Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria dewasa di SMKN 2 Depok Yogyakarta mengenai diabetes melitus dengan metode CBIA.

(1)

INTISARI

Pengetahuan masyarakat yang rendah dapat menyebabkan komplikasi Diabetes, sehingga perlu pencegahan. CBIA adalah metode untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam upaya pencegahan terjadinya komplikasi. Tujuan penelitian untuk mengukur peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan yang terjadi pada responden sesudah dilakukan intervensi.

Jenis penelitian eksperimental semu. Rancangan penelitian time series. Pengambilan data dilakukan sebelum intervensi, segera setelah intervensi,1 bulan setelah intervensi dan 2 bulan setelah intervensi. Lokasi penelitian SMK 2 DEPOK. Subjek penelitian pria dewasa usia 26-45 tahun. Penelitian dilakukan pada 31 karyawan dan guru. Sampling dilakukan secara nonrandom dengan quota sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tervalidasi. Analisis data menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Wilcoxon

Jumlah responden pada variabel pengetahuan (Pre) kategori baik 48%, cukup 39%, buruk 13%. Pada Post-1 kategori baik 64%, cukup 26%, buruk 10% (p<0,05), Post-2 kategori baik 61%, cukup 36%, buruk 3% (p<0,05), Post-3 kategori baik 58%, cukup 39%, buruk 3% (p<0,05). Variabel sikap dan variabel tindakan tidak meningkat signifikan (p>0,05). Kesimpulan penelitian adalah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan mengenai DM (p<0,05) namun tidak demikian pada sikap dan tindakan.


(2)

ABSTRACT

Insufficient knowledge about Diabetes causes complication. Thus, preventive actions are necessary. CBIA is a method to enhance people’s knowledge in a way to prevent complication. The objective of this study is to measure the increase of knowledge, attitude, and practice after CBIA intervention.

This study is basically a quasi-experimental study in a time-series nature: before intervention, 1 month , and 2 months after intervention. This study took place in SMK 2 Depok where 31 male employees and teachers aged 26-45 years old became the subjects of this study. This study used nonrandom sampling method (quota sampling). The research instruments were in the forms of validated questionnaires. Data analysis method used the Shapiro-Wilk normality test. Wilcoxon Test was utilized for all variable.

Amount respondent of knowledge before the intervention kategorized good 48%,fair 39%,poor 13%, Post-1 kategorized good 64%,fair 26%,poor 10% (p<0,05), Post-2 kategorized good 61%,fair 36%,poor 3% (p<0,05), Post-3 kategorized good 58%,fair 39%,poor 3% (p<0,05). Attitude and practice variable not increase (p>0,05). Thus, it can be concluded that CBIA can increase respondent’s knowledge about DM (p<0,05) but not their attitude and practice. Keyword : Diabetes Mellitus , CBIA, knowledge, attitude, practice


(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA DEWASA DI SMKN 2 DEPOK YOGYAKARTA MENGENAI DIABETES

MELITUS DENGAN METODE CBIA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh : Caesariana Desi Saraswati

NIM : 118114114

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015  


(4)

PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA DEWASA DI SMKN 2 DEPOK YOGYAKARTA MENGENAI DIABETES

MELITUS DENGAN METODE CBIA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh : Caesariana Desi Saraswati

NIM : 118114114

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk

Orang tua, Kakak, Teman, dan Almamater

Terima Kasih


(8)

(9)

(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Permasalahan ... 4

2. Keaslian Penelitian... 4

3. Manfaat Penelitian... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6


(12)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Pengetahuan ... 8

1. Pengertian ... 8

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 8

3. Pengukuran pengetahuan ... 9

B. Sikap ... 10

1. Pengertian ... 10

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 10

3. Pengukuran sikap ... 13

C. Tindakan... 14

1. Pengertian ... 14

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ... 14

3. Pengukuran tindakan ... 15

D. Upaya untuk Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ... 16

1. Kelompok Besar... 17

2. Kelompok Kecil... 17

E. Diabetes Melitus... 18

F. Diabetes Melitus Tipe 2 ... 19

1. Definisi... 19

2. Patogenesis ... 19

3. Faktor resiko... 21


(13)

5. Komplikasi ... 21

G. CBIA ... 22

H. Landasan Teori... 24

I. Hipotesis... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 26

C. Definisi Operasional ... 27

D. Teknik Sampling ... 28

E. Subyek Penelitian ... 29

F. Tempat Penelitian ... 29

G. Instrumen Penelitian ... 29

1. Bagian pertama ... 29

2. Bagian kedua ... 30

3. Bagian ketiga ... 30

4. Bagian keempat ... 30

H. Tata cara penelitian ... 32

1. Penentuan subjek penelitian ... 32

2. Perijinan ... 33

3. Penyusuna kuesioner ... 33

4. Pre-Intervensi... 35

5. Pelaksanaan intervensi... 35


(14)

7. Managemen data... 36

8. Analisis data... 38

I. Kelemahan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL ... 40

A. Validitas dan Reliabilitas………. 40

B. Karakteristik Demografi Responden ... 41

1. Usia ... 41

2. Tingkat pendidikan terakhir ... 42

3. Pekerjaan……… 42

4. Penderita DM/non DM ... 43

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Diabetes Melitus Sebelum Intervensi dengan CBIA ... 44

D. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Diabetes Melitus Setelah Intervensi dengan CBIA ... 45

E. Uji Statistik……….. 47

1. Uji normalitas……… 47

2. Uji hipotesis……….. 48

BAB IV PEMBAHASAN………... 48

A. Validitas dan reliabilitas………... 48

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Diabetes Melitus Sebelum Intervensi dengan CBIA ... 49

1. Pengetahuan... 50


(15)

3. Tindakan... 50

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Diabetes Melitus Setelah Intervensi dengan CBIA ... 51

1. Pengetahuan... 51

2. Sikap... 53

3. Tindakan... 54

D. Uji Statistik……….. 56

1. Uji normalitas……… 56

2. Uji hipotesis……….. 56

E. Peningkatan pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Diabetes melitus setelah dan sebelum Intervensi dengan CBIA... 56

1. Pengetahuan ... 57

2. Sikap ... 59

3. Tindakan ... 62

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 70


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pernyataan unfavourable dan favourable Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pre-intervensi pada

Kuesioner ... 31

Tabel II. Pernyataan favourable dan unfavourable Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Post-intervensi pada Kuesioner ... 32

Tabel III. Hasil uji normalitas data pada variabel pengetahuan……… 48

Tabel IV. Hasil uji normalitas data pada variabel sikap………... 49


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Patogenesis DM ... 20

Gambar 2. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori Usia ... 42

Gambar 3. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori tingkat pendidikan terakhir ... 43

Gambar 4. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori pekerjaan ... 44

Gambar 5. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori penderita DM/non penderita DM ... 45

Gambar 6. Distribusi responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Pre CBIA... 46

Gambar 7. Perbandingan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Post-1, Post-2, dan Post-3 CBIA... 48

Gambar 8. Peningkatan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan dengan kategori baik pada Pre CBIA sampai dengan Post-3 CBIA... 61

Gambar 9. Peningkatan jumlah responden berdasarkan aspek sikap dengan kategori baik pada Pre CBIA sampai dengan Post-3 CBIA... 62

Gambar 10. Peningkatan jumlah responden berdasarkan aspek tindakan dengan kategori baik pada Pre CBIA sampai dengan Post-3 CBIA... 64


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat izin………... 71

Lampiran 2. Surat deposisi perijinan………... 72

Lampiran 3. Undangan kepada responden………... 74

Lampiran 4. Revisi kuesioner penelitian aspek pengetahuan………... 75

Lampiran 5. Revisi kuesioner penelitian aspek sikap………... 77

Lampiran 6. Kuesioner penelitian aspek pengetahuan (Pretest)…... 79

Lampiran 7. Kuesioner penelitian aspek sikap (Pretest) ... 80

Lampiran 8. Kuesioner penelitian aspek tindakan (Pretest) ... 81

Lampiran 9. Kuesioner penelitian aspek pengetahuan (Post) ... 82

Lampiran 10. Kuesioner penelitian aspek sikap (Post) ... 83

Lampiran 11. Kuesioner penelitian aspek tindakan (Post) ... 84

Lampiran 12. Informed consent ... 85

Lampiran 13. Karakteristik Demografi responden ... 86

Lampiran 14. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek pengetahuan (Pretest) .... 87

Lampiran 15. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek pengetahuan (Post) .. 88

Lampiran 16. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek sikap (Pretest) ... 89

Lampiran 17. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek sikap (Post) ... 90

Lampiran 18. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek tindakan(Pretest) ... 91

Lampiran 19. Hasil uji reliabilitas kuesioner aspek tindakan (Post) ... 92

Lampiran 20. Hasil uji normalitas aspek pengetahuan ... 93

Lampiran 21. Hasil uji normalitas aspek sikap ... 94

Lampiran 22. Hasil uji normalitas aspek tindakan ... 95

Lampiran 23. Hipotesis statistik... 96

Lampiran 24. Hasil uji statistik aspek pengetahuan (Uji wilcoxon) ... 97


(19)

Lampiran 26. Hasil uji statistik aspek tindakan (Uji Wilcoxon) ... 99

Lampiran 27. Booklet kegiatan CBIA... 100

Lampiran 28. Booklet mengenai DM... 102


(20)

INTISARI

Pengetahuan masyarakat yang rendah dapat menyebabkan komplikasi Diabetes, sehingga perlu pencegahan. CBIA adalah metode untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam upaya pencegahan terjadinya komplikasi. Tujuan penelitian untuk mengukur peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan yang terjadi pada responden sesudah dilakukan intervensi.

Jenis penelitian eksperimental semu. Rancangan penelitian time series. Pengambilan data dilakukan sebelum intervensi, segera setelah intervensi,1 bulan setelah intervensi dan 2 bulan setelah intervensi. Lokasi penelitian SMK 2 DEPOK. Subjek penelitian pria dewasa usia 26-45 tahun. Penelitian dilakukan pada 31 karyawan dan guru. Sampling dilakukan secara nonrandom dengan quota sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner tervalidasi. Analisis data menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Wilcoxon

Jumlah responden pada variabel pengetahuan (Pre) kategori baik 48%, cukup 39%, buruk 13%. Pada Post-1 kategori baik 64%, cukup 26%, buruk 10% (p<0,05), Post-2 kategori baik 61%, cukup 36%, buruk 3% (p<0,05), Post-3 kategori baik 58%, cukup 39%, buruk 3% (p<0,05). Variabel sikap dan variabel tindakan tidak meningkat signifikan (p>0,05). Kesimpulan penelitian adalah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan mengenai DM (p<0,05) namun tidak demikian pada sikap dan tindakan.


(21)

ABSTRACT

Insufficient knowledge about Diabetes causes complication. Thus, preventive actions are necessary. CBIA is a method to enhance people’s knowledge in a way to prevent complication. The objective of this study is to measure the increase of knowledge, attitude, and practice after CBIA intervention.

This study is basically a quasi-experimental study in a time-series nature: before intervention, 1 month , and 2 months after intervention. This study took place in SMK 2 Depok where 31 male employees and teachers aged 26-45 years old became the subjects of this study. This study used nonrandom sampling method (quota sampling). The research instruments were in the forms of validated questionnaires. Data analysis method used the Shapiro-Wilk normality test. Wilcoxon Test was utilized for all variable.

Amount respondent of knowledge before the intervention kategorized good 48%,fair 39%,poor 13%, Post-1 kategorized good 64%,fair 26%,poor 10% (p<0,05), Post-2 kategorized good 61%,fair 36%,poor 3% (p<0,05), Post-3 kategorized good 58%,fair 39%,poor 3% (p<0,05). Attitude and practice variable not increase (p>0,05). Thus, it can be concluded that CBIA can increase respondent’s knowledge about DM (p<0,05) but not their attitude and practice. Keyword : Diabetes Mellitus , CBIA, knowledge, attitude, practice


(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

DM merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. DM ada beberapa tipe yaitu DM tipe 1, DM tipe 2 dan diabetes gestasional. Pada penelitian ini sasarannya adalah diabetes tipe 2 yang pada umumnya diderita setelah dewasa karena pola hidup yang kurang sehat (RISKESDAS, 2013).

DM berdasarkan wawancara pada masyarakat Indonesia dengan usia >15 tahun (722.329 responden) terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,4 persen (2013). Proporsi penduduk ≥15 tahun dengan DM adalah 6,9 persen (RISKESDAS, 2013). Persentase peningkatan kejadian DM ini perlu menjadi suatu perhatian baik bagi semua tenaga kesehatan maupun bagi masyarakat luas.

Dilihat dari prevalensi DM yang cukup tinggi akan membutuhkan pelayanan dan tenaga kesehatan yang lebih banyak, oleh karena itu perlu adanya

care giver untuk membantu tenaga kesehatan. Tujuan tersebut dapat diraih dengan adanya pemberian edukasi pada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai diabetes. Salah satu pemberian edukasi yang tepat adalah CBIA. CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) adalah metode yang digunakan untuk edukasi publik yang mana lebih menekankan pada keaktifan partisipan


(23)

seperti edukasi mengenai DM. Untuk meningkatkan kepedulian maupun kewaspadaan mengenai diabetes tidak hanya ditargetkan pada penderita/pasien tetapi edukasi juga ditujukan pada keluarga ataupun kader kesehatan. Oleh karena itu CBIA sangat cocok untuk diaplikasikan di kalangan masyarakat dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai DM (Hartayu, 2012).

Pemberian edukasi dengan metode CBIA mengenai DM pada masyarakat cukup penting dikarenakan beberapa faktor. Faktor usia merupakan salah satu yang membedakan pemahaman tentang pengatasan penyakit pada dirinya sendiri.

Dalam model sistem kesehatan menyatakan umur termasuk dalam faktor sosial demografi yang mempengaruhi seseorang untuk mencari pengobatan dan menggunakan pelayanan kesehatan. Semakin dewasa maka semakin mengerti akan pemilihan pemanfaatan pelayanan kesehatan karena berhubungan dengan pola pikir (Notoatmodjo, 2010). Selain itu DM berdasarkan diagnosis dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun (RISKESDAS, 2013). Dari dasar bahwa usia dewasa sudah cukup matang untuk mengerti tentang pentingnya kesehatan dan juga semakin bertambah usia kemungkinan menderita DM semakin tinggi oleh karena itu peneliti ingin mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan berdasarkan usia yaitu pada usia dewasa. Menurut DepKes rentang usia dewasa adalah 26 sampai 45 tahun, sehingga rentang usia tersebutlah yang dijadikan subjek uji peneliti.


(24)

Selain faktor usia, jenis kelamin juga merupakan hal yang cukup penting untuk menjadi kriteria dalam penelitian ini. Pria dan wanita memiliki perbedaan-perbedaan yang dimana dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam suatu hal. Perempuan tampil lebih baik dalam tugas verbal, ingatan, kefasihan dalam kata, dan penalaran induktif, sedangkan laki-laki lebih berprestasi dalam orientasi spasial dan angka (Yuwono, 2008). Selain itu faktor resiko juga menjadi salah satu pembeda antara pria dan wanita, salah satu faktor resiko Diabetes adalah obesitas. Pada usia diatas 20 tahun, pria yang mengalami obesitas sebesar 74% sedangkan wanita 64% (NHANES, 2010). Gula darah puasa (GDP) pada pria dan wanita juga berbeda. GDP terganggu adalah keadaan yang beresiko tinggi untuk berkembang menjadi DM, pada pria GDP 40,4% sedangkan pada wanita 34,4% (RISKESDAS, 2013). Melihat adanya perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tersebut dimana dari data yang sudah disebut ternyata pria cenderung mengalami kemungkinan menderita DM maka peneliti ingin mengidentifikasi pengetahuan, sikap, dan tindakan pada pria dewasa di SMKN 2 Depok mengenai DM. Dilakukan pengambilan data di SMKN 2 Depok dikarenakan dua alasan yaitu tersedianya jumlah responden yang mencukupi dan sesuai dengan kriteria inklusi peneliti.

Diharapkan edukasi mengenai DM dengan metode CBIA bisa menjadi salah satu cara yang cukup baik sebagai bentuk pencegahan ataupun meningkatkan derajat kesehatan bagi masyarakat yang mengalami DM maupun tidak mengalami. Dalam penelitian ini khususnya ditujukan kepada pria dewasa


(25)

sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pria dewasa memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk terkena DM.

1. Perumusan masalah

a. Seperti apakah karakteristik demografi responden?

b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai DM sebelum dilakukan intervensi ?

c. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai DM setelah dilakukan intervensi ?

d. Apakah ada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan sebelum dan sesudah intervensi mengenai DM?

2. Keaslian penelitian

Sejauh yang penulis ketahui, penelitian berjudul “Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria dewasa di SMKN 2 Depok Yogyakarta mengenai Diabetes Melitus dengan metode CBIA” belum pernah dilakukan dan dipublikasikan oleh para peneliti sebelumnya.

Penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan dan dipublikasikan di antaranya adalah

a. Perbedaan pengaruh metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, dan tindakan ibu-ibu di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping ditinjau dari faktor usia (Firstya, 2010).


(26)

Perbedaan penelitian yang dilakukan Firstya (2010) dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada perbandingan metode. Pada penelitian Firstya (2010) membandingkan dua metode untuk menentukan mana yang lebih efektif apakah CBIA atau ceramah sedangkan peneliti hanya menggunakan metode CBIA saja karena ingin mengetahui apakah ada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan yang terjadi dengan metode CBIA

b. Efektifitas metode cara belajar insan aktif untuk DM (CBIA-DM) dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada penyandang DM tipe 2 di Yogyakarta Indonesia (Hartayu, 2010).

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Hartayu (2010) dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada subjek uji. Pada penelitian oleh Hartayu (2010) dilakukan penelitian pada penderita Diabetes dengan skala lokasi yang lebih luas yaitu Yogyakarta sedangkan peneliti melakukan penelitian pada lingkup yang lebih spesifik yaitu hanya di satu sekolah dan umum dalam arti tidak harus penderita Diabetes.

3. Manfaat peneltian

a. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau referensi mengenai pemahaman DM yang baik dari segi pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat khususnya pada guru dan karyawan di SMKN 2 DEPOK.


(27)

b. Manfaat praktis.

1) Bagi tenaga kesehatan dan masyarakat (kader kesehatan)

Data yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pihak-pihak terkait dalam menangani masalah yang berkaitan dengan Diabetes sehingga dapat digunakan untuk mencegah ataupun menekan jumlah penderita Diabetes.

2) Bagi pemerintah

Data yang diperoleh diharapkan dapat membantu menurunkan anggaran pemerintah di bidang kesehatan dan membantu meningkatkan program-program kesehatan pemerintah yang terkait.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh edukasi dengan metode CBIA tentang DM terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa di SMKN 2 Depok kota Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden.

b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai DM sebelum dilakukan intervensi dengan metode CBIA.

c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai DM setelah dilakukan intervensi dengan metode CBIA.


(28)

d. Mengukur peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan saat sebelum intervensi dan sesudah intervensi mengenai DM dengan metode CBIA.


(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Maulana, 2009). Pengetahuan menjadi penyebab atau motivator bagi seseorang untu bersikap dan berperilaku (Azwar, 2008)

2. Faktor-faktor yang memengaruhi aspek pengetahuan a. Faktor internal.

1). Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi berupa hal-hal yang menunjang kesehatan untuk meningkatkan kesehatan. Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah

2). Umur

Tingkat kematangan seorang individu dalam berfikir dan bekerja sebanding dengan pertambahan usia. Semakin tingginya umur seorang


(30)

individu, semakin meningkat pula kemampuan seseorang untuk memutuskan perilaku yang akan dilakukannya

3). Pekerjaan

Pekerjaan diartikan sebagai kegiatan mencari nafkah yang dilakukan seorang individu untuk menunjang kehidupannya. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung

b. Faktor eksternal. 1). Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi di sekitar manusia yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku seorang individu.

2). Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang berlaku di masyarakat dapat mempengaruhi sikap individu dalam menerima informasi. (Wawan dan Dewi, 2011). 3. Pengukuran tingkat pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran kualitatif dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran tingkat pengetahuan responden dilakukan dengan menjawab pertanyaan kuesioner “ya” atau “tidak”. Nilai dilihat dari apakah responden benar


(31)

dalam menjawab atau tidak. Apabila jawaban responden benar akan dinilai satu sedangkan apabila salah akan dinilai nol (Notoatmodjo, 2010). Setelah itu responden di kategorikan apakah masuk kategori tinggi, sedang atau rendah sesuai aturan berikut

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila jawaban responden benar 76-100% b. Tingkat pengetahuan cukup/sedang, apabila jawaban responden benar antara 56-75%

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila jawaban responden benar antara <56% (Nursalam, 2013).

B. Sikap

1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

2. Faktor yang memengaruhi sikap a. Hal-hal yang mempengaruhi sikap

1). Pengalaman pribadi merupakan dasar pembentukan sikap karena sifatnya yang kuat dalam meninggalkan kesan.


(32)

2). Pengaruh orang lain yang dianggap penting menimbulkan kecenderungan seorang individu untuk patuh dan searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3). Pengaruh kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan dan mengarahkan sikap seorang individu terhadap berbagi masalah.

4). Media massa berupa surat kabar, radio dan televisi seharusnya menyampaikan pesan yang bersifat obyektif, namun adanya pengaruh dari penulis mempengaruhi sikap seorang individu.

5). Lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan yang nantinya akan mempengaruhi aspek sikap seorang individu.

6). Faktor emosional terkadang dapat mendasari suatu bentuk dari aspek sikap (Wawan dan Dewi, 2011).

b. Hal-hal yang dapat memengaruhi sikap adalah : 1). Adopsi

Suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kegiatan yang berulang dan terus-menerus sehingga lama kelamaan secara bertahap akan diserap oleh individu (misalnya pola asuh dalam keluarga)

2). Diferensiasi

Terbentuk dan berubahnya sikap karena individu telah memiliki pengetahuan, pengalaman, intelegensi dan bertambahnya umur. Hal yang pada awalnya dipandang sejenis, sekarang dipandang tersendiri dan lepas


(33)

yang semula takut terhadap orang yang belum dikenalnya, berangsur-angsur mengetahui mana yang baik dan yang jahat sehingga mulai dapat bermain dengan orang yang disukainya.

3). Integrasi

Sikap terbentuk secara bertahap. Diawali dari pengetahuan dan pengalamab terhadap objek sikap tertentu (misalnya, mahasiswa keperawatan yang rajin mengikuti perkuliahan, praktik klinik, dan mengikuti seminar-seminar keperawatan, akhirnya akan bersikap positif terhadap profesi keperawatan).

4). Trauma

Pembentukan dan perubahan sikap terjadi melalui kejadian yang tiba-tiba dan mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalam. Sebagai contoh, individu yang pernah sakit perut karena membeli dan makan rujak di pinggir jalan sampai masuk rumah sakit, akan bersikap negatif terhadap makanan tersebut.

5). Generalisasi

Sikap terbentuk dan berubah karena pengalaman traumatic pada individu terhadap hal tertentu dapat menimbulkan sikap tertentu (positif atau negatif) terhadap semua hal. Sebagai contoh, pasien yang pernah mendapat perawatan yang tidak professional dari seorang perawat akan memiliki sikap negatif terhadap semua perawat (Maulana, 2009).


(34)

3. Pengukuran tingkat sikap

Dalam penelitian sikap digunakan skala likert disebut pula dengan summated-rating scale. Skala ini merupakan skala yang paling sering dan paling luas digunakan dalam penelitian, karena skala ini memungkinkan peneliti untuk mengungkapkan tingkat intensitas sikap/perilaku atau perasaan responden. Untuk mendapatkan skala linkert tersebut, instrumen harus didesain sedemikian rupa, umumnya menggunakan pertanyaan tertutup dengan lima (5) alternative jawaban secara berjenjang. Jenjang jawaban tersebut adalah : “sangat setuju”, “setuju”, “netral”, “ tidak setuju”, “sangat tidak setuju”. Penetuan skor pada jenjang skala linkert tersebut harus disesuaikan dengan jenis narasi pertanyannya, yaitu apakah

narasi pertanyaan bersifat negative (unfavourable) atau pertanyaannya positif

(favourable) (Mustafa, 2009).

Pada pernyataan sikap dan tindakan menggunakan skala Likert disini

responden diminta melakukan agreement dan disagreement untuk masing –

masing item dalam kuisioner dengan skala yang terdiri dari 4 point, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS)). Semua

pertanyaan positif (favorable) kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu diberi

skor 4 untuk “sangat setuju”, 3 untuk “setuju”, 2 untuk “tidak setuju” , dan 1

untuk “sangat tidak setuju”. Untuk jawaban pertanyaan negatif (unfavourable)

diberi skor 4 untuk “sangat tidak setuju”, 3 untuk “tidak setuju”, 2 untuk “setuju” , dan 1 untuk “sangat setuju” (Notoatmodjo, 2010). Kemudian langkah selanjutnya adalah memasukan responden dalam kategori Baik, Cukup, atau Buruk sesuai


(35)

a. Baik, apabila jawaban responden benar 76-100%

b. Cukup/sedang, apabila jawaban responden benar antara 56-75%

c. Buruk, apabila jawaban responden benar antara <56 (Nursalam, 2013).

C. Tindakan

1. Pengertian

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor pendukung (Maulana, 2009).

2. Faktor yang memengaruhi tindakan a. Tingkatan tindakan.

1). Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama (misalnya, seorang ibu memilih makanan bergizi bagi bagi anak balitanya)

2). Respon terpimpin

Hal ini berarti dapat melakukan sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3). Mekanisme

Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau telah merupakan kebiasaan.


(36)

4). Adopsi

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik. Hal ini berati tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan bergizi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana).

b. Gangguan tindakan. 1). Kelambatan

Gangguan yang ditandai dengan gerakan dan reaksi tubuh secara umum lambat

2). Peningkatan

Aktivitas dan reaksi umum meningkat seperti gaduh- gelisah katatonik 3). Gangguan somatomotorik pada reaksi konversi

Keadaan ini sering menggambarkan secara simbolik suatu konflik emosional (Maulana, 2009)

3. Pengukuran tingkat tindakan

Pengukuran tindakan dapat dilakukan melalui 2 metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung adalah peneliti langsung mengamati atau mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. Metode tidak langsung adalah peneliti tidak secara langsung mengamati perilaku orang yang diteliti. Untuk melakukan metode langsung dapat dilakukan dengan metode mengingat


(37)

kembali,melalui orang ketiga yang dekat dengan subjek, dan melalui indicator (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran tindakan menggunakan skala yang sama dengan variabel

sikap yaitu skala Linkert sehingga cara pengukurannya sama persis seperti

pengukuran sikap.

D. Upaya untuk Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan

Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan guna mencapai perubahan tingkah laku. Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan berbagai hasil penelitian dan literatur, didapatkan bahwa perilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat terbentuk melalui kegiatan yang disebut pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan memiliki peranan penting dalam mengubah dan menguatkan faktor perilaku (predisposisi, pendukung, dan pendorong) sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat. Pendidikan kesehatan yang dilakukan bisa seperti penyuluhan ataupun seminar (Maulana, 2009).

Beberapa metode edukasi kesehatan yang dapat digunakan adalah

a. untuk satu orang dapat digunakan metode bimbingan dan penyuluhan serta wawancara


(38)

b. untuk kelompok besar (peserta lebih dari 15) dapat digunakan metode ceramah dan seminar

c. untuk kelompok kecil (peserta kurang dari 15) dapat digunakan metode diskusi kelompok, curah pendapat, memainkan peran, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007)

Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya

1. Kelompok Besar

a. Ceramah. Metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi

maupun rendah. Ceramah cenderung interaktif yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta

b. Seminar. Hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan

menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat dimasyarakat.

2. Kelompok Kecil

a. Diskusi kelompok. Pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran

antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu (Fitriani, 2011).


(39)

mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran. Metode edukasi kesehatan lainnya yang dapat dipakai adalah metode Cara Belajar Insan Aktif. Metode ini dilaksanakan dalam bentuk kelompok kecil yaitu 6-8 orang, yang melakukan diskusi intensif berbasis masalah. Metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan responden setelah 1 bulan pemberian edukasi mengenai kanker serviks dan papsmear jika dibandingkan dengan edukasi dengan metode seminar (Anggayasta, 2010)

Upaya meningkatkan tindakan diperlukan faktor pendukung atau kondisi

yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan dukungan (support) (Maulana,

2009). Salah satu faktor pendukungnya adalah peningkatan pengetahuan dan sikap sehingga upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap berbanding lurus dengan peningkatan tindakan responden seperti halnya metode CBIA.

CBIA adalah metode yang lebih mengacu pada keaktifan responden dalam mencari informasi. CBIA selain dapat meningkatkan pengetahuan juga dapat meningkatkan sikap dan tindakan responden. CBIA berhasil sebagai metode yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden mengenai DM dalam kurun waktu 6 bulan (Hartayu, 2010)

E. Diabetes Melitus

Diabetes adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa


(40)

darah di atas nilai normal, disebabkan karena adanya gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif (Goldstein, 2008)

F. Diabetes Melitus tipe 2 1. Pengertian

DM tipe 2 atau sering disebut Non Insulin Dependent DM. DM tipe ini terjadi karena resistensi insulin dan atau kurangya sekresi insulin. Insulin yang dihasilkan oleh sel beta pancreas tidak dapat memenuhi jumlah yang dibutuhkan sehingga menyebabkan hiperglikemia (Goldstein, 2008).

2. Patogenesis

DM tipe 2 disebakan oleh kurangnya produksi insulin yang disebabkan oleh 2 hal yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta. Resistensi insulin merupakan keadaan dimana kemampuan jaringan perifer untuk berespon terhadap insulin berkurang. Disfungsi sel beta bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia (Mitchell, 2008).


(41)

Gambar 1. Patogenesis DM (Porth, 2004)

a. Resistensi Insulin. Sekresi dari hormon-hormon kontrainsulin dapat

menyebabkan resisten pada insulin. Mekanisme yang mungkin sebagai

penyebab resistensi insulin antara lain mekanisme down-regulasi,

defisiensi atau polimorfisme genetic dari fosforilasi tyrosine reseptor insulin, protein IRS atau PIP-3 kinase, atau abnormalitas fungsi GLUT 4 yang disebabkan berbagai hal (Wilcox, 2005).

b. Disfungsi Sel β. Disfungsi sel β pada diabetes tipe 2 menyebabkan

ketidakmampuan sel-sel ini beradaptasi terhadap kebutuhan jangka panjang resistensi insulin perifer dan peningkatan sekresi insulin. Pada


(42)

keadaan resistensi insulin, sekresi insulin mula-mula meningkat karena adanya peningkatan kadar glukosa. Namun karena insulin yang

disekresikan berlebih (hiperinsulinemia), sel β merespons untuk

mengurangi produksi insulin. Respon pengurangan produksi insulin yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang menyebabkan terjadinya

penurunan fungsi sel β (Robbins & Cotran, 2008)

3. Faktor resiko

Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap resistensi atau defisiensi insulin yaitu obesitas, peningkatan usia, jenis kelamin, gaya hidup yang kurang aktivitas, dislipidemia, dan faktor genetic (Awad, 2013).

4. Gejala dan Tanda

Gejala klinis pada DM tipe 2 diantaranya adalah poliuria, polifagi, polidipsi, lesu, dehidrasi, pusing, penglihatan kabur dan berat badan turun drastis ( Fox, 2010).

5. Komplikasi

a. Gangguan fungsi jantung. Gangguan pada pembuluh darah akan

mengakibatkan aliran darah ke jantung terhambat atau terjadi ischemia, timbul angina pectoris bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan serangan jantung (Mahendra, 2008).

b. Gangguan penglihatan. Retinopathy disebabkan memburuknya kondisi

mikro sirkulasi sehingga terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina selain itu juga bisa disebabkan oleh adanya biokimia darah sehingga


(43)

terjadi penumpukan zat-zat tertentu pada jaringan retina (Mahendra, 2008).

c. Kerusakan ginjal. Sebab utama gangguan ginjal pada pasien diabetes

adalah buruknya mikrosirkulasi. Gangguan ini biasanya parallel dengan gangguan pembuluh darah di mata ( Mahendra, 2008).

G. CBIA (Cara Belajar Insan Aktif)

Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) merupakan salah satu edukasi kesehatan. CBIA merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang digunakan untuk pengobatan sendiri. Metode ini lebih ditekankan pada proses belajar mandiri dalam kelompok-kelompok kecil (Hartayu, 2012).

Metode CBIA ini dilaksanakan dalam bentuk kelompok kecil yang melakukan diskusi intensif berbasis masalah dan diikuti dengan tugas individu. Tiap kelompok tersebut terdiri dari 6-8 orang dan idealnya setiap intervensi harus melibatkan tidak lebih dari 6 kelompok kecil. Dalam metode ini terdapat beberapa faktor pendukung yaitu narasumber dan fasilitator. Narasumber hanya berfungsi untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dapat ditemukan jawabannya dalam diskusi. Fasilitator berfungsi sebagai pemicu diskusi dan bila perlu menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban atas suatu masalah. Fasilitator dianjurkan tidak mendominasi diskusi, kecuali bila dinamika kelompok memang tidak berkembang. Satu kelompok kecil diperlukan satu fasilitator sedangkan dalam 1


(44)

ahli atau memang sesuai dengan materi diskusi yang akan diberikan (Hartayu, 2012).

Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan CBIA adalah 2-3 jam tergantung dinamika. Namun waktu kegiatan sebaiknya dibatasi paling lama 4 jam. Kegiatan CBIA diawali oleh moderator dengan menjelaskan maksud dan tujuan dari kegiatan, jalannya diskusi dan aturan mainnya. Kemudian peserta dibagi dalam kelompok dan dibagikan modul sesuai materi edukasi. Urutan kegiatan meliputi beberapa tahap yaitu:

1. Kegiatan 1

a. Kepada masing-masing peserta dibagikan satu set booklet yang berisi informasi sesuai dengan materi edukasi

b. Peserta memilih urutan topik yang akan didiskusikan

c. Membaca dan mencermati informasi yang tersedia di dalam booklet

d. Mendiskusikan permasalahan dan hasil-hasil temuan dari booklet yang tersedia

2. Kegiatan 2

Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan sebagai dasar untuk melakukan penatalaksanaan mandiri.

3. Kegiatan 3

Masing-masing ketua kelompok menyampaikan temuan-temuan yang didapat selama diskusi berikut pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab.


(45)

4. Rangkuman

Kegiatan ditutup dengan rangkuman oleh narasumber dengan identifikasi kembali temuan-temuan penting dari masing-masing kelompok dan

menyampaikan pesan-pesan untuk memperkuat dampak intervensi

(Suryawati, 1995).

H. Landasan Teori

Prevalensi DM di Indonesia cukup tinggi dan dimungkinkan dapat terus bertambah apabila tidak dilakukan suatu cara pengatasan. Salah satu cara pengatasan adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 hal yaitu lingkungan (sebesar 45%), perilaku (sebesar 30%), pelayanan kesehatan (sebesar 20%) dan keturunan ( sebesar 5%). Perilaku menjadi nomor dua terbesar setelah lingkungan sehingga peningkatan perilaku yang positif sangatlah perlu didukung untuk meningkatan derajat kesehatan responden. Salah satu pendukung agar terciptanya perilaku kesehatan yang positif perlu diberikan suatu intervensi berupa pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan terdiri dari beberapa metode seperti seminar, CBIA, dan penyuluhan. Pada penelitian Suryawati (1995) CBIA sudah terbukti dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam memilih obat pada swamedikasi. Berdasarkan fakta tersebut maka metode CBIA dipilih dalam penelitian ini sebagai metode yang efektif dan efisien untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden mengenai DM.


(46)

I. Hipotesis

Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden mengenai DM setelah diberikan intervensi CBIA-DM.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan penelitian pre-post intervention. Eksperimental semu karena peneliti memberikan intervensi tanpa melakukan randomisasi dan tidak memungkinkanya untuk mengontrol semua hal pada subyek uji. Rancangan penelitian adalah time series karena peneliti melakukan pengukuran secara berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran selama 2 bulan, yaitu sebelum intervensi, segera setelah intervensi, 1 bulan setelah intervensi, dan 2 bulan setelah intervensi.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah edukasi dengan metode CBIA tentang DM.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan responden mengenai DM

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah informasi yang diperoleh melalui pendidikan formal atau non formal tentang DM

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah informasi tentang DM yang diperoleh sebelumnya melalui media elektronik (internet


(48)

dan televisi), media cetak (surat kabar, buku, brosur), atau melalui komunikasi dengan orang lain (masyarakat ataupun tenaga kesehatan).

C. Definisi Operasional

1. Pengambilan data dilakukan sebelum intervensi (Pre), segera setelah intervensi (Post-1), 1 bulan setelah intervensi (Post-1), dan 2 bulan setelah intervensi (Post-3)

2. Pengetahuan merupakan tingkat pemahaman responden mengenai DM tipe 2

yang diukur menggunakan kuisioner. Tingkat pengetahuan dalam kategori tinggi jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar 76-100% atau mendapat skor 11-14, untuk kategori sedang jika responden mampu menjawab 56-75% pernyataan atau mendapat skor 8-10 , dan untuk kategori rendah jika responden mampu menjawab <56% pernyataan atau mendapat skor <8.

3. Sikap adalah respon yang diberikan oleh masyarakat terkait penyakit DM tipe 2 yang diukur menggunakan kuesioner. Tingkat sikap dinyatakan dalam kategori baik jika responden mempunyai skor dari 76-100% pernyataan atau mendapatkan skor dari 40-52 (Pretest) dan 37-48 (Posttest), kategori cukup jika responden mendapatkan skor dari 56-75% pernyataan atau mempunyai skor 29-39 (Pretest) dan 27-36 (Posttest) dan kategori buruk jika responden mempunyai skor <56% pernyataan atau mendapatkan skor < 29 (Pretest) dan < 27 (Posttest).


(49)

4. Tindakan adalah suatu aksi nyata sebagai bentuk tanggapan terhadap pengetahuan mengenai DM tipe 2 yang diukur menggunakan kuesioner. Tingkat tindakan dinyatakan dalam kategori baik jika responden mempunyai skor dari 76-100% pernyataan atau mendapat skor 37-48 (Pretest) dan 34-44 (Posttest), kategori cukup jika responden mendapatkan skor dari 56-75% pernyataan atau mendapatkan skor dari 27-36 (Pretest) dan 25-33 (Posttest) dan kategori buruk jika responden mendapatkan skor dari < 56% pernyataan atau mendapatkan skor < 27 (Pretest) dan <25 (Posttest) .

D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara

nonrandom dengan quota sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara

nonrandom karena peneliti hanya mengambil responden yang masuk dalam kriteria inklusi saja. Pengambilan sampel secara quota karena peneliti menentukan jumlah anggota sampel yang dikehendaki yaitu minimal 30 responden. Jumlah responden yang digunakan minimal adalah 30 sampel agar dapat dianalisa secara statistika untuk penelitian secara kuantitatif (Nursalam,2008). Dari hasil observasi di lokasi penelitian, peneliti memperoleh 45 responden yang memenuhi kriteria sehingga peneliti menggunakan 45 responden tersebut sebagai sampel. Selama proses intervensi berlangsung hanya 31 responden yang bersedia memenuhi persyaratan penelitian. Sampel yang dijadikan subyek penelitian sampai akhir penelitian selesai menjadi 31 responden saja sehingga sudah cukup memenuhi


(50)

E. Subyek Penelitian

Kriteria inklusi adalah guru dan karyawan pria dengan kisaran usia 26 – 45 tahun di SMKN 2 Depok yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, bisa membaca dan menulis, bersedia mengikuti kegiatan selama periode penelitian, bersedia mengisi dan mengembalikan kuisioner saat edukasi.

Kriteria eksklusi adalah guru dan karyawan di SMK 2 Depok yang mengisi kuesioner dengan tidak lengkap dan mengikuti komunitas penyandang DM.

F. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMKN 2 Depok yang terletak di Kelurahan Mrican, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Sebagai bentuk kesediaan responden mengikuti penelitian disertakan juga lembar kesediaan responden yang diberikan kepada responden bersamaan dengan kuesioner. Kuesioner yang digunakan terdiri dari 4 bagian yaitu :

1. Bagian pertama

Mencakup keterangan-keterangan demografi dari responden berupa isian. Informasi demografi yang ada dalam kuesioner meliputi nama responden, usia


(51)

responden, tinggi badan responden, pendidikan terakhir responden, keterangan menderita atau tidak menderita Diabetes mellitus, serta pekerjaan dari responden. 2. Bagian kedua

Bagian ini berisi mengenai pernyataan informatif yang berhubungan dengan pengetahuan responden mengenai DM. Kuesioner bagian ini terdiri dari pernyataan yang berisi “ya” dan “tidak” sebanyak 14 pernyataan dan terbagi menjadi 7 pernyataan favourable dan 7 pernyataan unfavourable. Pokok bahasan nya meliputi definisi, terapi/pengobatan, tanda dan gejala, komplikasi, diet penderita DM, olahraga, informasi DM dan cara pemeliharaan.

3. Bagian ketiga

Bagian ketiga berisi pernyataan informatif yang berhubungan dengan sikap responden terhadap DM. Bagian ini menggunakan skala Likert yaitu terdiri dari 4 pilihan jawaban, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kusioner Pre CBIA bagian ketiga terdiri dari 13 pernyataan meliputi 7 pernyataan favourable dan 6 pernyataan unfavourable. Sedangkan pada Post CBIA terdiri dari 12 pernyataan meliputi 7 pernyataan favourable dan 5 pernyataan unfavourable. Pokok bahasan bagian ketiga meliputi definisi, terapi/pengobatan, diet penderita DM, upaya pencegahan, olahraga, dan cara pemeliharaan.

4. Bagian keempat

Bagian keempat berisi pernyataan informatif yang berhubungan dengan tindakan responden terhadap DM. Bagian ini menggunakan skala Likert yaitu


(52)

dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kusioner Pre CBIA bagian keempat terdiri dari 12 pernyataan meliputi 6 pernyataan favourable dan 6 pernyataan unfavourable sedangkan pada Post CBIA terdiri dari 11 pernyataan yang meliputi 6 pernyataan favourable dan 5 pernyataan unfavourable. Pernyataan favourable mengandung pernyataan yang postif sedangkan unfavourable mengandung pernyataan negatif. Pokok bahasan bagian ketiga meliputi definisi, terapi/pengobatan, diet penderita DM, upaya pencegahan, olahraga, dan cara pemeliharaan.

Pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner Pre-Intervensi secara rinci dapat dilihat pada Tabel I. berikut:

Tabel I. Pernyataan unfavourable dan favourable Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pre-intervensi pada Kuesioner

Nomor Pernyataan

Aspek Pokok Bahasan

Favorable Unfavorable

Definisi 1 -

Terapi/pengobatan 14 2,9

Tanda dan Gejala 4 -

komplikasi 6 -

Diet penderita DM - 7

Olahraga - 5

Informasi DM 3,8 11,12,15

Cara Pemeliharaan 13 -

Pengetahuan

Jumlah Pernyataan 7 7

Terapi /pengobatan 4 5

Diet penderita DM - 1,2

Upaya pencegahan - 3

Olahraga 7 9

Cara pemeliharaan 8,10,12,14,15 11

Sikap

Jumlah Pernyataan 7 6

Terapi/ pengobatan 4 5

Diet penderita DM 1,2

Upaya pencegahan - 3

Olahraga 7 9

Cara pemeliharaan 10,12,14,15 11


(53)

Pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner Post-Intervensi secara rinci dapat dilihat pada Tabel II . berikut:

Tabel II. Pernyataan favourable dan unfavourable Pokok Bahasan

Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Post-intervensi pada Kuesioner

H. Tata Cara Penelitian

1. Penentuan subyek penelitian

Penentuan subyek uji dilakukan dengan melakukan penulusuran data di bagian Tata Usaha SMKN 2 Depok untuk melihat data guru dan karyawan yang memasuki kriteria inklusi. Seluruh guru dan karyawan di SMKN 2 Depok yang

Nomor Pernyataan

Aspek Pokok Bahasan

Favorable Unfavorable

Definisi 10 -

Terapi/pengobatan 7 8,9

Tanda dan Gejala 4 -

komplikasi 15 -

Diet penderita DM - 14

Olahraga - 1

Informasi DM 2,13 3,6,11

Cara Pemeliharaan 12 -

Pengetahuan

Jumlah Pernyataan 7 7

Terapi /pengobatan 15 1

Diet penderita DM - 5,9

Upaya pencegahan - -

Olahraga 7 2

Cara pemeliharaan 4,10,12,13,14 11

Sikap

Jumlah Pernyataan 7 5

Terapi/ pengobatan 5 7

Diet penderita DM 2 -

Upaya pencegahan - -

Olahraga - 4,9

Cara pemeliharaan 10,12,13,15 8,11

Tindakan

Jumlah Pernyataan 6 5


(54)

masuk dalam kriteria inklusi dijadikan subyek penelitian tanpa melakukan pengacakan.

2. Perijinan

Tahap perijinan dimulai dengan memasukkan permohonan ijin dari pihak Universitas Sanata Dharma dan proposal untuk disetujui oleh Kepala Sekolah SMKN 2 Depok. Prosedur untuk melakukan penelitian di SMKN 2 Depok terlebih dahulu harus melalui pihak Wakil Kepala Sekolah I sebagai perwakilan Kepala Sekolah. Tahap terakhir perijinan dilanjutkan dengan deposisi ke Wakil

Kepala Sekolah V bagian Sumber Daya Manusia. Ethical clearence pada

penelitian ini dilakukan dengan melakukan perizinan kepada pihak SMK 2 Depok dan memberikan inform consent kepada responden. Perizinan dan inform consent dilakukan sebagai bentuk jaminan legalitas dalam pelaksanann penelitian ini.

3. Penyusunan kuesioner

a. Uji pemahaman bahasa. Kuesioner yang sudah dikembangkan kemudian

dilakukan uji pemahaman bahasa. Uji pemahaman bahasa ditujukan kepada 30 responden yang termasuk kriteria inklusi tetapi tidak boleh dilakukan di lokasi yang sudah ditentukan untuk penelitian. Pada penelitian ini dilakukan di SMP N 3 Sleman. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mengetahui pemahaman responden terhadap pernyataan yang dibuat oleh peneliti apakah bahasa yang digunakan dalam kuesioner mudah dimengerti atau tidak. Di dalam kuesioner disertakan kolom “mengerti” dan “tidak mengerti” yang digunakan sebagai indikator untuk


(55)

memilih kolom “mengerti” dengan mencentang kolom tersebut maka diindikasikan bahwa responden memahami bahasa di dalam pernyataan kuesioner sedangkan kolom “tidak mengerti” memiliki arti sebaliknya. Kolom “tidak mengerti” untuk mengindikasikan bahwa responden kurang memahami bahasa yang digunakan di dalam pernyataan kuesioner. Apabila responden tidak memahami bahasa yang digunakan, peneliti sudah menginformasikan kepada responden untuk menggaris bawahi bagian kata yang tidak dipahami. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa 30 responden yang dijadikan subyek uji dapat memahami semua bahasa dalam instrumen, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen yang digunakan sudah cukup dapat dipahami oleh responden.

b. Uji validitas instrumen. Pada penelitian ini peneliti melakukan uji validasi kepada satu apoteker sebagai professional judgement. Validitas konstruk dilakukan dengan melihat koefisien korelasi yaitu nilai korelasi Point Biserial dan Pearson Product Moment. Uji korelasi Point Biserial digunakan untuk melakukan seleksi aitem pada data dikotomus yaitu pada variabel pengetahuan sedangkan uji korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk aitem dengan skala Likert yaitu pada aspek sikap dan tindakan. Hasil akan dibahas pada Bab IV.

c. Uji reliabilitas. Untuk menguji reliabilitas instrumen menggunakan program statistika “R”. Pengukuran uji reliabilitas dilakukan pada 31 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan di luar lokasi


(56)

dilakukan di AMIKOM dan Universitas Sanata Dharma yaitu ditujukan pada karyawan. Hasil akan dibahas pada Bab IV.

4. Pre intervensi

Pretest dilakukan sebelum dilakukan intervensi sehingga dapat diketahui bagaimana keadaan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden mengenai DM sebelum CBIA-DM. Hasil dari pretest ini digunakan sebagai pembanding dengan data posttest sehingga dapat diketahui terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai DM atau tidak.

5. Pelaksanaan intervensi

Responden dibagi menjadi 4 kelompok yang tiap kelompok terdiri dari 7-8 responden. Masing-masing peserta dibagikan satu set booklet yang berisi informasi mengenai DM terdiri dari 2 booklet yaitu “Apa yang perlu diketahui tentang hidup sehat bagi penyandang DM” dan “Apa yang perlu diketahui tentang DM”. Moderator menginformasikan kepada responden untuk memilih urutan topik yang akan didiskusikan kemudian membaca dan mencermati informasi yang tersedia di dalam booklet. Langkah selanjutnya responden mendiskusikan permasalahan dan hasil-hasil temuan dari booklet yang tersedia. Setelah itu

responden mengumpulkan informasi yang diperlukan sebagai dasar untuk

melakukan penatalaksanaan mandiri. Masing-masing ketua kelompok

menyampaikan temuan-temuan yang didapat selama diskusi berikut pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Kegiatan ditutup dengan rangkuman oleh narasumber dengan identifikasi kembali temuan-temuan penting dari


(57)

masing-intervensi. Fasilitator berfungsi sebagai pemicu diskusi dan menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban atas suatu masalah.

6. Post intervensi

Posttest dilakukan untuk memastikan ada tidaknya peningkatan

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dilakukan posttest 3 kali yaitu pertama setelah intervensi dihari yang sama, kedua 1 bulan setelah intervensi dan ketiga 2 bulan setelah intervensi.

7. Manajemen data

Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan beberapa kegiatan proses manajemen data yaitu:

a. Editing. Melakukan pemeriksaan kelengkapan jawaban dari kuesioner hasil penelitian. Juga dilakukan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi sampel untuk digunakan dalam pengolahan data selanjutnya.

b. Scoring. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menjumlahkan angka dari setiap aitem pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh responden. Kemudian melakukan pemindahan isi data dari kuesioner ke program komputer excel. Langkah selanjutnya dilakukan scoring seperti berikut:

1). Pengetahuan

Cara scoring pada kuisioner pengetahuan menggunakan pilihan


(58)

2). Sikap dan tindakan

Cara pengukuran nilai dari variabel sikap dan tindakan tergantung apakah pernyataan bersifat positif atau negatif. Apabila positif (Favourable) maka nilai tertinggi yaitu 4 terletak pada kolom Sangat Setuju (SS), kolom Setuju (S) memiliki nilai 3, kolom Tidak Setuju (TS) memiliki nilai 2, dan kolom Sangat Tidak Setuju (STS) memiliki nilai 1. Apabila pernyataan bersifat negatif (Unfavourable) kebalikan dari pernyataan yang bersifat positif sehingga nilai tertinggi yaitu 4 terletak pada kolom Sangat Tidak Setuju (STS) sedangkan kolom Sangat Setuju (SS) memiliki nilai paling kecil yaitu 1.

c. Mengkategorikan pengetahuan, sikap, dan tindakan 1). Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dalam kategori tinggi jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar 76-100% atau 11-14 pernyataan, untuk kategori sedang jika responden mampu menjawab 56-75% atau 8-10 pernyataan, dan untuk kategori rendah jika responden mampu menjawab < 56% atau < 8 pernyataan.

2). Sikap

Tingkat sikap untuk sebelum intervensi (pretest) dinyatakan dalam kategori baik jika responden mendapatkan skor 40-52 (76-100%) pernyataan, kategori cukup jika responden mendapatkan skor 29-39 (56-75%) pernyataan dan kategori buruk jika responden mendapatkan


(59)

(posttest) dinyatakan dalam kategori baik jika responden mendapatkan skor 37-48 (76-100%) pernyataan, kategori cukup jika responden mendapatkan skor 27-36 (56-75%) pernyataan dan kategori buruk jika responden mendapatkan skor < 27 (< 56%) pernyataan.

3). Tindakan

Tingkat tindakan untuk sebelum intervensi (pretest) dinyatakan dalam baik jika responden mendapatkan skor 37-48 (76-100%) pernyataan, kategori cukup jika responden mendapatkan skor 27-36 (56-75%) pernyataan dan kategori buruk jika responden mendapatkan skor < 27 (< 56%) pernyataan. Pengukuran tindakan setelah intervensi (posttest) dinyatakan dalam kategori baik jika responden mendapatkan skor 34-44 (76-100%) pernyataan, kategori cukup jika responden mendapatkan skor 25-33 (56-75%) pernyataan dan buruk jika responden mendapatkan skor < 25 (< 56%) pernyataan.

8. Analisis data

a. Uji normalitas data. Dilakukan dengan program statistik yaitu program “R” menggunakan uji Shapiro-Wilk.

b. Uji hipotesis. Uji hipotesis menggunakan program statistik “R”. . Penelitian ini menggunakan uji hipotesis Wilcoxon untuk semua variabel. Uji Wilcoxon digunakan untuk data berdistribusi tidak normal.


(60)

I. Kelemahan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara nonrandomisasi sehingga tidak semua subyek dalam populasi yang akan diteliti memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan responden dalam penelitian sehingga hasil dalam penelitian ini kurang representatif.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan akan disajikan secara sistematis sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini, yaitu karakteristik demografi responden, tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan sebelum dan sesudah intervensi.

HASIL

A. Validitas dan Reliabilitas

Dalam uji validitas ini ada beberapa aitem yang memiliki koefisien korelasi yang kecil sehingga perlu dihilangkan dari instrumen yaitu ada 6 butir yang dihilangkan di kuesioner pre-intervensi meliputi nomor 10 di pengetahuan, nomor 6 dan 13 di sikap, dan nomor 6, 8, dan 13 di tindakan. Sedangkan di post-intervensi ada 8 butir yang dihilangkan, meliputi no 5 di pengetahuan, nomor 3, 6, dan 8 di sikap, dan nomor 1, 3, 6, dan 14 di tindakan.

Hasil yang didapatkan setelah dilakukan seleksi aitem untuk Pre-Intervensi pada bagian pengetahuan adalah α = 0,69, untuk sikap α = 0,62, dan untuk tindakan α=0,70. Dikarenakan peneliti menggunakan dua kuesioner, sehingga kuesioner untuk Intervensi juga diuji reliabilitasnya. Untuk Post-Intervensi pada bagian pengetahuan adalah α = 0,65, untuk sikap α = 0,66, dan untuk tindakan α = 0,62.


(62)

B. Karakteristik Demografi

Karakteristik demografi ini sebagai salah satu bentuk informasi mengenai responden yang dijadikan subjek uji. Karakteristik demografi responden yang akan dibahas meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, penderita DM/ non DM, pekerjaan.

1. Usia

Karakteristik demografi berdasarkan usia adalah semua responden yang masuk kategori usia yang sudah ditentukan. Dikarenakan peneliti menggunakan responden dengan kategori usia dewasa, sehingga 31 responden dalam penelitian ini memiliki kisaran usia yang sama yaitu 26 sampai 45 tahun. Menurut Depkes RI tahun 2009 usia dewasa dibagi menjadi 2 yaitu masa dewasa awal dengan rentang usia 26-35 tahun dan masa dewasa akhir dengan rentang usia 36-45 tahun. Dalam penelitian ini jumlah responden yang masuk kategori dewasa awal sebesar 42% sedangkan yang masuk kategori dewasa akhir sebesar 58%. Dilihat dari data tersebut, responden dalam penelitian ini mayoritas adalah dewasa akhir. Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan usia tersajikan dalam gambar 2.

13  18 

Dewasa awal  Dewasa akhir 


(63)

2. Pendidikan terakhir

Tingkat pendidikan terakhir pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi termasuk D1, D2, D3, dan S1. Dikarenakan penelitian dilakukan di lingkungan pendidikan yaitu sekolah (SMKN) sehingga persentase paling besar adalah lulusan perguruan tinggi dan tidak ada tamatan SD. Responden yang termasuk lulusan perguruan tinggi dengan berbagai jurusan yaitu sebesar 52%. Urutan kedua adalah lulusan SMA/sederajat yaitu sebesar 42 %. Terakhir dengan persentase paling kecil adalah tamatan SMP/sederajat yaitu sebesar 6% dan tidak ada lulusan terakhir SD. Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir tersajikan dalam gambar 3.

Gambar 3. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori tingkat pendidikan terakhir

3. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dilihat dari bekerja atau tidak bekerja. Dikarenakan penelitian dilakukan di wilayah pendidikan. Semua responden masuk dalam golongan bekerja. Untuk mempermudah pengamatan

0  2 

13  16 

SD 

SMP/sederajat  SMA/sederajat  Perguruan tinggi 


(64)

responden,walaupun di lingkungan pendidikan tapi tidak semua responden adalah pengajar tapi beberapa adalah karyawan di SMKN 2 Depok.

Dari hasil persentase didapat 52 % responden berprofesi sebagai pengajar/guru sedangkan 48% nya merupakan karyawan. Karyawan ini meliputi laboran/ toolman lab dan juga petugas kebersihan di lokasi penelitian. Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan pekerjaan tersajikan dalam gambar 4.

Gambar 4. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori pekerjaan 4. Penderita DM/non penderita DM

Karakteristik demografi mengenai penderita DM atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan paling tinggi adalah non penderita DM dengan persentase 97% sedangkan yang penderita DM sebesar 3%. Untuk mengetahui responden menderita DM atau tidak hanya dari kesediaan responden menyampaikan dalam kuesioner tanpa ada pengecekan kadar gula dari pihak peneliti. Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan menderita DM atau tidak tersajikan dalam gambar 5.

16 

15  Guru 


(65)

Gambar 5. Distribusi jumlah responden berdasarkan kategori penderita DM/non penderita DM

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai DM

Sebelum intervensi dengan CBIA

Jumlah responden yang masuk kategori tinggi yaitu sebesar 48% (15 responden). Responden yang masuk golongan sedang sebesar 39% (12 responden) dan yang masuk golongan rendah 13% (4 responden). Jumlah responden berdasarkan variabel sikap dengan persentase terbesar pada kategori cukup yaitu 68% (21 responden), kedua dengan persentase 29% (9 responden) pada golongan baik, dan golongan buruk dengan persentase paling kecil yaitu 3% (1 responden). Jumlah responden berdasarkan variabel tindakan dari keadaan sebelum intervensi yang paling tinggi adalah kategori cukup yaitu 87% (27 responden), kategori baik sebesar 10% (3 responden), dan kategori buruk 3% (1 responden). Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Pre CBIA tersajikan dalam gambar 6 .

30 

Penderita DM  Non penderita DM 


(66)

Gambar 6. Distribusi jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Pre CBIA

D. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai DM Setelah

Intervensi dengan CBIA

Hasil penelitian untuk Post-1 CBIA variabel pengetahuan, responden yang masuk kategori tinggi sebesar 64% (20 responden), sedang 26% (8 responden), dan rendah 10% (3 responden). Post-2 CBIA jumlah responden yang masuk kategori tinggi sebesar 61% (19 responden), sedang sebesar 36% (11 responden), dan rendah sebesar 3% (1 responden).Pengambilan data pada bulan kedua setelah intervensi (Post-3 CBIA) responden yang masuk kategori tinggi 58% (18 responden), sedang sebesar 39% (12 responden), dan rendah 3% (1 responden).

Hasil penelitian setelah intervensi terhadap variabel sikap ada 3 kali pengambilan data. Untuk Post CBIA pertama, jumlah responden yang masuk kategori baik sebesar 71% (22 responden), cukup 29% (9 responden), dan buruk

48  29  10  0  10  20  30  40  50  60  Baik  Ju m la h  R e sp o n d e n  ( % Pengetahuan  Sikap  Tindakan 


(67)

CBIA sebesar 71% (22 responden), kategori cukup 29% (9 responden), dan buruk 0% (0 responden). Post terakhir (Posttest-3 CBIA) responden yang masuk kategori baik sebesar 48% (15 responden), cukup 52% (16 responden), dan buruk 0% (0 responden).

Hasil persentase responden setelah intervensi terhadap variabel tindakan di Post CBIA pertama adalah 19% (6 responden) untuk kategori baik, 81% (25 responden) untuk kategori cukup, dan kategori buruk 0% (0 responden). Pada Post-2 CBIA jumlah responden yang masuk kategori baik sebesar 35% (11 responden), cukup 65% (20 responden), dan buruk 0% (0 responden). Post CBIA terakhir yaitu Post-3 CBIA untuk kategori baik sebesar 32% (10 responden), cukup sebesar 68% (21 responden), dan buruk 0% (0 responden). Rangkuman perbandingan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Post-1, Post-2, dan Post-3 CBIA tersajikan dalam gambar 7.

Gambar 7. Perbandingan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Post-1, Post-2, dan Post-3 CBIA

64  61  58  71  71  48  19  35  32  0  10  20  30  40  50  60  70  80 

Post‐1  Post‐2  Post‐3 

Ju m la h  R e sp o n d e n  ( % Pengetahuan  Sikap  Tindakan 


(68)

E. Uji Statistik 1. Uji normalitas

a. Pengetahuan Untuk variabel pengetahuan nilai signifikansi normalitas pada Pretest adalah 0,06, Posttest-1 adalah 0,03, Posttest-2 adalah 0,02 dan untuk Posttest-3 adalah 0,06. Rangkuman hasil nilai signifikansi normalitas pada variabel pengetahuan tersajikan dalam tabel III.

Tabel III. Hasil uji normalitas data pada variabel pengetahuan Waktu pengambilan

data

p-value Distribusi data

Pretest 0,06 Normal

Posttest-1 0,03 Tidak normal

Posttest-2 0,02 Tidak normal

Posttest-3 0,06 Normal

b. Sikap Nilai signifikansi normalitas untuk variabel sikap pada Pretest adalah 0,31, Posttest-1 adalah 0,49, Posttest-2 adalah 0,12, dan Posttest-3 adalah 0,07. Rangkuman hasil nilai signifikansi normalitas pada variabel sikap tersajikan dalam tabel IV.

Tabel IV. Hasil uji normalitas data pada variabel sikap

c. Tindakan Nilai signifikansi normalitas untuk variabel tindakan pada Pretest adalah 0,00, pada Posttest-1 adalah 0,00, pada Posttest-2 adalah 0,24, pada Posttest-3 adalah 0,59. Rangkuman hasil nilai signifikansi normalitas pada

Waktu pengambilan data

p-value Distribusi data

Pretest 0,31 Normal

Posttest-1 0,49 Normal

Posttest-2 0,12 Normal


(69)

variabel tindakan tersajikan dalam tabel V.

Tabel V. Hasil uji normalitas data pada variabel tindakan Waktu pengambilan

data

p-value Distribusi data

Pretest 0,00 Tidak normal

Posttest-1 0,00 Tidak normal

Posttest-2 0,24 Normal

Posttest-3 0,59 Normal

2. Uji hipotesis

Untuk variabel pengetahuan baik Post-1 intervensi (p = 0,01), Post-2 intervensi (p = 0,00), Post-3 intervensi (p = 0,04) mengalami peningkatan pengetahuan yang signifikan dengan taraf kepercayaan 95% (p < 0,05). Pada variabel sikap Post-1 intervensi (p = 0,08), Post-2 intervensi (p = 0,24), Post-3 intervensi (p = 0,44) tidak mengalami peningkatan sikap yang signifikan dengan taraf kepercayaan 95% (p > 0,05). Pada variabel tindakan Post-1 intervensi (p = 0,99), Post-2 intervensi (p = 0,87), Post-3 intervensi (p = 0,98) tidak mengalami peningkatan tindakan yang signifikan dengan taraf kepercayaan 95% (p > 0,05).

PEMBAHASAN

A. Validitas dan Reliabilitas

Untuk melakukan uji validasi dan reliabilitas diakukan pada 31 responden yang sama. Kuesioner dilakukan uji validitas yaitu berupa validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi adalah suatu validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgement (Azwar,2011). Setelah melakukan uji validasi pada apoteker sebagai


(70)

professional judgement. Langkah selanjutnya adalah melakukan validasi dengan melihat nilai koefisien korelasi Point Biserial untuk pengetahuan dan Pearson Product Moment untuk Sikap dan tindakan. Nilai koefisien korelasi yang baik adalah 0,2 (Supraktinya, 2014) atau apabila mendekati 0 dan atau bernilai negatif maka perlu dilakukan seleksi aitem (Tavakol, 2011). Apabila semua nilai koefisien korelasi sudah memenuhi standar tersebut maka bisa dikatakan bahwa instrumen yang digunakan sudah valid.

Saat dilakukan uji reliabilitas terdapat beberapa variabel di kuesioner yang belum mencapai alpha > 0,60 sehingga perlu dilakukan suatu usaha agar kuesioner dikatakan reliabel. Salah satu cara agar meningkatkan nilai alpha adalah dengan seleksi aitem. Seleksi aitem dapat dilakukan dengan merevisi atau menghilangkan aitem dari instrumen dengan melihat koefisien korelasi aitem yang mendekati 0. Untuk semua kuesioner yang diuji sudah memperoleh alfa lebih dari 0,60 sehingga sudah dapat dikatakan reliabel dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian yang cukup valid. Instrumen pada penelitian ini memiliki nilai koefisien Cronbach Alpha > 0,60 sehingga sudah dikatakan reliabel yaitu instrumen sudah layak digunakan karena terpercaya dan memberikan hasil yang konsisten.

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai DM

Sebelum intervensi dengan CBIA

Dilakukan pengambilan data sebelum intervensi (Pre CBIA) berguna sebagai pembanding untuk mengetahui apakah nantinya ada peningkatan atau tidak


(71)

1. Pengetahuan

Dari data tersebut dapat diartikan bahwa jumlah responden sebelum diberikan intervensi terbanyak memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai DM. Jumlah responden yang perlu ditingkatkan adalah pada kategori sedang dan rendah yaitu sebesar 52% (16 responden). Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Pre CBIA tersajikan dalam gambar 6 .

2. Sikap

Dari data tersebut dapat diartikan bahwa jumlah responden terbanyak memiliki sikap yang cukup mengenai DM saat sebelum diberikan intervensi. Jumlah responden yang perlu ditingkatkan adalah pada kategori cukup dan buruk yaitu sebesar 71% (22 responden). Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Pre CBIA tersajikan dalam gambar 6 .

3. Tindakan

Dari data tersebut dapat diartikan bahwa jumlah responden terbanyak memiliki tingkat tindakan yang cukup mengenai DM sebelum diberikan intervensi. Jumlah responden yang perlu ditingkatkan adalah pada kategori cukup dan buruk yaitu sebesar 90% (28 responden). Rangkuman distribusi jumlah responden berdasarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Pre CBIA tersajikan dalam gambar 6.


(72)

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai DM Setelah Intervensi dengan CBIA

Fungsi dari Post CBIA adalah sebagai pembanding dengan Pre CBIA sehingga akan tampak ada atau tidak peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan. Peningkatan jumlah responden dengan kategori pengetahuan baik, kategori sikap baik, dan kategori tindakan baik digunakan sebagai data pendukung untuk peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan melalui uji hipotesis yang akan dibahas pada poin selanjutnya.

1. Pengetahuan

Pengambilan data Post-1 CBIA ini masih di hari yang sama dengan pemberian intervensi. Pada Post-1 CBIA terjadi peningkatan jumlah responden dengan pengetahuan kategori tinggi dilihat dari Pre CBIA yaitu 48% (15 responden) dengan Post-1 CBIA 64% (20 responden) memiliki selisih 16% (5 responden). Pada Post-1 CBIA dapat meningkatkan 16% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 52% sehingga terdapat 36% yang belum dapat ditingkatkan menjadi kategori baik.

Pada Post-2 CBIA terjadi peningkatan jumlah responden dengan pengetahuan kategori tinggi dilihat dari Pre CBIA yaitu 48% (15 responden) dengan Post-2 CBIA 61% (19 responden) memiliki selisih 13% (4 responden). Pada Post-2 dapat meningkatkan 13% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 52% sehingga terdapat 39% yang belum dapat ditingkatkan menjadi kategori baik.


(73)

Pada Post-3 terjadi peningkatan jumlah responden dengan pengetahuan kategori tinggi dilihat dari Pre CBIA yaitu 48% (15 responden) dengan Post-3 CBIA 58% (18 responden) memiliki selisih 10% (3 responden). Pada Post-3 dapat meningkatkan 10% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 52% sehingga terdapat 42% yang belum dapat ditingkatkan menjadi kategori baik. Rangkuman perbandingan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Post-1, Post-2, dan Post-3 CBIA tersajikan dalam gambar 7.

Post-1, Post-2, dan Post-3 semua mengalami peningkatan pengetahuan pada kategori baik. Pengetahuan merupakan hasil dari keinginan untuk tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo,2012). Sesuai dengan pengertian tersebut peningkatan pengetahuan ini meningkat dikarenakan proses pengindraan yang difasilitasi oleh intervensi CBIA. Proses pengindraan yang dimaksud adalah melihat yaitu bisa diartikan dengan membaca modul tentang CBIA dan kuesioner yang disajikan saat proses CBIA dan mendengar dapat diartikan saat proses diskusi dan tanya jawab dengan narasumber.

CBIA adalah diskusi kelompok kecil yang lebih intensif membahasa suatu topik yaitu dalam penelitian ini adalah DM. Pengetahuan responden dapat meningkat didukung dari proses CBIA yang lebih menekankan pada proses belajar mandiri sehingga responden lebih dapat memahami informasi yang disampaikan daripada sekedar mendengarkan narasumber yang menjelaskan


(74)

2. Sikap

Pada Post-1 terjadi peningkatan jumlah responden dengan sikap kategori baik dilihat dari Pre CBIA yaitu 29% (9 responden) dengan Post-1 CBIA 71% (22 responden) memiliki selisih 42% (13 responden). Pada Post-1 CBIA dapat meningkatkan 42% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 71% sehingga terdapat 29% yang belum dapat ditingkatkan menjadi kategori baik.

Pada Post-2 CBIA terjadi peningkatan jumlah responden dengan sikap kategori baik dilihat dari Pre CBIA yaitu 29% (9 responden) dengan Post-2 CBIA 71% (22 responden) memiliki selisih 42% (13 responden). Pada Post-2 dapat meningkatkan 42% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 71% sehingga terdapat 29% yang belum dapat ditingkatkan menjadi kategori baik.

Pada Post-3 CBIA terjadi peningkatan jumlah responden dengan sikap kategori baik dilihat dari Pre CBIA yaitu 29% (9 responden) dengan Post-3 CBIA 71% (22 responden) memiliki selisih 19% (6 responden). Pada Post-3 dapat meningkatkan 19% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 71% sehingga terdapat 52% yang belum dapat ditingkatkan menjadi kategori baik. Rangkuman perbandingan jumlah responden berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan kategori baik pada Post-1, Post-2, dan Post-3 CBIA tersajikan dalam gambar 7.


(75)

lain adalah berubahnya sikap karena responden telah memiliki pengetahuan, pengalaman, intelegensi mengenai DM dan bertambahnya umur. Sikap terbentuk secara bertahap (Maulana,2009). Pembentukan sikap diawali dengan pengetahuan dan pengalaman terhadap suatu objek sikap tertentu, dalam penelitian ini objek nya adalah mengenai DM. Dikarenakan responden sudah memiliki pengetahuan mengenai DM secara baik sehingga memudahkan terbentuknya sikap yang baik juga sehingga terjadi peningkatan. Beberapa faktor lain yang tidak dapat dikendalikan adalah media masa meliputi surat kabar, radio, televisi dan sebagainya yang mungkin saja dapat mempengaruhi peningkatan sikap individu (Wawan dan Dewi,2011).

3. Tindakan

Pada Post-1 CBIA terjadi peningkatan jumlah responden dengan sikap kategori baik dilihat dari Pre CBIA yaitu 10% (3 responden) dengan Post-1 CBIA 19% (6 responden) memiliki selisih 9% (3 responden). Pada Post-1 dapat meningkatkan 9% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 90% sehingga terdapat 81% yang belum dapat ditingkatkan menjadi kategori baik.

Pada Post-2 terjadi peningkatan jumlah responden dengan sikap kategori baik dilihat dari Pre CBIA yaitu 10% (3 responden) dengan Post-2 CBIA 35% (11 responden) memiliki selisih 25% (8 responden). Pada Post-2 CBIA dapat meningkatkan 25% sedangkan jumlah responden yang perlu ditingkatkan pada kategori baik adalah 90% sehingga terdapat 65% yang belum dapat ditingkatkan


(1)

   


(2)

(3)

   


(4)

                         


(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Caesariana Desi Saraswati, dilahirkan di Surakarta pada tanggal 15 Desember 1992, merupakan putri bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Haryo Seno Adjie dan Srijuliati. Penulis menempuh pendidikan di TK Marsudirini Surakarta (1998-1999), SD Pangudi Luhur 2 Surakarta (1999-2005), SMP Bintang Laut Surakarta (2005-2008), SMA N 3 Surakarta (2008-2011), dan saat ini sedang melanjutkan jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis terlibat dalam beberapa kegiatan keorganisasian seperti menjadi koordinator divisi keorganisasian Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (2013-2014) dan mengikuti beberapa kegiatan kampus seperti menjadi ketua di acara seminar “Menyongsong Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional 2014” yang diadakan oleh JMKI dan menjadi sekretaris di acara Desa Mitra yang diadakan oleh BEMF. Selama menempuh kuliah, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Farmasi Komunitas tahun 2014 dan Komunikasi Farmasi tahun 2015.

             


Dokumen yang terkait

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 148

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan siswa smk di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 1 156

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan siswi SMK di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman tentang diabetes melitus melalui metode CBIA.

0 0 127

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 0 134

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita usia dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA di Kelurahan Warungboto, Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta periode Desember 2014 – Maret 2015.

6 63 133

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu-ibu lansia di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

0 2 142

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 0 128

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika di Kecamatan Gondokusuma Yogyakarta dengan metode seminar.

0 2 114

Peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.

0 6 137

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA.

0 2 122