Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

(1)

INTISARI

Rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadi komplikasi DM. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, menggunakan metode eksperimental semu dengan pendekatan time series. Sebanyak 38 responden pria berusia 45-80 tahun dan tidak menderita diabetes mellitus atau menderita diabetes mellitus terlibat dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Data dianalisis menggunakan Uji Wilcoxon. Apabila nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori pengetahuan baik pre-post-1 tidak mengalami perubahan yaitu 26,67%; post-2 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 30% pre-post-3 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 36,67% (p>0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori sikap baik pre-post-1 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20% (p>0,05); pada pretest-post-2 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 43,33% dan pretest-post-3 juga mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20,00% (p<0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori tindakan baik pre-post-2 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 23,33%; pretest-post-3 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 26,67%.

Dapat disimpulkan bahwa CBIA-DM meningkatkan jumlah responden dengan kategori baik pada pengetahuan, sikap dan tindakan.

Kata kunci: CBIA, Diabetes melitus, pengetahuan, sikap dan tindakan

                   


(2)

ABSTRACT

Low of knowledge, attitude and practice has caused the increasement of diabetes complications possibility. Aim of this reaserch is improving elderly men’s knowledge, attitude and practice towards diabetes mellitus.

The research was conducted in Tegalrejo sub-distict, Yogyakarta using quasi-experimental with time series approach. Thirty-eightmen aged 45-80 years old with or without diabetic melitus was involved in this research. Sampling technique was purposive sampling. Research instrument was questionnaire. Data were analyzed using Wilcoxon test. p-value<0.05 means that there’s increasment of knowlegdge, attitude and practice significantly

The results show, there’s no change of number of non-diabetic respondent with good knowledge category posttest-1 26,67%; pretest-posttest-2 is increase from 26,67% to 30%; pretest-posttest-3 is increase from 26,67% to 36,67% (p>0,05). Number of non-diabetic respondent with good attitude category is increase in pretest-posttest-1 from 13,33% to 20% (p>0,05); pretest-posttest-2 is increase from 13,33% to 43,33% and pretest-posttest-3 is increase from 13,33% to 20,00% (p<0,05). Number of non-diabetic respondent with good practice level pretest-post-2 is increase from 10,00% to 23,33% and pretest-post-3 is increase from 10,00% to 26,67%.

The conclusion is CBIA-DM improving a number of respondent with good category of knowledge, attitude and practice.

Keywords: CBIA, Diabetes mellitus, knowledge, attitude and practice.

 

 


(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA LANJUT DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA

TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Sukmadewi NIM : 118114065

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA LANJUT DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA

TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Sukmadewi NIM : 118114065

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii   


(6)

(7)

iv 

HALAMAN PERSEMBAHAN

Semua karena pertolongan Allah.Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang. Itulah janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janjinya, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Al Quran: Ar Rum 30: 5-6).

Kupersembahkan naskah ini kepada Allah SWT, Tuhan seluruh alam, yang selalu menjadi sumber segala daya dan kekuatan bagiku.

Bapak dan ibu, kupersembahkan pula naskah ini kepadamu sebagai wujud bakti dan kasihku.Saat semuanya menjadi sulit, bapak dan ibu selalu ada

untukku. Untuk semua doa, dukungan dan perhatianmu, kuucapkan terimakasih.

Adikku Vio yang selalu mengajariku cara bersyukur dan berjuang. Daffa sumber keceriaan disaat aku lelah.


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Skripsi ini dapat terselesaikan karena mendapat bantuan dari banyak pihak yang terlibat. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang sabar dalam membimbing seluruh proses penyusunan karya ini.

2. Semua responden yang berkontribusi dalam penelitian ini.

3. Para dosen penguji Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. dan Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. yang memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian naskah skripsi ini.

4. Semua pihak yang memberikan izin penelitian, Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, Camat Kecamatan Tegalrejo, para lurah dan jajarannya.

5. Bapak Sarmidian, selaku ketua komisi lansia Kecamatan Tegalrejo.

6. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang mendukung dilakukannya penelitian ini.

7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang mendukung dan menyemangati penulis dalam menuntaskan naskah skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Yogyakarta, 5 Juni 2015 Penulis


(11)

viii 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI……… ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR……… .... …xiii

DAFTAR LAMPIRAN……… ... ………xiv

INTISARI……… ... ………xvii

ABSTRACT……… ... ………xviii

BAB I PENGANTAR………1

A. Latar Belakang…… ... ………1

1. Permasalahan……… ... ………4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaaat Penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian……… ... ………7

1. Tujuan Umum……… ... ……7


(12)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………8

A. Pengetahuan … ... ………8

1. Pengertian ... 8

2. Faktor yang memengaruhi ... 8

3. Cara pengukuran ... 8

B. Sikap… ... ………9

1. Pengertian ... 9

2. Faktor yang memengaruhi ... 10

3. Cara pengukuran ... 10

C. Tindakan ……… ... ………11

1. Pengertian ... 11

2. Faktor yang memengaruhi ... 11

3. Cara pengukuran ... 11

D. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 12

E. Usia……… ... ………13

F. Diabetes Melitus……… ... ………14

G. Diabetes Melitus Tipe 2……… ... ………14

1. Pengertian………… ... ………14

2. Faktor Resiko……… ... ………15

3. Gejala……… ... ………15

4. Pengelolaan……… ... ………15

5. Pencegahan …… ... ………21


(13)

H. Edukasi Kesehatan…… ... ………23

I. Landasan Teori……… ... ……26

J. Kerangka Konsep ... 27

K. Hipotesis……… ... ………..27

BAB III METODE PENELITIAN……… . ………28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……… ... ………28

B. Variabel Penelitian……… ... ……….28

C. Definisi Operasional……… ... ………29

D. Subjek Penelitian……… ... ………30

E. Tempat dan Waktu Penelitian……… . ………30

F. Populasi Penelitian………… ... ………30

G. Sampel dan teknik sampling……… ... ………30

H. Besar Sampel……… ... ………..31

I. Instrumen Penelitian……… ... ………..31

J. Tata Cara Penelitian………… ... ……….34

1. Penentuan Subjek Penelitian ... 34

2. Perizinan……… ... ……….34

3. Penelusuran data populasi……… ... ………35

4. Pembuatan kuesioner ... 35

5. Ethical clearance ... 39

6. Pelaksanaan CBIA……… ... ………40

7. Posttest 1 bulan dan 2 bulan setelah intervensi………… ... …………..41


(14)

1. Manajemen data………… ... ……….42

2. Analisis data………… ... ………43

L. Kelemahan Penelitian ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… ………45

A. Karakteristik Demografi Responden ... 45

1. Usia ... 45

2. Pekerjaan ... 45

3. Pendidikan terakhir ... 45

4. Penderita Diabetes dan bukan penderita Diabetes ... 46

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum Edukasi CBIA-DM ... 47

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Setelah Edukasi CBIA-DM ... 49

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah Edukasi CBIA-DM ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… . ………68

A. Kesimpulan…… ... ………..68

B. Saran……… ... ……….69

DAFTAR PUSTAKA………..70

LAMPIRAN………… .. ……….75


(15)

xii 

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Preintervensi ... 32 Tabel II. Rincian Pernyataan Kuesioner Postintervensi ... 33 Tabel III. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

KuesionerPreintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay People ... 38 Tabel IV. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Kuesioner Postintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay People ... 38 Tabel V. Jumlah Responden Berdasarkan Faktor Usia, Pekerjaan,

Pendidikan Terakhir serta Penderita dan Bukan Penderita Diabetes Melitus ... 46


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 27

Gambar 2. Distribusi Jumlah Responden dengan Kategori Baik, Sedang dan Buruk pada Pre-CBIA ... 48

Gambar 3. Perbandingan Jumlah Responden dengan Kategori Pengetahuan, Sikap, Tindakan Baik Antara Pre, Post-1, Post-2 dan Post-3 CBIA..55

Gambar 4. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Pengetahuan dengan Kategori Baik ... 61

Gambar 5. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Sikap dengan Kategori Baik ... 62

Gambar 6. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Sikap dengan Kategori Baik ... 63


(17)

xiv 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 76

Lampiran 2. Surat Perpanjangan Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 77

Lampiran 3. Uji Validitas Konten Pertama Aspek Pengetahuan ... 78

Lampiran 4. Uji Validitas Konten Kedua Aspek Pengetahuan ... 79

Lampiran 5. Uji Validitas Konten Pertama Aspek Sikap ... 80

Lampiran 6. Uji Validitas Konten Kedua Aspek Sikap ... 81

Lampiran 7. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan Preintervensi ... 82

Lampiran 8. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Sikap Preintervensi ... 83

Lampiran 9. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan Postintervensi ... 84

Lampiran 10. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Sikap Postintervensi ... 85

Lampiran 11. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Tindakan ... 86

Lampiran 12. Resume Hasil Uji Pemahaman Bahasa pada Lay People ... 88

Lampiran 13. Perbandingan Kalimat-Kalimat Aitem Sebelum dan Sesudah Perbaikan pada Uji Pemahaman Bahasa ... 89

Lampiran 14. Formulasi Kuesioner Sebelum Dilakukan Uji Reliabilitas ... 90

Lampiran 15. Besar Skor Untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 91


(18)

Lampiran 16. Hasil Uji Korelasi Point Biserial untuk Aitem Aspek Pengetahuan Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 92 Lampiran 17. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan

Preintervensi Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 93 Lampiran 18. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek Sikap Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 94 Lampiran 19. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk Aitem

Aspek Sikap Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 95 Lampiran 20. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap Preintervensi

dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 96 Lampiran 21. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek Pengetahuan Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 97 Lampiran 22. Hasil Uji Korelasi Point Biserial untuk Aitem Aspek

Pengetahuan Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 98 Lampiran 23. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan

Postintervensi Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 99 Lampiran 24. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek Sikap Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 100 Lampiran 25. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk Aitem

Aspek Sikap Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 101 Lampiran 26. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap Postintervensi

dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 102 Lampiran 27. Instrumen Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan


(19)

xvi 

Lampiran 28. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Pretest ... 112 Lampiran 29. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek Pengetahuan Posttest ... 113 Lampiran 30. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek Pengetahuan Posttest1 Bulan ... 114 Lampiran 31. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek Pengetahuan Posttest 2 Bulan ... 115 Lampiran 32. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek SikapPretest ... 116 Lampiran 33. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek SikapPosttest ... 117 Lampiran 34. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek SikapPosttest 1 Bulan ... 118 Lampiran 35. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek SikapPosttest 2 Bulan ... 119 Lampiran 36. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap

Aitem Aspek Tindakan Pretest ... 120 Lampiran 37. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap

Aitem Aspek Tindakan 1 Bulan Setelah Intervensi ... 121 Lampiran 38. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap

Aitem Aspek Tindakan 2 Bulan Setelah Intervensi ... 122 Lampiran 39. Hasil Uji Normalitas Kuesioner ... 123 Lampiran 40. Hasil uji Wilcoxon data Pre-Post-1, Pre-Post-2, Pre-Post-3


(20)

INTISARI

Rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadi komplikasi DM. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, menggunakan metode eksperimental semu dengan pendekatan time series. Sebanyak 38 responden pria berusia 45-80 tahun dan tidak menderita diabetes mellitus atau menderita diabetes mellitus terlibat dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Data dianalisis menggunakan Uji Wilcoxon. Apabila nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori pengetahuan baik pre-post-1 tidak mengalami perubahan yaitu 26,67%; post-2 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 30% pre-post-3 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 36,67% (p>0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori sikap baik pre-post-1 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20% (p>0,05); pada pretest-post-2 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 43,33% dan pretest-post-3 juga mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20,00% (p<0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori tindakan baik pre-post-2 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 23,33%; pretest-post-3 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 26,67%.

Dapat disimpulkan bahwa CBIA-DM meningkatkan jumlah responden dengan kategori baik pada pengetahuan, sikap dan tindakan.

Kata kunci: CBIA, Diabetes melitus, pengetahuan, sikap dan tindakan

               


(21)

xviii 

ABSTRACT

Low of knowledge, attitude and practice has caused the increasement of diabetes complications possibility. Aim of this reaserch is improving elderly men’s knowledge, attitude and practice towards diabetes mellitus.

The research was conducted in Tegalrejo sub-distict, Yogyakarta using quasi-experimental with time series approach. Thirty-eightmen aged 45-80 years old with or without diabetic melitus was involved in this research. Sampling technique was purposive sampling. Research instrument was questionnaire. Data were analyzed using Wilcoxon test. p-value<0.05 means that there’s increasment of knowlegdge, attitude and practice significantly

The results show, there’s no change of number of non-diabetic respondent with good knowledge category posttest-1 26,67%; pretest-posttest-2 is increase from 26,67% to 30%; pretest-posttest-3 is increase from 26,67% to 36,67% (p>0,05). Number of non-diabetic respondent with good attitude category is increase in pretest-posttest-1 from 13,33% to 20% (p>0,05); pretest-posttest-2 is increase from 13,33% to 43,33% and pretest-posttest-3 is increase from 13,33% to 20,00% (p<0,05). Number of non-diabetic respondent with good practice level pretest-post-2 is increase from 10,00% to 23,33% and pretest-post-3 is increase from 10,00% to 26,67%.

The conclusion is CBIA-DM improving a number of respondent with good category of knowledge, attitude and practice.


(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Diabetes Melitus merupakan suatu kondisi kronis dimana tubuh kita tidak dapat mengubah glukosa dari makanan menjadi energi (Diabetes Australia, 2011). Sembilan puluh persen dari penderita Diabetes Melitus di seluruh dunia merupakan Diabetes Melitus Tipe 2 (WHO, 2013). Diabetes Melitus Tipe 2 disebabkan oleh gangguan insulin untuk memetabolisme glukosa (resistensi insulin) dan/atau gangguan sekresi insulin. Namun, resistensi insulin adalah karakteristik mayoritas pasien penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Goldstein dan Müller-Wieland, 2008).

Diabetes Melitus Tipe 2 sebagian besar merupakan akibat dari kelebihan berat badan dan pengaruh aktivitas fisik (WHO, 2013). Selain itu, insidensi dan prevalensi dari Diabetes Melitus Tipe 2 sangat terkait dengan usia. Kurang lebih 50% penderita Diabetes Melitus Tipe 2 berusia diatas 60 tahun (Goldstein dan Müller-Wieland, 2008).

Diabetes Melitus menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat Diabetes dan 4% meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada tahun 2030 diperkirakan Diabetes Melitus menempati urutan ke-7 penyebab kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan memiliki penyandang Diabetes Melitus sebanyak 21,3 juta jiwa (Depkes RI, 2014).


(23)

Tahun 2007, prevalensi nasional Diabetes Melitus adalah 1,1% (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Pada tahun 2013, Indonesia

menempati urutan ke tujuh dari sepuluh besar negara di dunia dengan penduduk yang mengidap Diabetes. Angka prevalensi nasional Diabetes Melitus Indonesia pada tahun 2013 adalah 5,5 % (International Diabetes Federation, 2013). Dalam enam tahun saja, angka kejadian Diabetes Melitus di Indonesia meningkat lima kali lipat.

Menurut Rosyanda, Trihandini, 2013, prevalensi komplikasi kronis Diabetes pada lansia adalah sekitar 73,1% dengan Hipertensi merupakan komplikasi terbanyak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa program untuk menurunkan angka prevalensi dan prevalensi komplikasi Diabetes Melitus perlu ditingkatkan.

Berdasarkan angka prevalensi nasional tahun 2007, Yogyakarta adalah salah satu dari tujuh belas provinsi dengan prevalensi penyakit Diabetes Melitus diatas prevalensi nasional yaitu 1,6%. Menurut karakteristik responden berdasarkan perbedaan kelompok umur, prevalensi Diabetes Melitus responden pada usia 55-64 menduduki peringkat paling tinggi yaitu 3,7%. Sedangkan menurut karakteristik jenis kelamin, responden laki-laki memiliki tingkat prevalensi yang sama dengan responden perempuan yaitu 1,1% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Menurut data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta pada tahun 2012 terdapat sebanyak 291 penderita diabetes melitus di Kecamatan Tegalrejo.


(24)

Dalam upaya untuk menurunkan prevalensi dan prevalensi komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2, diperlukan pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko Diabetes Melitus Tipe 2 yang erat kaitanya dengan life style. Perubahan gaya hidup meliputi pola makan dan aktivitas fisik merupakan faktor resiko yang paling mungkin dikendalikan dibandingkan dengan faktor resiko lain (riwayat keluarga, ras, dan usia).

Ketidaktahuan masyarakat terhadap penanggulangan Diabetes Melitus Tipe 2 serta rendahnya kesadaran bagi masyarakat usia lanjut untuk memeriksakan diri berhubungan dengan resiko kematian yang disebabkan karena lambatnya pengobatan dan sudah terjadinya komplikasi penyerta Diabetes Melitus. Pasien Diabetes Melitus baru akan melakukan terapi bila komplikasi penyerta sudah terjadi. Oleh karena itu, diperlukan edukasi kesehatan mengenai pencegahan dan pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.

Edukasi kesehatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan mengarahkan perilaku yang diinginkan oleh kegiatan yang dilakukan. Metode edukasi yang digunakan adalah metode cara belajar insan aktif (CBIA).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar, salah satunya adalah faktor usia. Dengan bertambahnya usia, faktor fisiologis (pendengaran, penglihatan, dan tingkat keletihan) serta faktor psikologis seperti motivasi menjadi hambatan utama dalam proses belajar mengajar. Adanya hambatan, akan berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan terhadap proses pembelajaran.


(25)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permaslahan penelitian sebagai berikut ini.

a. Seperti apakah karakteristik demografi responden berdasarkan faktor

usia, pekerjaan, pendidikan terakhir serta penderita dan bukan penderita Diabetes Melitus?

b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di

Kecamatan Tegalrejo tentang Diabetes Melitus sebelum edukasi dengan metode CBIA?

c. Seperti apakah peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta setelah pemberian edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA)?

d. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pada pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta setelah pemberian edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA)?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

a. Penelitian oleh Firstya pada tahun 2010 mengenai perbedaan pengaruh

metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan

papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan

tindakan ibu-ibu di kecamatan Mlati dan Gamping ditinjau dari faktor usia yang menunjukkan bahwa setiap perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan bukan dipengaruhi oleh usia reponden, melainkan akibat dari


(26)

edukasi yang diberikan. Pada penelitian, Firstya ingin mengetahui pengaruh usia terhadap peningkatan pengetahuan, sikap serta tindakan. Penelitian Firstya meneliti mengenai kanker serviks dan papsmear oleh sebab itu subjek penelitian adalah ibu-ibu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah pada adanya pembandingan metode yaitu antara metode seminar dan CBIA, subjek yang diteliti, penyakit, tempat dan waktu pelaksanaan penelitian.

b. Penelitian oleh Hartayu pada 2012 mengenai peningkatan Pengetahuan,

Sikap dan Tindakan pasien Diabetes Melitus Tipe 2 menggunakan

strategi Community-Based Interactive Approach-Diabetes Melitus

(CBIA-DM). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, tempat dan waktu pelaksanaan penelitian. Pada penelitian, terdapat kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan. Jeda waktu pelaksanaan posttest yang dilakukan

pada penelitian ini adalah segera setelah CBIA-DM selesai, 1 bulan

postintervensi, 3 bulan postintervensi, dan 6 bulan postintervensi. Jumlah

anggota dalam satu kelompok kecil saat melaksanakan CBIA-DM adalah 5-6 orang. Booklet yang diberikan kepada responden terdiri dari 7 booklet yaitu booklet petunjuk kegiatan, berbagai isu tentang DM, apa yang perlu diketahui tentang DM, apa yang perlu diketahui tentang hidup sehat, gerakan olahraga, perawatan kaki penyandang DM serta bahan makanan penukar. Pada penelitian yang dilakukan peneliti, peneliti hanya


(27)

adalah segera setelah CBIA-DM selesai, 1 bulan postintervensi dan 2

bulan postintervensi. Jumlah anggota dalam satu kelompok kecil saat

melaksanakan CBIA-DM adalah 7-8 orang. Booklet yang digunakan terdiri dari 2 booklet yaitu mengenai apa yang perlu diketahui tentang hidup sehat bagi penyandang DM dan apa yang perlu diketahui tentang DM.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini dapat menjadi referensi mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut serta referensi mengenai pengaruh edukasi secara CBIA terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pira usia lanjut terhadap Diabetes Melitus.

b. Manfaat praktis

1) Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan, memberikan perubahan sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo akan Diabetes Melitus. Sehingga prevalensi dan prevalensi komplikasi Diabetes Melitus pada masyarakat menurun.

2) Bagi dinas kesehatan

Sebagai sumber informasi mengenai keefektifan metode CBIA-DM pada pria usia lanjut dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan. Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan program kesehatan pemerintah terutama mengenai Diabetes Melitus.


(28)

3) Bagi akademisi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan materi edukasi sehubungan dengan metode edukasi secara CBIA maupun Diabetes Melitus. Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan peran peneliti sebagai public educator.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta melalui pemberian edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA) tentang Diabetes Melitus.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian antara lain:

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden berdasarkan faktor

perbedaan usia, pekerjaan, pendidikan terakhir serta penderita dan bukan penderita Diabetes Melitus.

b. Mengukur tingkat pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo sebelum edukasi CBIA Diabetes Melitus. c. Mengukur tingkat pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo setelah edukasi CBIA Diabetes Melitus.

d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pada pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta sebelum dan setelah pemberian edukasi CBIA Diabetes Melitus.


(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012). Tanpa adanya pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Sehingga, pengetahuan perlu ditingkatkan agar seseorang mempunyai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan (Achmadi, 2013).

2. Faktor yang memengaruhi

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang adalah faktor internal: faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik. Faktor eksternal: faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana. Faktor pendekatan belajar: faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran (Achmadi, 2013).

Selain itu, menurut Pro-health (cit., Dewi, 2010), pengetahuan seseorang

dipengaruhi oleh pendidikan, media massa, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman serta usia.

3. Cara pengukuran

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau


(30)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan intensitas pengetahuan yang ingin di ukur (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Arikuntoro (cit., Budiman dan Riyanto, 2013) hasil pengukuran

tingkat pengetahuan seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan

pada persentasenya. Tingkat pengetahuan dikategorikan baik jika nilainya ≥75%,

dikategorikan cukup jika nilainya 56-74% sedangkan pengetahuan dinyatakan kurang jika nilainya < 55%.

B. Sikap 1. Pengertian

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagianya) (Notoatmodjo, 2010).

Sehingga menurut Campbell (cit., Notoatmodjo, 2010), sikap melibatkan pikiran,

perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan lainnya.

Menurut Allport (cit., Notoatmodjo, 2010), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok. Komponen pertama yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Selain itu, kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek juga merupakan komponen pokok dari sikap. Komponen ketiga yaitu kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut di atas secara

bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh


(31)

Menurut Newcomb (cit., Notoatmodjo, 2010), fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan, atau reaksi tertutup. Menurut Attkinson dkk. (cit., Maulana, 2007), sikap memiliki lima fungsi. Salah satu fungsi sikap adalah fungsi pengetahuan dimana setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.

2. Faktor yang memengaruhi

Faktor yang mempengaruhi sikap meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi fisiologis (sakit, lapar, haus, dll.), psikologis (minat dan perhatian) serta motif. Faktor eksternal meliputi pengalaman, situasi, norma, hambatan dan pendorong. Dengan adanya faktor eksternal dan internal dapat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap objek sikap (Maulana, 2007). 3. Cara pengukuran

Cara yang paling banyak digunakan untuk mengukur sikap adalah pernyataan sendiri, yaitu suatu cara di mana orang-orang ditanyai secara langsung tentang kepercayaan atau perasaan terhadap suatu objek. Melalui teknik tidak langsung kita juga dapat mengukur sikap seseorang. Sesuai dengan namanya, dengan metode ini peneliti tidak menanyakan perilaku secara langsung, yang ditanya adalah hal-hal lain. Namun dari data yang diperoleh, peneliti dapat menyimpulkan sikap, presepsi, preferensi, dll. (Simamora, 2008).

Menurut Arikuntoro (cit., Budiman dan Riyanto, 2013) hasil pengukuran

tingkat sikap seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan pada


(32)

dikategorikan cukup jika nilainya 56-74% sedangkan pengetahuan dinyatakan kurang jika nilainya < 55%.

C. Tindakan 1. Pengertian

Bertindak adalah hasil kecenderungan sikap. Tindakan merupakan wujud sikap, yang disertai faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana (Notoatmodjo, 2010).

2. Faktor yang memengaruhi

Menurut Green (cit, Notoatmodjo, 2012) tindakan manusia dipengaruhi

oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Selanjutnya tindakan itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor. Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai. Faktor pendukung yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana. Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan tindakan petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

3. Cara pengukuran

Pengukuran tindakan atau praktik dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).


(33)

D. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Upaya peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran melalui

kegiatan yang disebut pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo

(cit Utari, Arneliawati, Novayelinda, 2014), dalam upaya meningkatkan

pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu promosi kesehatan berupa alat bantu dengar dan alat bantu lihat. Berdasarkan penelitian oleh Yusyaf

(cit Utari, Arneliawati, Novayelinda, 2014), didapatkan bahwa lebih efektif untuk

menggunakan alat bantu lihat berupa lembar pertanyaan terhadap pengetahuan tentang materi edukasi untuk meningkatkan pengetahuan.

Upaya mempengaruhi berkembangnya sikap yang diinginkan adalah melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang disadari dan terencana yang mampu mempengaruhi sikap (Nursalam dan Efendi, 2008).

Upaya dalam meningkatkan tindakan dapat dilakukan dengan cara pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan dan cara menghindari penyakit akan meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga akan berdampak pada tindakan seseorang. Cara lain adalah diskusi partisipasi sebagai cara pemberian informasi tentang kesehatan yang tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Artinya masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisifasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya (Achmadi, 2013).


(34)

Menurut Anonim (cit., Kristina, 2010) metode yang paling efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan adalah CBIA. Dengan metode ini pengetahuan dapat berubah sesuai dengan yang diharapkan dibandingkan dengan metode ceramah atau penyuluhan.

E. Usia

Menurut Depkes RI (cit, Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi dan

Batubara, 2008), lanjut usia diklasifikasikan dalam lima klasifikasi yaitu pralansia (seseorang yang berusia antara 45-59 tahun), lansia (seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih), lansia risiko tinggi (seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan), lansia potensial (lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/ atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/ jasa) dan lansia tidak potensial (lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain).

Dengan bertambahnya usia, begitu banyak perubahan fisik yang terjadi sehingga sulit untuk menetapkan batas-batas normal. Perubahan fungsi fisiologis dapat menyebabkan perubahan tambahan pada kemampuan belajar. Perubahan kemampuan tangkap indra yang paling erat hubungannya dengan kapasitas pembelajaran adalah perubahan pengelihatan dan pendengaran. Selain itu, perubahan fisiologis lain yang mempengaruhi fungsi organ yang berakibat menurunnya curah jantung, kinerja paru, dan laju metabolisme, dengan sendirinya akan mengurangi kemampuan mengatasi stres. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertambahan usia dapat menurunkan kemampuan belajar. Penurunan


(35)

kemampuan belajar dapat mempengaruhi proses edukasi kesehatan. Jadi, semakin betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakannya semakin rendah dikarenakan terdapat banyak hambatan dalam proses pembelajaran (Nursalam dan Efendi, 2008).

Untuk mengoptimalkan proses edukasi kesehatan pada usia lanjut

menurut Cross dan Abdulhak, (cit, Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI,

2007) diperlukan penyajian suatu topik yang hendaknya disampaikan pada satu kesempatan dan diberikan evaluasi secara langsung untuk memperkuat daya nalar.

F. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah penyakit dimana tingkat glukosa darah berada diatas normal. Kebanyakan makanan yang kita makan berubah menjadi glukosa, atau gula, yang digunakan tubuh kita sebagai energi. Pankreas adalah organ yang membuat hormon insulin yang berfungsi untuk membantu glukosa masuk ke sel-sel tubuh. Diabetes disebabkan karena tubuh tidak menghasilkan cukup banyak insulin atau tidak bisa menggunakan insulin secara benar seperti yang seharusnya. Hal ini menyebabkan penumpukan gula di dalam darah (CDC, 2012).

G. Diabetes Melitus Tipe 2 1. Pengertian

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit kronis dimana tingkat glukosa di dalam darah tinggi. Diabetes Melitus Tipe 2 adalah bentuk paling umum dari Diabetes (A.D.A.M., 2013).


(36)

2. Faktor resiko

Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga menderita diabetes, usia lanjut (diatas 55 tahun) dimana resiko Diabetes Melitus meningkat seiring usia, usia diatas 45 tahun disertai obesitas, usia diatas 45 tahun disertai tekanan darah yang tinggi dan wanita yang melahirkan anak dengan bobot lebih dari 4,5 kilogram (Diabetes Australia, 2013).

3. Gejala

Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi ketika pankreas tidak mampu menghasilkan cukup insulin untuk mengontrol kadar gula dalam darah, atau ketika sel-sel tubuh tidak merespon dengan tepat insulin yang diproduksi. Apabila kadar gula dalam darah tinggi, akan mucul gejala seperti rasa haus yang berlebihan, mulut kering, pandangan kabur, frekuensi buang air kencing yang lebih sering, dan rasa kantuk yang belebih. Gejala utama yang paling umum terjadi adalah kehilangan berat badan dan masa otot serta merasa lelah yang tidak wajar. Selain itu, terdapat gejala lain yang mungkin teradi pada penderita diabes yaitu gatal disekitar vagina atau penis dikarenakan infeksi jamur yang berulang, konstipasi,dan infeksi kulit (NHS, 2014).

4. Pengelolaan

Dalam mengelola diabetes bagi pasien yang mengalami Diabetes Melitus serta mencegah diabetes menurut Sutejo (2010) terdapat 5 pilar penting yang harus dilakukan secara bersamaan. Kelima pilar tersebut yaitu:


(37)

a. Edukasi

Keberhasilan pengelolaan diabetes membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif,

pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil (Misnadiarly, 2006).

b. Perencanaan makanan

Sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein). Kebutuhan kalori yang berasal dari karbohidrat sebesar 60-70% energi, protein 10%-15% dan lemak < 10% total energi serta 20-25 gr serat makanan. Mengonsumsi manis atau gula bagi penderita DM diperbolehkan asal jumlahnya dibatasi (Cahyono, 2008).

Pasien Diabetes dianjurkan untuk memakan makanan yang sehat dan memperbanyak serat, kacang-kacangan, oat, buah dan sayur (kecuali jagung manis) serta mengurangi produk daging dan susu. Sangat disarankan bagi pasien diabetes untuk menghindari makanan yang


(38)

berbahan dasar tepung, berlemak, digoreng atau berminyak dan mengandung banyak garam (Hanas dan Fox, 2008).

Diet pada penderita Diabetes Melitus bertujuan untuk membantu mencegah komplikasi dan memperbaiki kebiasaan makan. Diet yang dilakukan adalah membatasi konsumsi karbohidrat, pengaturan jumlah makanan serta melakukan diet Diabetes Melitus dengan aturan 3J (Jadwal, Jumlah dan Jenis makanan) (Kariadi, 2009).

Langkah diet yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes adalah memakan 4 sampai 5 sajian buah sertiap harinya serta memperbanyak sayuran, mengubah susunan menu dan kebiasaan, serta mengurangi pengkonsumsian daging (Ide, 2007). Untuk mencegah diabetes, kita harus mengontrol makanan yang dikonsumsi seperti menghindari makan makanan manis yang berlebih (Hanas dan Fox, 2008).

Menurut U.S. Departement of Agriculture kalori yang dibutuhkan oleh pria berusia 46-55 tahun adalah 2200-2800 kal/hari, usia 56-65 tahun adalah 2200- 2600 kal/hari, usia 66-75 tahun adalah 2000-2600 kal/hari,

sedangkan untuk usia ≥76 tahun membutuhkan 2000-2400 kal/hari

(G.F.T, 2008). Cara untuk menghitung kalori yang ada pada makanan adalah dengan cara mengalikan jumlah berat (gram) makanan yang dikonsumsi lemak, karbohidrat dan protein dengan masing-masing faktor pengali, yaitu 9 kcal/gram untuk lemak, 4 kcal/gram untuk karbohidrat dan 4 kcal/gram untuk protein (Insel, Ross, McMahon, Bernstein, 2014).


(39)

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud jalan-jalan atau jogging. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi (Cahyono, 2008). Frekuesi olahraga bagi orang dewasa yang

direkomendasikan oleh American College of Sports Medicine’s (ACSM)

adalah 3-5 hari per minggu dengan durasi selama 20-60 menit. Namun bagi orang yang berusia diatas dari 65 tahun dan rentan terhadap resiko cedera otot maka frekuensi olahraga diturunkan menjadi 2-4 hari per minggu dengan kisaran durasi rata-rata adalah 20-45 menit atau kisaran rata-rata durasi adalah 30 menit. Bagi orang diatas 65 tahun, durasi pemanasan lebih diperbanyak untuk mencegah cedera (Pollock, 2010).

d. Intervensi Farmakologis

Menurut Suyono, 2005, (cit., Fachruddin, Citrakesumasari,

Alharini, 2013), apabila dengan langkah-langkah perencanaan makan dan

kegiatan jasmani sasaran pengendalian Diabetes yang ditentukan belum tercapai, maka dilanjutkan dengan langkah penggunaan obat/ intervensi farmakologis.

Saat terapi menggunakan obat Diabetes, penderita Diabetes tidak diperbolehkan melakukan penghentian obat tanpa berkonsultasi terlebih


(40)

dahulu dengan dokter karena Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dihambat perkembangan negatifnya. Pada saat pasien Diabetes merasa bahwa kadar gulanya terkontrol maka tetap harus mengkonsumsi obat Diabetes Melitus karena penghentian konsumsi obat dapat meningkatkan resiko komplikasi (McCulloh, 2014).

Pada konsumsi obat Diabetes Melitus yang perlu diperhatikan adalah obat harus diminum sesuai dengan rekomendasi dokter, baik waktu maupun jumlahnya (Allen, 2014). Pada pengatasan saat pasien Diabetes Mellitus lupa meminum obat adalah obat diminum pada waktu peminuman obat selanjutnya. Namun, jika lupa meminum obat dan jadwal minum obat selanjutnya masih lama, maka lebih baik obat Diabetes dikonsumsi sesegera mungkin. Hal yang perlu diperhatikan oleh pasien Diabetes adalah pengkonsumsian obat dengan dosis ganda tidak diperbolehkan (Allen, 2014).

e. Mencegah dan menghentikan komplikasi

Dalam rangka pencegahan komplikasi terdapat beberapa tip untuk mencegah komplikasi Diabetes yaitu berhati-hati dalam memilih jenis karbohidrat yang dikonsumsi, disarankan untuk menurunkan berat badan jika memang diperlukan, istirahat dan tidur yang cukup, lebih aktif lagi dan berolahraga, memantau kadar gula darah secara teratur, mengatur tingkat stres, menghindari garam, memantau selalu profil kesehatan jantung, merawat luka lebam maupun luka-luka tertentu pada tubuh, menghentikan kebiasaan merokok, memilih makanan-makanan yang


(41)

bergizi tinggi namun tetap dalam jumlah yang wajar, serta mengunjungi dokter secara berkala (Nazario, 2014).

Untuk menghindari komplikasi gangren pada kaki, maka penderita Diabetes Melitus harus melakukan perawatan baik pada kaki. Alasan perlunya dilakukan perawatan kaki pada penderita Diabetes Melitus adalah karena pada kedua kaki penderita Diabetes mengalami kurang rasa sehingga resiko cedera dan perlukaan yang tidak disadari, terjadi penurunan sirkulasi ke daerah kaki serta terjadi penurunan daya tahan tubuh secara umum terhadap infeksi sehingga mudah terjadi infeksi yang sulit disembuhkan (Sutedjo, 2010). Teknik untuk merawat kaki pertama-tama adalah memeriksa apakah ada kemerahan, luka, gigitan serangga, infeksi jamur dan masalah pada kaki lainnya. Mencuci kaki setiap hari menggunakan air hangat, bukan air panas, diusahakan suhunya adalah 37oC dan jangan merendam kaki terlalu lama. Mengeringkan kaki dan memastikan jari-jari kaki juga kering serta menggunakan talk untuk menjaga kulit pada jari-jari kaki tetap kering. Menjaga agar kaki tetap halus dan lembut dengan cara mengoleskan tipis losion atau krim pada bagian punggung dan alas kaki, namun jangan dioleskan diantara jari-jari kaki. Jika ada kapalan pada kaki, maka gosok lembut secara satu arah dan tidak diperbolehkan untuk memotong kapalan misalnya menggunakan pisau cukur atau krim penghilang kapalan, karena dapat merusak kulit. Untuk kuku kaki, yang harus dilakukan adalah memotongnya setiap


(42)

minggu. Waktu yang tepat untuk memtong kuku kaki adalah setelah mencuci dan mengeringkan kaki (NDIC, 2014).

5. Pencegahan

Pada penyakit Diabetes usaha pencegahan terdiri atas pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit. Usaha pencegahan Diabetes yang disebabkan oleh faktor kebiasaan dapat diatasi antara lain dengan olah raga rutin, hidup sehat dan teratur. Pencegahan sekunder, yaitu mencegah agar walaupun sudah terjadi penyakit Diabetes, penyakit penyertanya tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi penyakit penyerta. Salah satu cara dalam pencegahan tersier yang paling penting adalah senam kaki Diabetes (Iskandar, 2010).

6. Pemeriksaan

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes, sehingga dapat dilakukan deteksi sedini mungkin agar pencegahan sekunder dapat segera diterapkan. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap tahun (Mahendra, Krisnatuti, Tobing, dan Alting, 2008).

Pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada pria usia 40-64 tahun harus dilakukan setiap dua tahun sekali. Jika memiliki tekanan sistolik antara 120-139 mmHg dan diastolik antara 80-89 mmHg maka tekanan darah harus di periksa


(43)

setiap setahun sekali. Namun, apabila tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg maka dilakukan pemeriksaan rutin sekali dalam seminggu. Pengukuran tekanan darah secara rutin pada pria berusia ≥65 tahun dilakukan sekali dalam satu tahun, kecuali memiliki penyakit penyerta lain (Greenberg, 2014). Untuk pasien Diabetes pengukuran tekanan darah ambulatori dilakukan sehari sekali sangat penting untuk memonitor resiko kardiovaskular (McFarlane, 2012).

Pada permerikasaan mata, frekuensi pemeriksaan mata yang

direkomendasikan untuk orang yang berusia 18-60 tahun tanpa memiliki resiko adalah setiap dua tahun sekali, jika memiliki resiko maka frekuensi pemeriksaan ditingkatkan menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bagi orang yang berusia 61 tahun keatas maka pemeriksaan mata dilakukan serutin mungkin baik bagi yang beresiko ataupun tidak beresiko. Resiko yang dimaksud adalah adanya penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi dan riwayat penyakit mata (glukoma, degenerasi makular, dll.) (AOA., 2014). Pada pasien diabetes, pemeriksaan mata dilakukan 6-12 bulan sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter.

Untuk melakukan skrining terhadap Diabetes Melitus, pemeriksaan urin dapat dilakukan dalam dua tahun sekali (Cassidy and Allanson, 2010). Pada penderita Diabetes Melitus, meskipun telah dilakukan pengukuran kadar gula dalam darah. Tes urin tetap berguna untuk menguji kadar keton di dalam urin. Tes urin pada penderita diabetes dapat dilakukan setahun sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter (Q.D., 2012).


(44)

Untuk kelompok resiko tinggi pemeriksaan kadar gula darah harus dilakukan setahun setiap setahun sekali. Bagi mereka yang berusia >45 tahun dan tanpa resiko pemeriksaan dapat dilakukan 3 tahun sekali (PERKENI, 2011).

Menurut ADA (cit., DIC., 2013) pemeriksaan kadar gula darah bagi pasien

diabetes melitus bervariasi dari satu orang dan lainnya. Akan tetapi pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan oleh dirisendiri setidaknya dilakukan empatkali dalam seminggu pada pasien diabetes melitus tipe 2. Sedangkan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1 atau 2 pasien harus melakukan 3 atau lebih pemeriksaan darah dalam sehari.

H. Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan adalah kegiatan yang berupaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi kesehatan lebih tepat dibandingkan dengan cara intervensi paksaan (Notoatmodjo, 2012).

Edukasi kesehatan merupakan salah satu cara intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan faktor terbesar kedua yang dapat mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat setelah faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2012). Menurut Geen et

al. (cit., Achmadi, 2013),edukasi kesehatan merupakan proses menjembatani gap


(45)

Tujuan edukasi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tujuan program, tujuan pendidikan, dan tujuan perilaku. Tujuan perilaku yaitu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan (Maulana, 2007). Dalam mencapai tujuan edukasi kesehatan yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan, maka perlu diperhatikan berberapa faktor yang berpengaruh yaitu faktor metode. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran masa dan sasaran individual (Notoatmodjo, 2012).

Metode edukasi kelompok dibagi menjadi dua berdasarkan besarnya kelompok, yaitu metode kelompok besar misalnya metode ceramah dan seminar

serta metode kelompok kecil misalnya diskusi kelompok (group discussion),

curah pendapat (brain storming), dan lain-lain (Achmadi, 2013).

Contoh metode edukasi yang dapat digunakan untuk edukasi dalam kelompok kecil adalah CBIA. CBIA adalah singkatan untuk Cara Belajar Insan Aktif. CBIA merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Suryawati sejak 1993 dengan tujuan mengingkatkan pengetahuan dan kemampuan ibu untuk memilih obat tanpa resep atau obat-obatan OTC. CBIA menggunakan pendekatan berdasarkan masalah dan proses belajar mandiri CBIA dilakukan dalam kelompok kecil (6-8 orang) melalui diskusi interaktif. Pada prosesnya kegiatan CBIA dapat dilaksanakan pada rangkaian kegiatan rutin yang telah dilaksanakan oleh kelompok atau merancang pertemuan sendiri. Tidak hanya ibu, ayah dan remaja dapat berpartisipasi dalam kegiatan CBIA. Tempat pertemuan yang cocok untuk melaksanakan CBIA adalah di rumah, tempat ibadah, dan balai desa. Farmasis atau dokter dapat diundang menjadi narasumber. Pelajar atau orang-orang yang


(46)

familiar terhadap materi kegiatan dapat direkrut sebagai tutor dan memungkinkan untuk memilih tutor dari target sasaran (Suryawati, 2010).

Kegiatan CBIA dilakukan selama 3 jam, yang terdiri dari pengenalan, diskusi dan kesimpulan. Waktu diskusi dialokasikan selama 90 menit, saat berdiskusi pertanyaan yang muncul dicatat oleh ketua kelompok. Pertanyaan atau temuan yang ada ditanyakan kepada narasumber dan dialokasikan waktu sebanyak 90 menit untuk diskusi kelompok besar ini. Tutor berfungsi sebagai fasilitator diskusi, dan bila perlu menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban atas suatu masalah. Tutor dianjurkan tidak mendominasi diskusi (Suryawati, 2012).

Seiring dengan perkembangan metode CBIA juga dikembangkan oleh Hartayu dan kawan-kawan sebagai alat untuk meningkatkan ketaatan pasien diabetes terhadap program perawatan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah modul edukasi CBIA-DM efektif untuk meningkatkan ketaatan pasien diabetes terhadap program perawatan dan layak untuk diterapkan pada komunitas pasien dalam rumah sakit sebagai media untuk edukasi penggunaan obat-obatan secara rasional (Suryawati, 2010).

Pada pelaksanaanya, kegiatan CBIA-DM merupakan kegiatan interaktif pada kelompok kecil sehingga membuat semua anggota kelompok berdiskusi satu sama lain mengenai pengalaman dan informasi yang mereka punya. Selain itu, tujuan dari metode CBIA sendiri adalah untuk membuat masing-masing anggota dalam kelompok mencari dan mendiskusikan temuan yang ada. Proses pembelajaran melalui diskusi mengenai temuan yang didapat pada saat CBIA


(47)

dapat memotivasi responden untuk mengubah kebiasaannya (Hartayu et al., 2012).

Materi edukasi kesehatan pada penyakit diabetes meliputi pemahaman tentang penyakit Diabetes Melitus, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan Diabetes Melitus, penyerta Diabetes Melitus, intervensi farmakologis dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, perawatan kaki pada Diabetes, cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan, serta cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (Yoga, 2011).

I. Landasan Teori

Edukasi kesehatan merupakan cara intervensi yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang. Dengan adanya edukasi kesehatan diharapkan dapat mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan terkait permasalahan kesehatan, misalnya Diabetes Melitus.

Dalam proses edukasi kesehatan metode dan usia mempengaruhi hasil peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan setelah proses edukasi kesehatan. CBIA-DM digunakan sebagai metode dalam penelitian ini karena terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pada edukasi kesehatan mengenai Diabetes Melitus. Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan dilakukan dengan kuesioner yang menanyakan tentang Diabetes Melitus. Semakin betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan akibat edukasi kesehatan semakin kurang signifikan dikarenakan terdapat banyak hambatan dalam proses pembelajaran.


(48)

J. Kerangka konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah dengan adanya edukasi kesehatan berupa CBIA-DM dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut Kecamatan Tegalrejo tentang diabetes melitus.

Gambar 1. Kerangka Konsep K. Hipotesis

Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus setelah diberi CBIA-DM.

Pengetahuan, sikap, dan tindakan pria

usia lanjut di kecamatan Tegalrejo

Peningkatan pengetahuan, sikap,

dan tindakan pria usia lanjut di kecamatan Tegalrejo Edukasi melalui

metode CBIA mengenai diabetes


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental)

dengan pendekatan time series. Penelitian eksperiemental semu adalah penelitian

yang memperkirakan kondisi eksperimen dalam keadaan tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/ memanipulasi semua variabel yang relevan (Wasis, 2008). Penelitian ini bersifat eksperimental semu karena peneliti tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang mepengaruhi hasil pengukuran. Pendekatan yang

dilakukan adalah time series karena peneliti melakukan pengamatan dalam durasi

tertentu, dilakukan lebih dari sekali yaitu sebelum edukasi, sesaat setelah edukasi, satu bulan setelah edukasi CBIA dan setelah dua bulan setelah edukasi CBIA-DM.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: edukasi dengan metode CBIA

2. Variabel tergantung: pengetahuan, tindakan dan sikap tentang diabetes melitus

3. Variabel pengacau terkendali: informasi mengenai Diabetes Melitus yang

didapat secara formal maupun non formal sebelumnya seperti kursus, seminar, sekolah, penyuluhan.

4. Variabel pengacau tak terkendali: informasi mengenai Diabetes Melitus yang

diperoleh bapak-bapak usia lanjut dari media cetak (majalah, suratkabar, dll.) dan media elektronik (TV, radio, dll).


(50)

C. Definisi Operasional

1. Diabetes Melitus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Diabetes Melitus

Tipe 2.

2. Pre adalah sebelum CBIA-DM, post-1 adalah post sesaat setelah CBIA-DM,

post-2 adalah post setelah 1 bulan CBIA-DM dan post-3 adalah post setelah 2

bulan CBIA-DM.

3. Tingkat pengetahuan responden mengenai Diabetes Melitus dibagi dalam tiga

tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Kuesioner pengetahuan pre intervensi

ataupun post intervensi terdiri dari 14 aitem pernyataan.Tingkat pengetahuan dinyatakan baik jika responden mendapat nilai ≥11, sedang jika mendapat nilai 8-10, buruk jika mendapat nilai <8 (Budiman dan Riyanto, 2013).

4. Tingkat sikap responden mengenai Diabetes Melitus dibagi dalam tiga

tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Kuesioner sikap pre intervensi

ataupun post intervensi terdiri dari 15 aitem pernyataan. Tingkat sikap

dinyatakan baik jika skor ≥45, sedang jika skor 33-44 dan buruk jika skor <33 (Budiman dan Riyanto, 2013).

5. Tindakan dalam penelitian ini adalah tindakan responden terkait dengan

pengelolaan Diabetes Melitus. Tingkat tindakan responden dibagi dalam tiga tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Tingkat tindakan dinyatakan baik jika responden melakukan tindakan sesuai dengan literatur, sedang jika responden melakukakan tindakan tidak sesuai dengan literatur dan buruk jika responden tidak melakukan tindakan sama sekali. Masing-masing tingkatan tindakan tiap


(51)

soal dijumlahkan, sehingga tingkatan dengan jumlah terbanyak mewakili tindakan responden.

D. Subjek Penelitian

Kelompok perlakuan adalah pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo yang bersedia untuk mengikuti CBIA yang dilakukan oleh peneliti dan mengisi kuesioner yang diberikan dan bersedia mengikut kegiatan selama periode penelitian, serta memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini dilakukan pada pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo dengan kriteria inklusi berjenis kelamin pria, berusia 45-80 tahun dan tidak menderita Diabetes Melitus atau menderita Diabetes Melitus. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah responden yang mengisi kuesioner tetapi tidak lengkap.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Pretest dan intervensi CBIA dilakukan di Pendopo Kelurahan Kricak,

Kecamatan Tegalrejo, pengisian posttest setelah satu bulan dilakukan dengan cara

mengumpulkan kembali responden ke Pendopo Kelurahan Kricak. Pada posttest

dua bulan dilakukan pembagian kuesioner pada masing-masing responden. Penelitian dilaksanakan pada November 2014 sampai Januari 2015.

F. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah 38 orang pria usia lanjut, 45 sampai 80 tahun di Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta yang bersedia mengikuti CBIA.

G. Sampel dan Teknik Sampling

Dalam pemilihan sampel digunakan tenik purposive sampling. Peneliti


(52)

lanjut usia yang sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti yaitu pria usia lanjut 45 sampai 80 tahun, sehat jasmani dan rohani dan mampu untuk hadir serta bersedia menghadiri acara CBIA serta mengisi kuesioner.

H. Besar Sampel

Pada penelitian terdapat 38 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Namun, dalam analisis statistik data jumlah sampel yang digunakan adalah 30 responden bukan penderita diabetes di kecamatan Tegalrejo. Menurut O’Leary, 2004, jika peneliti ingin melakukan analisis statistika dasar yang digunakan untuk mendukung analisis data secara kualitatif, maka peneliti membutuhkan jumlah minimal responden adalah 30 responden. Sedangkan 8 responden lainnya dilakukan analisis secara deskriptif.

I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang telah tervalidasi. Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis kuesioner yaitu kuesioner mengenai pengetahuan serta kuesioner mengenai sikap dan tindakan. Pertanyaan pada kuesioner ini terbagi menjadi dua hal yaitu pertanyaan mengenai fakta yaitu nama responden, usia responden, rukun tetangga (RT)/ rukun warga (RW), kelurahan, kecamatan tempat responden tinggal dan nomor telpon serta pernyataan informatif.

Pernyataan informatif pada lembar kuesioner mengenai pengetahuan responden berisikan 14 pertanyaan mengenai pengertian diabetes melitus, pengobatan diabetes melitus, gejala diabetes melitus, komplikasi diabetes melitus, faktor resiko diabetes melitus dan gaya hidup bagi penderita diabetes melitus.


(53)

Pernyataan informatif pada lembar kuesioner mengenai sikap responden berisikan 15 pertanyaan mengenai pilihan gaya hidup bagi penderita diabetes melitus, pengobatan, perawatan kaki, dan pemeriksaan kesehatan. Sedangkan pertanyaan tindakan berisikan 14 tentang pemeriksaan, gaya hidup, pengobatan dan perawatan kaki. Pokok bahasan pemeriksaan terdiri dari pertanyaan mengenai pemeriksaan tekanan darah, mata, urin serta kadar gula darah. Pokok bahasan gaya hidup terdiri dari pertanyaan mengenai olahraga, diet, makanan dan kalori makanan. Pokok bahasan pengobatan terdiri dari pertanyaan mengenai obat dan gula darah, ketaatan minum obat, tindakan saat lupa minum obat, kondisi saat minum obat serta kepatuhan pengobatan.Untuk aspek pemeriksaan kaki hanya terdiri dari pertanyaan mengenai perawatan kaki. Penjabaran mengenai aspek dalam kuesioner pengetaahuan, sikap dan tindakan tercantum pada tabel I dan tabel II.

Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Pre intervensi

Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner

Favorable Unfavorable

Pengetahuan

a. Definisi 1, 8 11

b. Faktor resiko 3 -

c. Gaya Hidup - 7, 15

d. Gejala 4 -

e. Komplikasi 6, 10 -

f. Pengobatan 13, 14 2, 9, 12

Jumlah Aitem 8 6

Sikap

a. Gaya Hidup 7 1, 2, 3, 9

b. Pemeriksaan 10, 12, 13 11

c. Pengobatan 4 5, 6

d. Perawatan Kaki 15 8, 14

Jumlah Aitem 6 9

Total Aitem 14 15

Tindakan

a. Gaya Hidup 4, 5, 6, 7

b. Pemeriksaan 1, 2, 3, 13

c. Pemeriksaan

Kaki 14


(54)

Tabel II. Rincian Pernyataan Kuesioner Post intervensi

Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner

Favorable Unfavorable

Pengetahuan

a. Definisi 10, 13 3

b. Faktor Resiko 2 -

c. Gaya Hidup - 6, 14

d. Gejala 4 -

e. Komplikasi 5, 15 -

f. Pengobatan 7, 12 8, 9, 11

Jumlah Aitem 8 6

Sikap

a. Gaya Hidup 7 1, 2, 3, 9

b. Pemeriksaan 10, 12 11

c. Pengobatan 4 5, 6

d. Perawatan Kaki 13, 15 8, 14

Jumlah Aitem 6 9

Total Aitem 14 15

Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner

Tindakan

a. Gaya Hidup 4, 5, 6, 7

b. Pemeriksaan 1, 2, 3, 13

c. Pemeriksaan Kaki 14

d. Pengobatan 8, 9, 10, 11, 12

Kuesioner untuk pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Pertanyaan pengetahuan, diberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Kisaran skor untuk pertanyaan pengetahuan adalah 0-14. Sementara itu, semua pernyataan pada kuesioner sikap kemudian dikonversikan nilainya kedalam angka, untuk jawaban pertanyaan positif (favourable) diberi skor 4 untuk “sangat setuju”, 3 untuk “setuju”, 2 untuk “tidak setuju” , dan 1 untuk “sangat tidak setuju”. Untuk jawaban pertanyaan negatif (unfavourable) diberi skor 4 untuk “sangat tidak setuju”, 3 untuk “tidak setuju”, 2 untuk “setuju” , dan 1 untuk “sangat setuju”. Kisaran skor untuk pertanyaan sikap adalah 15-60. Kuesioner aspek tindakan responden dibagi dalam tiga tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Tingkat tindakan dinyatakan baik jika responden melakukan tindakan sesuai dengan literatur, sedang jika responden


(55)

melakukakan tindakan tidak sesuai dengan literartur dan buruk jika responden tidak melakukan tindakan sama sekali. Masing-masing tingkatan tindakan tiap soal dijumlahkan, sehingga tingkatan dengan jumlah terbanyak mewakili tindakan responden. Kuesioner dibuat menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami dan tidak terjadi perbedaan penafsiran yang dapat memengaruhi hasil penelitian. Kuesioner yang digunakan sudah melalui tahap pengujian yaitu meliputi uji pemahaman bahasa, uji validitas dan uji reliabilitas dengan menghitung nilai cronbach alpha.

J. Tata Cara Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian

Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan cara pembagian wilayah kecamatan berdasarkan payung dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan peneliti juga dilakukan oleh lima peneliti lainnya, yaitu mengedukasi masyarakat mengenai Diabetes Melitus. Untuk meminimalisir terpengaruhnya hasil penelitian karena adanya sumber informasi dari luar kegiatan edukasi, maka dipilih lokasi kecamatan yang berjauhan antara satu dengan yang lainnya.

2. Perizinan

Tahapan perizinan dimulai dengan meminta surat pengantar penelitian dari Universitas Sanata Dharma untuk di serahkan kepada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Tahapan selanjutnya adalah memasukkan permohonan izin dan proposal penelitian ke kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Surat izin yang dikeluarkan oleh Dinas Perizinan Kota Yogyakarta diteruskan ke Kecamatan Tegalrejo dan masing-masing kelurahan serta ketua komisi lansia Kecamatan


(56)

Tegalrejo. Peneliti juga melakukan perpanjangan izin penelitian dengan tahapan sama seperti perizinan penelitian yang pertama kali. Namun, pada perpanjangan penelitian, peneliti tidak melampirkan proposal.

3. Penelusuran data populasi

Penelusuran data populasi dilakukan di kecamatan Tegalrejo. Peneliti menghubungi pengurus Ketua Komisi Lansia Kecamatan Tegalrejo untuk meminta data populasi pria usia lanjut sehingga peneliti dapat memilih responden yang sesuai dengan kriteria inklusi serta bersedia mengikuti intervensi yang diadakan oleh peneliti. Hasilnya, diputuskan untuk mengundang 50 orang responden sesuai dengan kriteria penelitian yang diperkirakan akan bersedia hadir dalam penelitian. Jumlah yang ditentukan adalah 50 responden karena mengingat adanya kemungkinan ketidakhadiran responden yang diundang.

4. Pembuatan kuesioner

Terdapat empat tahapan dalam pembuatan kuesioner yaitu pembuatan pertanyaan, uji validitas, uji pemahaman bahasa serta uji reliabilitas. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian telah divalidasi instrumen sebelumnya, namun karena penelitian ini dipengaruhi faktor usia maka perlu dilakukan uji validitas konten, uji pemahaman bahasa serta uji reliabilitas terhadap populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Oleh sebab itu, peneliti melakukan uji validitas konten, uji pemahaman bahasa dan uji reliabilitas pada pria usia 55-65 tahun yang diharapkan dapat mewakili profil responden yang akan diteliti dalam penelitian.


(57)

a. Uji validitas konten

Pada uji validitas konten pertama-tama dilakukan expert judgment

yang oleh seorang apoteker yang ahli dalam bidangnya (Herlanti, 2014). Pada penelitian ini adalah apoteker yang ahli mengenai Diabetes Melitus. Hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memastikan apakah kuesioner sesuai dan relevan dengan tujuan penelitian dimana ahli melakukan penilaian kuesioner untuk dapat memberikan rekomendasi perbaikan kata-kata, penegasan pernyataan serta penegasan kalimat (Lampiran 3-6). Pada penelitian ini hanya dilakukan uji validitas konten dan tidak dilakukan uji validitas instrumen karena instrumen yang digunakan merupakan instrumen yang pernah digunakan pada penelitian oleh Hartayu yang

berjudul Improving of Type 2 Diabetic Patients’ Knowledge, Attitude and

Practice Towards Diabetes Self-care by Implementing Community-Based

Interactive Approach-Diabetes Mellitus Strategy. Uji validitas konten

dilakukan karena pada penelitian sebelumnya memiliki karakteristik demografi responden yang berbeda dengan karakteristik demografi responden yang digunakan peneliti.

b. Uji pemahaman bahasa pada lay people

Menurut Crocker dan Aligna (cit. Supratiknya, 2014), uji

pemahaman bahasa dilakukan pada sekelompok responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sasaran penelitian. Pada kuesioner pre

maupun post intervensi yang telah dinyatakan valid secara konten


(58)

pernyataan untuk aspek sikap dan 14 aitem pertanyaan untuk aspek tindakan. Kemudian, keempat puluh empat aitem dalam kuesioner

diujikan ke lay people yang diharapkan dapat mewakili profil responden,

melalui uji pemahaman bahasa. Lay people yang digunakan dalam uji

pemahaman bahasa ini adalah pria usia 55-65 tahun. Pengujian pada lay

people ini dilakukan di daerah Karangwuni, Kramat, Magelang. Jumlah

lay people yaitu 30 orang, yang merupakan pria lanjut usia dengan

rentang usia 55-65 tahun. Kuesioner untuk uji pemahaman bahasa terdapat pada lampiran 8 sampai 12. Pada kuesioner tersebut responden diinstruksikan untuk membaca soal dan memahami kalimatnya, apabila responden tidak paham atau sulit mengerti makna dari kalimat tersebut responden diminta untuk melingkari nomor soal dan menggaris bawahi atau melingkari kata-kata atau kalimat yang sulit dipahami. Menurut Supratiknya, 2014, pada uji pemahaman bahasa seluruh masukan yang

diperoleh perlu ditindaklanjuti seperlunya dalam rangka

menyempurnakan bentuk kuesioner.

Jika dari ketigapuluh responden terdapat lebih dari 5 responden yang tidak memahami kalimat maupun kata dalam pernyataan, maka pernyataan dinyatakan sulit dipahami oleh lay people sehingga peneliti akan memodifikasi kata-kata agar lebih mudah dipahami oleh responden (Kinanti, 2014). Dari 44 item kuesioner yang diujikan terdapat beberapa aitem yang sulit dipahami. Dibawah ini adalah hasil uji pemahaman


(59)

Tabel III. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Kuesioner Preintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay People

No. Aspek Pernyataan 1. Pengetahuan 2 dan 14 2. Sikap 9 3. Tindakan 8

Tabel IV. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Kuesioner Postintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay

People

No. Aspek Pernyataan 1. Pengetahuan 8 2. Sikap 6 dan 9 3. Tindakan 8

Setelah diketahui terdapat beberapa pernyataan yang sukar dipahami, maka tahap selanjutnya adalah melakukan perbaikan aitem dengan menuliskannya dalam kata-kata yang lebih sederhana. Pada tahap kedua dalam pengujian bahasa tidak ditemukan pernyataan yang sulit dipahami oleh lay people. Hasilnya, 44 item pernyataan dan pertanyaan yang terlah dimodifikasi kata-katanya menjadi lebih sederhana dalam kuesioner dilanjutkan ke tahap uji reliabilitas.

c. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan di Kramat, Magelang dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Ketiga puluh orang tersebut merupakan pria usia lanjut dengan rentang usia 55-65 tahun.

Hasil pengukuran uji reliabilitas untuk aspek pengetahuan

kuesioner preintervensi menggunakan program komputer dengan analisis

koefisien Cronbach Alpha adalah 0,524. Hasil tersebut belum memenuhi syarat realibilitas suatu kuesioner, sehingga harus dilakukan eliminasi pada aitem yang memiliki nilai korelasi point biserial terendah. Dilihat


(60)

dari ke lima belas aitem yang diujikan, aitem nomer lima memiliki nilai koreasi point biserial paling rendah sehingga harus di eliminasi. Setelah aitem nomer lima di eliminasi hasil nilai Cronbach alpha adalah 0,608, hasil ini sudah memenuhi syarat realibilitas suatu kuesioner yaitu >0,6. Menurut Hair et al, 2005 (cit. Sumaedi et al.,2014), syarat reliabilitas adalah memiliki nilai cronbach alpha >0,6. Pada aspek sikap kuesioner

preintervensi didapatkan hasil nilai pengukuran sebesar 0,606. Hal

tersebut sudah memenuhi syarat realibilitas suatu kuesioner sehingga tidak perlu dilakukan seleksi aitem.

Pada aspek pengetahuan kuesioner post intervensi, hasil

pengukuran uji reliabilitas menggunakan program komputer dengan analisis koefisien Cronbach Alpha adalah 0,573. Hasil tersebut belum memenuhi syarat realibilitas suatu kuesioner, sehingga harus dilakukan eliminasi pada aitem yang memiliki nilai korelasi point biserial terrendah. Dilihat dari ke limabelas aitem yang diujikan, aitem nomer satu memiliki nilai koreasi point biserial paling rendah sehingga harus di eliminasi. Setelah aitem nomer satu di eliminasi hasil nilai Cronbach alpha adalah 0,607, hasil ini sudah memenuhi syarat realibilitas suatu kuesioner yaitu >0,6. Untuk aspek sikap kuesioner postintervensi didapatkan hasil nilai pengukuran sebesar 0,635. Hal tersebut sudah memenuhi syarat realibilitas suatu kuesioner sehingga tidak perlu dilakukan seleksi aitem. 5. Ethical clearance


(61)

Komisi Etik Penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup dan menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi

persyaratan tertentu (Quraniati, 2015). Ethical Clearance dalam penelitian

didapatkan melalui diberikannya izin oleh Dinas Perizinan Kota Yogyakarta untuk

melaksanakan penelitian di Kecamatan Tegalrejo serta pengisian informed

consent yang dilakukan oleh responden penelitian sebelum dilaksanakannya

intervensi oleh peneliti. 6. Pelaksanaan CBIA

Peneliti mengundang 50 responden yang diperoleh pada tahap sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Dari limapuluh orang yang diundang sebanyak 38 orang hadir pada pelaksanaan penelitian. Intervensi CBIA dilakukan pada 38 orang dan dikelompokkan menjadi 6 atau 7 orang per kelompok. Sehingga terdapat empat kelompok beranggotakan enam orang dan dua kelompok beranggotakan tujuh orang. Pada masing-masing kelompok tersebut di tempatkan satu fasilitator yang bertugas untuk membagikan lembaran soal pretest maupun

posttest serta memantau jalannya diskusi dalam kelompok.

Pertama-tama, peneliti membuka acara serta menyampaikan tujuan kegiatan yang diikut responden. Sebelum melaksanakan CBIA terlebih dahulu

dilakukan penandatanganan informed consent yaitu pernyataan kesediaan dari

subjek penelitian untuk diambil datanya serta ikut dalam penelitian dan pretest untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang diabetes melitus,

pengisian kuesioner pretest diberi waktu selama 25 menit. Selanjutnya, dilakukan


(62)

booklet mengenai dibetes melitus. Setelah itu, masing-masing anggota kelompok diberikan waktu sebanyak 45 menit untuk berdiskusi dalam kelompok kecil, yaitu membaca dan mencermati informasi di dalam booklet serta mengumpulkan informasi yang kurang dipahami ataupun temuan-temuan yang didapatkan sebagai dasar ketua kelompok untuk bertanya dan menyampaikan temuannya kepada narasumber. Booklet yang diberikan kepada responden terdiri dari dua booklet yaitu mengenai apa yang perlu diketahu tentang DM serta mengenai apa yang perlu diketahui tentang hidup sehat bagi penyandang DM. Setelah diskusi kelompok kecil selesai, dilakukan sesi tanya jawab dengan narasumber serta penyampaian temuan dalam kelompok selama 30 menit. Narasumber akan menanggapi dengan menjelaskaan persoalan yang muncul dan memberikan cara-cara pengatasannya. Selanjutnya, narasumber menyampaikan kesimpulan atau rangkuman kegiatan CBIA-DM. Sebelum kegiatan ditutup responden diberikan

waktu selama 25 menit melakukan posttest, untuk mengetahui pengaruh CBIA

yang diberikan. Kegiatan yang terakhir adalah penutupan yang dilakukan oleh peneliti.

7. Posttest 1 bulan dan 2 bulan setelah intervensi

Posttest 1 bulan dan 2 bulan setelah intervensi dilakukan untuk melihat

apakah pengetahuan yang diperoleh responden dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama serta untuk mengukur apakah terdapat perubahan tindakan dan sikap dari responden setelah diberi edukasi. Menurut Hartayu, 2012,

jeda waktu pelaksanaan posttest adalah 1 bulan postintervensi, 3 bulan


(63)

penelitian maka peneliti menentukan posttest dilaksanakan 1 bulan dan 2 bulan

setelah intervensi. Posttest 1 bulan setelah intervensi dilakukan dengan

mengumpulkan kembali responden ke Pendopo Kelurahan Kricak, Kecamtan

Tegalrejo. Kegiatan posttest diawali dengan pembukaan oleh peneliti untuk

menyampaikan kembali tujuan dilakukannya kegiatan penelitian. Selanjutnya,

reponden diminta untuk mengisi soal posttest dan diberikan waktu selama 25

menit. Kegiatan yang terakhir adalah penutupan oleh peneliti. Namun, pada

posttest 2 bulan setelah intervensi, peneliti dibantu oleh ketua komisi lansia

kecamatan membagikan kuesioner kepada masing-masing responden. K. Tata Cara Analisis Hasil

Agar keakuratan data terjamin maka dilakukan beberapa kegiatan prosess manajemen data (editing, processing, cleaning) dan analisis data.

1. Manajemen data

a. Editing

Pemeriksaan kuesioner hasil penelitian terkait kelengkapan isi serta jawaban. Hanya kuesioner yang telah lengkap terisi yang digunakan untuk analisa hasil penelitian.

b. Processing

Memberikan nilai dari setiap aitem pertanyaan yang dijawab oleh responden pada kuesioner pengetahuan, sikap dan tindakan. Setelah itu,


(1)

Lampiran 38.

Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem

Aspek Tindakan 2 Bulan Setelah Intervensi

Responden Pertanyaan Mayoritas

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 R R R B R R R - - - R - R 2 S R R B R S B S S B B B S B B 3 S S S B R B R B B B B B B B B 4 B B B B B B B - - - B - B 5 B B R B R S R - - - S - B 6 B R R R R B R - - - B - R 7 R S R R R S R - - - R - R 8 B R B B R R R - - - R - R 9 R R R B R S R - - - B - R 10 B R R R R S R - - - B - R 11 B R R B B B B B B B B B B B B 12 B B B B R B R B B B B B B B B 13 B B R B R B R - - - R - B 14 B R R R R B R - - - R - R 15 B R R R R S R - - - R - R 16 B R R S R B R - - - R - R 17 R R R R R S R - - - R - R 18 B R B S R R R R B B B B B B B 19 B R S B R B R - - - R - B 20 B R R B R B R R B B B B B B B 21 R R R R R B R - - - R - R 22 B R R B R R R - - - R - R 23 R R R R R R R - - - R - R 24 B R R R R R R - - - R - R 25 B R R S R S R - - - R - R 26 R R R R R R R - - - R - R 27 R R R R R S R - - - R - R 28 B B B B R R R - - - B - B 29 B B B B R S R - - - B - B 30 B R B B R S R - - - R - R 31 B B R S R B R B B B B B B B B 32 B R R R R B R - - - B - R 33 B R R B R S R R B B R B R B R 34 B B B B R R R - - - R - B 35 B B B B R B R - - - R - B 36 B R R S R R R - - - R - R 37 B B R S R B R - - - R - R 38 R R R B R R R - - - R - R

=

Responden penderita DM

   

= Responden bukan penderita DM

 

Keterangan :


(2)

Lampiran 39.

Hasil Uji Normalitas Kuesioner

1.

Pre intervensi

A.

Aspek pengetahuan

B.

Aspek sikap

2.

Post-1

A.

Aspek pengetahuan

B.

Aspek sikap

3.

Post-2

A.

Aspek pengetahuan


(3)

4.

Post-3

A.

Aspek pengetahuan


(4)

Lampiran 40.

Hasil Uji

Wilcoxon

Data

Pre-Post-

1

, Pre-Post

-2,

Pre-Post-

3

Aspek Pengetahuan serta Sikap

Hipotesis nol

: post

pre

Hipotesis alternatif

: post < pre

1.

Aspek pengetahuan

A.

Pre-post-1

B.

Pre-post-2


(5)

2.

Aspek Sikap

A.

Pre-post-

1

B.

Pre-post-

2


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis yang mempunyai nama lengkap Sukmadewi,

dilahirkan di Magelang pada tanggal 9 Februari 1994.

Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Dedi

Setiawan dan Ibu Ariyanti ini menempuh pendidikan di

SD Negri Kramat 1 Magelang (1999-2005), SMP Negri

2 Magelang (2005-2008), SMA Negri 1 Magelang

(2008-2011) dan saat ini sedang melanjutkan jenjang

perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma (USD) Yogyakarta.