Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

(1)

INTISARI

Penggunaan antibiotika yang tidak tepat disebabkan kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika. Cara untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode CBIA. Tujuan penelitian adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

Penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan time series yaitu pre,post 1,post 2 dan post 3. Pengambilan sampel secara purposive sampling melibatkan 34 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Uji hipotesis data menggunakan uji Wilcoxon dengan p-value < 0,05 dinyatakan terjadi peningkatan secara signifikan pada pengetahuan, sikap dan tindakan .

Ada peningkatan jumlah responden aspek pengetahuan kategori baik, pre-post 1 dari 14,71% menjadi 41,18%, pre-post 2 menjadi 52,94%, pre-post 3 menjadi 32,35%. Aspek sikap kategori baik, pre-post 1 dari 38,24% menjadi 73,53%, pre-post 2 menjadi 73,53%, pre-post 3 menjadi 44,11%. Aspek tindakan kategori baik, pre-post 1 dari 0% menjadi 17,65%, pre-post 2 menjadi 2,94%, pre-post 3 menjadi 5,88%. Metode CBIA meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita secara signifikan tentang penggunaan antibiotika.


(2)

ABSTRACT

Improper use of antibiotics due to lack of knowledge, attitudes and practice of antibiotics society. Ways to improve the knowledge, attitudes and practice of the public about antibiotic with CBIA method. The research objective is to improve the knowledge, attitudes and practice of people in the District of Umbulharjo of antibiotics by the method of CBIA.

This study is a quasi-experimental design with time series of pre, post 1, post 2 and post 3. Sampling was purposive sampling involved 34 respondents who met the inclusion criteria.Hypothesis test data using the Wilcoxon test with a p-value <0.05 was declared significant increase in knowledge, attitudes and practice.

There is an increasing number of respondents aspects of both categories of knowledge, pre-post 1 of 14,71% to 41,18%, pre-post 2 to 52,94%, pre-post 3 to 32,35%. Good attitude aspect category, pre-post 1 of 38,24% to 73,53%, pre-post 2 to 73,53%, pre-post 3 to 44,11%. Aspects of the practice either category, pre-post 1 of 0% to 17,65%, pre-post 2 to 2,94%, pre-post 3 to 5,88%. The method CBIA of improving the knowledge, attitudes and practice significantly of young women about antibiotics.


(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN REMAJA WANITA DI KECAMATAN UMBULHARJO TENTANG ANTIBIOTIKA

DENGAN METODE CBIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Ludwinia Cesa Varian NIM : 118114103

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN REMAJA WANITA DI KECAMATAN UMBULHARJO TENTANG ANTIBIOTIKA

DENGAN METODE CBIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Ludwinia Cesa Varian NIM : 118114103

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

Kupersembahkan Karyaku ini untuk

Tuhan Yesus atas segala berkatNya di kehidupanku

Orang tua dan Keluarga, tanpa kalian aku tidak bisa berdiri di sini

Sahabat-sahabatku yang mendampingi aku dan mendorong aku menyelesaikan karya ini

Almamaterku yang selalu aku banggakan dan tidak akan pernah aku lupakan


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kemuliaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN REMAJA WANITA DI KECAMATAN UMBULHARJO TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA”secara tepat waktu.

Penulis sangat menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada setiap pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini :

1. Kepala Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dan para staff yang telah bersedia memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 2. Kepala Sekolah SMK Negeri 4 Yogyakarta beserta Bapak dan Ibu Guru

yang bersedia memberikan izin dan membantu penulis selama melakukan penelitian untuk proses penyusunan karya ini.

3. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. Sebagai dosen pembimbing yang sabar dan teliti dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan karyaini.

4. Para dosen penguji yang bersedia memberikan kritik dan saran dalam naskah skripsi ini.

5. Remaja wanita yang berkontribusi yang berada di SMK Negeri 4 Yogyakarta yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi.

Akhir kata, semoga skripsi bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Yogyakarta, Juni 2015 Penulis


(11)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5


(12)

ix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Pengetahuan ... 7

1. Pengertian ... 7

2. Tingkatan pengetahuan ... 8

3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 9

4. Pengukuran pengetahuan ... 10

B. Sikap ... 11

1. Pengertian ... 11

2. Tingkatan sikap ... 11

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 12

4. Pengukuran sikap ... 12

C. Tindakan ... 14

1. Pengertian ... 14

2. Tingkatan tindakan ... 14

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ... 15

4. Pengukuran tindakan ... 15

5. Upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan ... 16

D. CBIA ... 18

1. Kegiatan I (kelompok) ... 19

2. Kegiatan II (kelompok) ... 20

3. Kegiatan III (individual) ... 21

E. Antibiotika ... 21


(13)

x

2. Prinsip umum penggunaan antibiotika ... 22

3. Distribusi antibiotika ... 22

4. Definisi resistensi ... 23

5. Penyebab resistensi ... 23

6. Masalah yang muncul dari resistensi ... 24

7. Pencegahan resistensi ... 24

F. Landasan Teori ... 24

G. Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 26

1. Variabel ... 26

2. Definisi operasional ... 27

C. Subyek Penelitian ... 28

D. Lokasi Penelitian ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 29

1. Pertanyaan mengenai fakta ... 29

2. Pertanyaan informatif ... 29

F. Waktu Penelitian ... 31

G. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Studi Pustaka ... 31

2. Analisis Situasi ... 31


(14)

xi

b. Penentuan sampel ... 32

c. Pengurusan izin penelitian ... 32

3. Pembuatan Instrumen Penelitian ... 32

a. Penyusunan kuesioner ... 32

b. Uji validitas ... 33

c. Uji pemahaman bahasa ... 33

d. Uji reliabilitas instrumen ... 34

4. Penyebaran Kuesioner ... 38

5. Pengumpulan Kuesioner ... 38

H. Analisis Data ... 38

1. Editing ... 38

2. Data coding ... 39

3. Cleaning ... 39

4. Uji normalitas ... 39

5. Uji hipotesis ... 41

I. Kelemahan Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Karakteristik Demografi Responden ... 42

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum CBIA ... 43

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sesudah CBIA ... 44

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Sesudah CBIA ... 46


(15)

xii

2. Sikap ... 48

3. Tindakan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 59


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Keaslian penelitian ... 4

Tabel II. Pembagian nomor berdasarkan pernyataan-pernyataan aspek pengetahuan pada kuesioner ... 30

Tabel III. Pembagian nomor berdasarkan pernyataan-pernyataan aspek sikap pada kuesioner ... 30

Tabel IV. Pembagian nomor berdasarkan pernyataan-pernyataan aspek tindakan pada kuisioner ... 31

TabelV. Perubahan item uji pemahaman bahasa ... 34

Tabel VI. Uji reliabilitas ... 36

Tabel VII. Uji reliabilitas aspek pengetahuan ... 37


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur pengujian reliabilitas aspek pengetahuan ... 37 Gambar 2. Presentase kelompok usia responden ... 42 Gambar 3. Distribusi jumlah responden dengan kategori baik, cukup,

kurang sebelum CBIA ... 43 Gambar 4. Perbandingan jumlah responden kategori baik antara pre,

post 1, post 2 dan post 3 pada aspek pengetahuan, sikap dan

tindakan sesudah CBIA ... 46 Gambar 5. Presentase jumlah responden pada aspek pengetahuan

dengan kategori baik, cukup dan kurang ... 48 Gambar 6. Presentase jumlah responden pada aspek sikap dengan

kategori baik, cukup dan kurang ... 50 Gambar 7. Presentase jumlah responden pada aspek tindakan dengan


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat persetujuan responden ... 60

Lampiran 2. Surat perizinan ... 61

Lampiran 3. Surat perpanjangan perizinan ... 62

Lampiran 4. Surat selesai penelitian ... 63

Lampiran 5. Uji validitas ... 64

Lampiran 6. Uji pemahaman bahasa ... 72

Lampiran 7. Kuesioner uji reliabilitas... 75

Lampiran 8. Hasil uji reliabilitas kuesioner responden aspek pengetahuan, sikap dantindakan ... 79

Lampiran 9. Uji normalitas ... 82

Lampiran 10. Uji hipotesis ... 84

Lampiran 11. Data hasil kuesioner responden aspek pengetahuan, sikap dan tindakan... 86


(19)

xvi INTISARI

Penggunaan antibiotika yang tidak tepat disebabkan kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika. Cara untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode CBIA. Tujuan penelitian adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

Penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan time series yaitu pre,post 1,post 2 dan post 3. Pengambilan sampel secara purposive sampling melibatkan 34 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Uji hipotesis data menggunakan uji Wilcoxon dengan p-value < 0,05 dinyatakan terjadi peningkatan secara signifikan pada pengetahuan, sikap dan tindakan .

Ada peningkatan jumlah responden aspek pengetahuan kategori baik, pre-post 1 dari 14,71% menjadi 41,18%, pre-post 2 menjadi 52,94%, pre-post 3 menjadi 32,35%. Aspek sikap kategori baik, pre-post 1 dari 38,24% menjadi 73,53%, pre-post 2 menjadi 73,53%, pre-post 3 menjadi 44,11%. Aspek tindakan kategori baik, pre-post 1 dari 0% menjadi 17,65%, pre-post 2 menjadi 2,94%, pre-post 3 menjadi 5,88%. Metode CBIA meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita secara signifikan tentang penggunaan antibiotika.


(20)

xvii ABSTRACT

Improper use of antibiotics due to lack of knowledge, attitudes and practice of antibiotics society. Ways to improve the knowledge, attitudes and practice of the public about antibiotic with CBIA method. The research objective is to improve the knowledge, attitudes and practice of people in the District of Umbulharjo of antibiotics by the method of CBIA.

This study is a quasi-experimental design with time series of pre, post 1, post 2 and post 3. Sampling was purposive sampling involved 34 respondents who met the inclusion criteria. Hypothesis test data using the Wilcoxon test with a p-value <0.05 was declared significant increase in knowledge, attitudes and practice.

There is an increasing number of respondents aspects of both categories of knowledge, pre-post 1 of 14,71% to 41,18%, pre-post 2 to 52,94%, pre-post 3 to 32,35%. Good attitude aspect category, pre-post 1 of 38,24% to 73,53%, pre-post 2 to 73,53%, pre-post 3 to 44,11%. Aspects of the practice either category, pre-post 1 of 0% to 17,65%, pre-post 2 to 2,94%, pre-post 3 to 5,88%. The method CBIA of improving the knowledge, attitudes and practice significantly of young women about antibiotics.


(21)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Antibiotika adalah obat untuk membunuh atau melemahkan pertumbuhan bakteri dan jamur (National Institute of Alergy and Infectious Deseases, 2009). Penggunaannya harus rasional, tepat, dan aman. Penggunaan yang tidak rasional disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai antibiotika dan menimbulkan resistensi. Ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotika meliputi kesalahan pemilihan antibiotika, indikasi, dosis, dan cara pemberiannya. Penggunaan antibiotika di masyarakat yang senakin meningkat berhubungan dengan kemungkinan peningkatan resistensi termasuk besarnya masalah resisitensi antibakteri di beberapa Negara berpendapatan rendah salah satunya Indonesia (Vila dan Pal, 2010).

Penelitian di Yogyakarta menunjukkan bahwa pembelian antibiotika tanpa resep di apotek sejumlah 7%. Antibiotika yang paling banyak dibeli yaitu Amoksisilin dengan presentase sebesar 77%, antibiotika lain seperti ampisilin, tetrasiklin, ciprofloksasin juga dibeli secara swamedikasi tapi presentase tidak sebesar amoksisilin. Antibiotika tersebut rata-rata dibeli untuk mengobati gejala flu, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala dengan lama penggunaan sebagian besar kurang dari 5 hari (Widayati, Suryawati, Crespigny, and Hiller, 2011).


(22)

Hasil survei lain menunjukkan bahwa 63,5% masyarakat tidak mengetahui aturan pakai obat antibiotika dan 36,5% mengaku mengetahui aturan pakai obat antibiotika. Hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi kekebalan obat terhadap kuman di dunia (Sedyaningsih, 2011).

Penelitian dilakukan di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta karena Kecamatan Umbulharjo merupakan Kecamatan yang memiliki jumlah Kelurahan paling banyak (7 Kelurahan) dan jumlah penduduk yang paling banyak 60.255 jiwa dibanding dengan 2 kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Mergangsan dan Kecamatan Kotagede.

Penelitian dilakukan pada remaja wanita karena usia remaja 12-25 tahun merupakan usia dimana rasa ingin tahu besar terutama menyangkut kesehatan, sehingga remaja membutuhkan pengetahuan tentang antibiotika untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan antibiotika. Menurut WHO 2005, wanita lebih mudah terserang penyakit dibanding pria karena alasan biologis, kultur social dan ekonomi. Sehingga pengetahuan wanita tentang kesehatan lebih tinggi dibanding pria. Pria cenderung tidak mau repot dan kurang sabar. Wanita lebih mempunyai waktu luang sehingga kesempatan mencari informasi mengenai kesehatan lebih banyak (Anna and Chandra, 2011).

Penyelenggaraan metode CBIA dipilih karena peneliti dapat melihat secara langsung perkembangan obyek dalam mengikuti kegiatan dalam kelompok, karena dengan kegiatan kelompok informasi dapat mudah tersampaikan sehingga resiko penggunaan obat secara salah dalam waktu yang lama, dan adanya resiko


(23)

kontraindikasi dapat berubah. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk membekali masyarakat agar mempunyai keterampilan mencari informasi secara tepat dan benar (Wulandari,2012).

1. Rumusan masalah

a. Seperti apakah karakteristik demografi remaja wanita Kecamatan Umbulharjo? b. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita

Kecamatan Umbulharjo mengenai penggunaan antibiotika sebelum menerima CBIA?

c. Seberapa tinggi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita Kecamatan Umbulharjo mengenai penggunaan antibiotika sesudah menerima CBIA?

d. Apakah terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita tentang penggunaan antibiotika?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita mengenai antibiotika dengan metode CBIA belum pernah dilakukan.

Beberapa penelitian yang ditemukan penulis yang mirip dengan penelitian ini antara lain.


(24)

Tabel I. Keaslian penelitian

No Perbedaan Kusuma, M.A (2011) Ardenari, M.P (2011) Thoma, S.R (2011)

1

Jenis dan Rancangan

Penelitian

Cross Sectional Cross Sectional Cross Sectional

2 Variabel

Bebas : Tingkat pendidikan masyarakat Tergantung : Tingkat pengetahuan

masyarakat mengenai antibiotika

Bebas : Tingkat pendidikan masyarakat

Tergantung : Tingkat pengetahuan

masyarakat

mengenai antibiotika

Bebas : Tingkat pendidikan masyarakat

Tergantung : Tingkat pengetahuan

masyarakat mengenai antibiotika

3 Definisi Operasional

Tingkat pendidikan yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi

Tingkat pendidikan yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi

Tingkat pendidikan yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi

4 Subyek Penelitian

Masyarakat Kecamatan Umbulharjo baik laki-laki atau perempuan dengan tingkat pendidikan minimal SD berkisar antara 20 tahun sampai 62 tahun

Masyarakat

Kecamatan Kotagede baik laki-laki atau perempuan, dengan kriteria inklusi subyek yaitu tingkat pendidikan yang telah ditamatkan minimal SD sebanyak 104 responden. Masyarakat Kecamatan

Mergangsan baik laki-laki atau perempuan dengan kriteria inklusi subyek adalah tingkat pendidikan yang telah ditamatkan minimal SD sebanyak 119 responden.

5. Analisis Data Uji normalitas menggunakan statistik nonparametrik yaitu dengan menggunakan teknik Kolmogorof-Smirnov Uji Hipotesis menggunakan uji Spearman untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila variabel yang

dihubungkan berbentuk ordinal dan sampel kecil. Uji normalitas menggunakan statistik nonparametrik yaitu dengan menggunakan teknik Kolmogorof-Smirnov. Uji Hipotesis menggunakan uji Spearman untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sampel kecil.

Uji normalitas menggunakan statistik nonparametrik yaitu dengan menggunakan teknik Kolmogorof-Smirnov Uji Hipotesis menggunakan uji Spearman untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila variabel yang

dihubungkan

berbentuk ordinal dan sampel kecil.

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA juga memiliki


(25)

perbedaan dari penelitian–penelitian sebelumnya dari segi jenis, tujuan penelitian, metode pengambilan data, metode sampling dan responden yang terlibat.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Sebagai referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki sikap dan tindakan terhadap penggunaan antibiotika sebagai langkah mengurangi kejadian resistensi

b. Manfaat praktis

1) Bagi Responden : Meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait penggunaan antibiotika.

2) Bagi Peneliti : Sebagai dasar pengembangan edukasi di bidang kesehatan masyarakat terutama mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait antibiotika.

3) Bagi Pemerintah : Sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan penelitian berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi remaja wanita Kecamatan Umbulharjo meliputi usia.


(26)

b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita mengenai antibiotika sebelum dilakukan intervensi dengan metode CBIA.

c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita mengenai antibiotika sesudah menerima CBIA.

d. Mengukur seberapa besar peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita mengenai antibiotika.


(27)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra perasa dan indra peraba (Notoadmojo, 2007). Kedalaman pengetahuan yang diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan berikut, yaitu mengetahui, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman, dimana pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi atau orang lain. Pengalaman merupakan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden. Dalam teori Rosenberg, pengetahuan dan sikap berhubungan secara konsisten. Bila pengetahuan berubah maka akan diikuti perubahan sikap. Maka dapat disimpulkan, pengetahuan seseorang sudah seharusnya berhubungan dengan sikap (Christian, 2010).


(28)

2. Tingkatan pengetahuan

Pengukuran pengetahuan individu dapat diketahui apabila respon lisan atau tertulis berjalan dengan baik dan memberikan jawaban yang sesuai dengan topik.

Pengetahuan diukur dengan menentukan tingkatan/bobot sebagai berikut: a. Bobot I. Individu tahu dan paham.

b. Bobot II. Individu tahu dan memahami hingga mengaplikasikan serta menganalisisnya.

c. Bobot III. Individu tahu dan memahami hingga mengaplikasikan serta menganalisisnya hingga melakukan sintesis dan evaluasi.

Kedalaman tingkatan pengetahuan diukur sebagai berikut :

a. Tahu (Know). Kemampuan menghafal, mengingat dan mengulang informasi yang diberikan. Merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.

b. Memahami (Comprehension). Kemampuan menerapkan dan mengulang informasi secara benar tentang objek yang diketahui.

c. Analisis (Analysis). Kemampuan menjabarkan materi dan dapat dilihat berdasar penggunaan kata kerja, seperti membedakan, memisahkan dan menggambarkan.

d. Aplikasi (Application). Kemampuan menggunakan informasi, teori yang berhubungan dengan kondisi sebenarnya.

e. Sintesis (Synthesis). Kemampuan mengumpulkan informasi untuk membentuk pemikiran baru.


(29)

f. Evaluasi (Evaluation). Kemampuan meneliti berdasar kriteria yang ditentukan sendiri.

(Notoatmodjo, 2009). 3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :

A.Pengalaman. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, maka semakin luas pula cakupan pengetahuan yang dimiliki.

B.Usia. Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mental akan semakin bertambah baik. Selain itu, umur juga mempengaruhi daya ingat seseorang. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang maka akan berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperoleh, akan tetapi menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

C.Informasi. Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan rendah tetapi jika banyak informasi yang didapatkan dari berbagai media, misalnya televisi, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

D.Pendidikan. Meningkatkan wawasan atau pengetahuan seseorang. Hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan yang didapat akan semakin luas dibandingkan dengan orang yang pendidikannya lebih rendah.


(30)

4. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan memberikan kuisioner untuk menanyakan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang. Rumusan kalimat pertanyaan harus memperhatikan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kalimat yang digunakan dalam penyusunan instrumen penelitian disebut kuisioner. Adapun penyusunan kalimat kuisioner pengetahuan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

a. Kalimat harus berupa pernyataan pasti

b. Pernyataan sebaiknya hanya mempunyai satu gagasan c. Menghindari pernyataan agresif

d. Kalimat harus sederhana dan tidak berlebihan supaya inti pernyataan dapat dinyatakan dengan jelas

e. Membuat pernyataan dengan alternatif jawaban yang berbeda

f. Tidak menjerumuskan responden dengan memberikan pernyataan yang tidak ada jawabannya

g. Tidak menggunakan kata-kata yang dapat dijadikan petunjuk bagi responden h. Menghindari alternatif pernyataan yang bisa meniadakan atau bertentangan

dengan pernyataan lain

(Budiman dan Riyanto, 2013).

Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari tiap pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Hasil pengukuran pengetahuan digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu tingkat pengetahuan tinggi jika responden mampu menjawab pertanyaan benar lebih dari 76%, tingkat


(31)

pengetahuan sedang jika responden mampu menjawab pertanyaan benar 56%-75%, tingkat pengetahuan rendah jika responden mampu menjawab pertanyaan benar kurang dari 56% (Arikunto, 2010).

B. Sikap 1. Pengertian

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab. Suatu sikap belum terwjud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap jadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung. Tingkatan faktor pendukung yaitu presepsi, respon terpimpin, mekanisme, adopsi. Komponen pokok sikap adalah kepercayaan, kehidupan emosional, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi berperan penting. Sikap bisa digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu sikap yang mendukung (favourable) dan sikap yang tidak mendukung (unfavourable) (Budiman dan Riyanto, 2013).

2. Tingkatan sikap

Kedalaman tingkatan sikap terdiri atas empat tingkatan yaitu :

a. Menerima (Receiving). Subjek mau dan memperhatikan objek yang diberikan. b. Merespon (Responding). Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan


(32)

c. Menghargai (Valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu bahan atau masalah.

d. Bertanggung jawab (Responsible). Bertanggung jawab atas semua yang dipilih dengan kemungkinan resiko yang ada.

(Notoatmodjo, 2007). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap meliputi pengalaman pribadi, media massa dan orang yang dianggap penting. Terbentuknya sikap karena pengalaman pribadi yang melibatkan emosional sehingga akan menimbulkan dampak kuat. Seseorang cenderung memiliki sikap yang sama/searah dengan orang dianggap memiliki peran penting dalam kehidupannya. Hal tersebut menumbuhkan motivasi untuk menghindari munculnya konflik dengan orang yang dianggap penting. Dalam menyampaikan informasi, peran media massa sangat penting karena media massa membawa sugesti bagi seseorang yang akan memberikan dasar efektif dalam menilai sesuatu sehingga pembentukan sikap tergantung dari penilaian tersebut (Azwar, 2011). 4. Pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Langsung dengan menanyakan bagaimana pendapat responden terhadap obyek. Tidak langsung dengan pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Biasanya jawaban dalam rentang sangat setuju sampai sangat tidak setuju (Notoatmodjo, 2007).


(33)

Pengukuran sikap dapat dibagi menjadi 4 (empat) ketegori berdasarkan sistem scoring. Jawaban berada dalam rentang antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Hasil pengukuran sikap digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu sikap responden dikatakan baik jika responden mampu menjawab pertanyaan benar lebih dari 76% dari total pernyataan sikap. Kategori sikap responden dikatakan cukup jika responden mampu menjawab pertanyaan benar 56%-75%. Kategori sikap dikatakan rendah jika responden mampu menjawab pertanyaan benar kurang dari 56% (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan teknik skala Likert yaitu skala yang digunakan untuk pengukuran sikap, pengukuran pendapat seseorang terhadap suatu peristiwa. Pada instrumen pengukuran, responden akan diminta pendapatnya terhadap pernyataan dengan memilih “sangat setuju”, “setuju”. “tidak setuju”, atau “sangat tidak setuju” (Notoatmodjo, 2010).

Cara pengukuran sikap dengan memberikan penilaian (scoring) terhadap masing-masing pernyataan. Pernyataan yang sifatnya mendukung (favourable) untuk pilihan jawaban “sangat setuju” diberikan nilai 4, pilihan jawaban “setuju” diberikan nilai 3, pilihan jawaban “tidak setuju” diberikan nilai 2, dan pilihan jawaban “sangat tidak setuju” diberikan nilai 1. Kemudian untuk pernyataan yang sifatnya tidak mendukung (unfavourable), pilihan jawaban “sangat setuju” diberikan nilai 1, pilihan jawaban “setuju” diberikan nilai 2, pilihan jawaban “tidak setuju” diberikan nilai 3, dan pilihan jawaban “sangat tidak setuju” diberikan nilai 4 (Notoatmodjo, 2010).


(34)

C. Tindakan 1. Pengertian

Tindakan merupakan bagian dari perilaku yang diamati secara langsung dan disebut bentuk aktif perilaku. Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan. Perwujudan tindakan yang baik memerlukan beberapa faktor antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana (Notoatmodjo, 2010).

Apabila pembentukan tindakan didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka tindakan tersebut akan bertahan lama. Sebaliknya, apabila tindakan tersebut tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka tindakan tersebut tidak akan bertahan lama (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkatan tindakan

Kedalaman tindakan terdiri atas beberapa tingkat, yaitu bagian pertama adalah persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Bagian kedua adalah respon terpimpin (guide response) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Pada bagian ketiga adalah mekanisme (mechanism) apabila seseorang telah melakukan sesuai dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. Bagian keempat adalah adopsi (adoption) merupakan suatu praktek tindakan nyata yang sudah berkembang dengan baik (Fitriani, 2011).


(35)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan

Terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi tindakan, yaitu sistem sosial, sistem budaya dan sistem kepribadian. Hubungan antara ketiga faktor tersebut tercermin dalam sistem sosial seseorang, seseorang akan menduduki/mendapat status dan berperan sesuai dengan aturan yang dibuat dalam sistem tersebut dan tindakan seseorang akan ditentukan oleh tipe kepribadiannya. 4. Pengukuran tindakan

Pengukuran tindakan dilakukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat yang dilakukan pada suatu keadaan yang sedang berlangsung. Metode pengukuran tindakan sama dengan pengukuran sikap yaitu dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Langsung dengan menanyakan bagaimana pendapat responden terhadap obyek. Tidak langsung dengan pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Biasanya jawaban dalam rentang sangat setuju sampai sangat tidak setuju (Notoatmodjo, 2007).

Pengukuran tindakan dibagi menjadi 4 (empat) kategori berdasarkan sistem scoring. Jawaban berada dalam rentang antara sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Hasil pengukuran tindakan digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu tindakan responden dikatakan baik jika responden mampu menjawab pertanyaan benar lebih dari 76% dari total pernyataan. Kategori tindakan responden dikatakan cukup jika responden mampu menjawab pertanyaan benar 56%-75%. Kategori tindakan dikatakan rendah jika responden mampu menjawab pertanyaan benar kurang dari 56% (Notoatmodjo, 2010).


(36)

Pada instrumen pengukuran dengan teknik skala Likert, responden akan diminta pendapatnya terhadap pernyataan dengan memilih jawaban “sangat setuju”, “setuju”. “tidak setuju”, atau “sangat tidak setuju” (Notoatmodjo, 2010).

Cara pengukuran tindakan dengan memberikan penilaian (scoring) terhadap masing-masing pernyataan. Pada pernyataan yang sifatnya mendukung (favourable) untuk pilihan jawaban “sangat setuju” diberikan nilai 4, pilihan jawaban “setuju” diberikan nilai 3, pilihan jawaban “tidak setuju” diberikan nilai 2, dan pilihan jawaban “sangat tidak setuju” diberikan nilai 1. Kemudian untuk pernyataan yang sifatnya tidak mendukung (unfavourable), pilihan jawaban “sangat setuju” diberikan nilai 1, pilihan jawaban “setuju” diberikan nilai 2, pilihan jawaban “tidak setuju” diberikan nilai 3, dan pilihan jawaban “sangat tidak setuju” diberikan nilai 4 (Notoatmodjo, 2010).

5. Upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan

Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan pemberian edukasi yang akan memberikan informasi sebagai sumber pengetahuan sehingga akan menimbulkan sikap dan menyebabkan seseorang berperilaku berdasar kesadaran masing-masing individu (Wowiling et al., 2013 ; Notoatmodjo, 2010).

Metode dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masing-masing berbeda dalam setiap penelitian. Berikut ini adalah metode-metode dalam upaya meningkatkan pengetahuan :

a. Demonstrasi. Demonstrasi merupakan pembelajaran tentang kejadian baik secara langsung atau tidak langsung atau menggunakan media pebelajaran yang sesuai dengan materi yang diberikan. Didalam metode demonstarsi


(37)

dibutukan alat bantu peraga untuk memperagakan materi yang diberikan. Diharapkan dengan metode ini dapat membantu peserta lebih memperhatikan dan mudah paham terhadap materi (Simamora, 2008).

b. Seminar. Metode seminar merupakan metode presentasi suatu topik oleh beberapa ahli. Metode seminar hanya cocok untuk peserta dengan latar belakang pendidikan menengah ke atas dan dilakukan di dalam kelompok besar dengan jumlah peserta > 15 orang. Untuk membantu pelaksanaan seminar, maka dibutukan moderator yang bertugas menjadi penghubung antara peserta seminar dengan pembicara seminar. Tujuan seminar adalah untuk memperkenalkan pemikiran baru tentang topik yang sedang dibicarakan (Djojodibroto, 2004 ; Notoatmodjo, 2010).

Pada aspek sikap, upaya peningkatan dapat terwujud apabila terdapat tambahan informasi yang diperoleh seperti leaflet, simulasi dan diskusi kelompok. Metode-metode tersebut akan dijelaskan seperti berikut :

a. Leaflet. Merupakan suatu media penyampaian informasi yang berisi topik persoalan yang dibahas secara langsung dan memaparkan suatu instruksi secara singkat dan padat berupa lipatan lembaran berisi kalimat dan gambar yang bersangkutan (Simamora, 2008).

b. Simulasi. Merupakan metode praktek menggunakan situasi nyata untuk menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan peserta sehingga peserta dapat terlibat secara aktif dan kritis dalam proses pembelajaran. Selain itu, metode simulasi dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan, sikap dan


(38)

ketrampilan peserta dalam menghadapi suatu masalah (Fitriani, 2011 ; Nursalam, 2008).

c. Diskusi kelompok. Media bertukar pikiran antara beberapa orang dalam suatu kelompok. Metode ini bertujuan untuk menyamakan dan meningkatkan keputusan dari suatu persoalan supaya lebih baik (Fitriani, 2011).

Upaya peningkatan tindakan dipengaruhi oleh peningkatan pengetahuan dan sikap sehingga diperlukan edukasi kesehatan berupa ceramah dan edukasi kelompok sebaya (Maulana, 2009). Kedua metode tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Edukasi kelompok sebaya. Merupakan proses komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh kelompok sebaya (kisaran umur sama) dengan tujuan supaya lebih nyaman dalam berdiskusi tentang masalah pribadi untuk mencapai perubahan perilaku/tindakan (Romlah, 2001).

b. Ceramah. Merupakan metode yang cocok untuk peserta berpendidikan tinggi maupun rendah yang bertujuan untuk menyampaikan informasi materi secara langsung dalam jumlah besar kepada peserta yang cenderung pasif sehingga informasi yang didapat peserta dapat tersampaikan dengan baik (Fitriani, 2011; Simamora, 2008).

D. CBIA

Metode CBIA adalah metode belajar mandiri yang digunakan untuk edukasi umum yang menekankan pada peran aktif peserta dalam mendapatkan informasi yang diinginkan. Tujuan metode CBIA adalah untuk memberdayakan


(39)

peserta supaya peserta dapat mencari, menilai informasi yang diinginkan tentang pengobatan mereka secara aktif dan menumbuhkan motivasi/keinginan untuk melakukan sesuatu baik berupa motivasi dari diri sendiri atau motivasi dari orang lain. Di dalam metode CBIA juga terdapat fasilitator, peran fasilitator sebagai motivator agar minat dan potensi peserta dapat berkembang dengan baik (Hartayu et al., 2012).

Metode CBIA secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta dibandingkan dengan metode ceramah dan tanya jawab (presentasi). Di samping itu, peserta diharapkan dapat mengingat penjelasan dengan lebih baik karena dilakukan secara aktif dan melalui pengamatan secara langsung. Fasilitator hanya berperan sebagai pemandu dalam diskusi, sedangkan untuk informasi lebih lanjut disampaikan oleh narasumber yang berasal dari profesi apoteker yang telah berpengalaman (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2014).

Salah satu kegiatan CBIA yang telah dilakukan adalah self medication. Dalam self medication, kegiatan dibagi menjadi 3 tahap dan beberapa kelompok peserta yang terdiri dari 6-8 orang. 3 tahap kegiatan tersebut yaitu :

1. Kegiatan I (kelompok)

Tiap kelompok dibagikan paket obat tertentu kemudian peserta diminta untuk :

a. Mengamati kemasan obat dan mempelajari informasi yang tertera pada kemasan obat meliputi nama dagang, namabahan aktif, dosis, bahan aktif utama dan bahan aktif tambahan pada obat kombinasi.


(40)

b. Mengelompokkan obat berdasarkan bahan aktif. c. Mendiskusikan bersama hasil pengamatan di atas. 2. Kegiatan II (kelompok)

Tujuan dari kegiatan II ini adalah untuk melatih peserta mencari informasi dari kemasan dengan cara meneliti setiap tulisan pada produk yang disediakan. Sediaan obat dalam bentuk cairan seperti sirup, obat tetes, krim dan salep, diberikan informasi produk berupa brosur dari pabrik. Sedangkan sediaan tablet dalam kemasan obat bebas seringkali hanya menyediakan informasi produk pada kemasan luar. Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan sebagai dasar melakukan self medication, yaitu nama bahan aktif,indikasi, aturan penggunaan, efek samping dan kontraindikasi.

Peran fasilitator pada tahap ini sangat penting untuk mendorong semua kebutuhan informasi secara lengkap. Dalam kegiatan ini digunakan lembar kerja yang telah disediakan. Pengisian lembar kerja secara lengkap diharapkan dapat memacu aktifitas peserta pada tahap selanjutnya. Pada tahap ini, ketua kelompok bertugas memimpin pencarian informasi bersama anggota-anggota kelompok sambil membandingkan kelengkapan informasi satu nama dagang obat dengan nama dagang obat lain. Walaupun kegiatan ini dilakukan dalam kelompok, tetapi tiap peserta harus mencatat untuk keperluan sendiri supaya peserta dapat menelaah secara sederhana kelengkapan dan kejelasan informasi yang tertera pada tiap kemasan.


(41)

3. Kegiatan III (individual)

Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keberanian peserta dalam mencari informasi secara individual (sendiri). Sebelum dilakukan tahap kegiatan 3, sebelumnya dipastikan dahulu lembar kerja pada kegiatan 2 telah terisi secara lengkap. Pada kegiatan 3, peserta diminta untuk mengerjakan pencatatan informasi seperti kegiatan 2, terhadap obat yang terdapat di rumah masing-masing peserta. Setelah menjelaskan kegiatan 3, diskusi ditutup dengan rangkuman oleh narasumber, mengidentifikasi kembali temuan-temuan penting yang diperoleh di masing-masing kelompok, dan memberikan pesan-pesan untuk memperkuat dampak intervensi (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2014).

Menurut Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, pelaksanaan CBIA dapat diikuti oleh seluruh kalangan masyarakat dan memiliki kriteria mempunyai kemampuan baca tulis dan dapat berkomunikasi dengan baik. Fasilitator dapat berasal dari petugas kesehatan, mahasiswa farmasi, mahasiswa kedokteran, atau orang dari lingkungan yang akan diintervensi.

E. Antibiotika

Masyarakat seringkali tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai jenis obat dan aturan penggunaannya, termasuk obat antibiotika, sehingga banyak ditemui kesalahan penggunaan. Hal ini dapat didasari berbagai faktor, salah satunya adalah akibat semakin banyaknya nama dagang dari berbagai jenis obat yang dapat diperoleh secara bebas.


(42)

1. Pengertian antibiotika

Antibiotika adalah obat untuk membunuh atau melemahkan pertumbuhan bakteri dan jamur (National Institute of Alergy and Infectious Deseases, 2009). Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping

2. Prinsip umum penggunaan antibiotika

Prinsip umum antibiotika sama seperti obat-obat lainnya yaitu dapat memenuhi kriteria sebagai berikut : antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi penyakit, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat lama pemberian, mutu terjamin dan aman, serta antibiotika tersedia dengan harga yang terjangkau (WHO, 2001). 3. Distribusi antibiotika

Antibiotika termasuk dalam daftar G atau Gevaarlijk yang berarti obat keras dan hanya dapat diperoleh dengan resep dokter atau tanggung jawab pihak yang memiliki kewenangan medis. Peraturan mengenai distribusi obat tertera dalam Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan yakni penyerahan bahan-bahan G yang menyimpang dari resep dokter, dokter gigi, dokter hewan dilarang.

Beberapa jenis antibiotika dapat diperoleh tanpa resep dokter yaitu antibiotika yang masuk dalam daftar Obat Wajib Apotek (OWA). OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Keputusan Menteri Kesehatan No. 347 tahun 1990 menjelaskan


(43)

bahwa terdapat beberapa jenis antibiotika yang masuk dalam daftar OWA sehingga dapat diperoleh tanpa resep dokter.

Sesuai dengan Peraturan Keputusan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993, menyebutkian bahwa kriteria OWA yang dapat diserahkan adalah obat yang bisa digunakan untuk pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit, penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus. Obat yang dimaksud memiliki khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Salah satu contoh obat OWA adalah Neomycin salep.

4. Definisi resistensi

Resistensi bakteri terhadap antibiotika adalah kemampuan alamiah bakteri untuk mempertahankan diri terhadap efek antibiotika (Todar, 2011). Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika karena produksi enzim yang menginaktivasi obat, penurunan pengambilan obat kembali, perubahan tempat ikatan dan perkembangan jalur metabolik alternatif (Tjay, 2010). Penggunaan antibiotika sesuai dengan resep dokter dan dikonsumsi sampai habis dapat membantu menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika (American Academy of Family Physicians, 2009).

5. Penyebab resistensi

Penyebab resistensi utama adalah penggunaan antibiotika secara tidak tepat atau tidak rasional. Beberapa faktor yang mendukung resistensi adalah penggunaan yang terlalu singkat, dosis terlalu rendah, diagnosa yang salah. Pada kejadian resistensi ini dibutukan pengetahuan pasien yang tinggi supaya pasien


(44)

tidak cenderung menganggap antibiotika wajib diberikan untuk berbagai macam penyakit (Bisht, Katiyar, Singh, dan Mittal, 2009).

6. Masalah yang muncul dari resistensi

Terdapat beberapa masalah yang diakibatkan oleh resistensi yaitu meningkatnya resiko kematian, penyakit yang tidak kunjung sembuh. Biaya kesehatan akan semakin meningkat seiring dengan dibutuhkannya antibiotika yang lebih kuat untuk mengobati penyakit yang resisten terhadap antibiotika sebelumnya yang lebih murah ((Bisht, Katiyar, Singh, dan Mittal, 2009).

7. Pencegahan resistensi

Penanganan dan pencegahan resistensi yang utama adalah dengan terapi rasional. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasarkan kondisi pasien, dosis tepat, rute pemberian, lama pemberian, hasil pemeriksaan mikrobiologi, waspada terhadap efek samping obat, cost effective, dan aman bagi pasien (Kemenkes, 2011 ; Utami, 2012). Selain itu, pencegahan resistensi terhadap antibiotika dapat dilakukan dengan cara mematuhi dan menjalankan petunjuk dokter, salah satunya dengan meminum antibiotika sampai habis dan sesuai dosis. Penggunaan antibiotika sesuai dengan resep dokter dan dikonsumsi sampai habis dapat membantu menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika (American Academy of Family Physicians, 2009).

F. Landasan Teori

Resistensi antibiotika merupakan masalah yang sangat serius karena dapat meningkatkan resiko kematian dan menyebabkan penyakit yang tidak


(45)

kunjung sembuh. Hal ini disebabkan karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat atau tidak rasional ((Bisht, Katiyar, Singh, dan Mittal, 2009). Dalam masyarakat, strategi pengendalian resistensi perlu dilakukan yaitu dengan memberikan pendidikan atau metode penyuluhan terkait penanganan resistensi antibiotika dengan menjelaskan penggunaan antibiotika yang sesuai. Metode yang dimaksud disini adalah Metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA).

Metode CBIA adalah metode yang digunakan untuk edukasi umum yang menekankan pada peran aktif peserta dalam mendapatkan informasi yang diinginkan. Tujuan metode CBIA adalah untuk memberdayakan peserta supaya peserta dapat mencari, menilai infromasi yang diinginkan tentang pengobatan mereka secara aktif, menumbuhkan motivasi/keinginan untuk melakukan sesuatu baik berupa motivasi dari diri sendiri atau motivasi dari orang lain dan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait penggunaan antibiotika yang rasional (Hartayu et al., 2012).

G. Hipotesis

Terjadi peningkatan signifikan pada pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita terkait penggunaan antibiotika di Kecamatan Umbulharjo setelah mengikuti metode CBIA.


(46)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu karena peneliti memberikan perlakuan atau intervensi namun tidak merubah fisik responden. Alasan peneliti menggunakan metode eksperimental semu karena penelitian ini dilakukan dengan melibatkan seluruh subyek uji untuk diberikan perlakuan tetapi tanpa randomisasi (non randomisasi) dan bertujuan untuk mengklarifikasi penyebab terjadinya suatu peristiwa (Santoso, 2010). Rancangan penelitian yang digunakan adalah time series yaitu rancangan penelitian dengan pengambilan data secara berulang dan prospektif (Notoatmodjo, 2012).

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas. Intervensi berupa CBIA

b. Variabel tergantung. Tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita mengenai antibiotika

c. Variabel pengacau terkendali. Informasi yang didapatkan remaja wanita baik secara formal maupun non formal, seperti ceramah, seminar, penyuluhan tentang antibiotika


(47)

d. Variabel pengacau tak terkendali. Informasi yang didapatkan remaja wanita sebelum mengikuti CBIA berasal dari komunikasi interpersonal (penjelasan dokter) atau melalui media elektronik dan media cetak

2. Definisi operasional

a. Pengetahuan. Didefinisikan sebagai pemahaman responden tentang antibiotika dan digolongkan berdasarkan jawaban yang diberikan. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika digolongkan menjadi 3 yaitu tinggi, sedang dan rendah. Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi jika responden mendapat skor 76-100% atau responden mendapatkan skor 13-17 dari setiap kriteria pengetahuan. Tingkat pengetahuan dikatakan sedang jika responden mendapat skor 56%-75% atau responden mendapatkan skor 11-12 dari setiap kriteria pengetahuan. Tingkat pengetahuan dikatakan rendah jika responden mampu menjawab pernyataan kurang dari 56% atau responden mendapat skor < 11 dari setiap kriteria pengetahuan.

b. Sikap. Didefinisikan sebagai respon yang diberikan responden terkait penggunaan antibiotika yang diukur dengan kuisioner berdasarkan sistem scoring dan Skala Likert sebagai skala pengukuran. Kategori sikap baik jika responden mendapatkan skor 76-100% atau responden mendapatkan skor 31-40. Kategori sikap cukup jika responden mendapatkan skor 56-75% atau responden mendapatkan skor 23-30. Kategori sikap kurang jika responden mendapatkan skor <56% atau responden mendapatkan skor < 23.

c. Tindakan. Didefinisikan sebagai bentuk dari yang dilakukan responden terkait penggunaan antibiotika. Tindakan diukur dengan kuisioner berdasarkan sistem


(48)

scoring dengan menggunakan SkalaLikert sebagai skala pengukuran. Kategori tindakan baik jika responden mendapatkan skor 76-100% atau responden mendapatkan skor 31-40. Kategori tindakan cukup jika mendapatkan skor 56-75% atau responden mendapatkan skor 23-30. Kategori tindakan dikatakan kurang jika responden mendapatkan skor < 56% atau responden mendapatkan skor < 23.

d. Pre intervensi. Bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden sebelum dilakukan intervensi.

e. Post 1 intervensi. Bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden setelah diberikan penjelasan oleh narasumber.

f. Post 2 intervensi. Bertujuan mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan responden setelah 1 bulan dilakukan intervensi, apakah semakin meningkat, menurun atau konstan.

g. Post 3 intervensi. Bertujuan mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden apakah meningkat, menurun atau konstan setelah 2 bulan dilakukan intervensi.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang terlibat adalah remaja wanita di SMK Negeri 4 Yogyakarta yang masuk dalam kriteria inklusi yaitu rentang usia 12-25 tahun, latar belakang pendidikan non kesehatan, bisa baca tulis dan bersedia mengikuti kegiatan CBIA di Kecamatan Umbulharjo. Kriteria eksklusi subyek adalah remaja


(49)

wanita yang sedang atau telah menempuh pendidikan kesehatan dan tidak bersedia mengikuti CBIA hingga akhir.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMK Negeri Kota Yogyakarta yang bersedia mengikuti penelitian yaitu SMK Negeri 4 Yogyakarta, Jl. Sidikan No. 60, Sorosutan, Umbulharjo.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang berisi daftar 40 pertanyaan mengenai pengertian antibiotika, cara memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan pakai antibiotika dan lama penggunaan antibiotika.

Pertanyaan pada kuesioner terbagi dalam dua hal yaitu : 1. Pertanyaan mengenai fakta

Berisi fakta-fakta data demografi responden yang ada pada saat pengisian kuesioner. Bagian ini terdiri dari nama responden, rukun tetangga (RT)/kampung/dusun/desa tempat responden tinggal, tingkat pendidikan terakhir responden, usia responden, pekerjaan responden dan pendapatan keluarga responden.

2. Pertanyaan informatif

Digunakan untuk mencari tahu informasi atau pengetahuan responden mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan responden terkait antibiotika.


(50)

Pertanyaan informatif berjumlah 40 soal. Bagian pertama terdiri dari 20 pernyataan berfungsi untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden terkait antibiotika, meliputi pengertian antibiotika, cara penggunaan antibiotika, bahaya penggunaan antibiotika. Bagian kedua terdiri dari 10 pernyataan yang berfungsi untuk mengetahui bagaimana sikap responden terkait antibiotika, meliputi penggunaan sisa antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, sumber informasi antibiotika. Bagian ketiga terdiri dari 10 pernyataan berfungsi untuk mengetahui bagaimana tindakan responden terkait antibiotika, meliputi cara penggunaan antibiotika yang dilakukan responden.

Tabel II. Pembagian nomor berdasarkan pernyataan-pernyataan aspek pengetahuan pada kuesioner

Aspek Pokok Bahasan

Nomor Pernyataan Favorable Unfavorable

Pengetahuan

Pengertian Umum Antibiotika 3 1 dan 2 Tempat Memperoleh Antibiotika 5 4 dan 6

Cara Memperoleh Antibiotika 7 dan 8 - Cara Penggunaan Antibiotika 10 dan 11 9 dan 12

Resistensi Antibiotika 18 dan 19 17 dan 20 Aturan Penggunaan Antibiotika 13 dan 15 14 dan 16

Jumlah Pernyataan

10 10

Tabel III. Pembagian nomor berdasarkan pernyataan-pernyataan aspek sikap pada kuesioner

Aspek Pokok Bahasan

Nomor Pernyataan Favorable Unfavorable

Sikap

Gaya Hidup 5 dan 6 1, 2, 3 dan 4

Sumber Informasi 7 dan 8 -

Tempat Memperoleh 9 10


(51)

Tabel IV. Pembagian nomor berdasarkan pernyataan-pernyataan aspek tindakan pada kuesioner

Aspek Pokok Bahasan

Nomor Pernyataan Favorable Unfavorable

Tindakan

Gaya Hidup 4 1, 2, dan 3

Cara Penggunaan 5 dan 7 6

Efek Samping Obat 8 -

Menghindari Resistensi 9 10

Jumlah Pernyataan 5 5

F. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai bulan Januari 2015.

G. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

Penelitian dimulai dengan studi pustaka yaitu membaca literatur atau website yang berhubungan dengan antibiotika, pengetahuan, sikap, tindakan, edukasi kesehatan, metodologi penelitian, statistik, pembuatan kuisioner dan perhitungan data yang diperlukan.

2. Analisis situasi

Tahap ini dimulai dengan pengumpulan informasi mengenai kemungkinan diadakannya penelitian dari jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi, waktu yang tepat untuk mengambil data dan lokasi penelitian. a. Penentuan lokasi penelitian. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan

observasi ke beberapa SMA atau SMK Negeri atau Swasta di Yogyakarta. Kemudian dipilih SMK yang siswa nya memenuhi kriteria sebagai subyek uji penelitian yaitu SMK Negeri 4 Yogyakarta di Kecamatan Umbulharjo.


(52)

b. Penentuan sampel. Dilakukan secara non random dengan metode purposive sampling. Pertama mengetahui ciri atau sifat-sifat populasi yaitu kriteria inklusi, kemudian sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian. c. Pengurusan izin penelitian. Ethical clearance merupakan jaminan legalitas

penelitian. Dalam penelitian ini, ethical clearance didapat melalui perizinan yang diberikan dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Surat keputusan izin penelitian dimulai dari 31 Oktober 2014 hingga 30 Januari 2015 dan harus diketahui oleh dinas kesehatan dan kepala sekolah SMK Negeri kemudian dilanjutkan meminta izin ke SMK Negeri untuk melakukan penelitian. Untuk subyek penelitian diberikan informed consent. Informed consent merupakan lembar pernyataan kesediaan responden untuk mengikuti kegiatan penelitian selama periode penelitian berlangsung dan bersedia mengisi kuesioner secara sukarela dengan memberikan jawaban dan atau data-data lain yang diperlukan dalam penelitian tanpa adanya rekayasa atau paksaan.

3. Pembuatan Instrumen Penelitian

a. Penyusunan kuesioner. Kuesioner penelitian merupakan pengembangan dari kuesioner yang pernah digunakan dari penelitian sebelumnya yang telah valid. Kuesioner yang dikembangkan adalah kuesioner yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Marvel (2012). Kuesioner divalidasi menggunakan validasi isi melalui professional judgement. Kuesioner terdiri dari 3 bagian yaitu data demografi responden, informed consent dan kuesioner yang memuat pernyataan pengetahuan, sikap dan tindakan terkait antibiotika. Kuesioner yang memuat pernyataan tentang antibiotika dibuat dalam dua tipe,


(53)

yaitu dichotomous scale dan skala Likert. Dichtomous scale memuat dua alternatif jawaban, yaitu “ya” dan “tidak” sebanyak 20 pernyataan pada aspek pengetahuan. Skala Likert memuat empat alternatif jawaban, yaitu “sangat setuju”. “setuju”, tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”, masing-masing sebanyak 10 pernyataan pada aspek sikap dan aspek tindakan.

b. Uji validitas. Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau didasarkan penilaian ahli bidang tersebut yaitu apoteker sehingga nilai yang diukur tidak keluar dari tujuan. Menurut Supratiknya (2014), validitas isi/konten merupakan kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana suatu tes benar-benar dapat mengukur atribut psikologis yang hendak diukurnya, meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan. Sebelum divalidasi jumlah butir pernyataan sebanyak 40, kemudian dilakukan validasi oleh apoteker terkait perbaikan tata kalimat dan pemilihan kata.

c. Uji pemahaman bahasa. Dilakukan dengan mengujikan kuesioner kepada 30 orang dengan kriteria inklusi yaitu remaja wanita usia 12-25 tahun dengan latar belakang pendidikan non kesehatan dan tidak dilakukan di lokasi penelitian. Tiap responden dibagikan kuesioner dengan 20 aitem pengetahuan, 10 aitem sikap dan 10 aitem tindakan. Dari hasil uji pemahaman bahasa diketahui bahwa bahasa yang digunakan dalam kuesioner tersebut dapat dimengerti oleh responden. Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap maksud atau tujuan yang dibuat oleh peneliti. Pada uji pemahaman bahasa, responden mengisi kuesioner dengan memilih dua alternatif jawaban,


(54)

yaitu “mengerti” dan “tidak mengerti”. Berdasarkan hasil uji pemahaman bahasa, ditemukan beberapa aitem yang tidak bisa dimengerti maksudnya oleh responden. Menurut Budiman dan Riyanto (2013), untuk menghindari kalimat yang rumit hendaknya pernyataan dituliskan dengan bahasa yang sederhana, jelas dan langsung dan dapat membantu responden dalam memahami maksud pernyataan kuesioner. Aitem-aitem tersebut meliputi :

Tabel V. Perubahan item uji pemahaman bahasa

No Aspek Aitem Revisi

1. Pengetahuan

15. Jika terjadi resistensi antibiotika saya masih bisa meminum

antibiotika yang sama.

Diganti dengan : Antibiotika diminum 3-4 kali sehari selama 5 sampai 7 hari.

2. Sikap

8. Saya lebih baik

menghabiskan antibiotika yang digunakan untuk menghindari resistensi

Diganti dengan : Saya lebih suka menghabiskan antibiotika yang digunakan untuk menghindari resistensi

3 Tindakan

7. Terjadinya resistensi dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotika yang tidak sesuai anjuran dokter.

Diganti dengan : Terjadinya resistensi (kekebalan kuman) dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotika yang tidak sesuai anjuran dokter.

d. Uji reliabilitas instrumen. Reliabilitas instrumen juga memiliki kaitan dengan seleksi aitem yang dilakukan dengan korelasi aitem total. Korelasi aitem total diperoleh dari korelasi Point-Biserial dan korelasi Pearson Product Moment. Uji korelasi Point-Biserial digunakan untuk seleksi aitem pada aspek pengetahuan dengan dichotomous scale, sedangkan uji korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk aitem pada aspek sikap dan tindakan dengan skala Likert. Pengukuran reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha. Dan


(55)

dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi yang tinggal bukan di lokasi penelitian. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai koefisien alpha (α) > 0,6 (Budiman dan Riyanto, 2013). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program statistik R. Sebelum melakukan uji statistik R, sebelumnya dilakukan seleksi aitem untuk memperoleh nilai α yang baik. Langkah pertama seleksi aitem adalah menghilangkan aitem-aitem yang memiliki korelasi negatif sesuai interpretasi seleksi aitem yang menyebutkan bahwa pernyataan tersebut mengalami “kerusakan” dan tidak dapat digunakan dalam pengukuran (Azwar, 2011). Cara lainnya dijelaskan bahwa untuk menemukan aitem yang harus dihilangkan maka dilakukan dengan melihat koefisien korelasi aitem yang mendekati 0 (Tavakol dan Dennick, 2011). Dalam penelitian ini, untuk pengujian seleksi aitem yang mempunyai korelasi negatif dan aitem yang memiliki korelasi mendekati 0 sudah sesuai dengan kedua teori tersebut. Secara umum, perlakuan yang diberikan untuk meningkatkan reliabilitas kuisioner adalah dengan melakukan revisi pernyataan kuesoner, seleksi aitem hingga memperpanjang tes. Perlakuan revisi aitem sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa revisi dan penghilangan aitem kuesioner dapat meningkatkan nilai α pada aitem dengan korelasi rendah dengan skor total (Tavakol dan Dennick, 2011). Sementara hasil perlakuan perpanjangan tes terbukti dapat meningkatkan reliabilitas tes sesuai dengan teori bahwa penambahan aitem dapat memberikan nilai α yang lebih tinggi pada tes yang


(56)

sedang dikembangkan. Berikut ini hasil dan pembahasan dari uji realibilitas yang dipaparkan tiap aspek :

Tabel VI. Uji reliabilitas

Aspek Jumlah Pernyataan α Hasil Uji

Reliabilitas

Pengetahuan 17 0.626 Reliabel

Sikap 10 0,601 Reliabel

Tindakan 10 0,613 Reliabel

1) Aspek Pengetahuan

Uji Reliabilitas I menghasilkan nilai α dari 20 aitem sebesar 0,392. Nilai α ini belum memenuhi syarat suatu kuesioner dikatakan reliabel, yaitu α > 0,6 (Budiman dan Riyanto, 2013). Karena belum memenuhi α > 0,6 maka peneliti melakukan uji reliabilitas ke II dengan melakukan seleksi aitem uji menggunakan metode Cronbach-Alpha dengan uji korelasi Point-Biserial sehingga didapatkan 19 aitem dengan nilai α sebesar 0,402. Nilai α tersebut belum menunjukkan syarat reliabilitas yang diinginkan, sehingga dilakukan perpanjangan tes uji kualitas instrumen ke 3. Perpanjangan tes ini dilakukan dengan mengurangi aitem aspek pengetahuan menjadi lebih sedikit dari uji sebelumnya yaitu 17 aitem.

Pada uji reliabilitas ke 3 ini didapatkan peningkatan nilai α menjadi 0,626 yang sesuai dengan nilai α > 0,6 sehingga dapat dikatakan reliabel. Hasil perpanjangan tes ini sesuai dengan teori bahwa perpanjangan tes akan mempengaruhi peningkatan reliabilitas untuk mendapatkan reliabilitas yang lebih tinggi (Azwar, 2011). Berikut ini hasil uji reliabilitas, nilai α dan aspek item uji pengetahuan yang dihilangkan :


(57)

Tabel VII. Uji reliabilitas aspek pengetahuan

Uji Reliabilitas Nilai α Aitem yang dihilangkan

Uji reliabilitas I 0,392 -

Uji reliabilitas II (aitem dihilangkan)

0,402 20

Uji reliabilitas III (aitem dihilangkan)

0,626 3,5

Gambar 1. Alur pengujian reliabilitas aspek pengetahuan 2) Aspek sikap

Aspek kedua yang diuji dalam penelitian ini adalah aspek sikap. Pada uji reliabilitas dengan 10 aitem dari aspek sikap menggunakan metode Cronbach-Alpha dengan uji korelasi Pearson Product Moment dengan skala Likert, maka didapatkan nilai α sebesar 0,601. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa instrumen pengukuran sikap telah reliabel karena nilai α > 0,6.

3) Aspek tindakan

Pada aitem aspek ketiga yang diuji yaitu aspek tindakan, langsung memberikan hasil yang memenuhi syarat reliabilitas yaitu nilai α > 0,6

Uji Reliabilitas 20 item α : 0,392

Uji Reliabilitas 19 item α : 0.402712 Seleksi aitem pengurangan

aitem nomor 20 (Point Biserial 0.1090334)

Seleksi aitem pengurangan aitem nomor 3 dan 5 (Point Biserial nomor 3 : -0.3986072

; Point Biserial nomor 5 :

0.1976231) Uji Reliabilitas 17 item α : 0.626


(58)

(Budiman dan Riyanto, 2013). Uji reliabilitas aspek ini menggunakan metode Cronbach-Alpha dengan uji korelasi Pearson Product Moment dengan skala Likert. Nilai α yang didapat sebesar 0,613 pada 10 iitem yang diujikan.

4. Penyebaran Kuesioner

Dilakukan sebelum (pre) intervensi dan sesaat sesudah intervensi. Kemudian 1 bulan dan 2 bulan sesudah dilakukan CBIA, peneliti memberikan kuesioner lagi untuk mengetahui apakah pengetahuan responden tentang antibiotika bertahan, mengalami peningkatan atau mengalami penurunan

5. Pengumpulan Kuesioner

Kuesioner dapat langsung dikumpulkan setelah responden mengisi, sehingga jumlah kuesioner yang disebar sama dengan jumlah kuesioner yang kembali.

H. Analisis Data 1. Editing

Editing merupakan penyuntingan data meliputi pemeriksaan kelengkapan jawaban dari kuesioner hasil penelitian dan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi, sedangkan data kuesioner yang tidak masuk dalam kriteria inklusi akan dikeluarkan (drop out). Apabila data responden masuk dalam kriteria inklusi, maka dapat dimasukkan ke dalam tabel pada lembar kerja dan diberikan kode pada usia responden. Setelah itu, karakteristik demografi responden dapat dihitung.


(59)

2. Data coding

Setelah responden menjawab pernyatan pada kuesioner, peneliti melakukan pengkodean data dengan scoring jawaban “Ya” dan “Tidak”. Pada aspek pengetahuan, untuk responden yang menjawab pernyataan dengan benar maka diberikan skor 1 (satu) dan jika responden menjawab salah diberikan skor 0 (nol) (Kuncoro, 2009).

Pada aspek sikap dan tindakan (masing-masing 10 soal), penilaian dilakukan sesuai kategori favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Responden diberikan 4 pilihan jawaban yaitu STS (sangat tidak setuju), TS (tidak setuju), S (setuju), SS (sangat setuju). Untuk nilai kategori favourable yaitu STS, TS, S dan SS berturut-turut adalah 1, 2, 3, 4 dan untuk nilai kategori unfavourable berturut-turut adalah 4, 3, 2, 1.

3. Cleaning

Data yang dimasukkan ke dalam program komputer diperiksa kembali kebenarannya untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam proses pemasukan data sehingga setelah itu dapat dilakukan koreksi data.

4. Uji normalitas

Uji ini menggunakan alat uji statistik R dan dilakukan sebelum analisis untuk mencari korelasi antar kedua variabel penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah suatu data normal atau tidak. Uji normalitas data penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan memasukkan skor total jawaban dari responden. Dalam uji normalitas ini, hipotesis null nya (H0) adalah “data


(60)

terdistribusi normal” dan hipotesis alternatifnya (H1) adalah “data tidak

terdistribusi normal”.

Dengan taraf kepercayaan 95%, jika nilai p (p-value) < 0,05 maka H0

ditolak dan H1 diterima, maka data berdistribusi tidak normal sebaliknya jika nilai

p (p-value) ≥ 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak maka data berdistribusi

normal.

Berikut ini adalah data uji normalitas pada pre test, post test 1, post test 2 dan post test 3 pada ketiga aspek yang diujikan :

Tabel VIII. Uji normalitas

Aspek Test Nilai p (p-value) Kesimpulan

Pengetahuan Pre Test 0.03365 Tidak Normal

Post Test 1 0.007475 Tidak Normal Post Test 2 0.0001087 Tidak Normal Post Test 3 0.002751 Tidak Normal

Sikap Pre Test 0.1561 Normal

Post Test 1 0.0004664 Tidak Normal Post Test 2 0.0004787 Tidak Normal Post Test 3 0.008778 Tidak Normal Tindakan

Pre Test 0.002385 Tidak Normal

Post Test 1 5.646e-05 Tidak Normal Post Test 2 2.79e-09 Tidak Normal Post Test 3 6.415e-08 Tidak Normal Dari hasil uji normalitas yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ada 1 data terdistribusi normal pada pre test di aspek sikap dengan nilai p (p-value) > 0,05. Hal ini dikarenakan responden belum mengetahui sikap yang baik tentang penggunaan antibiotika. Secara keseluruhan, data dapat disimpulkan terdistribusi tidak normal.


(61)

5. Uji hipotesis

Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak karena sebaran data yang diperoleh tidak normal dilihat dari nilai p (p-value). (Patria, 2010). Uji hipotesis ini diolah secara berpasangan dengan Wilcoxon Test dan aplikasi R. Jika nilai p (p-value) < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis null (H0) ditolak dan hipotesis alternatif

(H1) diterima. Dan sebaliknya, jika nilai p (p-value) > 0,05 maka hipotesis null

(H0) diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak.

I. Kelemahan Penelitian

Pemilihan subjek penelitian kurang merepresentasikan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo dikarenakan penelitian hanya dilakukan di SMK Negeri 4 Yogyakarta, sedangkan di Kecamatan Umbulharjo terdapat 6 SMK dan 7 SMA.


(62)

42 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Karakteristik Demografi Responden

Penelitian dilakukan pada remaja wanita pada range usia 12-25 tahun yang merupakan usia dengan rasa ingin tahu besar terutama menyangkut kesehatan, sehingga remaja membutuhkan pengetahuan tentang antibiotika untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan antibiotika. Menurut WHO 2005, wanita lebih mudah terserang penyakit dibanding pria karena alasan biologis, kultur sosial dan ekonomi. Sehingga pengetahuan wanita tentang kesehatan lebih tinggi dibanding pria. Pria cenderung tidak mau repot dan kurang sabar. Wanita lebih mempunyai waktu luang sehingga kesempatan mencari informasi mengenai kesehatan lebih banyak (Anna and Chandra, 2011). Hasil pengelompokkan usia responden remaja wanita tersaji dalam gambar berikut ini :

Gambar 2. Presentase kelompok usia responden

Untuk penelitian ini, usia terbanyak yang berpartisipasi dalam penelitian adalah 15–16 tahun karena usia tersebut yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian dan bersedia bekerjasama untuk menjadi responden. Berdasarkan hasil

47% 53%

15 tahun 16 tahun


(63)

penelitian diketahui bahwa usia terbanyak yang mengikuti penelitian ini adalah 16 tahun dengan presentase sebesar 53%. Pada usia 15 tahun, presentase yang menjadi responden dalam penelitian hampir sama dengan usia 16 tahun yaitu sebesar 47%. Hal ini juga disebabkan karena usia 15 tahun banyak yang sedang mengikuti kegiatan belajar di kelas, sedangkan usia 16 tahun sedang mengikuti kegiatan praktek di luar kelas. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian ini dapat menunjukkan tingkat pengetahuan responden remaja wanita yang tinggi karena sebagian besar responden dianggap telah memiliki banyak pengalaman.

B.Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum CBIA

Untuk melihat ada tidaknya perbedaan antara tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum CBIA maka nilai pre test pada kategori pengetahuan, sikap dan tindakan dikelompokkan menjadi 3 yaitu baik, cukup dan kurang.

Gambar 3. Distribusi jumlah responden dengan kategori baik, cukup, kurang sebelum CBIA


(64)

Pada aspek pengetahuan, jumlah responden terbanyak pada kategori cukup sebanyak 18 responden (52,94%). Adanya peningkatan dan penurunan jumlah responden ini disebabkan karena responden belum mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai antibiotika karena responden baru pertama kali diberikan kuisioner tentang antibiotika.

Pada aspek sikap, jumlah responden terbanyak berada di kategori cukup sebanyak 21 responden (61,76%). Pada aspek tindakan, jumlah responden terbanyak berada di kategori cukup sebanyak 27 responden (79,41%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah responden sebelum dilakukan intervensi sudah cukup baik walaupun sebelumnya mereka belum pernah mengetahui sikap penggunaan antibiotika yang benar secara langsung dan hanya lewat media elektronik maupun media cetak.

C.Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sesudah CBIA

Fokus pembahasan pada sub bab ini terdapat di kategori baik, disebabkan fokus penelitian ini dengan mengikuti peningkatan dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan responden di kategori baik

Pada aspek pengetahuan, jumlah responden post 1 pada kategori baik mengalami peningkatan menjadi 14 responden (41.18%), kategori cukup menjadi 20 responden (58,82%) dan kategori kurang mengalami penurunan dimana tidak ada responden (0%). Pada post 2 terjadi peningkatan jumlah responden kategori baik menjadi 18 responden (52,94%) dan penurunan jumlah responden pada kategori cukup menjadi 14 responden (41,18%) dan kategori kurang menjadi 2


(65)

responden (5,88%). Follow up selanjutnya 2 bulan setelah intervensi (post 3), jumlah responden kategori baik mengalami peningkatan menjadi 11 responden (32,35%), kategori cukup menjadi 22 responden (64,71%) dan kategori kurang mengalami penurunan menjadi 1 orang responden (2,94%).

Pada aspek sikap, jumlah responden kategori baik pada post 1 mengalami peningkatan menjadi 25 responden (73,53%), kategori cukup menjadi 9 responden (26,47%) dan tidak terdapat responden di kategori kurang (0%). Pada post 2 jumlah responden pada kategori baik 25 responden (73,53%), kategori cukup 9 responden (26,47%), dan kategori kurang tidak terdapat responden (0%). Tidak adanya peningkatan dan penurunan jumlah responden dari post 1 hingga post 2 kemungkinan disebabkan karena pada post 1 responden masih mengingat dengan jelas penjelasan yang diberikan saat intervensi. Follow up selanjutnya (post 3), jumlah responden kategori baik menjadi 15 responden (44,11%), kategori cukup 19 responden (55,89%) dan kategori kurang tidak terdapat responden (0%).

Pada aspek tindakan, terdapat 6 responden pada kategori baik (17,65%), kategori cukup sebanyak 26 responden (76,47%) dan kategori kurang sebanyak 2 responden (5,88%). Satu bulan kemudian dilakukan follow up (post 2) menunjukkan jumlah responden kategori baik menjadi 1 responden (2,94%), kategori cukup menjadi 33 responden (97,06%) dan kategori kurang menjadi 0 responden (0%). Follow up selanjutnya (post 3) terjadi peningkatan jumlah responden kategori baik menjadi 2 responden (5,88%), kategori cukup menjadi 29 responden (85,30%) dan kategori kurang menjadi 3 orang responden (8,82%).


(1)

Hasil Kuesioner Post 3 Aspek Tindakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 24 2 4 2 2 3 2 2 1 2 3 2 23 3 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 23 4 3 3 3 2 2 3 1 2 1 3 23 5 4 4 2 2 2 2 2 2 1 2 23 6 3 2 2 3 3 2 2 2 3 1 23 7 3 2 2 3 3 2 3 2 2 1 23 8 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 23 9 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 25 10 2 2 2 3 3 2 3 3 2 1 23 11 3 4 3 3 1 1 3 2 3 1 24 12 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 23 13 2 3 2 2 3 3 3 2 2 1 23 14 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 23 15 4 3 2 3 2 3 1 2 2 1 23 16 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 23 17 1 2 2 2 2 2 3 2 2 3 21 18 1 3 2 2 3 2 2 2 2 2 21 19 3 3 2 2 2 2 2 2 3 1 22 20 3 4 4 2 2 1 2 2 1 2 23 21 4 4 3 2 2 2 1 2 3 2 25 22 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 23 23 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 25 24 3 3 2 2 3 2 3 2 2 2 24 25 1 2 2 1 4 3 2 3 2 3 23 26 4 4 4 2 4 3 3 2 2 3 31 27 4 2 2 2 2 2 3 3 2 2 24 28 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 23 29 3 3 3 2 2 2 2 1 3 2 23 30 2 3 3 2 3 2 2 1 3 2 23 31 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 23 32 4 4 4 2 4 2 2 2 2 2 28 33 4 4 4 2 4 3 3 2 3 2 31 34 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 23


(2)

98

Lampiran 12. Booklet CBIA Antibiotika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

102

BIOGRAFI PENULIS

Ludwinia Cesa Varian, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 13 Juni 1993, merupakan putri tunggal dari pasangan Alexius Sarjuni, S.IP dan Ursula Anis Maryuni Puspitawati, Amd. Keb. Penulis menempuh pendidikan di SD Kanisius Wonosari II Gunungkidul (1999-2005), SMP Negeri 1 Wonosari Gunungkidul (2005-2008), SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul (2008-2011) dan saat ini sedang melanjutkan jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Penulis pernah bergabung dalam beberapa kepanitiaan yaitu menjadi seksi humas “Pharmacy Performance and Event Cup” pada tahun 2012, volunteer (anggota seksi) Longmarch “Young Generation with No More HIV Infections, Discriminations, and AIDS Related Deaths” tahun 2012 dan koordinator seksi perlengkapan Donor Darah “blood for others life” tahun 2013. Penulis juga pernah ikut berpartisipasi sebagai peserta dalam acara Seminar Hari AIDS Sedunia dengan tema “Kubangun dan Kujaga Generasiku Bebas HIV/AIDS” tahun 2011, peserta dalam acara Seminar Nasional : Memperingati Hari HIV/AIDS Sedunia” tahun 2012, peserta dalam acara Seminar Nasional “Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner Melalui Terapi Gizi dan Tindakan

Medis” tahun 2012, dan peserta acara Seminar Nasional “Menyongsong

Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional 2014” tahun 2013.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan wanita pra lansia di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

1 8 113

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 148

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan siswa smk di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 1 156

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki di SMK Negeri 4 Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta tentang antibiotika dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif).

1 11 148

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 134

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita usia dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA di Kelurahan Warungboto, Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta periode Desember 2014 – Maret 2015.

6 63 133

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 0 128

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Dusun Krodan tentang antibiotika dengan metode seminar.

0 0 115

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika di Kecamatan Gondokusuma Yogyakarta dengan metode seminar.

0 2 114

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.

0 6 137