Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.

(1)

INTISARI

Penggunaan antibiotika di masyarakat yang semakin meningkat berhubungan erat dengan meningkatnya keiadian resistensi. Hal ini harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif, salah satunya dengan metode CBIA. Tuiuan penelitian ini meningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotikadi Kecamatan Umbulhario dengan metode CBIA.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan time series. Pengambilan sampel dilakukan secarapurposive samplingdengan 36 responden. Uii statistik yang digunakan adalah uii Wilcoxon.

Hasil penelitian menuniukkan iumlah resonden dengan kategori pengetahuan burukpada Pre-Post Imengalami penurunan dari 28% meniadi 11%, Pre-PostIImengalami penuruan dari 28% meniadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 28%. Jumlah responden dengan kategori buruk pada Pre-Post Imengalami penurunan dari 18% meniadi 6%, Pre-Post IImengalami penurunan dari 18% meniadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 18% meniadi 0%. Jumlah responden dengan kategori tindakan buruk padaPre-Post Imengalami penurunan dari 17% meniadi 8%, Pre-Post II mengalami penurunan dari 17% meniadi 0%, dan Pre-Post IIIdari 17% meniadi 0%.

CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dewasa pria tentang antibiotika.

Kata Kunci : antibiotika, pengetahuan, sikap, tindakan, CBIA.


(2)

ABSTRACT

The use of antibiotics in the community increasing closely linked to increased incidence of resistance. This must be addressed together with effective way, one of them with CBIA method. The aim of this study is to improve the knowledge, attitude and action of adult men in the District Umbulhario of antibiotics through CBIA.

This study is a quasi-experimental design with time series. Sampling was done by purposive sampling with 36 respondents. The statistical test was used Wilcoxon test.

The results showed the number of respondent with bad knowledge category in Pre-Post I decreased from 28% to 11%, Pre-Post II decreased from 28% to 0%, and Pre-Post III decreased from 28% to 0%. The number of respondents with bad attitude category inthe Pre-Post I decreased from 18% to 6%, Pre-Post II decreased from 18% to 0%, and Pre-Post III decreased from 18% to 0%. The number of respondents with bad action category in Pre-Post I has decreased from 17% to 8%, Pre-Post II decreased from 17% to 0%, and Pre-Post III from 17% to 0%.

It can be concluded, CBIA can improve knowledge, attitudes, and actions adult man on antibiotics.

Keywords: antibiotics, knowledge, attitude, action, CBIA


(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA (CARA

BELAJAR INSAN AKTIF)DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Eirene Copalcanty Tuko NIM : 118114009

Oleh:

Oleh:

Eirene Copalcanty Tuko NIM : 118114009

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA (CARA

BELAJAR INSAN AKTIF)DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Eirene Copalcanty Tuko NIM : 118114009

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

ii


(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN

PERSEMBAHAN

I sought the LORD, and He heard

me, and delivered me form all my

fears

(Psalm 34;4)

‘’Day by day and with each passing moment,

Strenght I find to meet my trials here;

Trusting in my

Father’s wise besttownment

I’ve no cause for worry or for fear’’

Big Thanks to My Jesus Christ, My Dad and my Mom,

My sister and my Brother, My Families, My Rakat

Generations, My Sandiwara Friends and all of people who

support me ;*


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 27 Juli 2015

Penulis

Eirene Copalcanty Tuko


(9)

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Eirene Copalcanty Tuko

No.Mahasiswa : 118114009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

“Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa tentang Antibiotika dengan Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta” Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk penggalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama saya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 25 Juni 2015

Eirene Copalcanty Tuko


(10)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada TYME atas berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.Penulismengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra.Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph. D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam penyusunan naskah ini.

2. Dekan Fakultas Farmasi beserta seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang mendukung terselenggaranya penelitian ini. 3. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt sebagai narasumber dalam pelaksanaan CBIA

Antibiotika.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran serta arahan kepada penulis.

5. Bapak Drs. H. Mardjukiselaku Camat dan Bpk Zainuri selaku Lurah Kecamatan Umbulharjo yang memfasilitasi pelaksanaan CBIA Antibiotika. 6. Bapak-Bapak warga Kecamatan Umbulharjo yang memberikan kontribusinya

sebagai responden dalam penelitian ini.

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 8 Juni 2015

Penulis


(11)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILIMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...viiii

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

INTISARI...xiii

ABSTRACT...xiv

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 7

B. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan umum ... 8

2. Tujuan khusus ... 8


(12)

ix

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Antibiotika ... 9

1. Pengertian antibiotika ... 9

2. Prinsip penggunaan antibiotika ... 9

3. Klasifikasi dan mekanisme kerja antibiotika ... 11

4. Resistensi antibiotika ... 12

B. Pengetahuan ... 13

1. Pengertian pengetahuan ... 13

2. Tingkatan pengetahuan ... 13

3. Faktor-faktoryang mempengaruhi pengetahuan ... 15

4. Pengukuran pengetahuan ... 16

C. Sikap ... 17

1. Pengertian sikap ... 17

2. Tingkatan sikap ... 17

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 18

4. Pengukuran sikap ... 19

D. Tindakan ... 20

1. Pengertian tindakan ... 20

2. Tingkatan tindakan ... 23

3. Pengukuran tindakan ... 24

E. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ... 25

1. Metode ceramah (preching method) ... 25

2. Metode diskusi ... 26


(13)

x

3. Metode demostrasi ... 26

4. Metode CBIA ... 27

F. Landasan Teori ... 28

G. Hipotesis ... 29

BAB III. METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis dan rancangan penelitian ... 30

B. Variabel penelitian ... 31

C. Definisi operasional ... 31

D. Teknik Sampling ... 33

E. Tempat danwaktu penelitian ... 34

F. Instrumen penelitian ... 34

G. Responden penelitian ... 36

H. Tata Cara Penelitian ... 38

1. Studi pustaka ... 38

2. Analisis situasi ... 38

3. Pembuatan kuesioner ... 39

4. Pelaksanaan intervensi CBIA antibiotika ... 46

5. Pengambilan data Post I dan Post II bulan sesudah intervensi CBIA antibiotika ... 47

I. Pengolahan Data ... 48

1. Editing ... 48

2. Processing ... 48

3. Cleaning ... 48


(14)

xi

4. Analisis data ... 49

J. Waktu Penelitian ... 50

K. Keterbatasan Penelitian ... 50

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Gambaran Karakteristik Responden ... 51

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa Tentang Antibiotika Sebelum Intervensi Metode CBIA ... 53

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa Tentang Antibiotika Sesudah Intervensi Metode CBIA ... 54

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa Tentang Antibiotika Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode CBIA ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 72

BIOGRAFI PENULIS ... 118


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pernyataan Favorble dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan...35 Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan...36 Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan

Tindakan...36 Tabel IV. Pernyataan Pada Tiap Aspek Kuesioner Yang Sulit Dipahami Oleh

Lay People...41 Tabel V. Karakteristik Demografi Responden...52

Tabel VI. Hasil Uji NormalitasShapiro Wilk 57

Tabel VII. Hasil Uji Wilcoxon 57


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Responden Penelitian...37 Gambar 2. Langkah Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek Pengetahuan...44 Gambar 3. Langkah Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek Sikap...45 Gambar4. Langkah Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek

Tindakan...45 Gambar 5. Perbandingan Jumlah Responden Pada Pre Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Tentang Antibiotika 53 Gambar 6. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik Pada Post

I, Post II, Post III Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan

Tentang Antibiotika 54

Gambar 7. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik, Buruk, dan Sedang Pada Pre, Post I, Post II, Post III Aspek Pengetahuan

Tentang Antibiotika 58

Gambar 8. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik, Buruk, dan Sedang Pada Pre, Post I, Post II, Post III Aspek Sikap Tentang

Antibiotika 60

Gambar 9. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik, Buruk, dan Sedang Pada Pre, Post I, Post II, Post III Aspek Tindakan

Tentang Antibiotika 62


(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian...73

Lampiran 2. Perpanjangan Surat Izin Penelitian...74

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian...75

Lampiran 4. Daftar Hadir Responden Penelitian...76

Lampiran 5. Informed Consent...77

Lampiran 6. Revisi Pertama Uji Validitas Kuesioner Penelitian...78

Lampiran 7. Revisi Kedua Uji Validitas Kuesioner Penelitian...83

Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem...86

Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Sikap...87

Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Tindakan...88

Lampiran 11. Hasil Uji Normalitas Aspek Pengetahuan...89

Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas Aspek Sikap...90

Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas Aspek Tindakan...91

Lampiran 14. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test Aspek Pengetahuan...92

Lampiran 15. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test Aspek Sikap...93

Lampiran 16. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test Aspek Tindakan...94

Lampiran 17. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa...95

Lampiran 18. Kuesioner Penelitian (pre dan post intervention)...99

Lampiran 19. Kunci Jawaban Kuesioner Penelitian...104

Lampiran 20. Foto Pelaksanaan CBIA...108

Lampiran 20. Booklet CBIA...110


(18)

xv INTISARI

Penggunaan antibiotika di masyarakat yang semakin meningkat berhubungan erat dengan meningkatnya kejadian resistensi. Hal ini harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif, salah satunya dengan metode CBIA. Tujuan penelitian ini meningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotikadi Kecamatan Umbulharjo dengan metode CBIA.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan time series. Pengambilan sampel dilakukan secarapurposive samplingdengan 36 responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah resonden dengan kategori pengetahuan burukpada Pre-Post Imengalami penurunan dari 28% menjadi 11%, Pre-PostIImengalami penuruan dari 28% menjadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 28%. Jumlah responden dengan kategori buruk pada Pre-Post

Imengalami penurunan dari 18% menjadi 6%, Pre-Post IImengalami penurunan

dari 18% menjadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 18% menjadi 0%. Jumlah responden dengan kategori tindakan buruk padaPre-Post Imengalami penurunan dari 17% menjadi 8%, Pre-Post II mengalami penurunan dari 17% menjadi 0%, dan Pre-Post IIIdari 17% menjadi 0%.

CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dewasa pria tentang antibiotika.

Kata Kunci : antibiotika, pengetahuan, sikap, tindakan, CBIA.


(19)

xvi ABSTRACT

The use of antibiotics in the community increasing closely linked to increased incidence of resistance. This must be addressed together with effective way, one of them with CBIA method. The aim of this study is to improve the knowledge, attitude and action of adult men in the District Umbulharjo of antibiotics through CBIA.

This study is a quasi-experimental design with time series. Sampling was done by purposive sampling with 36 respondents. The statistical test was used Wilcoxon test.

The results showed the number of respondent with bad knowledge category in Pre-Post I decreased from 28% to 11%, Pre-Post II decreased from 28% to 0%, and Pre-Post III decreased from 28% to 0%. The number of respondents with bad attitude category inthe Pre-Post I decreased from 18% to 6%, Pre-Post II decreased from 18% to 0%, and Pre-Post III decreased from 18% to 0%. The number of respondents with bad action category in Pre-Post I has decreased from 17% to 8%, Pre-Post II decreased from 17% to 0%, and Pre-Post III from 17% to 0%.

It can be concluded, CBIA can improve knowledge, attitudes, and actions adult man on antibiotics.

Keywords: antibiotics, knowledge, attitude, action, CBIA


(20)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Pada zaman yang semakin maju, pengobatan mandiri menggunakan antibiotika menjadi masalah yang sangat penting diseluruh dunia. Salah satu akibat penyalahgunaan dalam pengobatan mandiri adalah terjadinya penigkatan resistensi kuman terhadap antibiotika (WHO, 2013).

Padatahun 2009, Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban multidrug resistance (MDR) tertinggi di dunia (Kalbemed, 2011). Resistensi antibiotika dapat memberikan dampak negatif yang bertingkat, baik pada tingkat individu, maupun pada tingkat sarana pelayanan kesehatan dan masyarakat. Pada tingkat individu, resistensi antibiotika dapat memperpanjang masa infeksi, memperburuk kondisi klinis, serta meningkatnya penggunaan antibiotika yang lebih mahal dengan efek samping dan toksisitas yang lebih besar, sedangkan di tingkat sarana pelayanan kesehatan dan masyarakat, resistensi antibiotika menyebabkan potensi peningkatan jumlah pasien infeksi dan risiko terjadinya pandemi resistensi antibiotika (Kemenkes RI, 2011).


(21)

2

Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat dalam mengkonsumsi antibiotika adalah saat sudah merasa sembuh, pengkonsumsian antibiotika dihentikan walaupun obatnya masih tersisa. Menurut penelitian McNulty dan Boyle (2007), yang dilakukan di United Kingdom, dilaporkan bahwa 65 % pasien menghentikan pengobatan karena merasa lebih baik atau mereka lupa mengkonsumsi obat.

Menurut data laporan Riset Kesehatan Dasar (2013) dilaporkan bahwa proporsi rumah tangga yang menyimpan antibiotika tanpa resep sebanyak 90,2% di Provinsi DI Yogyakarta, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat dalam mengonsumsi antibiotika. Dalam hal ini pengetahuan adalah representasi dari dunia luar yang terutama berasal dari observasi (Suparno, 2008).

Ketidakrasionalan penggunaan antibiotika beragam, mulai dari ketidaktepatan dalam pemilihan jenis antibiotika, hingga cara dan lama pemberian. Resistensi terhadap antibiotika semakin menghawatirkan dan membahayakan, dan hal ini dapat membuat dunia kembali ke jaman sebelum antibiotika ditemukan (Anna, 2011).

Dampak resistensi antibiotika harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif.WHO menerbitkan WHO Global Strategy for Contaimet of

Antimicrobial Resistenceuntuk melawan masalah-masalah resistensi

antibiotika.Strategi ini menganjurkan intervensi yang dapat menghambat dan mengurangi penyebaran resistensi antibiotika (WHO, 2013). Banyaknya masalah


(22)

3

di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika yang irrasional, maka diperlukanlah edukasi pada kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika. Cara yang dapat digunakan adalah dengan komunikasi yang efektif antara tenaga medis dengan pasien agar pengetahuan masyarakat tentang antibiotika lebih meningkat. Peningkatan edukasi yang dilakukan tersebut tentunya didahului dengan pengukuran mengenai tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika.

Di Kecamatan Umbulharjo sendiri berdasarkan data gudang farmasi pada tahun 2014 menunjukkan ada sekitar 129.373 antibiotika yang didistribusikan. Dari 129.373 antibiotika yang ada, amoksilin merupakan antibiotika dengan jumlah paling banyak yaitu sekitar 92.800. Melihat fakta tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul „‟Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tentang Antibiotika Dengan Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif)‟‟. Pria dewasa memiliki status kesehatan yang lebih buruk dibandingkan perempuan, dikarenakan pria dewasa kurang mempedulikan kesehatannya dan cenderung menahan rasa sakit apabila mengalami sakit (Anna dan Chandra, 2011).Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika di Kecamatan Umbulharjo adalah 64% (Kusuma, 2011).

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Umbulharjo karena Kecamatan Umbulharjo merupakan salah satu dari beberapa Kecamatan di Yogyakarta yang sangat luas dan memiliki jumlah penduduk sebesar 60255 jiwa. Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) dipilih karena peneliti dapat melihat secara langsung


(23)

4

perkembangan dari objek yang diteliti dan peserta dapat secara aktif mengikuti kegiatan dalam kelompok-kelompok yang telah dibentuk, sehingga informasi yang didapatkan akan lebih mudah diingat (Wulandari, 2012).

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas , dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut :

a. Seperti apakah karakter demografi responden di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta ?

b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sebelum intervensi metode CBIA di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta ?

c. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sesudah intervensi metode CBIA di Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta ?

d. Apakah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika ?


(24)

5

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

a. Penelitian oleh Titien Siwi Hartayu pada tahun 2010 mengenai efektifitas metode cara belajar insan aktif untuk diabetes melitus (CBIA-DM) dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di Yogyakarta Indonesia. Tujuan penelitian tersebut mengevaluasi keefektifan metode CBIA-DM dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada para penyandang diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan penelitian tersebut metode CBIA-DM efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada penderita diabetes melitus tipe 2. Pada penelitian saat ini berbeda, karena menambahkan variabel tindakan, menggunakan subyek penelitian pria dewasa saja dengan rentang usia 26-45 tahun, selain itu tidak menggunakan kelompok kontrol. Metode yang digunakan juga pengembangan dari metode CBIA, yaitu CBIA-Antibiotika.

b. Penelitian oleh Padma 2014 mengenai CBIA-Diare untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam tatalaksana diare pada balita di bina keluarga balita (BKB) desa banguntapan Kabupaten Bantul. Tujuan penelitian tersebut meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanggulangan diare pada balita dengan metode CBIA-Diare. Kesimpulan penelitian tersebut Metode CBIA-Diare meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam tatalaksana diare pada balita. Pada penelitian saat ini berbeda menggunakan subyek penelitian pria dewasa saja dengan rentang


(25)

6

usia 26-45 tahun. Metode yang digunakan juga pengembangan dari metode CBIA, yaitu CBIA-Antibiotika.

c. Penelitian oleh Diyan Ajeng Rossetyowati pada tahun 2012 mengenai peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan antibiotika dengan metode cara belajar ibu aktif (CBIA) di Kabupaten Jember.Tujuan penelitian tersebut adalah dengan mengadopsi metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penggunaan antibiotika secara tepat dan membuka wacana untuk tidak melakukan pengobatan sendiri dengan antibiotika. Kesimpulan penelitian tersebut metode CBIA mempengaruhi peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penggunaan antibiotika yang tepat. Perbedaan penelitian saat ini menggunakan subyek penelitian pria dewasa saja dengan rentang usia26-45 tahun.

d. Penelitian oleh Priska Firstya pada tahun 2010 mengenai perbedaan pengaruh metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, dan tindakan ibu-ibu di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping ditinjau dari faktor usia. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan ibu-ibu di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping ditinjau dari faktor usia. Kesimpulan penelitian tersebut metode CBIA meningkatkan pengetahuan responden lebih baik dibandingkan ceramah. Perbedaan penelitian saat ini


(26)

7

terletak pada subyek yang diteliti, waktu dan tempat pelaksanaan penelitian. Penelitiantersebut mengukur tingkat pengetahuan masyarakat tentang kanker serviks dan papsmear dan membandingkan pengaruh metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan pap smear, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini hanya mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode edukasi secara CBIA.

3. Manfaat penelitian

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi untuk meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki sikap dan tindakan terhadap penggunaan antibiotika sebagai langkah mengurangi kejadian resistensi antibiotika di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.

b. Secara praktis

1) Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai antibiotika dalam melakukan evaluasi tentang pelayanan pemberian informasi obat antibiotika kepada masyarakat.

2) Penelitian ini diharapkan dapat mendukung dan meningkatkan peran farmasis dalam mengidentifikasi secara lebih dini kejadian resistensi antibiotika, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya resistensi antibiotika di masyarakat khususnya pria dewasa di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.


(27)

8

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa di Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta tentang antibiotika dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif).

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta yang meliputi usia, pendidikan, dan pekerjaan.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sebelum intervensi metode CBIA.

c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sesudah intervensi metode CBIA.

d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sebelum dan sesudah intervensi metode CBIA.


(28)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Antibiotika

1. Pengertian Antibiotika

Antibiotika merupakan zat atau senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikoorganisme lainnya (BPOM, 2008). Selain berasal dari makhluk hidup, antibiotika juga dapat diproduksi secara sintesis. Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk membunuh atau melemahkan pertumbuhan bakteri dan beberapa jamur (National Institute of Allergy and Infections Desease, 2009). Cara kerjanya yang terpenting adalah menghalang sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi tanpa merusak jaringan dan ada beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel atau membrane sel ( Setiabudy, 2008).

2. Prinsip penggunaan Antibiotika

Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif, seperti terjadi kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotika, meningkatnya efek samping obat dan bahkan kematian. Penggunaan antibiotika dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan resistensi antibiotika minimal (WHO, 2013).


(29)

10

Prinsip umum penggunaan Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping antibiotika yang dalam arti konkritnya adalah pemberian resep yang tepat atau sesuai indikasi, penggunaan dosis yang tepat, lama pemberian obat yang tepat, interval pemberian obat yang tepat, aman pada pemberiannya, terjangkau oleh penderita (Kimin, 2013).

Obat-obat antibiotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek dan harus dikonsumsi sampai habis walaupun kondisi pasien sudah membaik.Antibiotika sisa dari pengobatan sebelumnya tidak boleh digunakan tanpa persetujuan dokter, jika tetap digunakanantibiotika tidak dapat bekerja maksimal dan jika berfungsi pun belum tentu dapat melemahkan atau membunuh semua bakteri yang ada dalam tubuh (American Academy of Family Pysicians).Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien. Dampak tersebut harus ditanggulangi secara efektif sehingga perlu diperhatikan prinsip penggunaan antibiotika harus sesuai indikasi penyakit, dosis, cara pemberian dengan interval waktu, lama pemberian, keefektifan, mutu, keamanan, dan harga (Kimin, 2013).


(30)

11

3. Klasifikasi dan mekanisme kerja Antibiotika

Secara umum mekanisme kerja antibiotika adalah sebagai berikut : a. Senyawa yang menghambat sistesis dinding sel bakteri meliputi penisilin

dan sefalosforin yang secara struktur mirip, dan senyawa-senyawa yang

tidak mirip seperti sikloserin, vankomisin, basitrasin, dan senyawa antifungi golongan azol (contohnya klortrimazol, flukonazol, dan intrakonazol).

b. Senyawa yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme, mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa-senyawa intraseluler, dalam hal ini termasuk senyawa-senyawa yang bersifat detergen seperti polimiksin dan senyawa antifungi poliena nistatin serta ampfoterisin B yang berikatan dengan sterol-sterol dinding sel.

c. Senyawa yang memperngaruhi sub unit ribosom 30S atau 50S sehingga menyebabkan penghambatan sintesis protein yang reversible. Obat bakteriostatik ini meliputi kloramfenikol golongan tetrasiklin, eeritromisin, klindamisin, dan pristinamisin.

d. Senyawa yang berikatan dengan sub unit ribosom 30S atau 50S dan mengubah protein, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel, dalam hal ini termasuk golongan aminoglikosida.

e. Senyawa yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti golongan rifampisin (misalnya rifampin), yang menghambat RNA polimerase, dan golongan kuinolon yang menghambat topoisomerase (Goodman and Gilman, 2008).


(31)

12

4. Resistensi Antibiotika

Resistensi bakteri terhadap antibiotika adalah kemampuan bakteri untuk mempertahankan diri terhadap efek antibiotika sehingga antibiotika menjadi kurang efektif dalam mengontrol atau menghentikan pertumbuhan bakteri dan dapat meningkatkan risiko penyebaran kepada orang lain. Resistensi antibiotika merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya penyalahgunaan antibiotika.Penyalahgunaan antibiotika pada dasarnya dipengaruhi oleh pengetahuan, komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien, tingkat ekonomi, karakteristik dari sistem kesehatan antara dokter dan pasien, dan peraturan lingkungan.Dilihat dari faktor pasien, hal yang mendasari terjadinya penyalagunaan antibiotika dikarenakan banyak pasien percaya bahwa keluaran obat baru lebih baik dibandingkan obat keluaran lama (WHO, 2013).

Pemicuresistensi antibiotika adalah penggunaan antibiotika yang tidak rasional.Hal ini menyebabkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien, dan penigkatan biaya kesehatan.Faktor-faktor yang mempermudah berkembangnya resistensi kuman terhadap antibiotika adalah penggunaan antibiotika yang sering, penggunaan antibiotika yang irrasional, penggunaan antibiotika baru yang berlebihan, penggunaan antibiotika dalam waktu yang lama (Pulungan, 2010).

Pencegahan resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilakukan dengan cara mematuhi petunjuk dokter, salah satunya dengan menggunakan antibiotika pada rentang terapi dan cara penggunaan yang tepat. Antibiotika sebagai obat untuk menanggulangi penyakit infeksi, harus digunakan secara


(32)

13

rasional, tepat dan aman. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif, seperti terjadi kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotika, meningkatnya efek samping obat dan bahkan kematian. Penggunaan antibiotika dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan antibiotika resisten minimal (WHO, 2013).

B.Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan menurut Notoatmodjo(2009) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yaitu suatu bentuk tahu dari manusia yang diperolehnya dari pengalaman, perasaan, akal pikiran, dan intuisinya setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau informan.

2. Tingkatan pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2009) ada 6 tingkat pengetahuan seseorang, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah


(33)

14

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisi adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. kemampuan analisis ini dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.


(34)

15

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain adalah umur, semakin muda usia seseorang semakin sedikit pengalaman yang dimiliki seseorang, namun sebaliknya semakin tinggi tingkatan usia seseorang pengalaman yang didapat semakin lebih banyak, oleh karena itu sangat penting bila usia dikaitkan dengan pengetahuan seseorang(Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut, sehingga semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pengetahuannya (Notoatmodjo, 2009).

Lama Bekerja, lama bekerja berkaitan dengan usia dan pendidikan individu. Pendidikan yang lebih tinggi maka pengalamannya akan semakin luas


(35)

16

dan semakin tua usia seseorang maka pengalaman akan semakin banyak. (Notoatmodjo, 2009).

Informasi, informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Informasi yang diberikan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang kemudian menjadi dasar bagi orang tersebut melakukan sesuatu hal dalam hidupnya untuk berbagai tujuan (Notoatmodjo, 2009). Seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah tetapi ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wilson TD, 2000).

4. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau informan.Kedalaman pengetahuan dapat diukur dengan menyesuaikan pengetahuan yang ingin diketahui dengan tingkatan pengetahuan (Dewi dan Wawan, 2010).

Pengukuran pengetahuan dikategorikanbaik jika skornya 76-100%, sedang jika skornya 56-75%, dan buruk jika skornya <56% (Arikunto, 2006).


(36)

17

C.Sikap

1. Pengertian sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek .Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkatan sikap

Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban ketika ditanya kemudian mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.Adanyausaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan (terlepas dari pelajaran itu benar atau salah) yang berarti seseorang (subjek) menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.


(37)

18

d. Betanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan tingkat sikap yang paling tinggi

(Notoatmodjo, 2010). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor yang dapat mempengaruhi sikap adalah jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita yang dapat dilihat dari cara berpakaian secara fisik dan melakukan pekerjaan sehari-hari.

Lingkungan dan pengaruh orang lain. Lingkungan merupakan seluruh kondisi disekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan dan sikap seseorang. Pengearuh orang lain dianggap penting karena secara umum seseorang cenderung mempunyai sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecendrungan ini disebabkan oleh keinginan untuk berafiliasi dengan menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut (Azwar, 2007). Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya mempunyai dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu (Azwar, 2007).

Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Makin cocok jenis pekerjaannya yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh. Orang yang bekerja disektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk kesehatan (Dewi dan Wawan, 2010).


(38)

19

Kebudayaan mempengaruhi pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan (Dewi dan Wawan, 2010).

4. Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan informan terhadap suatu objek.Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.Pernyataan sikap disajikan dalam bentuk positif dan negatif dengan skala Likert (Method of Summateds Ratting), (Budiman dan Riyanto, 2013).

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor pendukung (Notoatmodjo, 2009).

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam bersikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu (Azwar, 2011).

Pengukuran sikap dikategorikanbaik jika skornya 76-100%, sedang jika skornya 56-75%, dan buruk jika skornya <56% (Arikunto, 2006).


(39)

20

D.Tindakan

1. Pengertian tindakan

Tindakan/praktik merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata. Selain itu, tindakan juga adalah respon dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmojo, 2012). Perilaku merupakan respon individu yang disebabkan adanya stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2011). Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara atau bunyi, bahasa lisan maupun gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain sehingga menghasilkan respon (Notoatmodjo, 2012b).

Interaksi faktor internal (dari dalam diri manusia) dan faktor eksternal (di luar diri manusia) menghasilkan perilaku kesehatan. Faktor internal dapat berupa keadaan fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal dapat berupa lingkungan sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat dikelompokkan menjadi empat yaitu lingkungan yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya, perilaku, pelayanan kesehatan, serta keturunan (Notoatmodjo, 2012b).

Hasil hubungan antara stimulus dan respon menghasilkan perilaku. Respon akibat dari stimulus dibedakan menjadi dua menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini :


(40)

21

a. Respondent Respon atau Reflexive Respon

Timbulnya respon responden disebabkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan-rangsangan ini menimbulkan respon yang relatif tetap. Cakupan respon responden berupa respon emosi. Respon emosi ini timbul akibat hal-hal yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan.

b. Operan Respon

Respon yang timbul dan berkembang akibat rangsangan tertentu disebut

operan respon. Rangsangan pada operan respon bersifat reinforcing stimuli

karena akan memperkuat respon yang telah dilakukan seorang individu.

Respon individu akibat adanya stimulus dapat dibedakan menjadi dua bentuk menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu bentuk pasif, dimana respon individu yang bersifat pasif merupakan respon yang terjadi dalam diri manusia (respon internal) dan tidak secara langsung terlihat oleh orang lain. Respon berbentuk pasif dapat berupa berpikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengetahuan.

Bentuk aktif, respon individu yang bersifat aktif merupakan respon yang dapat terlihat langsung oleh orang lain.Perilaku kesehatan merupakan respon individu terhadap stimulus yang berhubungan dengan kondisi sakit dan penyakit, sistem layanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Klasifikasi perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut (Notoatmodjo, 2012b) sebagai berikut :


(41)

22

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance)

Perilaku atau upaya yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha melakukan penyembuhan apabila mengalami sakit. Aspek dalam perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga hal yaitu sebagai berikut ini :

1) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit apabila mengalami sakit serta upaya pemulihan kesehatan ketika telah sembuh dari sakit.

2) Perilaku peningkatan kesehatan yang dilakukan saat individu dalam keadaan sehat.

3) Perilaku mengkonsumsi makanan dan minuman yang berguna untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang ataupun dapat menimbulkan penyakit

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behaviour)

Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seorang individu ketika mengalami penyakit atau kecelakaan yang diawali dari pengobatan sendiri maupun mencari fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku seorang individu sebagai respon terhadap lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya agar tidak mempengaruhi kesehatannya.


(42)

23

Perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku dengan kekhasan dan keunikannya dipengaruhi oleh banyak variabel contohnya faktor sosio-demografi dan ekonomi yang dimiliki setiap individu yang dapat dijadikan sebagai acuan program-program kesehatan masyarakat (Maulana, 2007).

2. Tingkat tindakan

Proses terbentuknya suatu perilaku meliputi lima tahapan menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini :

a. Kesadaran (awareness) merupakan tahapan seorang individu menyadari atau mengetahui terlebih dahulu terhadap suatu stimulus.

b. Rasa tertarik (interest) merupakan tahapan seorang individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada suatu stimulus.

c. Evaluasi (pertimbangan) merupakan tahapan seorang individu mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus bagi dirinya.

d. Mencoba (trial) merupakan tahapan seorang individu mulai mencoba perilaku baru.

e. Adopsi (adoption) merupakan tahapan seorang individu mulai mengadopsi atau melakukan perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan mempunyai beberapa tingkatan sebagi berikut :


(43)

24

a. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek yang sehubungan dengan tindakan yang diambil.

b. Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indicator tindakan yang kedua.

c. Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu yang sudah merupakan kebiasaan, maka sudah mencapai tindakan tingkat tiga.

d. Adopsi (adoption), merupakan sutu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

3. Pengukuran tindakan

Tindakan dapat diukur melalui pengamatan (observasi), namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan (recall) atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran tindakan dikategorikanbaik jika skornya 76-100%, sedang jika skornya 56-75%, dan buruk jika skornya <56% (Arikunto, 2006).


(44)

25

E.Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan

Edukasi secara umum merupakan upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain (individu, kelompok, atau masyarakat) agar mereka melakukan suatu tindakan yang diharapkan oleh pendidik. Edukasi kesehatan diperlukan untuk mendorong perilaku yang berkaitan dengan promosi kesehatan, diagnosa dini dan pengobatan segera. Edukasi kesehatan bertujuan menciptakan perilaku yang kondisif untuk kesehatan. Kesadaran masyarakat tentang kesehatan disebut helath literacy. Hakikat edukasi kesehatan tidak hanya sekedar sadar tentang kesehatan, namun yang lebih penting adalah mencapai perilaku kesehatan (health behavior). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hali ini bearti bahwa tujuan akhir edukasi kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekkan perilaku hidup sehat (healhty life style) bagi dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya (Notoadmojo, 2007). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan antara lain metode ceramah, diskusi kelompok, curah pendapat, panel, bermain peran, demonstrasi, simposium, dan seminar (Notoatmodjo, 2003).

1. Metode ceramah (preching method)

Metode ceramah (preaching method) merupakan metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah orang yang umumnya mengikuti secara pasif. Metode ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu membuat peserta menjadi pasif, mengandung unsur paksaan kepada peserta, mengandung sedikit daya kritis peserta, untuk peserta dengan tipe


(45)

26

belajar visual dapat lebih susah menerima pelajaran dibandingkan dengan peserta dengan tipe belajar audio, sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar peserta, jenuh jika terlalu lama. Kelebihan metode ceramah antara lain dapat diikuti peserta dalam jumlah besar, mudah dilaksanakan, serta pendidik mudah menerangkan banyak bahan ajar dalam jumlah besar (Simamora, 2008).

2. Metode diskusi

Metode diskusi adalah metode mengajar yang berkaitan dengan pemecahan masalah (problem solving). Tujuan metode ini adalah mengajak peserta untuk aktif dan berfikir kritis dan mengekspresikan pendapat secara bebas, sehingga dapat diambil beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah. Kelebihan metode diskusi adalah menyadarkan peserta bahwa banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah, menyadarkan peserta bahwa dengan berdiskusi akan diperoleh keputusan yang lebih baik, membiasakan peserta untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya, serta memupuk sikap toleransi peserta. Metode ini juga mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat digunakan untuk kelompok besar, informasi yang didapat peserta terbatas, orang-orang yang suka berbicara cenderung akan menguasai, dan biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Simamora, 2008). 3. Metode demonstasi

Metode demonstrasi adalah metode pengajaran dengan memperagakan kejadian, benda, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun menggunakan media yang relevan dengan materi. Kelebihan metode ini adalah membantu peserta memahami suatu proses atau kerja suatu


(46)

27

benda agar lebih jelas, mempermudah pendidik untuk menjelaskan, menjadi pembenaran apabila terjadi kesalahan pada saat ceramah dengan pengamatan dan contoh konkret yang disajikan dengan objek yang sebenarnya. Kelemahan metode ini adalah terkadang peserta sukar melihat dengan jelas benda yang akan diperagakan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, jika pengajar kurang menguasai apa yang didemonstrasikan maka peserta juga akan sulit untuk memahami (Simamora, 2008).

4. Metode CBIA

Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat digunakan dalam mengedukasi masyarakat untuk memilih dan menggunakan obat yang benar pada pengobatan mandiri. Melalui metode ini diharapkan masyarakat lebih aktif dalam mencari informasi mengenai obat yang akan digunakan dalam pengobatan mandiri. Metode CBIA dilaksanakan dengan cara melibatkan peserta secara aktif. Melalui metode CBIA, peserta dapat mengingat dengan lebih baik, karena dilakukan secara aktif dan visual melalui pengamatan secara langsung. Tutor dan fasilitator hanya berperan sebagai pemandu dalam diskusi, sedangkan informasi lebih lanjut yang dibutuhkan dapat disampaikan oleh narasumber yang diundang. Mahasiswayang pernah dilatih juga dapat dilibatkan sebagai tutor atau fasilitator. Narasumber didatangkan dari profesi apoteker yang telah berpengalaman. Dalam kegiatan CBIA, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 6-8 orang (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008).


(47)

28

CBIA antibiotika adalah salah satu metode edukasi kesehatan mandiri yang diadopsi dari CBIA yang dikembangkan oleh Suryawati pada tahun 1992. CBIA antibiotika merupakan metode pembelajaran bagi masyarakat sebagai usaha dalam meningkatkan pemahaman mengenai antibiotika. Kegiatan ini dapat dilaksanakan sebagai pengisi acara dalam pertemuan rutin, pertemuan khusus dan dapat dilaksanakan dalam suatu organisasi, seperti ibu-ibu saja, bapak-bapak saja, dan para pemuda/pemudi/karang taruna (Suryawati, 2012).

F. Landasan Teori

Resistensi antibiotika merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyalahgunaan antibiotika. Penyalahgunaan antibiotika pada dasarnya dipengaruhi oleh pengetahuan, komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien, tingkat ekonomi, karakteristik dari sistem kesehatan antara dokter dan pasien, dan peraturan lingkungan (WHO, 2013).

Dampak resistensi antibiotika harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif. WHO menerbitkan WHO Global Strategy for Contaimet of Antimicrobial Resistenceuntukmelawan masalah-masalah resistensi antibiotika. Strategi ini menganjurkan intervensi yang dapat menghambat dan mengurangi penyebaran resistensi antibiotika. Banyaknya masalah di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika yang irrasional, maka diperlukanlah edukasi pada kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika (WH0, 2013)

Metode CBIA merupakan salah satu metode untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang antibiotika, tidak hanya pengetahuan saja yang


(48)

29

meningkat, namun dengan metode ini ketrampilan masyarakat dalam memilih dan menggunakan antibiotika juga meningkat. Pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menggunakan obat khususnya antibiotika dan dapat mengurangi penggunaan antibiotika yang tidak diperlukan. Penelitianyang dilakukan oleh Dr. Sri Suryawati, CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menggunakan obat dan mengurangi penggunaan jumlah obat yang tidak diperlukan di rumah tangga (Suryawati, 2012).

CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) terbukti efektif diterapkan untuk meningkatkan ketaatan pasien terhadap pengobatan tuberkulosis paru, meningkatkan ketaatan penyandang diabetes mellitus terhadap program pengobatan, meningkatkan ketrampilan memilih obat flu bagi ibu hamil, dan meningkatkan pemahaman risiko swamedikasi dengan antibiotika. Dilihat dari keefektifan metode CBIA, maka metode ini dipilih dalam penelitian ini (Suryawati, 2012).

G.Hipotesis

Terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika antara sebelum dan sesudah intervensi metode CBIA.


(49)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan rancangan penelitian time series design.Penelitian eksperimental semu merupakan pengembangan dari metode eksperimen yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sugiyono (2009) bahwa bentuk quasi experimental merupakan pengembangan dari true experimental yang sulit dijalankan, oleh karena itu untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam penelitian maka dikembangkan eksperimental semu ini. Metode eksperimental semu ciri utamanya adalah tidak dilakukan penugasan random, melainkan dengan menggunakan kelompok yang sudah ada.

Dalam penelitian ini peneliti memberikan perlakuan atau intervensi namun tidak merubah fisik responden penelitian dan hanya menggunakan satu kelompok saja dan tidak memerlukan kelompok kontrol. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan rangkaian waktudengan menggunakan serangkaian observasi dan dilakukan lebih dari satu kali observasi baik sebelum maupun sesudah perlakuan dalam kurun waktu tertentu (Notoatmodjo, 2012).Desain penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok saja, sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol (Emzir, 2007).


(50)

31

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: metode CBIA-Antibiotika

2. Variabel tergantung: tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika dari responden yang mengikuti CBIA di Kecamatan Umbulharjo. 3. Variabel pengacau terkendali: informasi yang didapat oleh responden baik

secara formal maupun informal, seperti mengukuti kursus, seminar, sekolah, dan penyuluhan.

4. Variabel pengacau tak terkendali: informasi yang didapat oleh responden sesudah mengikuti CBIA yang dapat berasal dari penjelasan dokter atau melalui media (TV, radio, majalah, dan lain sebaginya).

C.Definisi Operasional

1. Pengetahuan merupakan hal-hal yang menyangkut pengetahuan responden tentang antibiotika. Tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika masing-masing diukur melalui 19 pernyataan yang diajukan dengan skor total 19. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, pengetahuan dikategorikan menjadi kategori baik, jika skor yang diperoleh antara 15-19 (75%-100% ), kategori sedang, jika skor yang diperoleh antara 11-14 (56%-70%) dan kategori buruk, jika skor yang diperoleh < 11 ( % ).

2. Sikap adalah respon yang berupa tanggapan atau pendapat responden terkait penggunaan. Tingkat sikap responden mengenai antibiotika masing-masing diukur melalui 10 pernyataan yng diajukan. Skor total dari sikap responden adalah 40 skor. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, sikap


(51)

32

dikategorikan menjadikategori baik, jika skor yang diperoleh antara 31-45 (75%-100% ), kategori sedang, jika skor yang diperoleh antara 23-30 (56%-70%), dan kategori buruk, jika skor yang diperoleh < 22 ( % ).

3. Tindakan adalah sekumpulan sikap yang direalisasikan dalam suatu aksi sebagai bentuk tanggapan terhadap pengetahuan tentang antibiotika. Tingkat tindakan responden mengenai antibiotika masing-masing diukur melalui 10 pernyataan yng diajukan. Skor total dari tindakan responden adalah 40 skor. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, tindakan dikategorikan menjadi kategori baik, jika skor yang diperoleh antara 31-45 (75%-100% ), kategori sedang, jika skor yang diperoleh antara 23-30 (56%-70%), dan kategori buruk, jika skor yang diperoleh < 22 ( % ).

4. Pre adalah data kuesioner sebelum intervensi CBIA, Post I adalah data kuesioner sesaat sesudah intervensi CBIA, Post II adalah data kuesioner 1 bulan sesudah intervensi CBIA, dan Post III adalah data kuesioner 2 bulan sesudah intervensi CBIA.

D. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik sampling yaitu non-random sampling dengan jenis purposive sampling. Teknik non-random sampling merupakan metode pengambilan sampel yang tidak didasarkan pada kemungkinan yang diperhitungkan (Notoatmodjo, 2012), yang berarti bahwa setiap populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel dalam suatu penelitian. Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel yang dilakukan atas pertimbangan oleh peneliti berdasarkan informasi terkait identitas


(52)

33

karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).Penentuan sampel pada penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 36 orang.

E.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Kelurahan Warungbroto Kecamatan Umbulharjo KotaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Responden yang hadir dari tujuh kelurahan yaitu Kelurahan Semaki (4 orang), Kelurahan Mujamuju (5 orang), Kelurahan Tahunan (5 orang), Kelurahan Warungboto (11 orang), Kelurahan Pandeyan (3 orang), Kelurahan Sorosutan (4 orang), dan Kelurahan Giwangan ( 4 orang).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 40 pernyataan yang di susun pada tahap awal penelitian. Tanggapan yang diberikan merupakan jawaban berupa foreced choice pada aspek pengetahuan dan skala Likert pada aspek sikap dan tindakan. Empat puluh pernyataan kuesioner yang disusun adalah sebagai berikut:

1. Apek pengetahuan terdiri dari 20 pernyataan yang terbagi dalam 10 favorable dan 10 unfavorable. Pokok bahasan dalam setiap pernyataan meliputi definisi antibiotika, cara penggunaan antibiotika, tempat mendapatkan antibiotika, resistensi antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.


(53)

34

2. Aspek sikap terdiri dari 10 pernyataan yang terbagi dalam 5 favorable dan 5unfavorable. Pokok bahasan yang dimasukkan dalam aspek ini meliputi motivasi belajar masyarakat mencari informasi tentang antibiotika, dan pemilihan penggunan antibiotika yang tepat.

3. Apek tindakan berisi 10 yang teridiri dari 5favorable dan 5unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini adalah penggunaan antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.

Pernyataan dalam kuesioner ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel I berikut :

Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable pada pokok bahasan aspek pengetahuan, sikap dan tindakan

Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan

Favorable Unfavorable

Pengetahuan

Definisi 3 1 dan 2

Cara penggunaan - 11

Penggunaan antibiotika 6 dan15 4, 9, 17dan 20 Cara mendapatkan 8, dan 10 14

Tempat mendapatkan 13 12

Resistensi antibiotika 7 dan 19 18 Pencegahan resistensi

antibiotika. 5 16

Sikap

Motivasi belajar 6 dan 7 -

Pemilihan penggunaan yang

tepat 5, 8, dan 9

1,2, 3, 4, dan 10

Tindakan

Penggunaan antibiotika 4 dan 5 1, 2, 3, dan 6 Upaya pencegahan resistensi

antibiotika 7, 8, dan 9 10


(54)

35

Masing-masing tanggapan pada setiap aitem diberi skor jenis jawaban untuk dapat diolah dengan uji statistik yang sesuai. Skoring tanggapan forced choice pada aitem pernyataan pengetahuan dibedakan dari tanggapan pemberian skor disajikan dalam Tabel II dan III:

Tabel II. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek pengetahuan

Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Skor

Benar 1

Salah 0

Tabel III. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek sikap dan tindakan

Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan

Tindakan

Skor Pernyataan (Favorable)

Skor Pernyataan (Unfavorable)

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak setuju 1 4

G. Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah dewasa pria (26-45 tahun) dengan latar belakang pendidikan bukan dari kesehatan, yang bisa baca tulis dan bersedia mengikuti kegiatan CBIA di Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta.Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target dan pada populasi terjangkau. Kriteria ekslusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan dari penelitian oleh karena berbagai sebab (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).


(55)

36

Responden adalah masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Umbulharjo dan memenuhi kriteria inklusi dewasa pria usia 26-45 tahun (Depkes RI, 2009), berdomisili di Kecamatan Umbulharjo, bisa membaca dan menulis, tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan dibidang kesehatan, bersedia menjadi responden secara sukarela dengan mengisi “Informed Consent”, dan mengikuti CBIA serta mengisi kuesioner dengan lengkap. Kriteria eksklusi responden adalah responden yang tidak mengikuti CBIA hingga akhir penelitian, responden yang tidak dapat ditemui dan tidak bersedia mengisi kuesioner pada Post II dan Post III.

Pada saat dilakukan intervensi CBIA pada sabtu, 5 Desember 2014 jumlah responden yang hadir sebanyak 41 orang. Untuk lingkup penelitian sosial sebaiknya melibatkan 30-40 responden (Effendi dan Tukiran, 2012).Berdasarkan hasil sampling , jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 39 orang. Setelah proses sampling selanjutnya dilakukan pengambilan data PostI dan PostIIsesudah intervensi CBIA. Responden yang mengisi kuesioner dengan lengkap sebanyak 36 orang dan yang mengundurkan diri dari penelitian ini sebanyak 3 orang, sehingga jumlah responden yang terlibat adalah sebanyak 36 orang.

Skema responden penelitian dapat dilihat pada gambar 1 yaitu sebagai berikut:


(56)

37

Gambar 1. Skema responden penelitian

Responden yang hadir dalam penelitian dan mengikuti edukasi CBIA ( 41 responden )

Hasil sampling(39 responden)

Ekslusi(2 responden tidak mengisi kuesioner

dengan lengkap)

Hasil samplingpada PostII dan Post III sesudah intervensi CBIA (36

responden)

Eksklusi (3 responden mengundurkan diri saat

pengambilan data)

Jumlah Responden Penelitian

36


(57)

38

H. Tata Cara Penelitian

1. Studi pustaka

Penelitian dimulai dengan studi pustaka yaitu membaca literatur-literatur

dan website yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan

masyarakat tentang antibiotika serta angka kejadian terjadinya resistensi antibiotika.

2. Analisis situasi

Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai keadaan lokasi penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Hal-hal tersebut antara lain jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan waktu yang tepat untuk mengambil data serta mengetahui batas wilayah daerah pengambilan data.

Etical Clearance pada penelitian mengenai „‟Peningkatan Pengetahuan,

Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tentang Antibiotika Dengan Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif)‟‟ini didapatkan dengan melakukan pengamatan ke beberapa kelurahan dan memasukkan permohonan izin ke kantor dinas perizinan kota Yogyakarta, kantor Kecamatan Umbulharjo, kantor kelurahan, serta kepada ketua RT setempat. Surat keputusan izin penelitian diberikan oleh Dinas Perizinan dimulai dari bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Febuari 2015, dimana izin tersebut harus diketahui oleh pejabat kelurahan dan ketua RT serta dari informed concent yang telah disetujui oleh masing masing responden pada saat megikuti intervensi CBIA.


(58)

39

3. Pembuatan Kuesioner

Kuesioner dikembangkan dari kuesioner yang pernah digunakan dari penelitian sebelumnya. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika. Sebelum digunakan kuesioner harus melewati beberapa uji yaitu : a. Uji validitas

Sugiyono (2007) membagi validitas ukur menjadi dua, yaitu validitas luar (eksternal)dan dalam (internal). Validitasunsur disusun berdasarkan fakta-fakta-fakta empiris yang telah ada, sedangkan validitas dalam instrumen dikembangkan menurut teori yang relevan. Validitas internal dibagi menjadi 2 yaitu contruct validity (validitas konstruk) dan content validity (validitas isi).

Validitas isi yang dicapai oleh pernyataan-pernyataan dalam kuesioner tergantung pada penilaian subjektif individual, hal ini dikarenakan validitas tidak memerlukan perhitungan statistik namun menggunakan analisis rasional. Validitas didasarkan pada penilaian ahli bidang tersebut (Azwar, 2007). Prosedur pengujian validitas isi setidaknya melibatkan dua orang ahli dibidangnya. Pengujian terhadap aitem ini mencakup tahapan penentuan relevansi antara aitem dengan tujuan pembuatan instrumen, penilaian relevansi antara aitem dengan konten yang dirumuskan dalam objektif penelitian, dan pemberian komentar serta penentuan keputusan suatu aitem yang sudah dipercaya mampu mempresentasikan konten domain secara adekuat (Waltz dkk., 2010).

Dalam penelitian ini meggunakan uji validitas isi, dimana pengujian validitasnya menggunakan pendapat ahli (judgement expert). Kuesioner ini


(59)

40

dikonsultasikan kepada pembimbing skripsi sebagai ahli. Ahli diminta pendapatnya tentang kesioner yang telah disusun, dari judgement expert tersebut ada beberapa pernyataan yang harus direvisi pada uji validitas kuesioner pertama yaitu pada nomor 2, 9, 13, dan 19 pada aspek pengetahuan. Pada aspek sikap pernyataan yang direvisi yaitu pada nomor 4, 7, 10, dan 11. Pada aspek tindakan pernyataan yang direvisi yaitu pada nomor 1, 2, dan 5, kemudian dilakukan perbaikan pada pernyataan tersebut.

Pada uji validitas kuesioner kedua pernyataan yang harus direvisi yaitu pada nomor 3, 9, 15, dan 16 pada aspek pengetahuan. Pada aspek sikap pernyataan yang direvisi yaitu pada nomor 2, 3, 5, 6,7, 8, 9, dan 10, kemudian dilakukan perbaikan sehingga pada uji validitas kuesioner yang ketiga sudah tidak ada pernyataan yang direvisi karena menurut ahli pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dianggap sudah valid. Uji validitas kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 7.

b. Uji pemahaman bahasa

Penyebaran kuesioner untuk memastikan bahwa kuesioner yang sudah dibuat sudah menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami yang nantinya tidak terjadi perbedaan bahasa yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Uji pemahaman bahasa kuesioner dilakukan dengan mengujikan kuesioner yang sudah dibuat kepada 30 orang sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini namun tidak berlokasi di tempat penelitian. Hasil uji pemahaman bahasa diketahui bahwa bahasa yang digunakan dalam kuesioner


(60)

41

tersebut dapat dimengerti oleh responden. Uji pemahaman bahasa kuesioner dilakukan pada pria dewasa di Kecamatan Sleman.

Pada uji pemahaman bahasa, 40 aitem yang telah dinyatakan valid secara konten dapat dilanjutkan ke langkah selanjutnya yaitu uji pemahaman Bahasa terhadap 30 Lay People. Lay People ini dipilih sesuai dengan karakteristik responden yang nantinya akan menjadi responden dalam penelitian ini. Dari 40 pernyataan kuesioner yang diujikan, terdapat beberapa pernyataan yang dinilai sulit dipahami oleh Lay People. Berikut hasil pengujian Pemahaman Bahasa pada Lay People dipaparkan pada tabel IV.

Tabel IV. Pernyataan pada tiap aspek kuesioner yang sulit dipahami oleh Lay People

No Aspek Pernyataan

1 Pengetahuan 7

2 Sikap 8

3 Tindakan 10

Pernyataan yang dinilai sulit untuk dipahami ini kemudian diperbaiki dari segi struktur kalimat dan arti kata yang digunakan, walaupun pernyataan telah dianggap valid secara konten sebelumnya, hasil uji Lay People menunjukkan terdapat beberapa kalimat yang sulit dipahami karena penggunaan bahasa medis. Proses perbaikan pernyataan ini mengikuti salah satu kriteria yang dinyatakan oleh Budiman dan Riyanto (2013) yaitu menghindari kalimat yang rumit dengan menuliskannya dalam Bahasa yang sederhana, jelas dan langsung. Penyerdehanaan kalimat diharapkan dapat mempermudah responden memahami maksud pernyataan kuesioner.


(61)

42

Pemahaman Bahasa ini berpengaruh pada tanggapan responden untuk tiap pernyataan, apabila struktur kalimat yang digunakan buruk maka akan membingungkan responden dan kemungkinan besar menimbulkan tanggapan yang tidak konsisten. Tanggapan yang tidak konsisten dapan mempengaruhi hasil pengujian reliabilitas. Pada pengujian bahasa yang kedua tidak ditemukan respon negatif sehingga keempat puluh pernyataan kuesioner dapat dilanjutkan ke tahap pengujian berikutnya, yaitu uji reliabilitas.

c. Uji reliabilitas

Uji Reliabilitas suatu instrumen menunjukan adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu, sehingga dapat menunjukkan bahwa instrumen layak digunakan karena sudah terbukti dan dapat diandalkan dan terpercaya. Koefisisen reliabilitas dalam penelitian ini diukur menggunakan uji statistik dengan analisis reliabilitas yang menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Kriteria menyebutkan jika nilai-nilai korelasi sama dengan atau lebih besar dari 0,6 maka butir-butir pernyataan reliabel (Budiman dan Riyanto, 2013).

Pada penelitian ini, uji reliabilitas ketiga aspek dilakukan bersamaan sesuai tata cara penelitian uji kualitas instrumen. Uji kualitas instrumen ini meliputi uji reliabilitas dan seleksi pernyataan. Uji kualitas instrumen pada kuesioner aspek pengetahuan dilakukan sebanyak dua kali. Uji kualitas instrumen yang pertama sudah reliabel tetapi korelasi pada pernyataan ada yang negatif, sehingga dilakukan pengujian kedua didalam uji kualitas instrumen. Uji kualitas yang kedua pada instrumen kuesioner aspek sikap dan tindakan sudah reliabel sehingga tidak perlu diujikan kembali.


(62)

43

Uji kualitas instrumen meliputi prosedur seleksi aitem untuk mendapatkan nilai α yang lebih baik dan memenuhi kualitas suatu instrumen yang selaras dengan tujuan pengukuran menggunakan instrumen. Hal ini sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Azwar (2011) bahwa prinsip dasar seleksi pernyataan dalam kuesioner adalah memilih pernyataan yang menunjukkan fungsi sesuai fungsi ukur tes bagaimana tujuan pengukuran yang telah disusun sebelumnya. Pernyataan yang dimasukkan pada pengujian instrumen merupakan 20 aitem yang telah valid secara konten dari pengujian sebelumnya dan telah melalui uji pemahaman bahasa pada Lay People. Interprestasi hasil seleksi pernyataan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa korelasi positif menunjukkan kemampuan suatu pernyataan memberikan konstribusi pada skor total seorang responden dari pengukuran suatu atribut penelitian. Semakin berkorelasi suatu pernyataan dengan skor total maka semakin besar pernyataan tersebut memberikan kontribusi dalam skor akhir pengukuran (Azwar, 2011).

Dari teori tersebut, maka interprestasi hasil uji korelasi pada seleksi pernyataan hanya dibedakan menjadi “terseleksi” dan “tidak terseleksi”. Seleksi pernyataan dimulai dengan menghilangkan pernyataan yang memiliki korelasi negatif sesuai dengan interprestasi yang mengatakan bahwa pernyataan tersebut mengalami “kerusakan” dan tidak dapat digunakan dalam pengukuran (Azwar, 2011).

Pada aspek pengetahuan uji kualitas instrumen I menghasilkan nilai α dari 20 butir pernyataan sebesar 0,578. Nilai α ini belum memenuhi syarat suatu kuesioner dikatan reliabel, yaitu α 0,6 (Budiman dan Riyanto, 2013) karena pada


(63)

44

pernyataan nomor 9 menunjukkan korelasi Point-Biserial aitem -0,008. Sehingga dilakukan prosedur seleksi pernyataan dengan uji korelasi Point-Biserial. Pada uji kedua , pernyataan nomor 9 dikeluarkan dari kuesioner dan menghasilkan nilai α 0,614. Pada uji kedua tidak ditemukan aitem-aitem yang korelasi Point-Biserial negatif. Hasil ini sudah sesuai dengan pernyataan bahwa kuesioner dengan nilai 0,6 dikatakan reliabel (Budiman dan Riyanto, 2013). Hasil uji reliabilitas dapat dicermati pada Lampiran 8. Langkah pengujian aspek sikap dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Langkah pengujian reliabilitas instrumen aspek pengetahuan

Dalam aspek sikap sudah memenuhi syarat reliabilitas dengan uji

Korelasi Product Moment pada uji pertama kualitas instrumen. Pada pengujian

kesepuluh pernyataan yang diuji menghasilkan nilai α 0,6 yaitu 0,628. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa instrumen pengukuran sikap telah reliabel. Hasil

Seleksi 20 pernyataan

Pengurangan pernyataan

nomor 9 Seleksi 19

pernyataan

Uji Kualitas Instrumen II

α : 0,614 (19 pernyataan)

19 pernyataan reliabel Uji Kualitas Instrumen I

α : 0,578 (20 aitem)

Korelasi point biserial pada pernyataan nomor 9 adalah -0,008


(64)

45

pengujian instrumen pernyataan aspek sikap dapat dicermati pada lampiran 9. Langkah pengujian aspek sikap dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Langkah pengujian reliabilitas instrumen aspek sikap

Pada aspek tindakan hanya diuji satu kali dan langsung memberikan hasil yang memenuhi syarat reliabilitas. Dari pengujian ini, instrumen pengukuran aspek tindakan telah mencapai α 0,6. Nilai α untuk sepuluh pernyataan aspek ini adalah 0,675. Seperti yang terlihat pada Gambar 3, prosedur seleksi pernyataan maupun revisi pernyataan tidak dilakukan karena pada uji reliabilitas dengan

single trial administration yang pertama telah memberikan nilai α yang baik dan

dapat dikatan reliabel.Hasil pengujian instrumen pernyataan aspek sikap dapat dicermati pada lampiran 10.

Gambar 4. Langkah pengujian reliabilitas instrumen aspek tindakan Uji Kualitas Instrumen

α : 0,628 (10 pernyataan )

10 pernyataan reliabel

Uji Kualitas Instrumen α : 0,675 (10 pernyataan )

10 pernyataan reliabel


(65)

46

4. Pelaksanaan Intervensi CBIA Antibiotika

Pada pelaksanaan intervensi CBIA Antibiotika, seminggu sebelumnya dilakukan penyebaran undangan terlebih dahulu untuk para responden. Dalam proses penyebaran undangan peneliti dibantu langsung oleh Bapak Lurah dari Kelurahan Semaki, Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Tahunan, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan.Intervensi CBIA Antibiotika dilakukan kepada pria dewasa dengan rentang umur 26 – 45 tahun yang telah diundangdan besedia mengikuti kegiatan CBIA serta sesuai dengan kriteria inklusi. Respondenyang hadir dalam kegiatan CBIA sebanyak 41 orang.

Kegiatan CBIA Antibiotika dimulai dengan membagikan kuesioner Pre. Respondenakan dibagi menjadi 6 kelompok kecil yang terdiri dari 6-7 orang. Kelompokyang sudah dibagi akan dipilih 1 orang yang akan memimpin pencarian informasi dalam materi yang akan dibagikan, walaupun kegiatan ini dilakukan dalam kelompok tidak menutup kemungkinan bagi responden mencatat informasi untuk keperluan sendiri. Dalam mencatat informasi, responden sekaligus dapat menelaah secara sederhana kelengkapan dan kejelasan informasi yang ada didalam booklet antibiotika. Estimasi waktu yang dibuat dalam proses ini 15-30 menit.

Kegiatan selanjutnya, fasilitator membagikan materi berupa booklet mengenai antibiotika dan notebook kepada masing-masing responden. Responden diminta untuk mencari sendiri informasidari materi yang telah disediakan mengenai antibiotika dan mendiskusikannya didalam kelompok kemudian


(66)

47

responden mencatat hal-hal penting yang tidak dimengerti dan diketahui oleh responden terkait dengan antibiotika yang ditemukan maupun tidak ditemukan dalam materi yang disediakan. Estimasi waktu yang diberikan dalam proses ini 15-30 menit.

Kegiatan selanjutnya dibuka forum diskusi bersama narasumber. Pertanyaan-pertanyaan yang telah dicatat kemudian dibacakan oleh perwakilan dari tiap-tiap kelompok di depan forum diskusi. Narasumber akan menjelaskan hal-hal yang tidak dapat ditemukan jawabannya dalam diskusi. Di akhir diskusi, fasilitator langsung membagikan kuesioner Post I.

5. Pengambilan data PostII dan Post III sesudah Intervensi CBIA

Antibiotika

PostII dan Post III sesudah intervensi CBIA antibiotika dilakukan pada

satu bulan dan dua bulan setelah intervensi metode CBIA. Pengambilan data Post II dan Post III dilakukan pada rentang tanggal 5-12 januari 2015 dan tanggal 5-12 Februari 2015. Tujuan pengambilan data Post II dan Post III bertujuan untuk mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan tindakan dari responden dapat bertahan atau menurun dalam kurun waktu dua bulan setelah diberi intervensi CBIA. PostII dan Post III sesudah intervensi CBIA antibiotika dilakukan dengan mendatangi responden ke rumah masing-masing dan menghubungi setiap responden melalui telepon seluler. Dalam pelaksanaan pengambilan data PostII

dan Post III sesudah intervensi CBIA antibiotika hanya 36 responden yang

mengisi kuesionerPost II dan Post III sesudah CBIA dengan lengkap.


(67)

48

I. Pengolahan Data

1. Editing

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kuesioner hasil penelitian terkait kelengkapan isi jawaban dan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang telah diiisi dan dikembalikan responden tidak semua digunakan dalam analisis data, hanya kuesioner yang terisi lengkap dan kuesioner dengan responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pada proses pemeriksaan dan pemilihan kuesioner hanya 36 kuesioner yang lengkap dengan responden yang memenuhi kriterian inklusi, hal ini disebabkan karena ada beberapa responden yang tidak memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian, tidak mengisi PostII danPost II sesudah intervensi CBIA.

2. Processing

Pada tahap ini dilakukan dengan cara memasukkan angka dari setiap butir-butir pernyataan yang dijawab oleh responden kedalam program excel, kemudian dilakukan pengelompokkan butir-butir pernyataan. Pengelompokkan butir-butir pernyataan dalam kuisioner berdasarkan pada variabel-variabel yang akan diteliti, setelah itu dilakukan pemindahan isi data dari kuesioner ke program komputer.

3. Cleaning

Data yang sudah dimasukkan ke program excel, microsoft word diperiksa kembali kebenarannya.


(1)

113

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

115

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

118

pendidikan di TK Fajar Harapan (1997-1999), kemudian melanjutkan pendidikan di tingkat Sekolah Dasar di SDK 1 Wr. Soepratman (1999-2005). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPK 1 Wr. Soepratman (2005-2008), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMAK St. Fransiskus Asissi (2008-2011). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011. Selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan di dalam dan di luar kampus, antara lain organisasi UKF Voli sebagai anggota, menjadi anggota Divisi Perlengkapan “Kampanye Informasi Obat”, dan aktif mengikuti seminar. Selain itu penulis juga mengikuti seminar internasional 12th Asia Pacific


Dokumen yang terkait

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan wanita pra lansia di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

1 8 113

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 148

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki di SMK Negeri 4 Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta tentang antibiotika dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif).

1 11 148

Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria lansia tentang antibiotika dengan metode seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

0 1 147

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 134

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita usia dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA di Kelurahan Warungboto, Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta periode Desember 2014 – Maret 2015.

6 63 133

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 0 128

Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria dewasa di SMKN 2 Depok Yogyakarta mengenai diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 137

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika di Kecamatan Gondokusuma Yogyakarta dengan metode seminar.

0 2 114

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 2 122