Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika di Kecamatan Gondokusuma Yogyakarta dengan metode seminar.

(1)

Banyaknya masalah di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika

irrasional, sehingga diperlukan edukasi agar penggunaan antibiotika irrasional di kalangan masyarakat tidak berkembang. Tujuan penelitian adalah mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika, dengan metode seminar.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan rancangan

time series design dengan pre-intervention dan post-intervention. Sebanyak 40 responden berusia 26-45 tahun di Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dilibatkan dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan jenis purposive sampling dan analisis statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden pre-intervention dengan metode seminar masuk kategori rendah (50%), sikap masuk kategori rendah (52,5%), tindakan masuk kategori rendah (80%). Pengetahuan meningkat 95% pada pada pre-post I menjadi 97,5%, pre-post II menurun 22,5% menjadi 75%, pre-post III menurun 5% menjadi 70%. sikap meningkat 87,5% pada pada pre-post I menjadi 87,5%, pre-post II menurun 10% menjadi 77,5% pre-post III menurun 2,5% menjadi 75%. Tindakan meningkat 75% pada pada pre-post I menjadi 80%, pre-post II menurun 15% menjadi 50%, pre-post III menurun 15% menjadi 65%. Seminar dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan tentang antibiotika.


(2)

ABSTRACT

Many problems around the community are about irrasional antibiotics use, so that it is necessary to educate the community about the use of antibiotics. The study was done in order to prevent the irrational use of antibiotics within community. The research aims to measure the level of knowledge, attitudes and actions of men on antibiotics using seminar method.

This study is a quasi-experimental design using time series design with pre intervention and post-intervention. Forty respondents aged 26-45 years in Sub Klitren Gondokusuman District of Yogyakarta were included in this study. The instrument used was a questionnaire. Sampling was taken by non-random with the type of purposive sampling and the type of statistical analysis used were the Wilcoxon test.

The results showed respondents pre-intervention knowledge, attitude and action with seminar method are categorized as low, with 50%, 52.5%, and 80% respectively. Knowledge increased by 95% in pre-post I to 97.5%, decreased by 22.5% in pre-post II to 75%, and decreased by 5% in pre-post III to 70%. Attitude increased by 87.5% in pre-post I to 87.5%, decreased by 10% in pre-post II to 77.5%, and declined by 2.5% in pre-post III to 75%. Actions increased by 75% in pre-post I to 80%, declined by 15% pre-post II to 50%, and decreased by 15% pre-post III to 65%. Seminar can affect the attitudes and actions and increase knowledge about antibiotics.


(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN

GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DENGAN METODE SEMINAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Alfonsa Liquory Seran NIM : 118114018

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN

GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DENGAN METODE SEMINAR SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Alfonsa Liquory Seran NIM : 118114018

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv

Halaman Persembahan

TUHAN MEMILIKI RANCANGAN TERINDAH DALAM SETIAP LANGKAH HIDUPKU DAN AKU PERCAYA ITU

Kupersembahkan karya ini untuk : Yesus Kristus sumber pengharapanku

Bapak Blasius Seran, Mama Feronika Fore, Kaka An, Kaka Nata, yang selalu mendukungku,

Kaka Nelson, Kaka Fr.Yanto, Kaka Vian, kaka Engel, Ika, Dessy, Cian, Virna, Vircho, penghuni Kos Wisma Goreti dan kos 99999, sahabat-sahabatku yang


(8)

(9)

(10)

(11)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

Persetujuan Pembimbing...ii

Pengesahan Skripsi Berjudul...iii

Halaman Persembahan...iv

Pernyataan Keaslian Karya...v

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis ... vi

Prakata ... vii

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

Intisari ... xiv

Abstract ... xv

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan umum... 7

2. Tujuan khusus ... 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Pengetahuan ... 8

B. Sikap ... 9

C. Tindakan ... 10

D. Pria Dewasa ... 10

E. Antibiotika... 11

F. Metode Seminar ... 16

G. Landasan Teori ... 17

H. Kerangka Konsep ... 18


(12)

ix

J. Hipotesis Statistik...19

BAB III METODE PENELITIAN... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel Penelitian ... 20

C. Definisi Operasional... 21

D. Subyek Penelitian, Besar Sample dan Teknik Sampling ... 22

E. Lokasi Penelitian ... 23

F. Instrumen Penelitian... 23

G. Tata Cara Penelitian ... 26

1. Analisis situasi ... 26

2. Penentuan lokasi ... 27

3. Permohonan ijin dan kerjasama... 27

4. Penyusunan kuesioner ... 27

5. Uji validitas konten... 28

6. Uji pemahaman bahasa ... 28

7. Manajemen data... 29

8. Analisis hasil ... 30

H. Waktu Penelitian ... 32

I. Pelaksanaan Intervensi Seminar ... 32

J. Pengambilan Data Post-Intervention Bulan Pertama dan Kedua Setelah Intervensi Seminar ... 33

K. Kelemahan Penelitian... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Karakteristik Demografi Responden ... 35

B. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Antibiotika Sebelum dilakukan Intervensi ... 38

C. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Antibiotika Setelah dilakukan Intervensi ... 41

D. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum dan Sesudah diberi Intervensi Seminar ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(13)

x


(14)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Blue Print Pernyataan Favorable dan Unfavorable Kuesioner ... 25 Tabel II. Besar Skor Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan ... 26 Tabel III. Besar Skor Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan ... 26 Tabel IV. Pernyataan pada Tiap Aspek Kuesioner Yang Sulit dipahami oleh Responden ... 29 Tabel V. Hasil Uji Normalitas ... 32 Tabel VI. Gambaran Karakteristik Responden Kecamatan Gondokusuman ... 38


(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan pada Pre Seminar... 41 Gambar 2. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Pengetahuan, Sikap, Tindakan dengan Kategori Baik pada Pre, Post 1, Post 2, Post 3 ... 47 Gambar 3. Peningkatan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Pengetahuan dengan Katogori Tinggi, Sedang, Rendah pada Pre dan Post-intervention Seminar ... 50 Gambar 4. Peningkatan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Sikap dengan Katogori Tinggi, Sedang, Rendah pada Pre dan Post intervention Seminar ... 52 Gambar 5. Peningkatan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Tindakan dengan Katogori Tinggi, Sedang, Rendah pada Pre dan Post Intervention Seminar ... 54


(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian... 62

Lampiran 2. Perpanjangan Surat Izin Penelitian ... 63

Lampiran 3. Dokumentasi PelaksanaanSeminar ... 64

Lampiran 4. Surat Persetujuan ... 66

Lampiran 5. Revisi pertama Uji Validitas Kuesioner Penelitian ... 67

Lampiran 6. Revisi Kedua Uji Validitas Kuesioner Penelitian... 71

Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan ... 74

Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap ... 74

Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Tindakan ... 74

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Pengetahuan ... 75

Lampiran 11. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Sikap ... 76

Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas Data Aspek Tindakan ... 77

Lampiran 13. Hasil Uji Signifikansi Data Aspek Pengetahuan ... 78

Lampiran 14. Hasil Uji Signifikansi Data Aspek Sikap ... 79

Lampiran 15. Hasil Uji Signifikansi Data Aspek Tindakan ... 80

Lampiran 16. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa... 81

Lampiran 17. Kuesioner Penelitian (Pre dan Post-Intervention) ... 85


(17)

xiv

INTISARI

Banyaknya masalah di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika irrasional, sehingga diperlukan edukasi agar penggunaan antibiotika irrasional di kalangan masyarakat tidak berkembang. Tujuan penelitian adalah mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika, dengan metode seminar.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan rancangan time series design dengan pre-intervention dan post-intervention. Sebanyak 40 responden berusia 26-45 tahun di Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dilibatkan dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan jenis purposive sampling dan analisis statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden pre-intervention dengan metode seminar masuk kategori rendah (50%), sikap masuk kategori rendah (52,5%), tindakan masuk kategori rendah (80%). Pengetahuan meningkat 95% pada pada pre-post I menjadi 97,5%, pre-post II menurun 22,5% menjadi 75%, pre-post III menurun 5% menjadi 70%. sikap meningkat 87,5% pada pada pre-post I menjadi 87,5%, pre-post II menurun 10% menjadi 77,5% pre-post III menurun 2,5% menjadi 75%. Tindakan meningkat 75% pada pada pre-post I menjadi 80%, pre-post II menurun 15% menjadi 50%, pre-post III menurun 15% menjadi 65%. Seminar dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan tentang antibiotika.

Kata Kunci : antibiotika, seminar, pengetahuan, sikap dan tindakan.


(18)

xv

ABSTRACT

Many problems around the community are about irrasional antibiotics use, so that it is necessary to educate the community about the use of antibiotics. The study was done in order to prevent the irrational use of antibiotics within community. The research aims to measure the level of knowledge, attitudes and actions of men on antibiotics using seminar method.

This study is a quasi-experimental design using time series design with pre intervention and post-intervention. Forty respondents aged 26-45 years in Sub Klitren Gondokusuman District of Yogyakarta were included in this study. The instrument used was a questionnaire. Sampling was taken by non-random with the type of purposive sampling and the type of statistical analysis used were the Wilcoxon test.

The results showed respondents pre-intervention knowledge, attitude and action with seminar method are categorized as low, with 50%, 52.5%, and 80% respectively. Knowledge increased by 95% in pre-post I to 97.5%, decreased by 22.5% in pre-post II to 75%, and decreased by 5% in pre-post III to 70%. Attitude increased by 87.5% in pre-post I to 87.5%, decreased by 10% in pre-post II to 77.5%, and declined by 2.5% in pre-post III to 75%. Actions increased by 75% in pre-post I to 80%, declined by 15% pre-post II to 50%, and decreased by 15% pre-post III to 65%. Seminar can affect the attitudes and actions and increase knowledge about antibiotics.


(19)

1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sering terjadi, baik pada orang tua, orang dewasa, maupun anak-anak. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan anti mikroba seperti antibiotika. Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain (Utami, 2012).

Resistensi terjadi ketika bakteri kebal terhadap antibiotika sehingga antibiotika tidak lagi bekerja pada orang yang membutuhkannya untuk mengobati infeksi. Resistensi merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat (WHO, 2014). Tingginya kasus resistensi obat antibiotika di Indonesia cukup mengkhawatirkan, bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi kekebalan obat terhadap kuman (Multidrug Resistanci/MDR) di dunia berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia tahun 2009 (Suara Pembaharuan, 2011)

Resistensi antibiotika sudah menjadi masalah dunia dikarenakan kurangnya rasionalitas penggunaan antibiotika. Banyak antibiotika diberikan, dijual dan dibeli dengan tidak semestinya (Suara Pembaharuan, 2011). Seperti kita tahu, undang-undang di Indonesia menyebutkan bahwa antibiotika


(20)

merupakan golongan obat keras yang tidak bisa didapatkan tanpa resep. Namun pada kenyataannya antibiotika dapat dijual bebas tanpa resep dokter di apotek maupun ditoko obat, bahkan sebagian masyarakat membeli serta mengkonsumsi antibiotika untuk upaya pengobatan sendiri (Anna, 2013). Pada penelitian yang dilakukan Widayati, Suryawati, Crespigny, dan Hiller (2012) tentang penggunaan antibiotika sebagai suatu sarana swamedikasi di Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat mengkonsumsi antibiotika untuk gejala yang ringan seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam dan kebanyakan penggunaannya selama kurang dari 5 hari. Banyaknya masalah di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika irrasional, maka diperlukan edukasi pada kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika. Hal ini dilakukan agar penggunaan antibiotika irrasional di kalangan masyarakat tidak berkembang.

Hasil RISKESDAS (2013) menemukan sebanyak 35,2% rumah tangga di Indonesia menyimpan obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri yaitu jenis-jenis obat keras, obat bebas, antibiotika dan obat-obat lain yang tidak teridentifikasi, 86% rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep dan untuk daerah Yogyakarta 90,2% rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep.

Melihat hal ini, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul

“Peningkatan Pengetahuan Sikap dan Tindakan Pria Dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta Tentang Antibiotika dengan Metode Seminar” karena usia mempengaruhi pengetahuan dan kasus resistensi terhadap antibiotika yang semakin meningkat. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di


(21)

Kecamatan Gondokusuman karena Kecamatan Gondokusuman merupakan salah satu dari beberapa Kecamatan di Kota Yogyakarta yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan jumlah penduduk sebesar 76.643 jiwa dan berdasarkan data distribusi antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta, sebanyak 26.940 antibiotika yang didistribusikan, dengan jumlah penduduk yang besar dan data distribusi antibiotika yang besar diharapkan masyarakat paham tentang penggunaan antibiotika sehingga dapat mencegah terjadinya kasus resistensi.

Astuti (2009) meneliti bahwa metode seminar efektif diterapkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit rabies, dan meningkatkan pengetahuan responden dalam memilih obat. Dilihat dari keefektifan metode seminar, maka metode ini dipilih untuk penelitian. Metode seminar dipilih dengan harapan dengan adanya seminar tentang antibiotika, dapat menumbuhkan sikap positif masyarakat Kecamatan Gondokusuman terutama pria dewasa terhadap ketepatan penggunaan antibiotika dengan memberikan pengetahuan, mengusahakan perubahan sikap dan perilaku dalam penelitian “Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat Khususnya Pria Dewasa Tentang Antibiotika dengan Metode Seminar di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta”.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, muncul permasalahan untuk diteliti :

a. Seperti apakah karakteristik demografi responden berdasarkan faktor usia, pekerjaan dan tingkat pendidikan terakhir?


(22)

b. Seperti apakah pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat khususnya pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta mengenai antibiotika sebelum dilakukan intervensi seminar?

c. Seperti apakah pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat khususnya pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta mengenai antibiotika sesudah dilakukan intervensi seminar?

d. Apakah terjadi peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan sesudah diberikan intervensi seminar mengenai antibiotika pada pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil pencarian informasi terkait pada penelitian mengenai

“Peningkatan Pengetahun Sikap dan Tindakan Pria Dewasa dI Kecamatan

Gondokusuman Yogyakarta Tentang Antibiotika Dengan Metode Seminar” dapat

dinyatakan bahwa belum pernah dilakukan penelitian seperti ini sebelumnya. Namun beberapa penelitian yang hampir mirip yang pernah dilakukan sebelumnya, seperti :

a. “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat mengenai Antibiotika di Kecamatan Umbul Harjo Kota

Yogyakarta Tahun 2011” yang dilakukan oleh Mahendra Agil

Kusuma, pada tahun 2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode yang digunakan dalam penelitian, tempat dan waktu penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak


(23)

mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Umbul Harjo Kota Yogyakarta.

b. “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat mengenai Antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Kota

Yogyakarta Tahun 2011” yang dilakukan oleh Marvelaos Marvel, pada tahun 2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode penelitian dan waktu penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Kotamadya Yogyakarta.

c. “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat mengenai Antibiotika di Kecamatan Mergangsan Kota

Yogyakarta Tahun 2011” yang dilakukan oleh Sisilia Rani Thoma, pada tahun 2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode penelitian, tempat dan waktu penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika di Kecamatan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta.

d. “Hubungan antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan Antibiotika yang diperoleh Secara Bebas di Kota Medan”, yang dilakukan oleh Michelle Hendriani Djuang pada tahun 2009.


(24)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, metode yang digunakan dalam penelitian, waktu dan tempat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik masyarakat dengan penggunaan antibiotika yang diperoleh secara bebas di Kota Medan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan dengan metode seminar sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan dan memperbaiki pelayanan kesehatan bagi masyarakat terkait pelayanan informasi obat.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan, memberikan perubahan sikap dan tindakan pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman tentang antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika secara irrasional menurun.

2. Bagi dinas kesehatan

Sebagai sumber informasi mengenai keefektifan metode seminar pada pria dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan. Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan program kesehatan pemerintah terutama mengenai antibiotika.


(25)

3. Bagi akademis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan materi edukasi sehubungan dengan metode edukasi seminar.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mensurvei dan mengevaluasi peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta tentang antibiotika dengan metode seminar.

2. Tujuan khusus

Untuk mencapai tujuan umum tersebut maka penelitian ini secara khusus ditujukan untuk :

a. Mengetahui karakteristik demografi masyarakat khususnya pria dewasa yang terdapat di Kecamatan Gondokusuman.

b. Mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa mengenai antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta sebelum dilakukan intervensi seminar.

c. Mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa mengenai antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta sesudah dilakukan intervensi seminar.

d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa mengenai antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukan intervensi seminar.


(26)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013). Dalam hal pengetahuan, objek yang disadari harus ada sebagaimana adanya. Pengetahuan dapat salah atau keliru, tetapi bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan, sehingga apa yang dianggap pengetahuan tersebut berubah statusnya menjadi keyakinan (Notoadmodjo, 2012).

Pengetahuan dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria seperti mempunyai objek kajian, metode pendekatan, disusun secara sistematis, bersifat universal atau mendapat pengakuan secara umum (Notoadmodjo, 2012).

Menurut Arikunto (2006), pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuisioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pada pengukuran tingkat pengetahuan pada masing-maasing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan skoring, yaitu kategori tinggi dengan skor 76-100%, kategori sedang dengan skor 56-75%, kategori kurang dengan skor 40-55% dan kategori buruk dengan skor <40%.

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi apabila ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, surat kabar


(27)

atau radio maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Hendra, 2008).

B. Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmodjo, 2012). Sikap merupakan penentuan dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap selalu berhubungan dengan dua hal yaitu ‘like’atau ‘dislike’(senang atau tidak senang, suka atau tidak suka). Mengacu pada adanya faktor perbedaan individu baik secara pengalaman, latar belakang, pendidikan dan kecerdasan maka akan menimbulkan reaksi terhadap suatu obyek tertentu akan berbeda-beda pada setiap orang (Hutagalung, 2007)

Ada berbagai tingkatan dalam sikap yang terdiri dari, bagian pertama adalah menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek. Bagian kedua adalah merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Pada bagian ketiga adalah menghargai (valuing) dimana mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Bagian keempat adalah bertanggung jawab (responsible) yaitu segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resikonya (Fitriani, 2011).

Menurut Arikunto (2006), sikap dapat dibagi menjadi empat kategori dalam pengukuran dan menggunakan sistem skoring, skala yang digunakan sebagai acuan adalah kategori baik jika skor 76-100, kategori sedang jika skor 56-75%, kategori kurang jika skor 40-55% dan kategori buruk jika skor <40%.


(28)

C. Tindakan

Tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata. Tindakan juga merupakan respon dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmodjo, 2012).

Penelitian tindakan ini dilakukan terutama untuk mencari suatu dasar pengetahuan praktis guna memperbaiki suatu situasi atau keadaan kesehatan masyarakta yang dilakukan secara terbatas. Biasanya penelitian ini dilakukan terhadap suatu keadaan yang sedang berlangsung (Notoadmodjo, 2010).

Menurut Fitriani (2011) bagian tindakan terdapat beberapa tingkatan yaitu pada bagian pertama adalah presepsi (perception) dimana mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Bagian kedua adalah respon terpimpin (guide response) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Pada bagian ketiga adalah mekanisme (mechanism) apabila seseorang telah melakukan dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. Pada bagian keempat adalah adopsi (adoption) merupakan suatu praktek atau tindakan nyata yang sudah berkembang dengan baik.

D. Pria Dewasa

Perubahan fisik terus terjadi dan tak terhindarkan pada masa ini. Perubahan mata pencarian dari memulai sampai mempertahankan usaha menggambarkan kontras bagiamana orang dewasa bergerak ke masa depan. Masa dewasa memiliki dengan dinamika psikososialnya sendiri. Perubahan dalam


(29)

kepercayaan, sikap, dan perilaku religius di kalangan orang dewasa secara integral berkaitan dengan perubahan kepribadian (Crapps, 2008).

Manusia dewasa memilik karakteristik khas seperti : mampu memilih pasangan hidup, siap berumah tangga, dan melakukan reproduksi (reproduktive function). Secara alamiah, orang dewasa memiliki kemampuan menetapkan tujuan belajar, mengalokasi sumber belajar, merancang strategi belajar dan mengevaluasi kemajuan terhadap pencapaian tujuan belajar secara mandiri (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007 ).

Menurut Santrock (2003) ada tiga masa perkembangan dewasa yaitu maasa dewasa awal, masa dewasa tengah dan masa dewasa akhir. Masa dewasa awal (early adultbood) biasanya dimulai pada akhir permulaan usia 20-an dan berlangsung sampai usia 30-an. Masa dewasa tengah (middle adultbood) adalah masa perkembangan yang dimulai kira-kira antara usia 35 dan 45 tahun dan berakhir pada usia antara 55 dan 65 tahun. Masa dewasa akhir (late adultbood) yaitu masa perkembangan yang berlangsung dari kira-kira usia 60-70 tahun sampai ke kematian. Menurut Depkes (2009), masa dewasa awal dimulai dari usia 26-35 dan masa dewasa akhir dimulai dari usia 36-45 tahun.

E. Antibiotika 1. Definisi antibiotika

Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati penyakit infeksi karena bakteri. Antibiotika dihasilkan dari mikroorganisme, terutama fungi, untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain (Whitehall, 2012)


(30)

Pada awalnya istilah yang digunakan adalah antibiosis, yang berarti substansi yang dapat mengahambat pertumbuhan organisme hidup yang lain dan berasal dari mikroorganisme. Namun, pada perkembangannya, antibiosis ini disebut sebagai antibiotika dan istilah ini tidak hanya terbatas untuk substansi yang berasal dari mikroorganisme, melainkan semua substansi yang diketahui memiliki kemampuan untuk menghalangi pertumbuhan organisme lain khususnya mikroorganisme (Pratiwi, 2008)

2. Penggolongan antibiotika

Penggolongan antibiotika dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia antibiotika, aktivitas antibiotika, sifat toksisitas selektif, serta mekanisme aksi antibiotika.

a. Berdasarkan struktur kimianya antibiotika dikelompokkan menjadi 8 golongan yaitu :

1. Golongan B-laktam, antara lain karbapenem (imipenem dan meropenem), sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), dan golongan penisilin (penisilin dan amoksillin).

2. Golongan aminoglikosida, antara lain amiksasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, streptomisin, dan tobramisin.

3. Golongan glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.


(31)

4. Golongan poliketida, antara lain makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritomisin, roksitromisin), ketolida (telitromisin), tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

5. Golongan polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin.

6. Golongan kuinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin dan trovafloksasin.

7. Golongan streptogramin, antara lain pristinamicin, virginiamicin, mikamicin, dan kinupristin-dalfopristin.

8. Golongan oksazolidinob, antara lain linezolid.

(Katzung,Masters,Trevor, 2012)

b. Berdasarkan aktivitas antibiotika

Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dikelompokkan sebagai antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotika spektrum luas (broad spectrum). Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) merupakan kelompok antibiotika yang hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya menghambat atau membunuh bakteri gram negatif saja atau gram positif saja, sedangkan antibiotika spektrum luas (broad spectrum) merupakan kelompok antibiotika yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun gram negatif (Pratiwi, 2008)

c. Berdasarkan sifat toksisitas selektif

Obat yang digunakan untuk membunuh mikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif, yang artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik bagi bagi


(32)

mikroba namun tidak menimbulkan efek toksik pada manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotika yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Setiabudy, 2008)

3. Penggunaan antibiotika yang rasional

Penggunaan antibiotika harus digunakan dengan resep dokter dan tetap diminum sampai habis walaupun kondisi pasien telah membaik. Selain itu antibiotika juga harus digunakan sesuai aturan dan dosis yang tepat. Untuk mencapai penggunaan antibiotika yang rasional, hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai sisa antibiotika. Antibiotika yang tidak dihabiskan atau sisa dari pengobatan penyakit yang sebelumnya tidak boleh digunakan kembali untuk mengobati penyakit yang dianggap mirip atau bahkan berbeda tanpa persetujuan dari dokter. Penggunaan antibiotika dengan resep dokter ini bertujuan untuk mencapai outcome terapi yang optimal, dan menurunkan resiko terjadinya resistensi antibiotika (American Academy of Family Physicians, 2009).

Penggunaan obat yang rasional mengacu pada penggunaannya yang benar, tepat, dan tepat obat-obatan. Penggunaan obat secara rasional yaitu pasien menerima obat yang tepat, dalam dosis yang tepat, untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya terendah untuk pasien (WHO, 2010).


(33)

4. Resistensi antibiotika

Resistensi merupakan suatu proses tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri pada pemberian antibiotika dengan dosis normal maupun dengan konsentrasi kadar hambat minimalnya (Tripathi, 2008). Bahaya penggunaan irrasional antibiotika yaitu dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotika. Resistensi bakteri menyebabkan antibiotika menjadi kurang efektif dalam mengontrol atau menghentikan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang menjadi target operasi antibiotika beradaptasi secara alami untuk menjadi kebal dan tetap melanjutkan pertumbuhan demi kelangsungan hidup meski dengan antibiotika (Todar, 2011).

Menurut Utami (2012) penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Kurang lebih 80% digunakan untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% untuk indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa faktor yang mendukung terjadinya resistensi antara lain :

a. Penggunaan antibiotika irasional meliputi penggunaan antibiotika yang terlalu singkat, dosis yang terlalu rendah, diagnosa awal yang salah (Bisht, Katiyar, Singh dan Mittal, 2009).

b. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan pengetahuan yang kurang tepat menganggap bahwa antibiotika wajib digunakan dalam berbagai macam penyakit misalnya batuk ringan, demam dan bahkan infeksi virus. Pasien dengan latar belakang finansial yang tinggi cenderung akan meminta antibiotika maupun obat lain yang baru dan mahal meskipun sebenarnya tidak


(34)

diperlukan. Selain itu pasien juga membeli antibiotika sendiri tanpa resep dokter untuk upaya swamedikasi (Bisht et al, 2009).

c. Masalah peresepan, para pembuat resep sering merasa kesulitan dalam menentukan terapi antibiotika yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotika (Bisht et al, 2009).

Pencegahan resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilakukan dengan cara mematuhi petunjuk dokter, salah satunya dengan menggunakan antibiotika pada rentang terapi dan cara penggunaan yang tepat (American Academy of Family Physicians, 2009).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi resistensi antibiotika akibat pengobatan sendiri adalah dengan diberlakukannya undang-undang yang mengatur tentang penjualan antibiotika. Hal tersebut diatur dalam undang-undang obat keras St.No.419 tgl 22 Desember 1949, pada pasal 3 ayat 1.

F. Metode Seminar

Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Setiawati, 2008).

Untuk mencapai tujuan edukasi kesehatan yaitu perubahan perilaku, maka banyak faktor yang harus diperhatikan salah satunya faktor metode. Untuk sasaran kelompok, maka metode yang digunakan akan berbeda dengan metode untuk sasaran massa ataupun individual, begitu juga sebaliknya (Notoadmodjo,


(35)

2007). Salah satu metode kesehatan yang dapat digunakan untuk sasaran kelompok yaitu metode seminar.

Seminar adalah pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ahli (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Dalam pelaksanaan seminar, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah membentuk panitia pelaksana. Panitia berkewajiban merencanakan segala sesuatu yang berkait dengan tempat, akomodasi, perlengkapan, konsumsi, waktu, penyaji, moderator, sekretaris, maupun peserta seminar (Enterprise, 2010 ).

Menjadi pembicara/motivator dalam seminar bertugas menyampaikan pemikiran, analisis, solusi permasalahan yang menjadi topik seminar. Sebelum dimulainya seminar, pembicara harus mempersiapkan materi presentasi yang menarik dan tidak membosankan demi kesuksesan dalam presentasi nanti. (Enterprise, 2010 ).

Ketepatan waktu dapat menghindarkan pembicara/motivatoar dari sikap gugup dan tidak percaya diri. Oleh karena itu, seorang pembicara/motivator tidak boleh terlambat menghadiri sebuah seminar (Enterprise, 2010).

G. Landasan Teori

Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013). Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata.


(36)

Tindakan juga merupakan respon dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmodjo, 2012).

Edukasi dapat dilakukan dengan metode seminar. Seminar merupakan pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah dibawah pimpinan ahli (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Astuti (2009) meneliti bahwa metode seminar efektif diterapkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit rabies, dan meningkatkan pengetahuan responden dalam memilih obat. Dilihat dari keefektifan metode seminar, maka metode ini dipilih untuk penelitian. Penelitian dilakukan supaya dapat menekan peningkatan angka resistensi terhadap antibiotika.

Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati penyakit infeksi karena bakteri. Antibiotika dihasilkan dari mikroorganisme, terutama fungi untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme lain (Whitehall, 2012). Penggunaan antibiotika secara irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi, dimana resistensi terjadi ketika bakteri kebal terhadap antibiotika sehingga antibiotika tidak lagi bekerja pada orang yang membutuhkannya untuk mengobati infeksi.

H. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah edukasi dengan metode seminar mengenai antibiotika dapat terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.


(37)

I. Hipotesis Penelitian

Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa mengenai antibiotika melalui metode seminar di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.

J. Hipotesis Statistik

H0 : X1=X2

H1: X1 ≠X2

X1 merupakan hasil pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku pria dewasa tentang penggunaan antibiotika sebelum dilakukan intervensi seminar. X2 merupakan hasil pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku pria dewasa tentang penggunaan antibiotika setelah dilakukan intervensi seminar.

Edukasi dengan metode seminar tentang penggunaan antibiotika Pengetahuan, sikap dan tindakan

pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta

Peningkatan pengetahuan, sikap

dan tindakan pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta


(38)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (Quasi experiment). Dikatakan eksperintal semu karena eksperimen ini belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau sulit dilakukan, dalam hal ini adalah peneliti memberikan intervensi tetapi tidak mengubah fisik responden. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan pendekatan Pre-Post intervention yaitu pengambilan data dilakukan sesudah dan sebelum intervensi.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan rangkaian waktu ( Time Series Design ) karena pengambilan data dilakukan secara berulang selama 3 bulan yaitu sebelum intervensi (pre-intervention), setelah intervensi (post-intervention 1), 1 bulan setelah intervensi (post-(post-intervention 2) dan 2 bulan setelah intervensi (post-intervention 3).

Penelitian ini merupakan penelitian tim yang dilakukan oleh enam orang peneliti dengan instrumen penelitian, variabel penelitian, metode penelitian yang sama. Perbedaan terletak pada responden penelitian.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas


(39)

2. Variabel tergantung

Tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai antibiotika dari responden yang mengikuti seminar di Kecamatan Gondokusuman.

3. Variabel pengacau terkendali

Informasi yang telah diperoleh responden sebelumnya baik secara formal (sekolah kedokteran, ahli gizi, apoteker, analisis kesehatan) maupun non formal (kursus dan penyuluhan).

4. Variabel pengacau tak terkendali

Intervensi tambahan berupa informasi tentang antibiotika dan informasi mengenai antibiotika yang didapat baik dari media (tv, majalah, surat kabar) dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

C. Definisi Operasional

1. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman responden mengenai antibiotika dan digolongkan berdasarkan nilai yang diperoleh responden setelah mengisi kuesioner. Penggolongan tingkat pengetahuan yang digunakan adalah tinggi, jika mampu menjawab pertanyaan sebanyak 76-100% dari setiap kriteria pengetahuan, dikatakan sedang jika mampu menjawab pernyataan sebanyak 56-75% dari setiap kriteria pengetahuan, dikatakan rendah jika mampu menjawab pernyataan sebanyak <56% dari setiap kriteria pengetahuan.

2. Sikap yang dimaksud adalah respon yang diberikan oleh responden terkait penggunaan antibiotika yang dapat digolongkan berdasarkan kuesioner yang telah diisi responden. Tingkat sikap dinyatakan tinggi jika mampu menjawab


(40)

pernyataan sebanyak 76-100% dari setiap kriteria sikap, dikatakan sedang jika mampu menjawab pernyataan sebanyak 56-75% dari setiap kriteria sikap, dikatakan rendah jika mampu menjawab pernyataan sebanyak <56% dari setiap kriteria sikap.

3. Tindakan yang dimaksud adalah sikap yang direalisasikan dalam suatu aksi sebagai bentuk tanggapan terhadap pengetahuan tentang antibiotika. Tingkat tindakan dinyatakan tinggi jika mampu menjawab pernyataan sebanyak 76-100% dari setiap kriteria tindakan, dikatakan sedang jika mampu menjawab pernyataan sebanyak 56-75% dari setiap kriteria tindakan, dikatakan rendah jika mampu menjawab pernyataan sebanyak <56% dari setiap kriteria tindakan.

D. Subyek Penelitian, Besar Sample dan Teknik Sampling

1. Subyek penelitian

Subyek penelitian disebut juga responden adalah masyarakat pria dewasa yang memenuhi kriteria inklusi yaitu dewasa usia dewasa 26-45, berdomisili di wilayah Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta, dapat baca tulis dan bersedia hadir mengikuti kegiatan seminar. Kriteria eksklusi responden meliputi masyarakat Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta khususnya pria dewasa yang telah menempuh pendidikan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan (dokter, dokter gigi, dokter hewan, ahli gizi, apoteker, analisis kesehatan) dan masyarakat yang telah memperoleh informasi mengenai antibiotika dari pendidikan non formal (penyuluhan dan kursus).


(41)

2. Besar sampel dan teknik sampling

Sampel merupakan bagian dari populasi atau bisa disebut perwakilan dari suatu populasi. Populasi merupakan semua bagian objek yang akan diamati. Populasi sasaran dirumuskan berdasarkan elemen yang diinginkan oleh peneliti. Penentuan elemen ini sesuai faktor inklusi dan eksklusi (Eriyanto, 2008). Usia responden dalam penelitian ini adalah usia 26-45 tahun.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling merupakan salah satu teknik pengambilan yang dilakukan secara nonrandom dan berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan oleh peneliti (Supranto, 2007).

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kelurahan Klitren.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data yang berisi serangkaian pernyataan tertulis yang sudah tersusun baik untuk dijawab oleh responden (Notoadmodjo, 2012). Proses pembuatan kuesioner ini dilakukan dengan cara merancang kuesioner. Penyusunan instrumen diawali dengan mengembangkan suatu konsep yang diteliti mengenai domain yang akan diteliti atau diukur. Konseptualisasi ini biasanya diperoleh dari suatu studi kualitatif atau dengan mengacu pada literatur (Profetto-McGrath dkk, 2010). Kuesioner yang telah dirancang kemudian dilakukan uji validasi dan uji reliabilitas.


(42)

Kuesioner terdiri dari 49 item pernyataan yang dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama terdiri dari 9 item pernyataan yang berisi pernyataan mengenai karakteristik demografi. Pada bagian karakteristik demografi akan diperoleh data mengenai usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan. Pernyataan mengenai karakteristik demografi responden ini bertujuan untuk mengetahui gambaran responden penelitian.

Bagian kedua terdiri dari 40 item pernyataan yang terbagi atas tiga aspek pernyataan yaitu aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek tindakan. Bagian kedua ini berisi pernyataan berupa forced choice (pilihan benar atau salah) pada aspek pengetahuan dan modifikasi skala Likert pada aspek sikap dan tindakan. Modifikasi skala Likert pada aspek sikap dan tindakan menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Penyusunan pernyataan dalam kuesioner berdasarkan sifat favorable dan unfavorable untuk melihat konsistensi jawaban responden. Item kuesioner yang diujikan adalah sebagai berikut:

1. Aspek Pengetahuan terdiri dari 20 item pernyataan yang terbagi dalam 10 item favorable dan 10 item unfavorable. Pokok bahasan item-item ini meliputi definisi antibiotika, cara penggunaan antibiotika, tempat mendapatkan antibiotika, resistensi antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika. 2. Aspek sikap terdiri dari 10 item pernyataan yang terbagi dalam 5 item

favorable dan 5 item unfavorable. Pokok bahasan yang dimasukkan dalam aspek ini meliputi motivasi belajar masyarakat mencari informasi tentang antibiotika, dan pemilihan penggunan antibiotika yang tepat.


(43)

3. Aspek tindakan berisi 10 item yang teridiri dari 5 item favorable dan 5 item unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini adalah penggunaan antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.

Pemberian skor pada aspek pengetahuan menggunakan skala Guttman yaitu angka tertinggi diberi skor (1) dan angka terendah diberi skor (0) (Siregar, 2010). Skor untuk setiap item pernyataan yang berupa forced choice pada aspek pengetahuan dibedakan dari pernyataan yang menggunakan skala Likert pada aspek sikap dan tindakan. Pada tebel I, dapat dilihat blue print Favorable dan Unfavorable Kuesioner.

Tabel I. Blue Print Pernyataan Favorable dan Unfavorable Kuesioner

Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan

Favorable Unfavorable

Pengetahuan Definisi 3 1 dan 2

Cara penggunaan 5,6,16 4,9,11

Aturan Penggunaan antibiotika

15 17, 20

Cara memperoleh antibiotika

8, dan 10 14

Tempat memeperoleh antibiotika

13 12

Resistensi antibiotika

7 dan 19 18

Sikap

Motivasi belajar 6 dan 7 -

Pemilihan

penggunaan yang tepat

5, 8, dan 9 1,2, 3, 4, dan 10

Tindakan Penggunaan

antibiotika

4 dan 5 1, 2, 3, dan 6 Upaya pencegahan

resistensi antibiotika


(44)

Pernyataan favorable merupakan pernyataan yang bersifat mendukung atau mengatakan hal-hal positif tentang obyek sikap. Sebaliknya pernyataan unfavorable berisi pernyataan yang bersifat tidak mendukung atau mengatakan hal-hal negatif terhadap obyek sikap. Adapun ketentuan pemberian skor disajikan dalam tabel II dan tabel III berikut ini

Tabel II. Besar Skor Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan

Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Skor

Benar 1

Salah 0

Tabel III. Besar Skor Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan Tanggapan Pernyataan

Aspek Sikap dan Tindakan

Skor Pernyataan (Favorable)

Skor Pernyataan (Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak setuju 1 4

G. Tata Cara Penelitian

1. Analisis situasi

Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai keadaan lokasi penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Hal-hal tersebut antara lain jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan waktu yang tepat untuk mengambil data serta mengetahui batas wilayah daerah pengambilan data.


(45)

2. Penentuan lokasi

Penelitian dilakukan di Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta karena dari 5 kelurahan yang berada di Kecamatan Gondokusuman, responden dari kelurahan Klitren lebih mudah untuk dihubungi dan bersedia untuk mengikuti seminar yang diadakan.

3. Permohonan ijin dan kerjasama

Pembuatan surat permohonan ijin kepada dinas perizinan, kantor Kecamatan Gondokusuman, kantor Kelurahan, serta ketua RT setempat, dimana ijin tersebut harus diketahui oleh pejabat Kelurahan dan ketua RT. Surat permohonan ijin ini dimaksudkan untuk memenuhi etika penelitian yang menggunakan masyarakat Kecamatan Gondokusuman sebagai obyek penelitian. Hasil penelitian akan dipublikasikan.

4. Penyusunan kuisioner

Penyusunan Kuisioner dibagi menjadi tiga domain utama yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan dimana masing-masing domain memiliki pokok bahasan tersendiri. Langkah pertama, menyusun pernyataan mengenai pengetahuan terkait antibiotika dengan alternatif jawaban “benar” dan “salah” sejumlah 20 aitem. Kemudian menyusun pernyataan mengenai sikap dan perilaku responden terkait antibiotika dengan alternatif jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pernyataan pada bagian ini berjumlah 10 item untuk domain sikap dan 10 item untuk domain tindakan, masing-masing domain terbagi menjadi favorable dan unfavorable. Keseluruhan item yang disusun harus sesuai dengan pokok bahasan pada domain


(46)

masing-masing yang sudah ditentukan oleh peneliti, memiliki jumlah item yang mendekati seimbang (benar-salah dan favorable-unfavorable) serta disebar secara acak dan disusun berdasarkan poin-poin pada acuan penyusunan kuesioner.

5. Uji validitas konten

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji validitas konten membutuhkan penilaian dari para ahli di bidang yang sesuai dengan cakupan kuesioner yaitu bidang kesehatan dan pengobatan. Pada penelitian ini ahli yang terlibat yaitu seorang apoteker. Penilaian kelayakan konten berdasarkan pada keselarasan konten dengan tujuan pengukuran kuesioner, bila masih terdapat item yang tidak selaras maka revisi perlu dilakukan. Kuesioner yang telah direvisi kemudian dinilai ulang oleh ahli dengan prosedur yang sama seperti penilaian sebelumnya. Kuesioner dikatakan valid secara konten apabila para ahli telah menyatakan persetujuan.

6. Uji pemahaman bahasa

Pada uji pemahaman bahasa, 40 item yang telah dinyatakan valid secara konten dapat dilanjutkan ke langkah selanjutnya yaitu uji pemahaman bahasa. Uji pemahaman bahasa perlu dilakukan untuk mendapatkan masukan awal terhadap kuesioner. Responden pada uji ini yaitu 30 orang masyarakat umum yang sesuai kriteria inklusi responden penelitian namun tidak berdomisili di Kecamatan Gondokusuman.

Pada penelitian ini, uji pemahaman bahasa dilakukan di Gejayan Kota Yogyakarta. Pada pengujian pemahaman bahasa ini, masyarakat memberikan penilaian terhadap konten kuesioner dalam hal kemudahan memahami dan


(47)

kemudahan menjawab. Dari 40 pernyataan dalam kuesioner yang diujikan, terdapat beberapa pernyataan yang sulit dipahami oleh responden. Pernyataan yang sulit dimengerti oleh responden diganti bahasanya menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh responden. Berikut hasil pengujian pemahaman bahasa pada responden yang dipaparkan pada tabel IV.

Tabel IV. Pernyataan pada Tiap Aspek Kuesioner Yang Sulit dipahami oleh Responden

No Aspek Pernyataan

1 Pengetahuan 7, 19

2 Sikap 8

3 Tindakan 10

7. Manajemen data

Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan beberapa kegiatan proses manajemen data yaitu :

a. Editing

Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan jawaban dari responden dan pemilihan yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan responden,tidak semua digunakan dalam analisis data. Hanya kuesioner yang telah terisi lengkap dan kuesioner dengan responden yang memenuhi kriteria inklusi.

b. Processing

Pada tahap ini pengolahan data dilakukan dengan cara memasukkan angka dari setiap item pernyataan yang dijawab oleh responden, kemudian dilakukan pengelompokkan item pernyataan. Pengelompokkan item pernyataan


(48)

dalam kuesioner berdasarkan pada variabel-variabel yang akan diteliti. Setelah itu dilakukan pemindahan isi data dari kuesioner ke program komputer.

8. Analisis hasil

a. Data coding

Setelah responden menjawab pernyataan yang diajukan oleh peneliti, peneliti melakukan pengkodean data dengan cara scoring. Cara scoring dilakukan dengan memberikan nilai 1 pada pernyataan yang dijawab benar dan nilai 0 pada pernyataan yang dijawab salah oleh responden pada kuisioner no 1-20. Untuk kuisioner no 20-40 diberikan poin 4 pada jawaban sangat setuju, poin 3 untuk setuju, poin 2 untuk tidak setuju dan poin 1 untuk sangat tidak setuju.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas yang dapat diukur pada penelitian ini adalah nilai reliabilitas yang berasal dari konsistensi internal kuesioner. Pada penelitian ini kuesioner

dapat dikatakan reliabel jika memenuhi nilai α>0,60 untuk masing-masing domain kuesioner yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan di Maguwoharjo Kota Yogyakarta.

Dengan bantuan program statistik R maka hasil olahan data sebelumnya dapat dihitung dan didapatkan nilai Alpha. Apabila nilai Alpha telah memenuhi kriteria, maka domain kuesioner tersebut dikatakan reliabel dan dapat digunakan sebagai kuesioner siap pakai. Jika nilai Alpha belum memenuhi kriteria, maka dilakukan seleksi item dengan tujuan menambah nilai Alpha agar memenuhi kriteria.


(49)

Seleksi item dilakukan berdasarkan nilai koefisien korelasi masing-masing item. Nilai koefisien korelasi item ini tidak perlu dihitung secara terpisah karena pada program statistik R telah dibuat sebuah perintah untuk langsung menghitung nilai Alpha sekaligus menghitung koefisien korelasi.

Pada seleksi item ini, dilakukan penghilangan satu item dengan nilai koefisien korelasi yang terendah kemudian data kembali diolah untuk mendapatkan nilai Alpa yang baru. Apabila nilai Alpa yang baru masih belum memenuhi kriteria, maka proses seleksi item kembali dilakukan. Demikian proses seleksi item terus-menerus dilakukan dan dapat berhenti jika nilai Alpa telah terpenuhi.

c. Uji normalitas

Uji normalitas yang dilakukan pada data penelitian ini untuk mengetahui apakah data yang telah didapat pada saat penelitian ini normal atau tidak. Uji normalitas juga digunakan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi sebaran yang normal.

Uji ini dilakukan dengan program statistik menggunakan Uji Shapiro-Wilk karena sampel yang digunakan kecil (<50). Distribusi data dikatakan normal apabila p>0,05. uji ini dilakukan dengan memasukkan data yang berupa selisih jumlah nilai kuesioner pre-intervention dan pos-intervention 1 bulan pertama untuk variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan. Apabila nilai p>0,05 maka data terdistribusi normal. Apabila nilai p<0,05 maka data terdistribusi tidak normal (Dahlan, 2008). Hasil uji normalitas dicantumkan pada tabel V di bawah ini.


(50)

Tabel V. Hasil Uji Normalitas

Variabel Uji Normalitas

(p value)

Pre intervention Post intervention I Post intervention II Post intervention III Pengetahuan 0,2439** 0,02568 0,002679 0,009949

Sikap 0,03937 0,0311 0,1495** 0,2517** Tindakan 0,2581** 0,0183 0,08417** 0,01072

Keterangan : ** Normal d. Uji Hipotesis

Uji Hipotesis untuk mengukur peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai antibiotika sebelum dan sesudah intervensi dengan metode seminar dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan menggunakan program R 3.1.2. Nilai p-value menentukan hasil pengujian yang dilakukan bermakna atau tidak. Hasil dikatakan signifikan jika nilai p-value < 0,05.

H. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Februari 2015. Penelitian dilakukan pada pukul 19.00-21.00 WIB

I. Pelaksanaan Intervensi Seminar

Intervensi seminar dilakukan kepada pria dewasa dengan rentang usia 26-45 tahun. Dalam pelaksanaan peserta yang hadir sebanyak 40 orang, dengan narasumber seorang yang berkompeten dalam bidang obat-obatan dalam hal ini adalah seorang apoteker. Narasumber yang digunakan adalah seorang apoteker yang bernama Paulina Maya Octasari S.Farm.,Apt. Beliau merupakan seorang dosen di Akademi Farmasi Theresiana Semarang. Kegiatan seminar dimulai


(51)

dengan memperkenalkan maksud dari penelitian yang dilakukan, kemudian peneliti membagikan kuesioner pre-intervention dan meminta responden untuk mengisi surat persetujuan penelitian dan mengisi pernyataan yang tertera pada kuesioner, kemudian mengembalikan kuesioner yang telah diisi kepada fasilitator.

Setelah kuesioner dikembalikan, nara sumber mulai menjelaskan tentang antibiotika kepada responden yang diakhiri dengan forum diskusi antara narasumber dan responden, dimana dalam forum diskusi tersebut responden diberi kesempatan untuk bertanya tentang hal yang tidak dimengerti mengenai antibiotika. Setelah selesai diskusi, fasilitator membagikan kuesioner post- intervention kepada responden untuk diisi, kemudian responden mengembalikan kuesioner yang telah diisi kepada fasilitator.

J. Pengambilan Data Post-Intervention Bulan Pertama dan Kedua Setelah Intervensi Seminar

Post-intervention bulan pertama dan kedua setelah diberi intervensi seminar dilakukan untuk melihat apakah terdapat perubahan perilaku dari responden seetelah dilakukan intervensi seminar. Post-intervention bulan pertama dan bulan kedua sesudah dilakukan intervensi seminar dilakukan dengan cara peneliti mengikuti pertemuan yang dilakukan oleh masyarakat kelurahan Klitren yang diadakan setiap minggu kedua dalam 1 bulan.

K. Kelemahan Penelitian

Penelitian ini hanya memaparkan karakteristik demografi tanpa menghubungkan hal tersebut dengan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan


(52)

responden tentang antibiotika sehingga tidak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap dan tindakan.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian yang sesuai dengan urutan tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik demografi responden, mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap mengenai antibiotika sebelum dan sesudah responden diberikan intervensi, mengidentifikasi tindakan penggunaan antibiotika sebelum dan sesudah responden diberi intervensi.

A. Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden dalam penelitian ini meliputi usia, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan.

1. Usia

Semakin muda usia seseorang, semakin sedikit pengalaman yang dimiliki seseorang. Pengalaman yang sedikit akan sangat berkaitan dengan pengetahuan seseorang. Pengetahuan seseorang akan semakin rendah apabila pengalaman yang diperolehnya semakin sedikit. Begitupun sebaliknya, dengan bertambahnya usia seseorang maka pengalaman akan semakin banyak dan dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan (Sarwono, 2008). Salah satu kriteria responden dalam penelitian ini yaitu pria yang berusia 26-45.

Tabel VI menunjukkan jumlah responden terbanyak dalam penelitian ini berdasarkan usia adalah dari rentang usia 26-35 dengan jumlah sebanyak 22 responden (55%). Sedangkan rentang usia dengan jumlah responden yang paling sedikit yaitu rentang usia 36-45 dengan jumlah responden 18 responden (45%).


(54)

Perolehan data mengenai jumlah responden dalam penelitian ini sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh BPS Kota Yogyakarta, dimana pada tahun 2014 jumlah penduduk laki-laki dengan rentang usia 26-35 tahun memiliki jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki yang berusia 36-45 tahun.

2. Karakteristik pekerjaan

Pekerjaan sangat berhubungan dengan status ekonomi. Masyarakat dengan jenis pekerjaan yang memiliki tingkat penghasilan yang tinggi , biasanya kebutuhan akan kesehatan lebih terpenuhi. Menurut Berardi (2006), rendahnya status ekonomi akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan serta status kesehatan dari seseorang.

Pada tabel VI menunjukkan jumlah responden dalam penelitian berdasarkan karakteristik pekerjaan. Jumlah responden yang paling banyak berada pada jenis pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 15 responden.

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang ditentukan oleh peneliti adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir minimal sekolah dasar (SD), responden dengan tingkat pendidikan terakhir Perguruan Tinggi jurusan kesehatan serta sekolah menengah farmasi tidak masuk dalam karakteristik responden dalam penelitian ini. Hal ini ditentukan untuk menghindari kebiasan dari hasil penelitian ini karena responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Perguruan Tinggi jurusan kesehatan telah mengetahui mengenai antibiotika.


(55)

Tingkat pendidikan responden yang dipilih oleh peneliti terdiri dari 4 tingkatan yaitu : Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya (Widianti,2007).

Berikut ini merupakan distribusi persentase tingkat pendidikan pria dewasa di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Berdasarkan tabel VI, dapat dilihat bahwa jumlah responden dengan pendidikan terakhir SD sebesar 15%, SMP sebesar 20%, SMA sebesar 55% dan responden dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi berjumlah 10%. Jumlah responden terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan terakhir adalah SMA sebanyak 22 orang (55%). Hal ini sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2013 bahwa tingkat pendidikan terakhir penduduk DIY terbanyak yaitu SMA dengan jumlah 3.595 jiwa. Jumlah persentase responden pria dewasa berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel VI.

Marvelaos (2012) juga menemukan hal yang sama pada penelitiannya bahwa persentase pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden (bapak-bapak) di Kecamatan Gondokusuman paling banyak yaitu SMA. Menurut Wawan dan Dewi (2011) pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi berupa hal-hal yang menunjang kesehatan untuk meningkatkan kesehatan. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang individu akan pola hidup terutama dalam memotivasi pengambilan sikap untuk memperoleh kondisi sehat. Tingkat pendidikan SMA/SMU/SMK tergolong dalam tingkat pendidikan lanjutan karena


(56)

berdasarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, program wajib belajar sembilan tahun merupakan pendidikan minimal atau pendidikan dasar yang meliputi tingkat SD sampai dengan tingkat SMP (Supradi, 2012).

Tabel VI. Gambaran Karakteristik Responden Kecamatan Gondokusuman Karakteristik

Demografi

Kategori Jumlah Responden

Usia (tahun) 26-35 tahun 22

36-45 tahun 18

Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil 6

Karyawan Swasta 11

Wiraswasta 15

Buruh 8

Pendidikan Akhir SD 6

SMP 8

SMA 22

Perguruan Tinggi 4

B. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Antibiotika Sebelum Dilakukan Intervensi

1. Pengetahuan responden mengenai antibiotika sebelum intervensi

Dalam penelitian ini, proses pengukuran tingkat pengetahuan mengenai antibiotika diukur melalui 20 pernyataan yang terdiri dari definisi antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antbiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, dan resistensi antibiotika. Data yang diambil untuk menggambarkan tingkat pengetahuan responden mengenai definisi antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan penggunaan antbiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, dan resistensi antibiotika sebelum diberi intervensi seminar diperoleh dari kuesioner pre-intervention.


(57)

Tingkat pengetahuan responden digolongkan menjadi 3 yaitu rendah, sedang dan tinggi. Responden dianggap mempunyai tingkat pengetahuan rendah apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner <56%, responden dianggap mempunyai tingkat pengetahuan sedang apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner 56-75%, responden dianggap mempunyai tingkat pengetahuan tinggi apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner 76-100%.

Hasil penelitian sebelum diberikan intervensi seminar 20 responden (50%) memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, 19 responden (47,5%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang dan 1 responden (2,5%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.

2. Sikap responden mengenai antibiotika sebelum intervensi

Dalam penelitian ini, proses pengukuran tingkat sikap mengenai antibiotika diukur melalui 10 pernyataan yang terdiri dari motivasi belajar dan pemilihan penggunaan antibiotika yang tepat. Data yang diambil untuk menggambarkan tingkat sikap responden mengenai motivasi belajar dan pemilihan penggunaan antibiotika yang tepat sebelum diberi intervensi seminar diperoleh dari kuesioner pre-intervention.

Tingkat sikap responden digolongkan menjadi 3 yaitu rendah, sedang dan tinggi. Responden dianggap mempunyai sikap rendah apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner <56%, responden dianggap mempunyai sikap sedang apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner 56-75%, responden


(58)

dianggap mempunyai sikap tinggi apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner 76-100%.

Hasil penelitian sebelum diberikan intervensi seminar 21 responden (52,5%) memiliki sikap yang rendah, 19 responden (47,5%) memiliki sikap yang sedang dan 0% memiliki sikap yang tinggi.

3. Tindakan responden mengenai antibiotika sebelum intervensi

Dalam penelitian ini, proses pengukuran tingkat tindakan mengenai antibiotika diukur melalui 10 pernyataan yang terdiri dari penggunaan antibiotika dan upaya pencegahan resistensi antibiotika. Data yang diambil untuk menggambarkan tindakan responden mengenai penggunaan antibiotika dan upaya pencegahan resistensi antibiotika sebelum diberi intervensi seminar diperoleh dari kuesioner pre-intervention.

Tingkat tindakan responden digolongkan menjadi 3 yaitu rendah, sedang dan tinggi. Responden dianggap mempunyai tingkat tindakan rendah apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner <56%, responden dianggap mempunyai tingkat tindakan sedang apabila mampu menjawab penyataan dalam kuesioner 56-75%, responden dianggap mempunyai tingkat tindakan tinggi apabila mampu menjawab pernyataan dalam kuesioner 76-100%.

Hasil penelitian sebelum diberikan intervensi seminar (pre-intervention), 32 orang (80%) responden memiliki tingkat tindakan yang rendah, 6 responden (15%) memiliki tingkat tindakan yang sedang dan 2 responden (5%) memiliki tingkat tindakan yang tinggi.


(59)

Fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah mengikuti perjalanan responden dengan kategori baik. Ringkasan hasil penelitian tingkat pengetahuan sikap dan tindakan responden sebelum dilakukan intervensi disajikan dalam gambar 1 berikut :

Gambar 1. Perbandingan Jumlah Responden Berdasarkan Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan pada Pre Seminar

C. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Antibiotika Setelah dilakukan Intervensi

1. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Setelah diberi Intervensi Seminar 1 (post-intervention 1)

a. Perubahan pengetahuan responden mengenai antibiotika setelah dilakukan intervensi (post-intervention I)

Dalam penelitian ini, pengukuran tingkat pengetahuan responden pada post-intervention pertama dilakukan langsung setelah diberikan intervensi seminar. Peningkatan pengetahuan responden dapat dilihat dari nilai pre

-intervention dan post--intervention pertama. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Pengetahuan Sikap Tindakan

50% 52,5%

80%

47,5%

47,5%

15%

2,5% 0% 5%

R e s p o n d e n Rendah Sedang Tinggi


(60)

Hasil yang diperoleh setelah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan pengetahuan responden dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 2,5% dan sesudah intervensi meningkat menjadi 97,5%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 47,5% dan sesudah intervensi menurun menjadi 2,5%, kategori rendah sebelum intervensi sebesar 50% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengalami peningkatan. Terjadi peningkatan pengetahuan penggunaan antibiotika yang lebih baik sesudah penyuluhan dari pada sebelum penyuluhan, dimana ini memperkuat kesimpulan Widayati et al (2012) yang menyatakan bahwa perlunya peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan antibiotika yang tepat dan perlunya intervensi untuk mengurangi kesalahpahaman mengenai penggunaan antibiotika dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai resiko penggunaan antibiotika yang tidak tepat di masyarakat.

b. Perubahan sikap responden mengenai antibiotika (post-intervention I)

Hasil yang diperoleh sesudah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan sikap responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 0% dan sesudah intervensi seminar (post-intervention 1) meningkat menjadi 87,5%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 47,5% dan sesudah intervensi menjadi 12,5%, kategori rendah sebelum intervensi sebesar 52,5% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar sikap responden mengalami peningkatan setelah diberikan intervensi seminar. Banyak faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi perubahan sikap seseorang dalam bertindak yaitu emosi dan pengalaman pribadi


(61)

sehingga nilai afektif dari seseorang dapat memperkuat nilai suatu obyek untuk terbentuknya suatu sikap yang positif maupun negatif (Azwar, 2007).

b. Perubahan tindakan responden mengenai antibiotika (post-intervention I)

Hasil yang diperoleh sesudah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan sikap responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 5% dan sesaat sesudah diberikan intervensi seminar (post-intervention 1), meningkat menjadi 80%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 15% dan sesudah intervensi menjadi 20%, kategori rendah sebelum intervensi sebesar 80% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil ini menunjukkan bahwa tindakan responden mengalami peningkatan.

Peningkatan pada aspek tindakan responden mengenai antibiotika setelah diberikan intervensi seminar dapat disebabkan oleh peningkatan pada aspek pengetahuan dan sikap responden sebelumnya, yang juga memberikan dampak positif bagi perubahan tindakan responden, dimana menurut Notoadmodjo (2012), tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata.

2. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Setelah diberi Intervensi Seminar (Post-intervention 2)

a. Perubahan pengetahuan responden mengenai antibiotika (post-intervention 2)

Dalam penelitian ini, pengukuran tingkat pengetahuan responden pada post-intervention kedua dilakukan satu bulan setelah intervensi seminar diberikan.


(62)

Peningkatan pengetahuan responden dapat dilihat dari nilai pre-intervention dan post-intervention kedua.

Hasil yang diperoleh sesudah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan pengetahuan responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 2,5% dan sesudah intervensi seminar (post-intervention 2) meningkat menjadi 75%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 47,5% dan sesudah intervensi menjadi 25%, kategori rendah sebelum intervensi sebesar 50% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil untuk aspek pengetahuan mengalami penurunan dari post-intervention 1 dengan persentasi 97,5%, turun sebesar 22,5% menjadi 75% pada post-intervention 2.

b. Perubahan sikap responden mengenai antibiotika (post-intervention 2)

Hasil yang diperoleh sesudah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan sikap responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 0% dan sesudah intervensi seminar (post-intervention 2) meningkat menjadi 77,5%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 47,5% dan sesudah intervensi menjadi 22,5%, kategori rendah sebelum intervensi sebesar 52,5% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil untuk aspek sikap mengalami penurunan dari post-intervention 1 dengan persentasi 87,5%, turun sebesar 10% menjadi 77,5% pada post-intervention 2.

c. Perubahan tindakan responden mengenai antibiotika (post-intervention 2)

Hasil yang diperoleh sesudah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan tindakan responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 5% dan sesudah intervensi seminar (post-intervention 2) meningkat


(63)

menjadi 50%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 15% dan sesudah intervensi menjadi 50% kategori rendah sebelum intervensi sebesar 80% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil untuk aspek tindakan mengalami penurunan dari post-intervention 1 dengan persentasi 80%, turun sebesar 30% menjadi 50% pada post-intervention 2.

3. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Setelah diberi Intervensi Seminar (Post-intervention 3)

a. Perubahan pengetahuan responden mengenai antibiotika (post-intervention 3)

Dalam penelitian ini, pengukuran tingkat pengetahuan responden pada post-intervention ketiga dilakukan dua bulan setelah intervensi seminar diberikan. Peningkatan pengetahuan responden dapat dilihat dari nilai pre-intervention dan post-intervention ketiga. Hasil yang diperoleh setelah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan pengetahuan responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 2,5% dan sesudah intervensi seminar (post-intervention 3) meningkat menjadi 70%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 47,5% dan sesudah intervensi menjadi 30%, kategori rendah sebelum intervensi sebesar 50% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil untuk aspek pengetahuan mengalami penurunan dari post-intervention 2 dengan persentasi 75% turun sebesar 5% menjadi 70% pada post-intervention 3.

b. Perubahan sikap responden mengenai antibiotika (post-intervention 3)

Hasil yang diperoleh sesudah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan sikap responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar


(64)

0% dan sesudah intervensi seminar (post-intervention 3) 2 bulan setelah diberikan intervensi seminar, meningkat menjadi 75%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 47,5% dan sesudah intervensi menjadi 25%, kategori rendah sebelum intervensi sebesar 52,50% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil untuk aspek sikap mengalami penurunan dari post-intervention 2 dengan persentasi 77,5% turun sebesar 2,5% menjadi 75% pada post-intervention 3. c. Perubahan tindakan responden mengenai antibiotika post-intervention 3)

Hasil yang diperoleh sesudah diberi intervensi seminar, terjadi peningkatan sikap responden yaitu dari kategori tinggi sebelum intervensi sebesar 5% dan sesudah intervensi seminar (post-intervention ketiga) 2 bulan sesudah diberikan intervensi seminar, meningkat menjadi 65%, kategori sedang sebelum intervensi sebesar 15% dan sesudah intervensi menjadi 35% kategori rendah sebelum intervensi sebesar 80% dan sesudah intervensi menurun menjadi 0%. Hasil untuk aspek tindakan mengalami peningkatan dari post-intervention 2 dengan persentasi 50% naik sebesar 15% menjadi 65% pada post-intervention 3.

Ringkasan hasil penelitian tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan berdasarkan kategori baik responden setelah diberi intervensi seminar (post-intervention 1, post-intervention 2, post-intervention 3) disajikan dalam gambar 2 berikut ini.


(1)

9 Antibiotika yang sudah diresepkan oleh dokter akan saya gunakan sampai habis.

10

Karena takut resisten (kebal) terhadap antibiotika, saya tidak akan mau menggunakan antibiotika yang diresepkan oleh dokter.


(2)

Lampiran 18. Kunci Jawaban Kuesioner Penelitian

1. Tingkat Pengetahuan Mengenai Antibiotika

PERNYATAAN JAWABAN Ya Tidak

1. Antibiotika dapat digunakan untuk mengobati segala

jenis penyakit. 0

1 2. Antibiotika digunakan untuk mengobati penyakit

infeksi jamur. 0

1

3. Antibiotika digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

1 0

4. Penggunaan antibiotika dihentikan jika gejala

penyakit sudah hilang. 0

1

5. Antibiotika harus digunakan sampai habis meskipun gejala sudah hilang.

1 0

6. Antibiotika harus digunakan sesuai dengan petunjuk dokter.

1 0

7. Terjadinya resistensi (kekebalan kuman) dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotika yang tidak sesuai anjuran dokter.

1 0

8. Neomisin salep bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter

1 0

9. Antibiotika dapat diminum kapan saja, ketika

merasa sakit. 0

1

10. Tablet Amoksisilin bisa diperoleh di apotek


(3)

dengan resep dokter

11. Antibiotika dapat diminum bersama susu, teh atau

kopi. 0

1

12. Antibiotika yang aman dapat juga dibeli di

toko/warung obat 0

1

13. Antibiotika yang aman harus dibeli di Apotek

1 0

14. Antibiotika bisa diperoleh dari bidan/mantri

0

1

15. Antibiotika diminum 3-4 kali sehari selama 5 sampai 7 hari

1

0

16. Jika saya lupa meminum antibiotika maka saya harus segera minum sesuai dengan dosis dan aturan pakai.

1 0

17. Neomisin salep dioleskan/digunakan 1 kali sehari 0

1

18. Resistensi artinya bakteri kebal terhadap antibiotika jadi siapapun yang terserang bakteri tersebut tidak dapat diobati dengan antibiotika apapun

0

1

19. Jika terjadi resistensi (kekebalan bakteri) maka antibiotika tidak dapat membasmi bakteri yang bersangkutan

1

0

20. Penggunaan antibiotika yang tepat dapat membahayakan semua orang

0


(4)

2. Pernyataan Sikap Responden Terkait Antibiotika

NO PERNYATAAN

JAWABAN

STS TS S SS

1

Setiap kali sakit, saya memilih tidak berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu jika ingin menggunakan antibiotika.

4 3

2 1

2 Menurut saya, saya dapat memberikan antibiotika yang saya gunakan kepada anggota keluarga yang sedang sakit.

4

3 2 1

3 Saya suka menyimpan antibiotika di kotak obat untuk persiapan.

4 3

2 1

4 Saya lebih memilih meminum

antibiotika ketika batuk daripada obat yang lain.

4

3 2 1

5

Saya lebih memilih menggunakan antibiotika yang diresepkan dokter daripada menggunakan sisa antibiotika keluarga lain.

1

2 3 4

6 Saya lebih suka memperoleh informasi tentang antibiotika dari dokter daripada bidan dan perawat

1 2 3

4

7

Saya lebih suka memanfaatkan media internet yang terpercaya sebagai sumber informasi tentang antibiotika daripada brosur/leaflet.

1 2 3

4

8 Saya lebih baik menghabiskan antibiotika yang digunakan untuk menghindari resistensi.

1 2 3 4

9 Saya lebih suka membeli antibiotika di apotek meskipun mahal.

1 2 3 4

10 Saya lebih suka membeli antibiotika di toko/warungobat karena lebih murah.

4


(5)

3. Tindakan Responden Terkait Antibiotika

No PERNYATAAN

JAWABAN STS TS S SS

1 Saya akan langsung membeli antibiotika di apotek tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu agar lebih hemat.

4 3

2 1

2 Saya dapat memberikan sisa antibiotika yang saya gunakan kepada anggota keluarga lain yang sedang sakit.

4

3 2 1

3 Jika merasa sudah sembuh, saya akan menghentikan penggunaan antibiotik.

4

3 2 1

4 Jika ada luka bernanah saya tidak akan menggunakan antibiotik untuk

mengobatinya dengan cara ditaburkan

1 2 3 4

5 Jika terjadi reaksi alergi antibiotika maka saya akan memeriksakannya ke dokter.

1 2 3 4

6 Saya akan memberikan antibiotika yang sedang saya gunakan pada hewan

peliharaan yang sakit agar lekas sembuh.

4 3

2 1

7 Saya akan mengatur alarm agar tidak lupa minum antibiotika.

1 2 3

4

8 Saya tidak selalu minta diresepkan antibiotika jika saya periksa ke dokter supaya sakitnya segera sembuh.

1 2 3

4

9 Antibiotika yang sudah diresepkan oleh dokter akan saya gunakan sampai habis.

1 2 3 4

10

Karena takut resisten (kebal) terhadap antibiotika, saya tidak akan mau menggunakan antibiotika yang diresepkan oleh dokter.

4

3 2 1


(6)

BIOGRAFI

Alfonsa Liquory Seran, dilahirkan di Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tanggal 1 Agustus 1993, merupakan putri bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Blasius Seran dan Feronika Fore. Penulis menempuh pendidikan di SDK Atapupu (1999-2005), SMPK Hati Tersuci Maria Halilulik (2005-2008), SMAK Suria Atambua (2008-2011) dan saat ini sedang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis terlibat dalam unit kegiatan mahasiswa Komonitas Paingan dan beberapa kegiatan organisasi seperti, sebagai volunteer dalam Kampanye Informasi Obat pada tahun 2012, Panitia Perayaan Pekan Suci 2013 sebagai seksi konsumsi, Panitia Seminar Nasional sebagai koordinator Devisi Dokumentasi dan Dekorasi (2013), dan sebagai peserta dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat yang lolos didanai oleh Dikti (2014).


Dokumen yang terkait

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan wanita pra lansia di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

1 8 113

Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria lansia tentang antibiotika dengan metode seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

0 1 147

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 134

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita usia dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA di Kelurahan Warungboto, Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta periode Desember 2014 – Maret 2015.

6 63 133

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 0 128

Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria dewasa di SMKN 2 Depok Yogyakarta mengenai diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 137

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Dusun Krodan tentang antibiotika dengan metode seminar.

0 0 115

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan siswi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tentang antibiotika melalui metode seminar.

0 0 103

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.

0 6 137

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 2 122