebu (molasse) 20ml, 40ml, 60ml pada fermentasi urin sapi.

2. Variabel terikat : pertumbuhan tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering.

3. Variabel kontrol : benih tanaman bayam merah, umur tanaman dan waktu penyiraman, volume air penyiraman, suhu dan kelembaban udara, volume pemberian pupuk cair


(49)

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa batasan penelitian antara lain sebagai berikut :

1. Tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.) varietas Gitimerah 2. Tetes tebu (molasse) berupa cairan kental berwarna hitam pekat yang

merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Tetes tebu diperoleh dari tokoh pertanian Tajem.

3. Urin sapi yang digunakan berasal dari peternakan sapi dari kelurahan Bayan.

4. Parameter pertumbuhan yang diukur dan diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering.

C. Alat dan bahan

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian Bahan

1. urin sapi

2. benih bayam merah (Amaranthus tricolor L.) var. Gitimerah

3. tetes tebu Alat

1. gelas ukur besar 1000 ml

2. pipet volum 10 ml


(50)

4. timbangan analitik Acis

5. pengaduk, hygrometer (HAar-Bye Hygro)

6. thermometer

7. polybag 35 cm x 35 cm

8. cetok

9. mistar dan alat tulis

D. Cara Kerja

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 April 2016 sampai 30 April 2016 di kebun Anggur Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahapannya itu persiapan media, penyiapan bibit sekaligus penyemaian, pembuatan pupuk organik cair (urin sapi) dengan metode fermentasi, aklimatisasi, pemupukan, pemeliharaan dan tahap pengambilan data. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam penelitian :

1. Penyiapan media

Wadah tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag berukuran 35 cm x 35 cm, dan berwarna hitam. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah humus dengan masing- masing polybag sebanyak 6 kg.


(51)

2. Penyiapan bibit

Benih bayam merah yang digunakan adalah varietas Gitimerah sebelum melakukan penelitian, benih bayam merah terlebih dahulu disemai. Wadah tanam yang digunakan untuk penyemaian (Lampiran 11) adalah polybag berukuran 35 x 35 cm, dan berwarna hitam dengan media tanamnya adalah tanah humus. Ciri umum tanah humus berwarna kehitaman. Benih bayam merah dimasukkan ke dalam polybag sedalam 1 cm, tutup permukaanya dengan media tanam. Penyiraman dilakukan setiap sore. Benih akan tumbuh menjadi bibit bayam merah maksimal 1,5 minggu. Waktu yang diperlukan untuk memindahkan bibit bayam merah dari polybag pembibitan ke dalam polybag perlakuan adalah 3 hari.

3. Fermentasi urin sapi

Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini adalah fermentasi urin sapi dengan penambahan tetes tebu (lampiran 10) masing-masing 20 ml, 40 ml, 60 ml. Untuk pembuatan pupuk organik cair sebanyak 700 mL urin sapi dimasukkan ke dalam botol kemudian ditambahkan tetes tebu (molasse) sebanyak 20 mL. Botol ditutup rapat dan didiamkan selama 14 hari 14 malam. Akhir proses fermentasi ditandai dengan warna urin sapi menjadi coklat kehitaman serta bau urinnya hilang. Setelah hari ke-15 fermentasi urin sapi dituangkan dalam Erlenmeyer dan diaduk menggunakan pengaduk selama 10-15 menit untuk mengurangi


(52)

kadar ammonia. Pada pembuatan pupuk organik cair dengan penambahan tetes tebu 40 ml dan 60 ml, tetes tebu yang ditambahkan dalam proses fermentasi masing - masing 40 ml dan 60 ml kemudian difermentasi. Proses fermentasi sama dengan perlakuan penambahan tetes tebu 20 ml. Untuk kontrol urin sapi sebanyak 700 ml dimasukkan dalam botol kemudian ditutup rapat tanpa penambahan apapun.

4. Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan selama 3 hari, mulai dari pemindahan bibit tanaman sampai diberi perlakukan fermentasi urin sapi (Lampiran 11). Aklimatisasi dilakukan untuk memberikan penyesuaian atau adaptasi terhadap tanaman setelah pemindahan ke polybag.

5. Pemupukan

Pemupukan pada tanaman bayam merah dilakukan setelah aklimatisasi. Pemupukan dilakukan 2 hari sekali selama jangka waktu 1 bulan dengan perbandingan pemberian pupuk adalah 1 : 2 (Lampiran 10). Pemberian pupuk masing – masing polybag sebanyak 5 ml pupuk organik cair diencerkan dengan akuades sebanyak 10 ml.


(53)

6. Pemeliharaan tanaman bayam merah, meliputi :  Penyiraman

Penyiraman adalah salah satu factor penentu keberhasilan dalam penelitian ini. Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore. Banyaknya air yang disiram setiap polybag adalah 100 ml. Media tanam dalam polybag tanaman bayam merah harus selalu diperhatikan agar tetap terjaga dan tidak mengalami kekurangan atau kelebihan air. Kelembaban dan suhu udara (Lampiran 9) juga harus diperhatikan, pengukuran kelembaban udara dan suhu udara menggunakan alat higrometer dan termometer.

 Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh disekitar polybag maupun lahan sekitarnya dan selalu ada pengecekan dan jenis- jenis hama yang menyerang tanaman. 7. Pengambilan Data

Pengamatan pada tanaman bayam merah dilakukan dua hari sekali dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun. Untuk memperoleh data pada penelitian ini, maka pengamatan dilakukan selama 1 bulan. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan mistar dari pangkal batang diatas permukaan tanah menuju ujung tanaman. Perhitungan jumlah daun dimulai saat pemindahan ke polybag besar


(54)

dengan menghitung jumlah daun yang sudah terbuka sempurna. Pemanenan tanaman bayam ini dengan cara dicabut dan diusahakan agar akarnya tidak patah. Pengukuran berat basah setiap perlakuan setelah dipanen dengan menggunakan timbangan analitik dengan cara membersihkan akar tanaman dari tanah sebelum ditimbang (Lampiran 12)

8. Uji pupuk

Uji pupuk dilakukan di Pusat Antar Universitas (PAU) UGM Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 27 April 2016. Kandungan unsur hara yang diuji adalah nitrogen (N) (Lampiran 4).

E. Metode analisis data

Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengujian. Pengujian data dilakukan dengan uji anova. Uji anova bertujuan untuk mengetahui apakah data berbeda secara statistik atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan uji F One Factor Within Subject Design dengan aplikasi SPPS versi 16 (Lampiran 5-8).


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kandungan Unsur Nitrogen pada Fermentasi Urin Sapi

Dalam pupuk umumnya terkandung 3 unsur hara paling utama bagi pertumbuhan yaitu N (nitrogen), P (posfor), K (kalium). Unsur hara tersebut, khususnya nitrogen akan diuji terlebih dahulu sebelum diaplikasi ke tanaman bayam merah. Kandungan yang terdapat di dalam pupuk merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan. Hasil uji N (nitrogen) pada fermentasi urin sapi dengan penambahan tetes tebu melalui proses fermentasi selama 14 hari adalah:

Gambar. 4.1 Uji kandungan nitrogen pada fermentasi urin sapi 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

kontrol 20 ml 40 ml 60 ml

K a n d u n g a n N it ro g e n ( % )

Penambahan Tetes Tebu 0.73

0.97


(56)

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan nitrogen pada fermentasi urin sapi setiap penambahan tetes tebu 20 ml, 40 ml, 60 ml lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini terlihat dari Gambar 4.1 yang menunjukkan bahwa kandungan nitrogen tertinggi terdapat pada perlakuan 20 ml yaitu 0.97% dan kandungan paling rendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 0.73%. Kandungan nitrogen pada pupuk organik cair fermentasi urin sapi belum memenuhi standar teknis Permentan No.70/Permentan/SR.140/10/2011 karena syarat pupuk secara umum khususnya unsur hara nitrogen adalah 3 – 6 %.

Kandungan nitrogen masih cukup rendah walaupun masa fermentasi sudah dilakukan selama 14 hari. Menurut Lingga (2004), urin sapi memiliki potensi yaitu jenis kandungan haranya yaitu N = 1.00%, P = 0.50% dan K = 1.50%. Walaupun unsur nitrogen 1% tetapi pada Gambar 4.1 kandungan unsur nitrogen rendah hanya 0.73%. Komponen yang terpenting dan berperan meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah urea. Karena N yang sangat tinggi banyak terdapat dalam air kencing sangat mudah dan cepat dirubah oleh bakteri-bakteri menjadi amonium karbonat. Pada akhir fermentasi, sebagian nitrogen dalam urin akan terlepas ke udara saat proses pengadukan (amoniak) dan amonium akan mudah larut dalam air. Oleh karena itu nitrogen yang dihasilkan setelah fermentasi pada kontrol menurun. Hal ini juga dapat dipengaruhi saat proses fermentasi dari urin sapi tidak berjalan dengan baik karena ketersediaan karbon bagi bakteri Sacharomyces cereviceae tidak tersedia sehingga kandungan nitrogen yang dihasilkan rendah.


(57)

Pada penambahan tetes tebu 20 ml menunjukkan rata-rata kandungan nitrogen lebih tinggi dari penambahan tetes tebu 40 ml. Dilihat dari jumlah sumber energinya bahwa 40 ml lebih besar akan tetapi kandungan nitrogennya rendah hanya 0.91%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada saat proses fermentasi urin sapi memiliki beberapa kelemahan, diantaranya tidak semua N diubah menjadi bentuk yang mudah diserap, akan tetapi dipergunakan oleh bakteri-bakteri itu sendiri untuk keperluan hidupnya. Dampak lain yang terjadi adalah perubahan-perubahan yang merugikan yaitu dalam N terdapat sebagai amonium NH4, yang mempunyai sifat labil.

Pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih tinggi kandungan nitrogen dari pada 40 ml, Hal ini dikarenakan proses fermentasi urin sapi berjalan dengan baik. Tetes tebu merupakan sumber karbon bagi bakteri S. cereviceae selama fermentasi berlangsung. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme. Fungsi tetes tebu dalam pembuatan pupuk organik cair adalah sebagai komponen tambahan, selain urin sapi. Selama proses fermentasi, tetes tebu berfungsi untuk mendukung pertumbuhan mikroba, karena dalam tetes tebu (molasse) terdapat sukrosa bagi bakteri S. cereviceae. Selain itu, berdasarkan kenyataan bahwa tetes tebu tersebut mengandung karbohidrat dalam bentuk gula yang jumlahnya cukup tinggi (64%).

Nutrisi yang diperlukan bakteri juga dapat meningkatkan kecepatan proses fermentasi urin sapi menjadi pupuk dalam waktu yang relatif singkat


(58)

(Wijaya, 2008). Adanya kesamaan persentase kandungan nitrogen pada penambahan tetes tebu 20 ml dan 60 ml dimungkinkan unsur nitrogen yang terdapat pada molasse banyak sehingga mencukupi dalam menyuplai nitrogen yang digunakan untuk sintesis protein. Kandungan unsur nitrogen yang tidak mencukupi, tidak memberikan pengaruh dalam meningkatkan kandungan nitrogen dalam fermentasi urin. Unsur C-Organik dalam pembuatan pupuk organik cair digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya dalam mendegradasi urin sapi selama proses fermentasi berlangsung.

Penambahan karbohidrat yang tersedia seperti molasse dalam pembuatan pupuk organik cair dimaksudkan untuk mempercepat terbentuknya alkohol serta menyediakan sumber energi yang cepat bagi bakteri dan melalui proses fermentasi mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang sederhana. Sintesis protein membutuhkan unsur nitrogen yang seimbang. Unsur nitrogen yang rendah menyebabkan proses fermentasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen menjadi faktor penghambat. Aktivitas mikroorganisme akan meningkat jika jumlah nitrogen mencukupi sehingga proses penguraian bahan organik berlangsung lebih cepat dan efektif, dikarenakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikrorganisme berjalan dengan baik.

Menurut penelitian Jeris dan Regan dalam Yulianto (2010), suhu dan pH merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya fermentasi


(59)

secara anaerob. Suhu pada awal fermentasi sekitar 38°C dapat mempercepat terjadinya proses fermentasi, sedangkan sesudah fermentasi suhunya menjadi sekitar 36,5°C. Bakteri menguraikan urin sapi menjadi CO2, uap air dan panas.

Setelah sebagian besar bahan telah terurai maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. pH pada awal fermentasi sekitar 6,3 sedangkan setelah fermentasi menjadi sekitar 6,77. Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya mengkonversikan asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Hasil akhir proses fermentasi pupuk organik cair urin sapi dengan penambahan tetes tebu ditandai dengan adanya perubahan warna urin sapi menjadi coklat kehitaman, bau khas urin berkurang, panas, uap air dan CO2.

B. Parameter Pertumbuhan

Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan tetes tebu (molasses) pada fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan bayam merah (Amaranthus tricolor L.) dengan parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman bayam merah adalah sebagai berikut:


(60)

1. Penambahan Tinggi Tanaman Bayam Merah

Pengukuran tinggi tanaman bayam merah dilakukan saat bayam merah berumur 4 hari setelah aklimatisasi hingga panen. Data yang diukur adalah tinggi tanaman akhir dikurangi tinggi tanaman awal. Berikut ini merupakan penambahan tinggi batang tanaman bayam merah:

Gambar.4.2 Penambahan Tinggi Bayam Merah

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa penambahan tinggi tanaman bayam merah dari penambahan tetes tebu 0 ml lebih rendah dari penambahan tetes

16 16,5 17 17,5 18 18,5 19 19,5 20

kontrol 20 ml 40 ml 60 ml

P

enam

bah

an

T

inggi

T

anaman

(cm

)

Penambahan Tetes Tebu 17.42

18.10

19.38


(61)

tebu 20 ml yaitu 17.42 cm < 18.10 cm. Penambahan tinggi tanaman bayam merah dengan penambahan tetes tebu 40 ml lebih tinggi dari penambahan tetes tebu 20 ml yaitu 19.38 cm > 18.10 cm. Penambahan tinggi tanaman bayam merah pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih rendah dari penambahan tetes tebu 40 ml yaitu 17.44 cm < 19.38 cm. Hal ini dapat dilihat dari bentuk Gambar 4.2 yang menunjukan rata – rata penambahan tinggi tanaman semakin meningkat dan pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih rendah dari penambahan tetes tebu 40 ml. Penambahan tinggi tanaman bayam merah tertinggi pada penambahan tetes tebu 40 ml dengan rata-rata 19.38 cm sedangkan penambahan tinggi tanaman bayam merah terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 17.42 cm.

Penambahan tetes tebu 20 ml menghasilkan penambahan tinggi tanaman bayam merah lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dikarenakan pada kontrol tidak ada penambahan tetes tebu yang berfungsi untuk meningkatkan unsur hara pada proses fermentasi urin sapi. Salah satu unsur hara yang meningkat akibat penambahan tetes tebu adalah nitrogen. Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting di dalam tanaman.Senyawa nitrogen adalah salah satu kandungan protoplasma. Senyawa nitrogen digunakan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein. Protein adalah salah satu substansi kimia penyusun hormon pertumbuhan.Salah satu hormon


(62)

pertumbuhan adalah auksin. Auksin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel di daerah kambium, pemanjangan sel pada daerah titik tumbuh batang.

Menurut Novizan (2005), nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Senyawa penting ini dibutuhkan dalam proses metabolisme dan merangsang proses pertumbuhan. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertambahan tinggi tanaman tidak maksimal. Hal ini menyebabkan pembelahan sel, peningkatan jumlah sel dan pembesaran ukuran sel tidak berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan proses metabolisme tidak berjalan dengan baik maka pertumbuhan tanaman juga tidak maksimal. yang membutuhkan energi dalam bentuk ATP tidak berjalan dengan baik.

Penambahan tetes tebu 40 ml menghasilkan penambahan tinggi tanaman bayam merah lebih besar dibandingkan dengan panambahan tetes tebu 20 ml dan 60 ml. Akan tetapi kandungan nitrogen pada penambahan tetes tebuh 40 ml lebih rendah daripada penambahan tetes tebu 20 ml dan 60 ml (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan kandungan unsur nitrogen berlebihan yang akan mengurangi fotosintat. Fotosintat akan berkurang karena aktivitas daun bayam merah semakin berkurang untuk melakukan


(63)

proses fotosintesis. Hal ini disebabkan nitrogen yang tinggi yang mengakibatkan daun mengurangi kegunaan untuk menyimpan makanan bagi tanaman.

Menurut Harjadi (1993) bahwa produktivitas tanaman dipengaruhi oleh fase pertumbuhan vegetatif karena pada waktu tanaman tumbuh sangat membutuhkan sumber karbohidrat, apabila karbohidrat berkurang maka pembelahan sel menjadi lambat maka perkembangan organ tanaman menjadi lambat. Unsur Nitrogen berfungsi untuk pertumbuhan dan pembentukan sel vegetatif, meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun serta meningkatkan mikroorganisme dalam tanah.

Ketersediaan unsur hara pada tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman dan jumlah daun.Hal ini disebabkan karena pembentukan sel-sel baru dalam suatu tanaman sangat erat hubungannya dengan ketersediaan hara pada tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Foth (1998), penetapan konsentrasi dan dosis dalam pemupukan sangat penting dilakukan karena akan berpengaruh pada pertumbuhan jika tidak sesuai kebutuhan tanaman. Unsur N dan P berperan dalam pembentukan sel-sel baru dan komponen utama penyusun senyawa organik dalam tanaman seperti asam amino, asam nukleat, klorofil, ADP dan ATP (Nyakpa dkk; 1988). Rendahnya penambahan tinggi tanaman bayam merah dimungkinkan karena kekurangan unsur lain seperti unsur K. Apabila K


(64)

menurun maka karbohidrat juga menurun sehingga dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman.

Anty (1987) menyatakan bahwa IAA adalah salah satu kandungan zat perangsang tumbuh dalam urin sapi yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh tetapi urin sapi juga masih ada kelemahan yaitu memiliki kandungan hara makro dan mikro rendah. Pada kontrol tidak terdapat sumber karbon tambahan, akan tetapi saat diaplikasi, tanaman tersebut bisa tumbuh meskipun tidak sebaik pada penambahan tetes tebu 40 ml, karena dalam urin masih memiliki kandungan tambahan yaitu IAA.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji Anova nilai probabilitas Fobserved (82.34) ≥ Fcritical (3.00) dengan level signifikan 0.05, jadi hipotesis nol (H0) ditolak (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata penambahan tinggi tanaman dalam kelompok perlakuan yang berbeda. Kontrol, tetes tebu 20 ml, 40 ml, 60 ml mempunyai pengaruh terhadap tinggi tanaman bayam merah. Berikut adalah rata-rata penambahan tinggi tanaman bayam merah dengan uji Duncan:


(65)

Tabel 4.1 Penambahan tinggi tanaman bayam merah Penambahan tetes tebu Rata – rata penambahan

tinggi bayam merah (cm)

0 ml 17.42a

20 ml 18.22b

40 ml 19.38c

60 ml 17.44a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan

berbedanyata pada taraf uji jarak Duncan dengan α = 0.05

Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada penambahan tetes tebu 0 ml dan 60 ml sama atau tidak ada beda nyata. Hal ini terlihat pada huruf sama yang terdapat dibelakang angka rata – rata penambahan tinggi tanaman bayam merah. Pada penambahan tetes tebu 20 ml dan 40 ml rata – rata penambahan tinggi tanaman yang berbeda nyata.Hal ini terlihat pada huruf berbeda yang terdapat dibelakang angka rata – rata berbeda penambahan tinggi tanaman. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa penambahan tetes tebu 40 ml yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman bayam merah. Hal ini dikarenakan rata-rata penambahan jumlah daun bayam merah lebih tinggi dari perlakuan lain dan ada beda nyata dengan perlakuan lain. Pemberian pupuk organik cair urin sapi hasil fermentasi dengan penambahan tetes tebu berpengaruh nyata terhadap penambahan tinggi tanaman bayam merah.


(66)

2. Penambahan Jumlah Daun Bayam Merah

Perhitungan pada jumlah daun tanaman bayam merah dilakukan setiap 2 hari sekali. Perhitungan daun tanaman bayam merah dilakukan saat bayam merah berumur 4 hari setelah aklimatisasi hingga panen. Berikut ini merupakan penambahan jumlah daun tanaman bayam merah :

Gambar 4.3 Jumlah daun tanaman bayam merah

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penambahan jumlah daun tanaman bayam merah dari penambahan tetes tebu 0 ml lebih rendah dari penambahan tetes tebu 20 ml yaitu 25.42 < 25.85. Penambahan tinggi tanaman bayam merah dengan penambahan tetes tebu 40 ml lebih tinggi dari penambahan tetes tebu 20 ml yaitu 26.85 > 25.85. Penambahan jumlah daun tanaman bayam merah pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih

24,5 25 25,5 26 26,5 27

kontro 20 ml 40 ml 60 ml

P en am b ah an jum lah Daun (he lai )

Penambahan Tetes Tebu 25.42

25.85

25.57 26.85


(67)

rendah dari penambahan tetes tebu 40 ml yaitu 25.85 dan 26.85. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 4.3 yang menunjukan rata – rata penambahan jumlah daun tanaman semakin meningkat dan pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih rendah dari penambahan tetes tebu 40 ml. Penambahan jumlah daun tanaman bayam merah tertinggi pada penambahan tetes tebu 40 ml dengan rata-rata 26.85 sedangkan penambahan jumlah daun tanaman bayam merah terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 25.42.

Penambahan jumlah daun tanaman bayam merah dari kontrol, penambahan tetes tebu 20 ml, dan 40 ml semakin meningkat (Gambar 4.3). Hal ini dipengaruhi penyerapan unsur nitrogen yang baik pada tanaman. Nitrogen berperan penting dalam pembentukan pigmen fotosintesis yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Dalam kloroplas juga dijumpai pigmen fotosintesis. Daun merupakan tempat mensintesis makanan untuk kebutuhan tanaman maupun sebagai cadangan makanan. Pigmen fotosintesis pada daun bayam merah memiliki peranan dalam melakukan fotosintesis. Bagian daun yang paling banyak mengandung pigmen fotosintesis adalah mesofil.

Selama proses fotosintesis, karbon dioksida dan air diubah menjadi glukosa dan oksigen. Oksigen yang terbentuk kemudian dilepaskan ke atmosfer. Glukosa yang terbentuk, diubah menjadi senyawa-senyawa penyusun sel seperti karbohidrat, protein, asam nukleat, lemak dan senyawa lainnya melalui proses metabolisme. Proses metabolisme


(68)

karbohidrat yang dapat menghasilkan energi adalah proses Glikolisis. Pada proses ini glukosa akan dipecah menjadi Asam Piruvat sehinnga menghasilkan sejumlah energi dalam bentuk ATP. Senyawa-senyawa tersebut digunakan untuk membentuk sel, jaringan dan organ tanaman dengan baik. Fotosintesis dapat terjadi pada batang dan daun yang mengandung pigmen fotosintesis. Sebagian besar fotosintesis terjadi pada daun karena di daun terdapat banyak kloroplas yang mengandung pigmen fotosintesis. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah daun, maka tempat untuk melakukan proses fotosintesis lebih banyak. Nutrisi bagi tubuh tanaman juga semakin banyak. Nitrogen juga unsur penyusun klorofil untuk pembentukan gula dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen melalui proses fotosintesis. Selanjutnya gula akan dikonversi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Havlin et al; 2005).

Pendapat Gardner,dkk. (1991) bahwa ketersediaan nitrogen yang tinggi menyebabkan pertambahan pucuk lebih dominan, sehingga dalam hal ini ketersediaan nitrogen bagi tanaman bayam merah tercukupi. Hal ini terbukti bahwa secara visual pada penambahan tetes tebu 40 ml menghasilkan jumlah daun dan tunas lateral yang banyak. Akan tetapi pada perlakuan kontrol kebanyakan daun kering. Apabila N meningkat maka karatenoid juga meningkat sehingga fotosintat yang dihasilkan dan diakumulasikan ke pertumbuhan tanaman juga meningkat. Slamet (1991), bahwa kekurangan nitrogen dan posfor dapat mempengaruhi jumlah daun.


(69)

Jumlah dan luas daun merupakan salah satu indikator pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Rata–rata penambahan jumlah daun pada penambahan tetes tebu 40 ml lebih tinggi dari penambahan tetes tebu 60 ml. Hal ini dikarenakan ketersediaan unsur hara nitrogen bagi tanaman. Dalam hal ini dikarena penyerapan unsur hara yang belum optimal. Menurut Sharma dan Bapat dalam Anas 2009 dan Novizan (2005) pemupukan yang berlebihan dapat menyebabkan penyerapan unsur-unsur lain terhambat sehingga dapat menyebabkan kekurangan unsur contohnya kelebihan K pada larutan tanah akan menekan penyerapan Mg. Hal ini menyebabkan pada penambahan tetes tebu 60 ml memiliki rata-rata penambahan jumlah daun rendah.

Ditambahkan oleh Slamet (1991), bahwa kekurangan nitrogen dan posfor dapat mempengaruhi jumlah daun. Jumlah dan luas daun merupakan salah satu indikator pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan tanaman dimulai dengan terjadinya pembelahan sel hingga bertambah besar protoplasma yang berakibat berkembangnya suatu jaringan, menyebabkan ukuran tanaman bertambah (Hardjadi, 2009). Meskipun kandungan nitrogen tinggi pada penambahan tetes tebu 60 ml , akan tetapi rata – rata penambahan jumlah daun rendah.


(70)

Perbedaan jumlah daun tanaman bayam merah dengan perlakuan kontrol disebabkan karena unsur hara yang tersedia jumlahnya lebih sedikit, bila dibandingkan dengan pupuk organik cair dengan penambahan tetes tebuh 40 ml, 20 ml, 60 ml. Tanaman bayam merah juga tidak terserang hama, karena bau khas urin sapi dapat menghilangkan hama yang menyerang tanaman.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji Anova nilai probabilitas Fobserved (13.56) ≥ Fcritical (3.00) dengan level signifikan 0.05, jadi hipotesis nol (H0) ditolak (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan rata-rata penambahan jumlah daun tanaman dalam kelompok yang berbeda. Kontrol, tetes tebu 20 ml, 40 ml, 60 ml mempunyai pengaruh terhadap jumlah daun tanaman bayam merah.

Tabel 4.2 Penambahan jumlah daun tanaman bayam merah : Penambahan tetes

tebuh

Rerata penambahan jumlah daun (helai)

0 ml 25.42a

20 ml 25.85a

40 ml 26.85b

60 ml 25.57a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda

nyata pada taraf uji jarak Duncan dengan α = 0.05

Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada penambahan tetes tebu 0 ml, 20 ml dan 60 ml sama atau tidak ada beda nyata. Hal ini terlihat pada huruf sama yang terdapat di belakang angka rata – rata penambahan jumlah daun


(71)

tanaman bayam merah. Pada penambahan tetes tebu 40 ml rata – rata penambahan jumlah daun tanaman yang beda nyata. Hal ini terlihat pada huruf berbeda yang terdapat dibelakang angka rata – rata berbeda penambahan jumlah daun tanaman. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa penambahan tetes tebu 40 ml yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman bayam merah. Hal ini dikarenakan rata-rata penambahan jumlah daun bayam merah lebih tinggi dari perlakuan lain dan ada beda nyata dengan perlakuan lain. Pemberian pupuk organik cair urin sapi hasil fermentasi dengan penambahan tetes tebu berpengaruh nyata terhadap penambahan jumlah daun tanaman bayam merah.

3. Berat Basah Tanaman Bayam Merah

Pengukuran berat basah tanaman bayam merah dilakukan saat bayam merah sudah dipanen. Pengukuran berat basah dilakukan segera setelah panen, karena jika dibiarkan terlalu lama maka bayam merah akan kehilangan banyak air. Berikut ini merupakan hasil pengukuran berat basah tanaman bayam merah :


(72)

Gambar 4.4 Berat basah bayam merah

Berdasarkan Gambar 4.4, dapat dilihat bahwa rata - rata berat basah pada penambahan tetes tebu 20 ml lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu 63.14 gr > 61.14 gr. Berat basah penambahan tetes tebu 40 lebih tinggi daripada penambahan tetes tebu 20 ml dengan rata- rata yaitu 79.28 gr > 63.14 gr. Akan tetapi berat basah pada penambahan tetes tebu 60 ml lebih rendah daripada penambahan tetes tebu 40 ml dengan rata – rata yaitu 63.14 gr < 79.28 gr. Hal ini seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 bahawa perlakuan yang memiliki berat basah paling tinggi yaitu pada penambahan tetes tebu 40 ml (79.28 gr) sedangkan berat basah yang paling rendah terdapat pada kontrol yaitu 61.14 gr.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

kontrol 20 ml 40 ml 60 ml

B erat B asah B aya mn Merah (gr )

Penambahan Tetes Tebu

61.14 63.14

79.28


(1)

3. Berat Basah (gr)

Tests of Normality

perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

beratbasah 0 ml .180 7 .200* .976 7 .941

20 ml .221 7 .200* .889 7 .271

40 ml .269 7 .134 .911 7 .404

60 ml .223 7 .200* .885 7 .252

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

ANOVA Source of

Variation SS df MS F

P-value F crit Between

Groups 1797.286 3 599.0952 17.85806

2.62E-06 3.008787 Within Groups 805.1429 24 33.54762


(2)

4. Berat Kering (gr)

Tests of Normality

perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

beratkering 0 ml .181 7 .200* .951 7 .739

20 ml .357 7 .007 .835 7 .089

40 ml .173 7 .200* .922 7 .482

60 ml .332 7 .019 .869 7 .183

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

ANOVA Source of

Variation SS df MS F

P-value F crit Between

Groups 68.96429 3 22.9881 12.62092

3.75E-05 3.008787 Within Groups 43.71429 24 1.821429


(3)

Suhu dan Kelembaban

Hari ke- Suhu°C Kelembaban %

1 31 60

2 30 60

3 29 59

4 31 59

5 28 62

6 30 60

7 29 59

8 31 58

9 28 57

10 30 58

11 31 59

12 30 58

13 29 59

14 31 59

15 32 58

16 30 59

17 31 60

18 29 59


(4)

LAMPIRAN GAMBAR

Keterangan :

Proses fermentasi urin sapi : sampel urin sapi(A1), tetes tebu(A2 ); fermentasi (B) ; hasil fermentasi (C) ; percapuran urin : air (1:2) (D)

A

C D

B


(5)

keterangan :

Penanaman baya mmerah :penyemaian bayam merah (E) ; aklimatisasi (F) ; kondisi bayam merah (G) ; pengukuran parameter pertumbuhan (H) ; pengukuran suhu dan kelembaban udara (I) ; panen (J)

E F G


(6)

Keterangan :

Penimbangan berat basah (K) ; penjemuran (L) ; pengovenan (M) ; penimbangan beratk ering (N)

K

M N