Hubungan antara kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta yang berjumlah 76 subjek. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala kompetensi komunikasi dan skala kesepian yang disusun dengan teknik Likert. Skala kompetensi komunikasi memiliki reliabilitas α = 0,904 sedangkan skala kesepian memiliki reliabilitas sebesar α = 0,844. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment karena data yang dianalisis berasal dari data normal. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,443 dan p = 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Artinya, semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki maka semakin rendah kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, semakin rendah kompetensi komunikasi yang dimiliki, maka semakin tinggi kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN COMPETENCE COMMUNICATION AND LONELINESS ON NEW AND NEWCOMERS STUDENTS

UNIVERSITY IN YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRACT

This research have a purpose to know a relationship between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. Respondent in this research are new and newcomers students university in Yogyakarta and was conducted 76 respondents. Researcher have hypotized there is a negative relation between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. The data of this research were gained with use questionnaires of competence communication and loneliness questionnaires used Likert method. The reliability of competence communication is α = 0,904, whereas loneliness questionnaires has α = 0,844. The analysis of data were used Pearson Product Moment correlation because the data obtained came from normal data. The result of correlation showed correlation coefficient -0,443 and p = 0,000 (p < 0,01). It means there is a negative correlation between competence communication with loneliness on new and newcomers student university in Yogyakarta.

Keywords : competence communication, loneliness, new and newcomers students university in Yogyakarta


(3)

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Dirgantara Dewataputra Wanda 099114103

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Dirgantara Dewataputra Wanda NIM : 099114103

Telah Disetujui Oleh

Dosen Pembimbing Skripsi


(5)

iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Dirgantara Dewataputra Wanda NIM : 099114103

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 13 Februari 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji :

Nama lengkap Tanda Tangan

Penguji I P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. ……… Penguji II Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi ……… Penguji III Debri Pristinella, M.Si ……… Yogyakarta, ……… Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan,


(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Work Hard In Silence, Let the

Success Make the Noise”

Anonym


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan Skripsi ini kepada:

Bibir-bibir mereka yang selalu bertanya,

”Kapan kamu lulus?”


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Januari 2015 Penulis,


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta yang berjumlah 76 subjek. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan skala kompetensi komunikasi dan skala kesepian yang disusun dengan teknik Likert. Skala kompetensi komunikasi memiliki reliabilitas α = 0,904 sedangkan skala kesepian memiliki reliabilitas sebesar α = 0,844. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi

Pearson Product Moment karena data yang dianalisis berasal dari data normal. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi -0,443 dan p = 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Artinya, semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki maka semakin rendah kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, semakin rendah kompetensi komunikasi yang dimiliki, maka semakin tinggi kesepian yang dialami pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.


(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN COMPETENCE COMMUNICATION AND LONELINESS ON NEW AND NEWCOMERS STUDENTS

UNIVERSITY IN YOGYAKARTA

Dirgantara Dewataputra Wanda

ABSTRACT

This research have a purpose to know a relationship between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. Respondent in this research are new and newcomers students university in Yogyakarta and was conducted 76 respondents. Researcher have hypotized there is a negative relation between competence communication with loneliness on new and newcomers students university in Yogyakarta. The data of this research were gained with use questionnaires of competence communication and loneliness questionnaires used Likert method. The reliability of competence communication isα = 0,904, whereas loneliness questionnaires has α = 0,844. The analysis of data were used Pearson

Product Moment correlation because the data obtained came from normal data. The result of correlation showed correlation coefficient -0,443 and p = 0,000 (p < 0,01). It means there is a negative correlation between competence communication with loneliness on new and newcomers student university in Yogyakarta.

Keywords : competence communication, loneliness, new and newcomers students university in Yogyakarta


(11)

ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma : Nama : Dirgantara Dewataputra Wanda

Nomor Mahasiswa : 099114103

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN KESEPIAN PADA MAHASISWA BARU DAN PENDATANG DI YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : Januari 2015 Yang menyatakan,


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr.Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Dosen pembimbing skripsi saya ibu P.Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi., M.A yang selalu sabar dan memberi arahan selama proses skripsi ini. Terima kasih sekali ibu, apa yang ibu ajarkan akan selalu saya ingat.

4. Dosen penguji skripsi saya ibu Dewi Soerna Anggraeni, M. Psi, dan ibu Debri Pristinella, M. Si yang telah menguji tugas akhir saya.

5. Dosen-dosen fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu selama saya menempuh bangku kuliah.

6. Seluruh staff Fakultas Psikologi: mas Gandung, mbak Nanik, pak Gi, mas Muji dan mas Doni. Terima kasih untuk keramahannya. Maaf kalau sering merepotkan dan bertanya urusan kuliah. Terima kasih sudah membantu segala pratikum tes yang cukup merepotkan.


(13)

xi

7. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan mendoakan kebarhasilan saya. Tetap semangat meraih mimpi dan cita-cita ya teman-teman.

8. Terima kasih pada bapak dan ibu serta Bintang yang selalu mendoakan, memberikan semangat, menunggu dengan sabar sampai skripsi ini selesai. Terima kasih sudah mempercayakan saya untuk belajar mandiri dan bertanggung jawab atas pilihan saya, selalu bersyukur bisa memiliki kalian.

9. Flavia Norpina Sungkit, M.Psi., Psi. yang membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Makasi yo cik.

10.Terima kasih kepada “geng koplo” ada Engger dan Anju. Dua manusia dengan sifat dan muka yang berbeda.

11. Sahabat-sahabat alumni SMA yang sampai kuliah dan suka bikin film hingga nongkrong bersama Gusbay, Maundri, Panjul, Harsanto, dan Dias. Nama-nama yang ini agak malas sebenarnya ditulis karena bikin malu negara.

12. Teman-teman sepermainan saya Richard, Rima, Karlina, dan Eka. Terima kasih sudah mau menyelesaikan masa akhir kuliah bersama-sama.

13. Terima kasih untuk orang-orang yang sudah membantu seperti Uki, Yoha, Fandra, Julius, Lala, Erga, Brandan, Andre Patinkin, Gustav, Nana, Eek, Gita, Dinda, Agnes, Andang, Pakdhe, Leza, Martha, Gaby, Fany, Andro, Bang Yos, Rezka, Natan, Nila dan lain-lain.


(14)

xii

14. Keluarga besar UKF basket Psikologi yang ada Albert, Partok, Randy, Yosua, Kribo, Koh Ronald, Koh Cing He, Bang Martin, Bram, Abe, Anggoro, Plentong, Ochy, Baskoro, Mbak Tina, Ruthi, Novi, Stevi, Angga, Ayik, Anik, Hans, Ariston, Zelda, Erlin, Radit, Eddy, Ndaru, Rudi, Sita, dan lain-lain.

15. Terima kasih untuk Jevon, Ifan, Mas Hardi, Ian, Ito, dan Bintang. Terima kasih untuk dukungan, bantuan, dan tempat berkeluh kesah.

16. Teman-teman pencetus “Psylocker” ada Aji, Boncel, Randy lagi, Kunto, Vico, Anton, Gondrong, dan Brandan. Terima kasih sudah sempat meluangkan waktu bersama dan jangan sampai maha karya kita ini bubar. 17. Keluarga besar UKF Psynema. Terima kasih sudah mengijinkan saya

berkarya bersama kalian. Semoga saya selalu bisa menjadi bagian dari kalian.

18.Keluarga besar “DFC”, ada Beni, Grego, Yosua, Haha, Vincent, Brandan, Bayu, Gede, dan lain-lain yang saya lupa siapa saja. Terima kasih atas perayaannya yang memalukan.

19. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena banyak sekali.

20. Teman-teman alumni SMA Kolese De Britto khususnya angkatan 2009. Terima kasih sudah mendukung.

21. Teman-teman “103”, terima kasih karena saya bisa menjadi bagian dari kalian.


(15)

xiii

22. Teman-teman sahabat susah hilang bersama ada Anto, Vicky, Vina, Mamat, Blacky, Robert, dan Cikli. Jangan terlalu banyak menghabiskan uang ya teman-teman.

23. Terima kasih kepada saudara-saudara dari satu daerah. Om Ade, Sanca, Sania, Erik, Isto, Anto, Viyata, Lopez, Nona, Bucheri, Soccer, Ospen, dan Soni.

24. Teman-teman di UNISON terutama mas betet, Samira, Mas Koen, Dion, Patrik, Robert, Elisa, Okvi, Timo, Wahjoe, dan lain-lain.

25. Terima kasih pada Matt, Angie, Hana, Teh Ingga, Fani, Bella, Zizo, Eva, Malvin, Astri, Kelvin, Aldo, Bela, Cello, Amanda, dan Steven. Mereka saudara-saudara terbaik yang pernah ada.

26. Terima kasih kepada seluruh pihak yang belum dapat subjek ucapkan secara satu-satu. Semoga Tuhan memberi lebih dari yang kalian berikan pada ku.

Peneliti menyadari kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa, sehingga peneliti sangat terbuka dengan kritik dan saran dari siapa pun. Mohon maaf apabila ada salah kata. Sekian

Peneliti


(16)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ...xx

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...7


(17)

xv

D. Manfaat Penelitian ...7

1. Manfaat Teoritis ...7

2. Manfaat Praktis...7

BAB II. LANDASAN TEORI ...8

A. Kesepian ...8

1. Definisi Kesepian ...8

2. Manifestasi Kesepian ...10

3. Tipe Kesepian ...11

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesepian...13

4. Penyebab Kesepian...16

5. Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang ...17

B. Kompetensi Komunikasi...19

1. Definisi Komunikasi ...19

2. Definisi Komputensi Komunikasi ...20

3. Aspek Kompetensi Komunikasi ...21

4. Dampak Kompetensi Komunikasi...24

C. Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kompetensi Komunikasi pada Mahasiswa Baru dan Pendatang...24

D. Skema Penelitian...27


(18)

xvi

BAB III. METODE PENELITIAN...29

A. Jenis Penelitian...29

B. Identifikasi Variabel Penelitian...29

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian...29

1. Kompetensi Komunikasi ...29

2. Kesepian ...30

D. Subjek Penelitian...31

E. Metode Pengambilan Data ...31

1. Skala Kompetensi Komunikasi ...32

2. Skala Kesepian ...33

F.Validitas dan Realibitas ...35

1. Validitas Skala... 35

2. Seleksi Item ...35

3. Realibilitas...39

G. Metode Analisis Data ...40

1. Uji Asumsi...40

2. Uji Hipotesis...41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...42


(19)

xvii

B. Deskripsi Subjek Penelitian ...43

C. Deskripsi Data Penelitian...44

D. Hasil Penelitian ...46

1. Uji Asumsi...46

2. Uji Hipotesis...49

E. Pembahasan...50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...55

A. Kesimpulan ...55

B. Saran...55

1. Bagi Mahasiswa Pendatang...55

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ...56


(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Kompetensi Komunikasi Sebelum Seleksi Item... 33

Tabel 2 Blue Print Skala Kesepian Sebelum Seleksi Item... 34

Tabel 3 Distribusi Item Skala Kompetensi Komunikasi Setelah Seleksi Item ... 37

Tabel 4 Distribusi Item Skala Kesepian Setelah Seleksi Item ... 38

Tabel 5 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 43

Tabel 6 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 43

Tabel 7 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif... 44

Tabel 8 Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif... 45


(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Hubungan antara Komptensi Komunikasi dengan Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta ... 27 Gambar 2. Scatterplot... 48


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Try Out ...62 Lampiran 2. Reliabilits Skala ...76 Lampiran 3. Skala Penelitian ...84 Lampiran 4. Deskripsi Subjek...96 Lampiran 5. Uji Asumsi...98 Lampiran 6. Uji Hipotesis ...102


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjalin hubungan antara manusia satu dengan manusia lain merupakan bagian dalam kebutuhan seseorang. Kebutuhan dalam menjalin relasi menjadi kebutuhan primer yang perlu dipenuhi. Ketika kebutuhan seseorang tersebut tidak dapat terpenuhi, akan timbul perasaan tidak puas terhadap hubungan yang dijalinnya. Hal tersebut kemudian mengakibatkan depresi dan berujung pada sebuah distress afektif yang disebut sebagai kesepian (Hulme, 2000).

Kesepian merupakan distress afeksi yang muncul dikarenakan seseorang merasa tidak puas terhadap hubungan yang dijalinnya. Akibat yang sering muncul ketika seseorang mengalami kesepian adalah munculnya perasaan negatif seperti putus asa, merasa tidak memiliki harga diri, dan menolak bergabung dengan kelompok (Ruth dan Warren (1982).

“Saya merasa sangat kesepian ketika menjadi mahasiswa

di tahun pertama. Ini berbeda sekali ketika saya masih di sekolah

menengah atas. Di kota kecil tempat saya tinggal, orang-orang

mengetahui dan saya mengetahui banyak orang. Saya menjadi

anggota tim basket dan mengikuti beberapa perkumpulan. Hal ini

berbeda sekali ketika saya di universitas. Universitas menjadi

tempat yang sangat luas dan saya sering merasa seperti orang

asing. Saya mulai terbiasa dengan hidup disini dan pada beberapa


(24)

mengenal mereka. Hal ini saya capai dengan tidak mudah.”

(Santrock, 2012:113)

Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu mahasiswa baru. Dalam pernyataan tersebut muncul sebuah pernyataan yang menunjukkan indikasi adanya perasaan kesepian yang dialami oleh mahasiswa tersebut. Mahasiswa baru memang memiliki risiko mengalami kesepian. Hal tersebut diungkapkan dalam sebuah penelitian oleh Carolyn dan Russel (dalam Sears, 1985) yang menyatakan bahwa 75% mahasiswa baru mengalami kesepian semenjak mereka datang ke kampus pada minggu awal perkuliahan. Hasil lebih lanjut menunjukkan bahwa 40% mengatakan bahwa mereka mengalami kesepian dengan intensitas sedang hingga intensitas tinggi.

Pada mahasiswa ternyata ditemukan faktor lain yang memiliki keterkaitan dengan perasaan kesepian. Penelitian yang dilakukan oleh Erlenawati dkk (2007) mengungkapkan bahwa 200 mahasiswa di Australia yang berasal luar Australia memiliki tingkat kesepian yang tinggi. Dua dari tiga kelompok hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa mereka pernah mengalami masalah dengan kesepian dan terisolasi, terutama pada bulan-bulan awal setelah pindah di universitas mereka yang baru.

Hal ini rupanya berbeda dengan hasil yang ditemukan di Yogyakarta. Sebuah penelitian yang dilakukan di Yogyakarta justru menunjukkan adanya nilai yang rendah terkait dengan kesepian pada mahasiswa baru. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Realita (2014)


(25)

menunjukkan bahwa tingkat kesepian yang rendah dialami oleh mahasiswa angkatan baru yang ada di Yogyakarta.

Yogyakarta menjadi salah satu tujuan dimana mahasiswa dari luar datang untuk menempuh pendidikan di kota ini. Setiap tahun, Yogyakarta mengalami peningkatan dalam jumlah calon mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi di Yogyakarta. Sebagai contoh, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang mengalami peningkatan sebesar 50% dari tahun 2011 yang berjumlah 3200-an menjadi 4839. Di universitas lain seperti Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta jumlah mahasiswa baru mengalami peningkatan sekitar 30% dari sekitar 3200 mahasiswa pada tahun 2011 menjadi 3800 mahasiswa (republika.com). Pada tahun 2013 tercatat sekitar 310.860 mahasiswa dari 33 provinsi di Indonesia yang menempuh pendidikan di Yogyakarta. Dari jumlah tersebut 244.739 orang atau dapat dikatakan 78,7% adalah mahasiswa dari luar daerah Yogyakarta (kompas.com). Melihat dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, jumlah yang tidak sedikit ini beresiko memunculkan perasaan kesepian pada mereka.

Beberapa peneliti mengungkapkan cara beberapa mahasiswa mengatasi perasaan kesepiannya. Pada penelitian Carolyn dan Russel (dalam Sears, 1985) ditemukan sebuah fakta menarik yaitu ketika para mahasiswa yang telah diteliti tersebut dipanggil kembali setelah tujuh bulan, ditemukan bahwa sebagian besar mahasiswa mampu mengatasi masalah penyesuaian diri di kampus tersebut dengan sukses. Kemudian


(26)

pada saat musim semi, hanya 25% mahasiswa yang masih mengalami kesepian. Sears (1985) melihat bahwa sikap dari mahasiswa menjadi penentu mahasiswa tersebut dalam mengatasi masalah kesepiannya. Mahasiswa yang memiliki sikap dengan harapan positif bahwa mereka akan berhasil mendapatkan teman dan memiliki penilaian yang baik mengenai kepribadian dan dirinya sendiri memiliki peluang lebih besar dalam mengatasi kesepiannya. Realita (2014) juga mengungkapkan bahwa harga diri yang tinggi memiliki hubungan dengan kesepian yang dialami oleh mahasiswa.

Jones (dalam Sears, 1985) juga mengamati bahwa mahasiswa yang kesepian berinteraksi dengan cara yang lebih terfokus pada diri sendiri dibandingkan apa yang dilakukan oleh mahasiswa yang tidak kesepian. Jones mengungkapkan bahwa dalam melakukan percakapan pada orang baru, mahasiswa yang kesepian mengajukan lebih sedikit pertanyaan mengenai orang lain dan memberikan respons yang lebih lambat dalam mengomentari kenalannya. Mereka cenderung bersifat negativistik dan sibuk dengan diri sendiri serta kurang responsif terhadap orang lain.

Penelitian lain yang dilakukan Solano (dalam Sears, 1985) menyatakan bahwa mahasiswa yang kesepian biasanya memiliki pola pengungkapan diri yang tidak wajar. Mereka lebih mencurahkan isi hati kepada seseorang yang baru saja dikenal atau lebih sedikit mengungkapkan hal yang luar biasa tentang dirinya sendiri. Para peneliti


(27)

menyatakan bahwa tingkat pengungkapan yang tidak tepat ini dapat mengganggu hubungan yang akrab.

Peplau dan Pearlman (dalam Santrock, 2002) menjelaskan adanya dua rekomendasi bagaimana individu yang mengalami kesepian dapat mengurangi rasa kesepiannya. Rekomendasi yang pertama adalah dengan mengubah hubungan sosial yang sekarang. Mengubah hubungan sosial yang dimaksudkan adalah tidak terlalu mengandalkan keberadaan orang-orang yang jauh. Individu dituntut untuk membangun relasi baru ditempatnya sekarang. Rekomendasi yang kedua adalah mengubah kebutuhan dan keinginan sosial. Rokeach (dalam Santrock, 2002) juga menyatakan bahwa cara yang paling langsung dan memuaskan untuk mengurangi kesepian adalah dengan memperbaiki hubungan sosial. Jones (dalam Sears, 1985) mengungkapkan bahwa salah satu cara yang digunakan dalam menjalin hubungan sosial oleh manusia adalah melalui komunikasi. Dia juga mengungkapkan tentang dalam membangun sebuah hubungan sosial hingga mencapai tahap hubungan dekat seperti persahabatan, komunikasi yang baik menjadi cara yang efektif. Komunikasi yang efektif akan muncul apabila individu memiliki kompetensi komunikasi yang baik.

Shockley dan Zalabak (2006) mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi adalah kemampuan seseorang dalam melakukan komunikasi yang baik dan benar dengan mengandalkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), kepekaan (sensitivity), serta nilai-nilai (values) dan


(28)

menggunakan hal tersebut dengan tepat dalam berkomunikasi. Spitzberg dan Cupach (1989) juga menyatakan bahwa kompetensi komunikasi mengacu kepada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (context) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi. Pengetahuan tentang tata cara perilaku non verbal misalnya seperti kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi (Shockley & Zalabak, 2006).

Kompetensi komunikasi ini penting dalam kehidupan bermahasiswa. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Djamilah dan Wahyudin (2010) yang mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi dibutuhkan mahasiswa dalam bekerja secara kelompok. Salah satu contoh yang nampak pada penelitiannya adalah ketika mengerjakan tugas kelompok, mahasiswa dengan memiliki kompetensi komunikasi yang baik, dapat memiliki persamaan dalam mempersepsikan sebuah teori yang abstrak. Penelitian lain juga membuktikan bahwa memiliki kompetensi komunikasi yang baik juga dapat membantu seseorang dalam berinteraksi.


(29)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan wawasan dalam ilmu psikologi khususnya dalam psikologi sosial dan psikologi komunikasi tentang kompetensi komunikasi dan kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perasaan kesepian dan kompetensi komunikasi pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Selain itu, dengan penelitian ini, diharapkan dapat membantu dalam mengenali tingkat perasaan kesepian dan kompetensi komunikasi yang dimiliki.


(30)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kesepian

1. Definisi Kesepian

Dalam kenyataannya, manusia dikenal sebagai mahluk sosial. Manusia memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak dapat hidup sendiri. Manusia hidup secara bergantungan tidak hanya karena mereka saling membutuhkan, tetapi mereka juga saling tertarik antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila kebutuhan akan ketertarikan dan keakraban tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tertekan. Manusia merasa dirinya ditolak dan terkurung dalam diri sendiri pada saat keadaan seperti itu. Pada tahap yang lebih lanjut maka manusia akan merasa kesepian (Hulme, 2000).

Sears, Freedman, dan Peplau (1994) mendefinisikan kesepian sebagai kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar. Kebutuhan sosial yang dimaksud adalah kasih sayang, integrasi sosial, harga diri, rasa persatuan yang dapat dipercaya, bimbingan, dan kesempatan untuk mengasuh. Definsi tersebut sejalan dengan definisi kesepian menurut Ruth dan Warren (1982) yang menjelaskan bahwa kesepian adalah distres afektif seorang individu yang muncul karena


(31)

individu mengalami kegagalan dalam memenuhi salah satu kebutuhan dalam bersosial dan menunjukkan emosi dengan yang lainnya. Distress afektif adalah sebagai perasaan atau perubahan perilaku yang bersifat buruk dan disebabkan oleh stress (Ruth dan Warren, 1982).

Kesepian tidak selalu bersamaan dengan kesendirian. Kesepian dan kesendirian memiliki perbedaan dan tidak dapat disamakan. Kesepian lebih menunjuk kepada keadaan kegelisahan subyektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial mengalami kehilangan ciri-ciri pentingnya. Kehilangan ciri-ciri penting dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Kehilangan bersifat kuantitatif adalah ketika seorang individu merasa tidak memiliki teman seperti yang diinginkan. Kehilangan bersifat kualitatif adalah ketika individu merasa hubungannya dangkal atau kurang memuaskan seperti yang diharapkan. Kesepian terjadi dalam diri seseorang dan sulit untuk dideteksi dengan hanya melihat orang itu saja. Kesendirian itu berbeda dengan kesepian, kesendirian merupakan keadaan terpisah dari orang lain yang bersifat obyektif. Kesendirian pada diri individu dapat bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan (Sears, Freedman, dan Peplau, 1985).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik definisi kesepian adalah keadaan distress afeksi karena ketidakpuasan atau kegagalan individu dalam menjalin hubungan atau relasi sosialnya.


(32)

2. Manifestasi Kesepian

Peplau dan Perlman (1982) menjelaskan bahwa kesepian dapat dilihat dan dikenali dari manifestasinya (perwujudannya) di dalam berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut meliputi :

a. Manifestasi afektif

Manifestasi afektif merupakan perwujudan dari kesepian yang berkaitan dengan perasaan negatif individu. Beberapa contoh perasaan negatif yang dialami oleh mahasiswa yaitu malu, bosan, mudah marah, tidak bahagia, tidak suka berinteraksi, cemas, tidak senang berada diantara banyak orang, tidak puas dengan persahabatan yang dibina, dan sedih karena tidak memiliki teman.

b. Manifestasi kognitif

Peplau dan Perlman (1982) menyatakan bahwa individu yang merasakan kesepian memiliki suatu pola umum, yaitu memiliki tingkat

self-focus yang tinggi atau terlalu memfokuskan perhatian pada diri sendiri dan pengalaman-pengalaman pribadinya. Mereka juga menambahkan bahwa orang yang merasa kesepian merasa rendah diri, menilai diri mereka sendiri dan orang lain secara negarif. Pada mahasiswa yang mengalami kesepian secara umum dapat menjadi kurang mampu untuk berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian mereka secara efektif.


(33)

c. Manifestasi perilaku

Manifestasi perilaku adalah perwujudan dari kesepian yang berkenaan dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan emosi individu. Contoh perilaku negatif yang dialami oleh mahasiswa yaitu menjauh, menolak bergabung dengan kelompok, menyendiri dalam suatu pertemuan, gugup dan gemetar menghadapi teman, dan diam ketika terlibat dalam percakapan.

3. Tipe Kesepian

Menurut Sadler (2008, dalam Latifa 2007) terdapat lima tipe kesepian, yaitu:

a. Interpersonal Loneliness

Interpersonal loneliness terjadi ketika individu merindukan sosok orang lain yang pernah dekat dengannya dan melibatkan kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang baru untuk dicintai. Namun ketika individu menemukan orang yang potensial menjadi pasangan baru sebelum ia mampu mengatasi kesedihan yang terdahulu, maka individu akan menolak. Contoh yang sering terjadi pada mahasiswa adalah ketika individu mengalami kehilangan sahabat dekatnya karena harus melanjutkan studi di kota


(34)

yang berbeda. Robert (dalam Sears dkk, 1991) juga mengungkapkan hal yang serupa dengan konsep interpersonal loneliness yang disebut sebagai kesepian emosional.

b. Social Loneliness

Kesepian sosial dirasakan ketika individu merasa tidak ingin terpisah dari kelompok sosial yang dianggap penting bagi kesejahteraan dirinya dan tidak ada hal yang dapat dia lakukan untuk mengatasi hal tersebut. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang terpaksa meninggalkan keluarganya untuk melanjutkan studi di kota lain karena di daerahnya tidak terdapat universitas.

c. Culture Shock

Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan kebudayaan yang baru, seperti perindahan tempat kerja, pindah rumah, dan lain-lain. Contoh yang sering terjadi pada mahasiswa adalah kesulitan beradaptasi karena memiliki bahasa yang berbeda dan kebiasaan yang berbeda.

d. Kesepian Kosmik (Cosmic Loneliness)

Kesepian kosmik terkadang dialami oleh setiap orang. Kesepian kosmik disebut juga sebagai kesepian eksistensial. Kesepian kosmik memiliki makna perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin suatu hubungan yang sempurna dengan orang lain. Kesepian kosmik


(35)

adalah pengalaman terisolasi ketika seseorang yang kesepian menghadapi kematian.

e. Kesepian Psikologikal (Psychological Loneliness)

Kesepian ini timbul dari dalam hati individu, baik yang berasal dari situasi masa kini maupun sebagai reaksi dari trauma-trauma masa lalu. Contohnya adalah seorang mahasiswa yang tidak ingin menjalin pertemanan karena pernah dikucilkan dan dijauhi ketika SMA.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian

Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi kesepian (Brehm dalam Sari, 2010), yaitu:

a. Usia

Stereotip umum menggambarkan bahwa usia tua sebagai masa penuh kesepian. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan Pearlman (dalam Taylor dkk, 2009) bahwa kesepian paling sering terjadi di kalangan remaha dan dewasa awal dan paling jarang dirasakan oleh orang-orang yang lebih tua. Hal tersebut dikarenakan orang yang lebih muda mengalami masa transisi sosial seperti meninggalkan dunia tempat tinggal dan


(36)

keluarga yang dikenal dan harus bertemu orang-orang baru serta membangun kehidupan sosial yang baru.

b. Sosio-Ekonomi

Kesepian lebih lazim dialami oleh orang-orang miskin dibandingkan orang yang cukup kaya. Hubungan yang baik akan lebih mudah dijaga apabila orang memiliki cukup banyak waktu dan uang untk aktivitas senggang (Taylor dkk, 2009). Hal yang serupa juga ditemkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Page dan Cole yang menyatakan bahwa anggota keluarga dengan penghasilan rendah lebih mengalami kesepian dibandingkan anggota keluarga dengan penghasilan tinggi.

c. Status Pernikahan

Pinquart (dalam Taylor dkk, 2009) mengungkapkan bahwa orang yang tinggal dengan pasangan cenderung tidak kesepian. Manfaat hidup bersama ini lebih besar bagi orang-orang yang menikah dibandingkan bagi orang yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Namun demikian, disebutkan juga bahwa beberapa orang yang menikah juga merasakan kesepian. Hal ini dikarenakan pernikahan mereka tidak memuaskan secara personal atau karena mereka kekurangan teman di luar hubungan pernikahan mereka.


(37)

d. Gender

Menurut Borys dan Perlman (1985), perempuan lebih sering mengalami kesepian dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara jelas dibandingkan perempuan. Selain itu, berdasarkan stereotip peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

e. Karakteristik Latar Belakang Lain

Rubenstein, Shaver, dan Hazan (dalam Peplau, 1988) mengungkapkan bahwa individu dengan latar belakang orang tua bercerai akan lebih beresiko kesepian dibandingkan dengan individu dengan latar belakang orang tua yang tidak bercerai. Semakin muda usia individu ketika orang tuanya bercerai, maka semakin tinggi tingkat kesepian yang dialami oleh individu tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Taylor, dkk (2009) bahwa anak dari orang tua yang bercerai biasanya lebih cenderung mengalami kesepian saat ia dewasa dibandingkan anak dari keluarga yang harmonis. Menurut Hurlock (1990), hal ini dikarenakan perceraian orang tua dapat berpengaruh buruk terhadap konsep diri anak karena anak akan bertumubuh dengan


(38)

pengembangan rasa tidak percaya diri, perasaan tidak aman, takut, dan harga diri rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian adalah usia, sosio-ekonomi, status pernikahan, gender, dan karakteristik latar belakang lain.

5. Penyebab Kesepian

Kesepian dapat terjadi dikarenakan beberapa hal. Terkadang kesepian terjadi karena perubahan pola hidup seseorang yang jauh dari teman dan relasi secara intim. Situasi seperti ini terjadi seringkali ketika seseorang berpindah ke tempat baru, mendapat pekerjaan, terpisah dari teman dan orang terdekat (Taylor, Peplau, dan Sears, 1994). Situasi ini juga diperkuat oleh pernyataan Santrock (2002) yang menyetujui adanya pengaruh jauhnya teman dekat dengan kesepian.

Penolakan dalam menjalin relasi antar individu juga menjadi penyebab dalam kesepian. Kegagalan dalam menjalin relasi yang berbentuk penolakan membuat individu mengalami penurunan harga diri dan pesimis. Harga diri yang rendah dan pesimis memiliki resiko mengalami kesepian lebih tinggi dibandingkan yang dialami oleh individu lain (Santrock, 2002). Faktor kepribadian seseorang juga dapat menjadi penyebab mengapa individu mengalami kesepian. Individu yang


(39)

cenderung lebih introvert dan pemalu, lebih sadar-diri, dan kurang asertif cenderung menderita kesepian dibandingkan dengan yang ekstrovert dan asertif (Sears et al, 1985).

Sears (1985) menunjukkan penyebab lain yang disebabkan karena kehilangan orang yang berarti dalam diri individu. Sosok fisik orang tersebut mungkin dirasa tidak terlalu penting, namun keberadaan sosok yang selalu memahami dirinya dan ingin menerima keberadaan diri individulah yang menyebabkan dirinya merasa kesepian. Hal ini seperti yang dialami oleh seorang janda yang kehilangan suaminya.

Jadi dapat dikatakan bahwa penyebab kesepian adalah adanya perubahan pola hidup seseorang, jauhnya hubungan relasi individu dengan teman dan kerabat, faktor kepribadian seseorang, dan kehilangan orang yang berarti pada individu.

6. Kesepian pada Mahasiswa Baru dan Pendatang

Santrock (2002) menjelaskan bahwa kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang sering terjadi karena individu mulai mengenal adanya ketertarikan secara sosioemosional terhadap beberapa individu lain. Pada tahap ini, individu mulai meningkatkan kualitas relasi antar sesama. Daya tarik, cinta, dan persahabatan membuat individu menjadi tempat untuk menunjukkan eksistensi dan keberadaan dirinya. Kesepian pada


(40)

mahasiswa baru dan pendatang terjadi ketika individu mulai merasa tidak puas dengan keadaan atau relasi sosialnya. Penolakan dalam relasi persahabatan dan cinta membuat individu merasa ditolak dalam kelompok dan terisolasi.

Transisi sosial dari sekolah menengah atas menuju ke perguruan tinggi adalah waktu ketika kesepian mungkin terbentuk ketika individu meninggalkan dunia tempat tinggal dan keluarga yang dikenal. Banyak mahasiswa baru merasa ada yang salah dengan dirinya ketika bertemu dengan orang baru dan membangun kehidupan sosial yang baru. Para mahasiswa baru biasanya tidak dapat membawa popularitas dan kedudukan sosial dari sekolah menengah atas ke dalam lingkungan universitas. Pemain basket terkenal di sekolah menengah atas akan kehilangan popularitasnya di universitas karena ada pemain basket yang lebih hebat daripada dirinya. Mahasiswa optimis dan tingkat harga diri yang tinggi lebih mungkin mengatasi kesepian mereka pada akhir tahun mereka menjadi mahasiswa baru. Tidak jarang juga ditemukan banyak mahasiswa di tingkat lebih tinggi mengalami kesepian (Santrock, 2002).


(41)

B. KOMPETENSI KOMUNIKASI 1. Definisi Komunikasi

Banyak tokoh mencoba mendefinsikan kata komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian dan penerimaan pesan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memungkinkan pesan itu bisa diterima dan dipahami (Reality, 2008). Hal ini sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Taylor, Teresa, Arthur, dan Thomas (1986) yang mengungkapkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses dimana manusia menerima stimulus (pesan) dan menginterpretasikannya setiap saat.

West dan Turner (2007); Larry dan Deborah (2002) menyatakan definisi komunikasi sebagai proses sosial yang menggunakan simbol baik secara verbal maupun non verbal. Proses sosial yang dimaksud ialah proses yang dilakukan oleh manusia dalam mengembangkan dan membangun relasi antar individu. Dalam proses membangun relasi tersebut mereka saling berkomunikasi dengan menggunakan simbol baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi secara verbal ialah komunikasi dengan menggunakan kata dapat berupa bahasa (sistem lambang bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi). Sedangkan non verbal ialah komunikasi tanpa menggunakan kata dapat berupa bahasa tubuh (bahasa yang ditunjukkan melalui isyarat) (West dan


(42)

Turner, 2007). Noel Gist dalam bukunya Fundamentals of Sociology

(dalam Siahaan, 2000) juga mengungkapkan bahwa interaksi sosial meliputi pengoperan arti-arti dengan menggunakan lambang-lambang maka disebut sebagai komunikasi.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses interaksi sosial yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam menyampaikan pesan (stimulus) dalam bentuk baik verbal maupun non verbal dan menerimanya yang kemudian dapat diinterpretasikan sehingga pesan dapat dipahami.

2. Definisi Kompetensi Komunikasi

Littlejohn dan Jabusch (1982, dalam Zalabak & Shockley, 2006), mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai suatu kemampuan dan keinginan seseorang untuk berparitisipasi dengan penuh tanggung jawab di dalam suatu transaksi tertentu sebagai upaya untuk memaksimalkan hasil dari suatu proses diskusi. Sedangkan Jablin dan Sias (dalam Payne, 2005) mendefinisikan kompetensi komunikasi merupakan sejumlah kemampuan, selanjutnya disebut resources, yang dimiliki oleh seorang komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Keduanya mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai kemampuan yang digunakan untuk dalam proses komunikasi.


(43)

Kompetensi komunikasi diartikan sebagai seperangkat kemampuan seorang komunikator untuk menggunakan berbagai sumber daya yang ada di dalam proses komunikasi. Dengan kata lain, kompetensi komunikasi adalah pemanfaatan segala kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berkomunikasi secara baik dengan menggunakan pesan-pesan yang dianggap tepat dan efektif (Meyers, 2012). Ditambahkan pula, Zalabak dan Shockley (2006) mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai suatu kemampuan komunikasi yang terdiri dari pengetahuan, kepekaan, keterampilan, dan nilai-nilai. Kompetensi komunikasi muncul dari interaksi, teori, praktek, dan analisis (Zalabak & Shockley, 2006).

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi merupakan kemampuan komunikasi seseorang yang terdiri dari pengetahuan, kepekaan, keterampilan, dan nilai-nilai yang muncul dari interaksi, teori, praktek, dan analisis.

3. Aspek Kompetensi Komunikasi

Shockley dan Zalabak (2006) menyebutkan aspek-aspek yang terdapat dalam kompetensi komunikasi, yaitu:

a. Knowledge Competency

Knowledge competency merupakan kemampuan untuk memahami lingkungan komunikasi. Knowledge competency


(44)

merupakan pemahaman dari teori dan prinsip-prinsip. Di samping itu,

knowledge competency merupakan dasar yang penting untuk mendukung kepekaan individu terhadap kehidupan, untuk memandu keterampilan individu, dan untuk memahami penerapan standar etika serta nilai-nilai pribadi dalam berbagai pengaturan organisasi.

Knowledge competency dapat dikembangkan melalui eksplorasi dan interaksi secara aktif yang merupakan bagian dari proses alami komunikasi antarpribadi. Sebagai contoh, mahasiswa baru akan dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan sesama mahasiswa dan mampu untuk menyesuaikan cara berbicara dengan kondisi lingkungan sekitar.

b. Sensitivity Competency

Sensitivity atau kepekaan diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan secara tepat makna dari perasaan yang diutarakan oleh orang lain. Hal tersebut terkait dengan kemampuan untuk memahami apa yang orang lain rasakan dan lakukan. Kemampuan individu ini dapat dikembangkan melalui pemeriksaan pribadi tentang penggunaan teori-teori komunikasi. Sebagai contoh adalah mahasiswa yang dapat memberikan feedback yang tepat dan peka terhadap kondisi dan suasana lawa bicaranya akan diterima dengan baik.


(45)

c. Skill Competency

Skill competency merupakan kemampuan untuk menganalisis lingkungan dengan seksama dan untuk menjalankan atau memulainya diperlukan pesan secara efektif. Dalam hal ini skill competency

berfokus pada pengembangan kemampuan menganalisis dan kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam berbagai setting.Skill competency ini dapat dikembangkan melalui analisis dan berlatih di setiap kesempatan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa harus bisa mengkondisikan dirinya ketika berbicara dengan sesame mahasiswa dan cara berkomunikasinya harus meyakinkan agar bisa dipercaya oleh mahasiswa yang lain.

d. Values Competency

Values atau nilai-nilai menekankan pada pentingnya mengambil tanggung jawab pribadi untuk komunikasi yang efektif dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi terhadap keunggulan organisasi. Values competency dapat dikembangkan dengan diskusi yang dilakukan oleh seseorang secara bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam komunikasi. Di dalam values competency, kesuksesan sebuah kelompok dapat diawali dengan keterlibatan atau peran seseorang dalam komunikasi yang efektif. Sebagai contoh, seorang mahasiswa harus dapat mengkomunikasikan apa saja yang


(46)

menjadi pendapatnya kepada sesame mahasiswa, terutama yang berhubungan dengan tanggung jawab atas perkembangannya.

4. Dampak Kompetensi Komunikasi

Arroyo (2010) mengungkapkan bahwa kompetensi komunikasi memiliki dampak terhadap interaksi hubungan antar individu. Arroyo (2010) juga mengungkapkan bahwa adanya kompetensi komunikasi yang baik mendukung kualitas relasi yang dibangun. Korelasi antara kompetensi komunikasi dengan penerimaan dalam berelasi ini juga diungkapkan oleh Leclerc (2014). Dalam penelitiannya, Leclerc (2014) melihat adanya penerimaan yang lebih baik dikarenakan adanya kemampuan dalam berkomunikasi atau kompetensi komunikasi yang baik. Dalam penelitiannya disebutkan juga bahwa individu dapat membangun kepercayaannya pada orang lain dengan menggunakan kompetensi komunikasi yang dimilikinya.

C. Dinamika Hubungan Antara Kesepian dengan Kompetensi Komunikasi pada Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta

Manusia dikenal sebagai mahluk sosial. Hulme (2000) menyatakan bahwa setiap manusia tidak dapat hidup sendiri. Hal tersebut dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak dapat dipenuhi sendiri.


(47)

Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk bersosialisasi dan memiliki teman. Kebutuhan bersosialisasi ini membuat manusia berinteraksi antara satu manusia dengan manusia lainnya melibatkan proses komunikasi.

Komunikasi dijelaskan sebagai sarana yang diciptakan oleh manusia untuk saling mengerti. Mereka saling bertukar informasi antara satu individu dengan individu lainnya (Taylor dkk, 1986). Mereka menggunakan bahwa baik secara verbal maupun non-verbal agar individu lain paham terhadap apa yang diinformasikan oleh individu sebelumnya (West dan Turner, 2007). Kesalahan yang muncul dalam penyampaian pesan yang salah dapat berdampak tidak tercapainya informasi secara jelas dan dapat diinterpretasikan secara salah. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan dalam menyampaikan pesan dan dapat menyampaikan secara efektif dibutuhkan kemampuan yang disebut sebagai kompetensi komunikasi atau disebut juga sebagai kemampuan berkomunikasi.

Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi memiliki hubungan erat dengan interaksi dan pertemanan yang terbentuk. Komunikasi merupakan salah satu unsur seorang mahasiswa dalam menjalin relasi dengan lingkungannya. Kompetensi komunikasi yang baik dapat membantu mahasiswa tersebut dalam menjalin relasi dengan mahasiswa lain. Ketika relasi yang terbentuk baik, maka mahasiswa akan terpenuhi kebutuhan akan sosialnya. Hal ini berbeda dengan mereka yang memiliki kompetensi


(48)

komunikasi buruk. Mereka yang kurang memiliki kompetensi komunikasi akan kesulitan dalam menjalin relasi dengan individu lain dan individu tersebut akan kesulitan dalam beradaptasi ditempat yang baru. Beradaptasi dan melakukan interaksi untuk membangun relasi juga sering dilakukan oleh para calon mahasiswa yang mengalami transisi sosial karena ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi (Santrock, 2002).

Kegagalan atau keberhasilan seorang mahasiswa baru dan pendatang ini dalam menjalin relasi akan mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan dalam terpenuhnya kebutuhan sosialnya. Ketika kebutuhan sosial mereka tercukupi, maka mereka tidak memiliki masalah dalam kehidupannya. Hal ini berlawanan ketika kebutuhan sosial mereka tidak terpenuhi. Mahasiswa baru dan pendatang ini akan merasa dirinya gagal dalam membangun relasi. Perasaan gagal dalam membangun relasi inilah yang memunculkan perilaku-perilaku negatif seperti tidak percaya diri untuk membangun relasi. Pada akhirnya mahasiswa tersebut merasa dirinya tidak dibutuhkan dan merasa gagal. Kegagalan tersebut berakibat pada perubahan perilaku menjadi negatif pada diri manusia tersebut (Peplau dan Pearlman, 1982). Perubahan negatif yang terjadi pada perilaku individu seperti menjauh dari kegiatan sosial, menolak bergabung dengan kelompok, diam ketika terlibat percakapan, dan lain-lain (Peplau dan Pearlman, 1982). Dalam keadaan tanpa individu lain disekitarnya, mahasiswa tersebut akan merasa dirinya kesepian.


(49)

D. Skema Penelitian

Bagan 1

Hubungan antara Kompetensi Komunikasi dengan Kesepian Mahasiswa Baru dan Pendatang di Yogyakarta

Mahasiswa dengan Kompetensi komunikasi tinggi

Berhasil memenuhi kebutuhan sosial

Kesepian Menurun

Gagal memenuhi kebutuhan sosial

Kesepian Meningkat Adanya Kebutuhan

Bersosialisasi

Mahasiswa dengan Kompetensi komunikasi rendah

Kompetensi Komunikasi tinggi

membantu proses komunikasi

Kompetensi Komunikasi rendah

kurang membantu proses komunikasi


(50)

E. Hipotesis

Berdasarkan dinamika penelitian yang telah dijelaskan, maka dapat dikemukakan hipotesis dari penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta dengan kesepian yang dialami oleh mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta, maka semakin rendah kesepian yang dialami oleh mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.


(51)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang menghubungkan antara variabel independen dengan variabel dependen (Suryabrata, 2008). Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel kompetensi komunikasi dan variabel kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

B. Identifikasi Variabel

Variabel independen : kompetensi komunikasi Variabel dependen : kesepian

C. Definisi Operasional

1. Kompetensi Komunikasi

Kompetensi komunikasi adalah kemampuan komunikasi mahasiswa baru dan pendatang yang terdiri dari pengetahuan (knowledge),

kepekaan (sensitivity), keterampilan (skill), dan nilai-nilai yang muncul dari interaksi, teori, praktek, dan analisis (values) yang diukur dengan skala kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi diukur menggunakan skala kompetensi komunikasi yang dibuat berdasarkan


(52)

aspek-aspek tersebut. Semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala kompetensi komunikasi maka semakin tinggi kompetensi berkomunikasi mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, jika skor kompetensi komunikasi rendah, maka semakin rendah kompetensi berkomunikasi mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

2. Kesepian

Kesepian adalah keadaan menurunnya motivasi dan distress afeksi karena ketidakpuasan atau kegagalan mahasiswa baru dan pendatang dalam menjalin hubungan atau relasi sosialnya. Alat ukur skala kesepian untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat kesepian seseorang dapat dibuat berdasarkan manifestasi kesepian sebagai berikut :

a. Manifestasi afektif adalah wujud dari kesepian yang berkenaan dengan perubahan-perubahan pada perasaan negatif individu b. Manifestasi kognitif adalah perwujudan kesepian yang berkenaan

dengan tingkat self-focus yang tinggi, rendah diri, menilai diri mereka sendiri dan orang lain secara negatif, serta kurang mampu berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian secara efektif

c. Manifestasi perilaku adalah perwujudan kesepian yang berkenaan dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan emosi individu

Kesepian diukur menggunakan skala kesepian yang dibuat berdasarkan manifestasi-manifestasi tersebut. Dalam penilaian,


(53)

semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala kesepian maka semakin tinggi rasa kesepian yang dimiliki oleh mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta. Sebaliknya, jika skor kesepian rendah maka, maka semakin rendah rasa kesepian pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa baru yang diidentifikasikan sebagai angkatan 2014 dan merupakan mahasiswa pendatang yang dijelaskan sebagai mahasiswa berasal dari luar provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling

dimana penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dan dipandang memenuhi kriteria (Taniredja & Mustafidah, 2011).

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan skala yang terdiri dari dua skala. Skala tersebut adalah skala kompetensi komunikasi dan kesepian yang disusun oleh peneliti. Skala yang dipilih oleh peneliti adalah skala Likert yang merupakan alat untuk mengukur sikap pada suatu penelitian. Pada kedua skala yang digunakan terdiri dari empat alternatif jawaban. Alternatif jawaban Netral tidak diberikan, hal ini dikarenakan peneliti ingin meminimalisir adanya jawaban netral yang diberikan oleh subjek. Terdapatnya alternatif jawaban netral dapat membuat


(54)

subjek kurang memaknai pernyataan yang ada sebagai bagian dari perilaku subjek. Selain itu jawaban netral dapat menutupi karakter personal yang sesungguhnya dalam diri individu (Friedenberg,1995).

Kedua skala yang akan digunakan pada penelitian ini akan dibuat menjadi satu kesatuan booklet skala. Perincian skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Skala Kompetensi Komunikasi

Skala yang digunakan untuk mengukur kompetensi komunikasi adalah skala kompetensi komunikasi. Skala ini terdiri dari pernyataan – pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Dalam penelitian ini subjek diminta untuk memilih empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) (Azwar, 2009). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari keempat alternatif jawaban yang menggambarkan keadaan diri subjek berdasarkan pernyataan yang diberikan.

Penilaian pada jawaban favorable Sangat Sesuai (SS) adalah 4, Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, dan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Sedangkan untuk penilaian pada jawaban

unfavorable, yaitu Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak Sesuai (TS) adalah 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 4.


(55)

Tabel 1

Blue Print Skala Kompetensi Komunikasi Sebelum Seleksi Item

Aspek Item Total %

Favorable Unfavorable

Pengetahuan 14, 15, 19, 26, 33, 34

1, 8, 11, 21, 27, 37

12 25

Kepekaan 7, 10, 22, 24, 45, 46

2, 16, 28, 38, 39, 44

12 25

Keterampilan 3, 17, 18, 25, 32, 47

6, 9, 29, 36, 40, 43

12 25

Nilai-nilai 4, 12, 23, 30, 41, 48

5, 13, 20, 31, 35, 42

12 25

Total 24 24 48 100

b. Skala Kesepian

Skala yang digunakan untuk mengukur kesepian adalah skala kesepian. Skala ini terdiri dari pernyataan – pernyataan favorable dan

unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable

merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung aspek – aspek yang dijelaskan. Dalam penelitian ini subjek diminta untuk memilih empat


(56)

alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS) (Azwar, 2009). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari keempat alternatif jawaban yang menggambarkan keadaan diri subjek berdasarkan pernyataan yang diberikan.

Penilaian pada jawaban favorable Sangat Sesuai (SS) adalah 4, Sesuai (S) adalah 3, Tidak Sesuai (TS) adalah 2, dan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 1. Sedangkan untuk penilaian pada jawaban

unfavorable, yaitu Sangat Sesuai (SS) adalah 1, Sesuai (S) adalah 2, Tidak Sesuai (TS) adalah 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) adalah 4.

Tabel 2

Blue Print Skala Kesepian Sebelum Seleksi Item

Aspek Item Total %

Favorable Unfavorable

Afektif 4 , 10, 15, 17, 30, 33, 37

3, 7, 23, 24, 27, 39

13 33,3

Kognitif 1, 8, 12, 16, 28, 31, 36

6, 9, 20, 25, 32, 38

13 33,3

Perilaku 5, 14, 18, 21, 26, 29, 34

2, 11, 13, 19, 22, 35

13 33,3


(57)

F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala

Validitas skala adalah kesesuaian skala untuk mengukur atribut yang hendak diukur (Sarwono, 2006). Skala dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila disusun berdasarkan batasan yang jelas dan terindentifikasi dengan baik (Azwar, 2009).

Pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan melihat relevansi item – item yang digunakan dapat mengukur variabel yang sedang diteliti (Sarwono, 2006). Validitas isi dilakukan dengan metode expert judgement dalam hal ini dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi menguji kesesuaian item yang dibuat dengan aspek-aspek yang digunakan dalam variabel penelitian. (Azwar, 2009).

2. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan dengan menggunakan daya beda item, yaitu koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor total skala yang nantinya menghasilkan koefisien korelasi item total (rix).

Koefisien korelasi item total memiliki rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Koefisien korelasi yang semakin mendekati angka 1,00 dikatakan memiliki daya diskriminasi yang baik. Hal ini menunjukkan item memiliki kualitas yang baik. Sebaliknya, koefisien korelasi yang mendekati angka 0 menunjukkan memiliki daya


(58)

diskriminasi tidak baik dan kualitas item dikatakan tidak baik. Item yang memiliki kualitas yang tidak baik, tidak dapat digunakan dalam skala dan akan digugurkan (Azwar, 2009). Seleksi item menggunakan korelasi item total yang diolah dengan SPSS 16.0 for Windows. Item yang nantinya dipilih adalah item yang memiliki kualitas yang baik, yaitu memiliki korelasi item total (rix) ≥ 0,30. Namun, apabila jumlah item yang lolos

ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, dapat dipertimbangkan untuk menurunkan batas criteria menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2009).

a. Skala Kompetensi Komunikasi

Berdasarkan hasil uji coba item skala kompetensi komunikasi yang dilakukan terhadap 56 subjek terdapat 32 item yang sahih dari 48 item total awal. Item yang lolos seleksi memiliki korelasi item total (rix) ≥ 0,25. Penggunaan batasan (rix) ≥ 0,25 karena jumlah

item yang dibutuhkan tidak mencukupi dengan jumlah yang diinginkan untuk menjaga komposisi tiap aspek. Distribusi item pada skala kompetensi komunikasi dapat dilihat pada tabel 3.3


(59)

Tabel 3

Distribusi item Skala Kompetensi Komunikasi Setelah Seleksi Item

Aspek

Item

Total

Favorable Unfavorable

Pengetahuan

14,15, 19,26, 33, 34

1,8, 11, 21, 27, 37

12

Kepekaan

7, 10, 22, 24, 45, 46

2,16,28,38, 39,

44

12

Keterampilan

3, 17, 18, 25, 32,47

6, 9,29, 36,40,

43

12

Nilai-nilai 4, 12, 23,30, 41,48

5,13, 20, 31, 35, 42

12

Total 48

Keterangan: item yang dicetak tebal adalah item yang tidak sahih.

Pada skala kompetensi komunikasi dari 48 item yang diujikan terdapat 16 item yang tidak sahih. Item-item tersebut adalah item dengan nomor 1, 5, 8, 13, 15, 16, 26, 28, 29, 30, 38, 40, 43, 44, 47, dan 48. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi ≤0,25 yang berarti pernyataan pada item-item tersebut memiliki daya beda yang rendah. (Azwar, 2009). Dengan demikian item-item tersebut merupakan item yang kurang baik untuk digunakan dalam


(60)

pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak diikutsertakan dalam skala untuk pengambilan data.

b. Skala Kesepian

Berdasarkan hasil uji coba item skala kesepian yang dilakukan terhadap 56 subjek terdapat 27 item yang sahih dari 39 item total awal. Item yang lolos seleksi memiliki korelasi item total (rix) ≥ 0,30. Distribusi item pada skala kesepian dapat dilihat pada

tabel 5

Tabel 4

Distribusi item Skala Kesepian Setelah Seleksi Item

Aspek

Item

Total

Favorable Unfavorable

Afektif

4 ,10,15, 17,

30, 33, 37

3, 7, 23, 24, 27, 39

13

Kognitif

1,8, 12,16,28, 31, 36

6, 9, 20, 25,32, 38

13

Perilaku

5,14,18, 21, 26, 29, 34

2,11,13, 19, 22, 35

13

Total 39


(61)

Pada skala kesepian dari item yang diujikan terdapat 12 item yang tidak sahih. Item-item tersebut adalah item dengan nomor 3, 8, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 28, 30, dan 32. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi≤0,30 yang berarti pernyataan pada item -item tersebut memiliki daya beda yang rendah. (Azwar, 2009). Dengan demikian item-item tersebut merupakan item yang kurang baik untuk digunakan dalam pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak diikutsertakan dalam skala untuk pengambilan data.

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsistensi alat ukur atau instrumen dalam melakukan suatu pengukuran dari waktu ke waktu. Koefisien reliabilitas berada pada rentang angka antara 0 hingga 1,00. Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 maka dikatakan semakin reliabel. Sebaliknya, koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0 dikatakan semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2009). Reliabilitas alat ukur diuji menggunakan Alpha () Cronbach untuk mendapatkan konsistensi internal dari tes dan diolah menggunakan penghitungan SPSS 16.0 for Windows.

a. Skala Kompetensi Komunikasi

Koefisien skala harga diri sebelum dipilih item yang baik


(62)

menghasilkan α = 0,904. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00.

b. Skala Kesepian

Koefisien skala kesepian sebelum dipilih item yang baik

adalah α = 0,844. Setelah dipilih 27 item yang baik maka

menghasilkan α = 0,879. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistic yang harus dipenuhi pada analisis data. Setidaknya ada dua uji asumsi yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Berikut ini adalah uji asumsi yang harus dipenuhi dalam penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi dengan sebaran normal. Uji ini perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi normalitas sebaran (Santoso, 2010). Jika nilai sig. atau p > 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis nol gagal ditolak, yang berarti data yang diuji memiliki distribusi yang tidak berbeda dari data yang normal, atau data yang diuji memiliki distribusi normal. Sebaliknya jika p < 0,05


(63)

maka dapat disimpulkan hipotesis nol ditolak, yang berarti data yang diuji memiliki distribusi tidak normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Peningkatan kuantitas pada satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan kuantitas pada variabel lainnya. Penurunan kuantitas pada satu variabel, akan diikuti secara linear oleh penurunan kuantitas pada variabel lainnya. Uji linearitas digunakan untuk melihat bagaimana kekuatan hubungan antara dua variabel. Jika nilai sig n. atau p > 0,05 maka terdapat hubungan tidak linier atau hubungan antara dua variabel lemah (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Analisis peneitian ini menggunakan metode Product Moment Pearson. Uji korelasi Product Moment Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan tergantung. Koefisien yang dihasilkan bernilai -1 hingga +1, yang menunjukkan apakah hubungan tersebut positif atau negatif (Prasetyo, 2008). Jika nilai sig. (p) < 0,05 maka H0 ditolak, atau ada hubungan yang signifikan antara dua variabel. Sebaliknya jika nilai sig. (p) > 0,05 maka H0 gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan antara dua variabel.


(64)

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 18 Desember 2014 hingga 18 Januari 2015. Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebar skala di beberapa lokasi yang berbeda, disesuaikan dengan ketersediaan subjek penelitian. Skala yang digunakan ada dua yaitu: skala kesepian untuk mengukur tingkat kesepian, dan skala kompetensi komunikasi untuk mengukur tingkat kemampuan dalam berkomunikasi.

Pada tanggal 18 Desember 2014 hingga 20 Desember 2014, peneliti menyebarkan 80 skala yang digunakan untuk try out. Pada tanggal 21 Desember 2014, jumlah skala try out yang dapat digunakan sejumlah 56 skala. Hal tersebut dikarenakan terdapat 24 skala yang tidak kembali. Peneliti menggunakan 56 skala tersebut untuk dilakukannya seleksi item. Pada tanggal 14 Januari 2015 hingga 18 Januari 2015 peneliti kemudian menyebarkan 80 skala penelitian setelah dilakukannya seleksi item. Dari 80 skala yang disebarkan, hanya terdapat 76 skala yang dapat digunakan. Hal tersebut dikarenakan empat skala tidak kembali dan tidak sesuai dengan kriteria yang dikehendaki. Empat skala yang tidak dapat digunakan dikarenakan 2 subjek diketahui berdomisili dan berasal dari daerah Yogyakarta, 1 subjek tidak mengisi pada skala kompetensi komunikasi, dan 1 subjek tidak mengembalikan skala yang telah diberikan.


(65)

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 76 orang. Subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswa angkatan baru angkatan 2014/2015 dengan rentang usia 17-21 tahun. Selain itu, semua subjek memiliki kriteria berasal dari luar Yogyakarta. Berikut ini tabel deskripsi subjek penelitian:

Tabel 5

Deskripsi Usia Subjek Penelitian

Usia

Total

17 18 19 20 21

1 47 18 7 3 76

Tabel 6

Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan


(66)

C. Deskripsi Data Penelitian

Dari data hasil penelitian kemudian dilakukan perbandingan kompetensi komunikasi dan kesepian berdasarkan mean empirik dan mean teoritis. Teknik ini bertujuan unuk melihat apakah nilai mean teoretis lebih besar atau lebih kecil daripada mean empiris. Rumus yang digunakan dalam mencari mean teoretis adalah

[(skor rendah x jumlah soal)] + [(skor tinggi x jumlah soal)] : 2

Berikut ini adalah tabel rincian yang berisi data empiris dan data teoretis.

Tabel 7

Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif

Variabel N

Min. Teoritik

Min. Empiris

Max. Teoritik

Max. Empiris

Mean Teoritik

Mean Empiris

Kompetensi Komunikasi

76 32 88 128 111 80 99.34


(67)

Tabel 8

Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif Subjek Berjenis Kelamin Pria

Variabel N Min. Teoritik Min. Empiris Max. Teoritik Max. Empiris Mean Teoritik Mean Empiris Kompetensi Komunikasi

35 32 88 128 111 80 99.22

Kesepian 35 27 35 108 67 67.5 51.05

Tabel 9

Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif Subjek Berjenis Kelamin Wanita

Variabel N Min. Teoritik Min. Empiris Max. Teoritik Max. Empiris Mean Teoritik Mean Empiris Kompetensi Komunikasi

41 32 88 128 111 80 99.43

Kesepian 41 27 41 108 67 67.5 50.29

Pada tabel 8,9, dan 10 pada skala kompetensi komunikasi terdapat 32 item dengan rentangan skor 1 hingga 4. Oleh karena itu, skor terendah yang diperoleh pada skala kompetensi komunikasi adalah 32 x 1 = 32. Pada skor tertinggi skala kompetensi komunikasi diperoleh hasil 32 x 4 = 128. Maka nilai mean teoretis yang diperoleh adalah (128 + 32) : 2 = 80.


(68)

Pada skala kesepian terdapat 27 item dengan rentang skor 1 hingga 4. Oleh karena itu, skor terendah yang diperoleh pada skala kesepian adalah 27 x 1 = 27. Sedangkan untuk skor tertinggi yang dapat diperoleh 27 x 4 = 108. Dengan menggunakan rumus untuk mencari mean teoretik, maka pada skala kesepian diperoleh mean teoretik sebesar (108 + 27) : 2 = 67,5.

Berdasarkan tabel diatas maka diperoleh data hasil perbandingan antara mean teoretik dan mean empiris pada masing-masing variabel. Pada variabel kompetensi komunikasi, diperoleh mean empiris lebih tinggi dibandingkan mean teoretik. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi komunikasi yang dimiliki cenderung tinggi. Sedangkan pada variabel kesepian diperoleh mean empiris yang lebih rendah dibandingkan mean teoretik. Hal ini menunjukkan kesepian yang dirasakan cenderung rendah.

D. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data dari penelitian berasal dari populasi yang sebenarnya. Nilai p yang lebih besar dari 0.05 (p > 0.05) berarti penelitian memiliki sebaran data yang normal, namun apabila nilai p yang lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) berarti penelitian memiliki sebaran data yang tidak normal (Santoso, 2010).


(69)

Berdasarkan perhitungan menggunakan SPSS 16.0, ditemukan bahwa Sig., yang merupakan nilai p, pada variabel independen (kesepian) dan variabel dependen (kompetensi komunikasi) dalam penelitian ini memiliki nilai diatas 0,05. Uji yang digunakan adalah Kolmogrov-Smirnov. Pada variabel kesepian ditemukan nilai p sebesar 0,200, sedangkan pada variabel kompetensi komunikasi diperoleh nilai p sebesar 0,091. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki sebaran data yang normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas digunakan untuk melihat apakah hubungan antar variabel yang diteliti menyerupai garis lurus. Bentuk hubungan garis lurus ini menunjukkan bahwa peningkatan kuantitas salah satu variabel akan diikuti oleh peningkatan kuantitas variabel yang lain. Begitu juga apabila salah satu variabel mengalami peningkatan kuantitas dan diikuti oleh variabel yang lain, demikian pula sebaliknya (Santoso, 2010)

Berdasarkan perhitungan menggunakan SPSS 16.0, ditemukan bahwa besar nilai p sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa kedua variabel memberntuk satu garis lurus yang signifikan.


(70)

Gambar 1. Scatterplot

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh scatterplot, terlihat bahwa hasil olah data pada penelitian ini linier. Titik bergerak dari kiri atas ke kanan bawah yang memperlihatkan bahwa terdapat korelasi negatif antar variabel. Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi komunikasi, maka semakin rendah kesepian yang dialami oleh subjek.


(71)

2. Uji Hipotesis

Teknik korelasi digunakan untuk melihat kecenderungan pola satu variabel terhadap variabel lain. Ketika satu variabel memiliki kecenderungan untuk naik atau turun apakah diikuti dengan kecenderungan variabel lain untuk naik atau turun atau tidak menentu. Kedua variabel dikatakan memiliki hubungan atau korelasi apabila kecenderungan dalam satu variabel diikuti oleh kecenderungan variabel lain (Santosa, 2010). Penelitian ini menggunakan pengujian statistik parametrik karena data dalam penelitian ini merupakan data distribusi normal. Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi produk momen Pearson (Sujarweni & Endrayanto, 2012).

Berdasarkan hasil analisis korelasi menggunakan korelasi produk momen Pearson, ditemukan bahwa besar korelasi variabel independen dan variabel dependen pada penelitian ini sebesar -0,443 dengan nilai p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki korelasi negatif yang kuat (Sujarweni & Endrayanto, 2012).


(72)

E. Pembahasan

Hasil perhitungan korelasi menggunakanProduct Moment Pearson

menghasilkan koefisien korelasi sebesar -0,443 dengan nilai p sebesar 0,000. Nilai p kurang dari 0,05 (p > 0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi komunikasi dan kesepian. Selain itu, koefisien korelasi yang bernilai negatif juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kompetensi komunikasi dan kesepian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki mahasiswa baru dan pendatang maka ia cenderung memiliki kesepian yang rendah. Oleh karena itu hipotesis yang berbunyi,”Terdapat hubungan negatif antara kompetensi komunikasi dengan kesepian, diterima. Semakin tinggi kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta, maka semakin rendah kesepian yang dia rasakan. Sebaliknya, semakin rendah kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh mahasiswa baru dan pendatang maka

semkain tinggi kesepian yang dirasakan”, diterima.

Hubungan antara kesepian dan kompetensi komunikasi pada mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta dijelaskan karena pada hakikatnya mereka adalah mahluk sosial. Dalam kehidupannya setiap manusia membutuhkan orang lain disekitarnya. Sama halnya dengan para mahasiswa baru dan pendatang. Sebagai bagian dari manusia mereka membutuhkan orang lain disekitarnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Interaksi yang


(73)

dilakukan dengan memanfaatkan komunikasi (Shockley dan Zalabak, 2006).

Komunikasi digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Komunikasi menjadi hal yang penting untuk menyampaikan pesan. Ketika pesan yang ingin disampaikan tidak tepat, maka dapat terjadi kesalahpahaman antar individu. Oleh karena itu agar pesan yang dapat disampaikan tepat dan efektif dibutuhkanlah kompetensi komunikasi (Shockley dan Zalabak, 2006).

Dengan memiliki kompetensi komunikasi yang baik, seorang mahasiswa dapat menyampaikan apa yang mereka inginkan dan mereka rasakan secara tepat kepada mahasiswa lain. Hal tersebut mengakibatkan mahasiswa tidak terjadi kesalahpahaman. Sebagai contoh seorang mahasiswa yang ingin menyampaikan keinginannya untuk berteman dengan mahasiswa daerah lain akan dibutuhkan komunikasi yang berbeda ketika ingin menjalin relasi dengan mahasiswa yang berasal dari daerah yang sama (Sears, 1985). Kompetensi komunikasi yang baik menjadi senjata mahasiswa dalam menjalin relasi. Ketika relasi telah terpuaskan atau terpenuhi maka mahasiswa baru dan pendatang tersebut tidak perlu takut karena kebutuhan sosialnya telah terpenuhi (Santrock, 2002). Berbeda dengan mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan kompetensi yang baik. Mahasiswa tersebut akan dihindari karena sering salah dalam menyampaikan informasi (Leclerc, 2014). Akibatnya, mahasiswa ini merasa dirinya menjadi tidak berguna. Ditambah lagi dengan keadaan


(74)

dirinya yang jauh dari orang-orang terdekatnya semakin merasa dirinya tidak memiliki siapa-siapa untuk membantunya. Perasaan-perasaan negatif dalam dirinya semakin muncul dan banyak hingga pada akhirnya mahasiswa baru dan pendatang tersebut menjadi depresi karena merasa tidak berguna (Peplau dan Perlman, 1982). Pada akhirnya, mahasiswa baru dan pendatang ini perlahan-lahan akan merasa kesepian. Tidak adanya teman untuk berbagi, jauhnya dengan kerabat dekat, dan adanya perasaan tidak berguna meningkatkan kesepian yang dialami oleh mahasiswa tersebut (Taylor, 2009).

Kesepian yang dialami tersebut berdampak terhadap perilaku-perilaku yang dimunculkan. Mahasiswa baru dan pendatang yang mengalami kesepian tersebut akan menampakan perilaku negatif seperti menjauhi kelompok, menjadi lebih pendiam ketika terlibat dalam percakapan, dan gugup ketika menghadapi teman (Peplau dan Perlman, 1982).

Dari deskripsi data diatas juga dapat dijelaskan bahwa mahasiswa baru dan pendatang di Yogyakarta mengalami kesepian yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai empirik lebih rendah dari nilai teoretik pada deskripsi data diatas. Rendahnya perasaan kesepian yang dialami oleh mahasiwa disebabkan oleh tingginya kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut.

Ada beberapa penelitian yang mendukung dalam hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan dari Santrock (2002)


(75)

yang mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi perasaan kesepian adalah dengan memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik. Selain itu, Realita (2014) juga mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa membangun relasi yang baik dapat membantu seseorang dalam mengatasi kesepian. Dalam membangun relasi tentu dibutuhkan komunikasi yang baik antar individu sehingga relasi yang terjalin baik dan kesepian dapat hilang. Salah satu cara agar komunikasi dapat berjalan dengan baik ialah dengan kompetensi komunikasi masing-masing pribadi. Dengan memiliki kompetensi komunikasi yang baik seperti yang diungkapkan Arroyo (2010) dapat membantu individu diterima dilingkungan barunya.

Individu yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik dapat mengembangkan relasinya tanpa takut ketika ditempatkan disebuah lingkungan yang baru. Dengan menyadari memiliki kompetensi komunikasi yang baik, mahasiswa tersebut optimis dalam membangun sebuah relasi yang baru dalam lingkungan barul. Hal tersebut sejalan juga dengan hasil penelitian Carolyn dan Russel (dalam Sears, 1985) yang mengungkapkan bahwa beberapa mahasiswa yang berhasil mengatasi kesepiannya dikarenakan mereka optimis akan mendapat teman baru di lingkungan barunya.

Selain itu melihat hasil dari tabel 9 dan 10, ditunjukkan bahwa mahasiwa perempuan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan nilai empirik yang cukup berarti. Dari data tersebut menjelaskan bahwa penelitian Borys dan Perlman (1985) yang mengungkapkan bahwa perempuam lebih sering


(1)

A. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov

a

Shapiro-Wilk

Statistic

df

Sig.

Statistic

df

Sig.

Kesepian

.085

76

.200

*

.988

76

.706

Kompetensi

Komunikasi

.094

76

.091

.976

76

.150

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

A. Uji Normalitas pada Mahasiswa Baru dan Pendatang Laki-laki di

Yogyakarta

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. kesepian .079 35 .200* .987 35 .952 kompetensi .108 35 .200* .974 35 .577 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

B. Uji Normalitas pada Mahasiswa Baru dan Pendatang Perempuan di

Yogyakarta

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. kesepian .091 41 .200* .964 41 .220 kompetensi .127 41 .094 .968 41 .298 a. Lilliefors Significance Correction


(2)

C. Uji Linieritas

D. Uji Linieritas pada Mahasiswa Baru dan Pendatang Laki-laki di

Yogyakarta

ANOVA Table Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. kesepian *

kompetensi

Between Groups

(Combined) 1124.852 18 62.492 1.972 .089 Linearity 339.732 1 339.732 10.721 .005 Deviation from

Linearity 785.121 17 46.184 1.457 .228 Within Groups 507.033 16 31.690

Total 1631.886 34

ANOVA Table

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

Kesepian *

Kompetensi

Komunikasi

Between

Groups

(Combined)

1207.444 20 60.372 1.972 .025

Linearity

567.193

1 567.193 18.525 .000

Deviation

from

Linearity

640.251 19 33.697 1.101 .376

Within Groups

1683.964 55 30.618


(3)

E. Uji Linieritas pada Mahasiswa Baru dan Pendatang Perempuan di

Yogyakarta

ANOVA Table Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. kesepian *

kompetensi

Between Groups

(Combined) 469.393 17 27.611 .815 .663 Linearity 232.468 1 232.468 6.863 .015 Deviation from

Linearity 236.924 16 14.808 .437 .954 Within Groups 779.095 23 33.874


(4)

Lampiran 6

Uji Hipotesis


(5)

A. Uji Hipotesis Kompetensi Komunikasi dan Kesepian pada Mahasiswa

Baru dan Pendatang di Yogyakarta

Correlations

Kesepian

Kompetensi

Komunikasi

Kesepian

Pearson Correlation

1

-.443

**

Sig. (1-tailed)

.000

Sum of Squares and

Cross-products

2891.408

-1112.763

Covariance

38.552

-14.837

N

76

76

Kompetensi

Komunikasi

Pearson Correlation

-.443

**

1

Sig. (1-tailed)

.000

Sum of Squares and

Cross-products

-1.113E3

2183.105

Covariance

-14.837

29.108

N

76

76


(6)

B. Uji Hipotesis Kompetensi Komunikasi dan Kesepian pada Mahasiswa

Baru dan Pendatang di Yogyakarta pada Perempuan

Correlations Kesepian Perempuan Kompetensi Komunikasi Perempuan Kesepian Perempuan

Pearson Correlation 1 -,432** Sig. (1-tailed) ,005

N 41 41

Kompetensi Komunikasi Perempuan

Pearson Correlation -,432** 1 Sig. (1-tailed) ,005

N 41 41

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

C. Uji Hipotesis Kompetensi Komunikasi dan Kesepian pada Mahasiswa

Baru dan Pendatang di Yogyakarta pada Laki-Laki

Correlations Kesepian Laki-Laki Kompetensi Komunikasi Laki-Laki Kesepian Laki-Laki

Pearson Correlation 1 -,456** Sig. (1-tailed) ,006

N 35 35

Kompetensi Komunikasi Laki-Laki

Pearson Correlation -,456** 1 Sig. (1-tailed) ,006

N 35 35