MASKER EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) MENGHAMBAT PENINGKATAN TEBAL STRATUM KORNEUM DAN PENURUNAN TINGGI PAPILA DERMIS TIKUS WISTAR YANG DIPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B.
TESIS
MASKER EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia
mangostana L.) MENGHAMBAT PENINGKATAN TEBAL
STRATUM KORNEUM DAN PENURUNAN TINGGI PAPILA
DERMIS TIKUS WISTAR YANG DIPAPAR SINAR
ULTRAVIOLET B
MONICA PRANOTO
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
TESIS
MASKER EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia
mangostana L.) MENGHAMBAT PENINGKATAN TEBAL
STRATUM KORNEUM DAN PENURUNAN TINGGI PAPILA
DERMIS TIKUS WISTAR YANG DIPAPAR SINAR
ULTRAVIOLET B
MONICA PRANOTO NIM 1490761024
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(3)
2016
MASKER EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia
mangostana L.) MENGHAMBAT PENINGKATAN TEBAL
STRATUM KORNEUM DAN PENURUNAN TINGGI PAPILA
DERMIS TIKUS WISTAR YANG DIPAPAR SINAR
ULTRAVIOLET B
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
MONICA PRANOTO NIM 1490761024
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(4)
2016
Lembaran Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL: 20 APRIL 2016
PEMBIMBING I,
Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila,Sp.And, FAACS NIP.194612131971071001
PEMBIMBING II,
Prof.Dr.dr. J. Alex Pangkahila,M.Sc,Sp.And NIP. 194402011964091001
Mengetahui
Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana,
Universitas Udayana,
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc, SpGK NIP.195805211985031002
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP.195902151985102001
(5)
Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Penguji Pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 20 April 2016
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No :
Tanggal :
Penguji Tesis adalah :
Ketua : Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS Anggota :
1. Prof.Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And
2. Dr. dr. A.A.G.P Wiraguna, Sp.KK (K)., FINSDV, FAADV 3. dr. AAA.N. Susraini, Sp.PA (K)
(6)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : dr. Monica Pranoto
NIM : 1490761024
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Anti – Aging Medicine)
Judul : Masker Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Menghambat Peningkatan Tebal Stratum Korneum dan Penurunan Tinggi Papila Dermis Tikus Wistar yang Dipapar Sinar Ultraviolet B
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang – undang yang berlaku.
Surabaya, 20 April 2016
Yang membuat pernyataan,
(7)
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Masker Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Menghambat Peningkatan Tebal Stratum Korneum Dan Penurunan Tinggi Papila Dermis Tikus Wistar Yang Dipapar Sinar Ultraviolet B” sesuai waktu yang direncanakan.
Tesis ini disusun dalam rangka menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman yang dapat memperluas wawasan serta menjadi pengalaman berharga dalam proses pembelajaran hidup, baik dari segi ilmiah maupun sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dan hadir pada saat-saat yang sulit. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas pendidikan dan kesempatan kepada Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa di Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc, SpGK selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana yang selalu memberikan dorongan, wawasan dan ide-ide yang cemerlang dan telah memberi kemudahan serta kelancaran pelaksanaan perkuliahan sampai dengan penyelesaian tesis ini.
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And, FAACS, selaku pembimbing I yang dengan tulus bersedia meluangkan waktu untuk memberikan dorongan,
(8)
semangat, bimbingan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And, selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian telah banyak memberikan dorongan, bimbingan dan masukan yang sangat teliti terutama mengenai metodologi penelitian kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
Dr. dr. A.A.G.P. Wiraguna, Sp.KK (K)., FINSDV, FAADV selaku penguji yang sangat teliti mengkoreksi tesis ini dan memberikan banyak sekali masukan yang positif baik saat akan mulai penelitian sampai penulisan, untuk lebih menyempurnakan tesis ini.
dr. AAA.N. Susraini, Sp.PA (K) selaku penguji yang dengan bersemangat membimbing dan banyak memberikan masukan serta pengajaran yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan tesis ini.
Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes, selaku penguji yang banyak membimbing dan memberikan masukan yang kritis serta pengajaran yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan tesis ini.
Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK, Sp.Erg selaku pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan yang berguna untuk penulisan tesis ini.
dr. I Gusti Ayu Dewi Ratnayanti, M.Biomed (AAM) yang telah banyak menyumbang pikiran positif yang sangat berguna bagi penulis serta banyak memberi bantuan tanpa kenal lelah selama penelitian sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat berjalan dengan lancar.
dr. IGK Nyoman Arijana, M.Si.Med dari bagian Histologi FK Udayana yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
Ni Putu Ayu Dewi Wijayanti, S.Farm., M.Si., Apt., dari bagian Laboratorium Teknologi Formulasi Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana Jimbaran yang telah banyak membantu dalam pembuatan ekstrak dan masker peel off kulit buah manggis.
(9)
Bapak I Gede Wiranatha selaku staf di Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah banyak membantu selama melakukan penelitian di Bagian Farmakologi FK Universitas Udayana.
Para dosen dan pengajar Ilmu Biomedik FK UNUD, dr. Magdalena Mercyana Tjahyanto, dr. Cheria Valentina, dr. Ivonne Kurniawan, dr. Mulik Liza Rachmi, dr. Suarni, dr. Ellen Destrisa R, dr. Adeline Ivana Dewi, dr. Astrid Karina Danumihardjo, dr. Sissy Yunita Surya, dr. Astrid Tanumihardja dan teman-teman seperjuangan Program Magister Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine angkatan 9 dan seluruh karyawan bagian Ilmu Biomedik ( Pak Edy, Geg Wah, Mb Amie, Mb Yethi, Geg Eni) yang selalu memberikan semangat dan telah banyak membantu selama pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini.
Keluarga tercinta, Papi, Mami, drg. Kartika Purnama dan Ivana Pauline Handojo serta pasangan tercinta, dr. Wahyu Prabowo atas doa, dukungan, pengertian, nasehat dan motivasi serta ikut merasakan suka duka penulis selama menjalankan pendidikan Program Magister Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine di FK UNUD.
Dominikus Yosefino Mario yang dengan semangat, kesabaran dan ketulusan hati sangat banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan Program Magister Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine di FK UNUD.
Penulis juga sangat berterima kasih kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan rahmatNya.
Tiada gading yang tak retak, tesis ini memang masih jauh dari sempurna. Saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan hati terbuka untuk kelengkapan dan lebih baiknya laporan tesis ini. Besar harapan penulis, semoga hasil penelitian ini akan banyak bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi ilmu pengetahuan. Tuhan memberkati kita semua.
Surabaya, April 2016
Penulis
(10)
ABSTRAK
MASKER EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) MENGHAMBAT PENINGKATAN TEBAL STRATUM KORNEUM DAN PENURUNAN TINGGI PAPILA DERMIS TIKUS WISTAR YANG DIPAPAR
SINAR ULTRAVIOLET B
Radikal bebas adalah salah satu penyebab penuaan dini dan terjadinya stress oksidatif. Sinar UV-B dapat menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stress oksidatif dan kerusakan pada kulit, sehingga tubuh memerlukan antioksidan agar dapat mencegah dan meredam radikal bebas tersebut. Salah satu zat yang memiliki kapasitas sebagai antioksidan adalah ekstrak kulit buah manggis. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian ekstrak kulit buah manggis secara topikal dapat menghambat peningkatan tebal stratum korneum dan tinggi papila dermis pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan
post-test only control group design. Variabel bebas adalah dosis pajanan sinar UV-B dan
masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis, serta variabel tergantung adalah tebal stratum korneum dan tinggi papila dermis. Sebanyak 30 ekor tikus Wistar (Rattus
norvegicus) yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok yang
masing-masing terdiri dari 10 ekor tikus, yaitu satu kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan dan dua kelompok perlakuan yaitu kelompok 2 diolesi bahan dasar masker gel peel off, kelompok 3 diolesi masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis. Semua kelompok perlakuan diberikan paparan sinar UVB dengan dosis total 840 mJ/cm2 selama 4 minggu, kemudian dilakukan eksisi jaringan kulit tikus untuk pemeriksaan tebal stratum korneum dan tinggi papila dermis. Untuk menganalisis adanya perbedaan perlakuan pada taraf kemaknaan <0,05 digunakan uji One way Anova dan dilanjutkan dengan post hoc test dan beda nyata terkecil.
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok-2 terjadi peningkatan rerata tebal stratum korneum sebesar 110.97 µm dibandingkan dengan kelompok kontrol (103.11 µ m) dan kelompok-3 (87.76 µ m). Terdapat penurunan rerata tinggi papila dermis sebesar 85.34 µ m yang bermakna pada kelompok 2 dibandingkan dengan kelompok kontrol (244.91 µ m) dan kelompok 3 (186.63 µm) (p<0,05). Pada kelompok 3 terjadi penurunan rerata tebal stratum korneum sebesar 87.76 µ m yang bermakna dibandingkan dengan kelompok 1 dan 2 serta peningkatan rerata tinggi papila dermis sebesar 186.63 µ m yang bermakna dibandingkan dengan kelompok 2 (p<0,05).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis pada 30 ekor tikus wistar yang dipapar sinar UV-B selama 4 minggu dapat menghambat peningkatan tebal stratum korneum dan penurunan tinggi papila dermis. Kata kunci : masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis, tebal stratum korneum, tinggi papila dermis, sinar UV-B.
(11)
ABSTRACT
EXTRACT MANGOSTEEN RIND (Garcinia mangostana L.) MASK INHIBIT INCREASE OF STRATUM CORNEUM THICKNESS AND DECREASE THE
HEIGHT OF DERMAL PAPILLAE IN WISTAR RATS WAS EXPOSED BY UV-B RADIATION
Free radicals are one of the causes of premature aging and oxidative stress. UV-B exposure can cause Reactive Oxygen Species (ROS) that can cause oxidative and damage to the skin, therefore the body needs antioxidant so that it can prevent and minimize the free radicals. One substance that have a very good antioxidant is the extract of gracinia mangostana rind.This study aims to prove the mangosteen rind extract topically can inhibits increase of stratum corneum thickness and decrease the height of dermal papillae in wistar rats exposed by UV-B radiation.
This experimental study has been conducted as post-test only control group design. The independent variables were doses of UV-B radiation and extract and peel off gel mask of mangosteen rind, as well as dependent variables were stratum corneum thickness and the height of dermal papillae. As many as 30 male rats (Rattus norvegicus)
wistar strain used in this research was divided into three groups, each consisting of ten rats. Group 1 was the control group which were not given treatment and two treatment group consist of Group 2, used vehicle topically; the Group 3 which use the extract and peel off gel mask of mangosteen rind. All the treatment groups were exposed to UV-B rays with a total dose of 840 mJ/cm2. Following treatment for 4 weeks, excision of skin tissue were collected for examination of stratum korneum thickness and the height of dermal papillae. The data obtained were analyzed with one way ANOVA and least
significant difference (LSD) at a significance level of <0.05.
The result showed that in the second group, there was a significant increase in the level of stratum corneum thickness (110.97µ m) as compared to those in control group (103.11µ m) and the third group (87.76µ m). And also significant decrease in the level of dermal papillae height (85.34µ m) as compared to those in control group (244.91µm) and the third group (186.63µm). A significant decrease in the level of strartum corneum were observed in Group 3 as compared to that in group 1 and 2, also significant increase in the level of dermal papillae height as compared to that in group 2(p<0,05).
This study concluded that administration of extract and peel off gel mask of mangosteen rind to the 30 wistar rats that were exposed to UVB radiation for 4 weeks blocks the increase in stratum corneum thickness and decrease the height of dermal papillae.
Keywords : extract and peel off gel mask of mangosteen rind, stratum corneum thickness, the height of dermal papillae, UV-B radiation.
(12)
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... ... i
PRASYARAT GELAR ... ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... ... vi
ABSTRAK ... ... x
ABSTRACK ... ... xi
DAFTAR ISI ... ... xii
DAFTAR TABEL ... ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... ... xix
DAFTAR SINGKATAN ... ... xx
BAB I. PENDAHULUAN ... ... 1
1.1 Latar Belakang .... ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 6
2.1 Penuaan (Aging) ... 6
2.1.1 Definisi ... ... 6
2.1.2 Patogenesis Penuaan ... 6
2.1.2.1 Teori Terjadinya Proses Penuaan ... 6
2.1.2.2 Proses Penuaan Pada Kulit ... 9
2.2 Kulit ... ... 10
2.2.1 Definisi dan Anatomi Kulit ... 10
(13)
2.2.1.2 Lapisan Dermis ... 14
2.2.1.3 Lapisan Subkutan ... 15
2.2.2 Stratum Korneum ... 15
2.2.3 Papila Dermis ... 18
2.2.4 Perubahan Histologis Epidermis dan Dermis Akibat Photoaging ... ... 20
2.3 Sinar Ultraviolet ... ... 21
2.4 Radikal Bebas dan Photoaging ... ... 22
2.5 Peranan Antioksidan pada Photoaging ... 25
2.5.1 Definisi Antioksidan ... 25
2.5.2 Jenis Antioksidan ... 26
2.5.3 Klasifikasi Antioksidan ... 27
2.5.4 Mekanisme Kerja Antioksidan ... 28
2.6 Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 30
2.6.1 Klasifikasi Tanaman... 30
2.6.2 Nama Daerah ... 31
2.6.3 Deskripsi Buah Manggis ... 32
2.6.4 Kandungan Kimia Kulit Buah Manggis ... 33
2.6.4.1 Xanthone ... 33
2.6.4.2 Flavonoid ... 34
2.6.4.3 Tannin ... 35
2.6.4.4 α-mangostin ... 35
2.6.4.5 Antosianin ... 36
2.6.4.6 Saponin ... 36
2.6.5 Manfaat Kulit Buah Manggis ... 37
2.6.6 Aktifitas Farmakologi ... 37
2.7 Masker Wajah Gel Peel Off ... 39
2.7.1 Polivinil Alkohol (PVA) ... 41
2.7.2 Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) ... 43
2.7.3 Gliserin ... 44
(14)
2.7.5 Propil Paraben ... 47
2.7.6 Akuades ... 48
2.8 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis(Garcinia Mangostana L.) 49 2.9 Formulasi dan Evaluasi Masker Gel Peel Off Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) ... 51
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN . 53 3.1 Kerangka Berpikir ... 53
3.2 Konsep Penelitian ... 55
3.3 Hipotesis Penelitian ... 55
BAB IV. METODE PENELITIAN ... 56
4.1 Rancangan Penelitian... 56
4.2 Parameter yang Diamati ... 57
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57
4.3.1 Lokasi Penelitian ... 57
4.3.2 Waktu Penelitian ... 57
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 58
4.4.1 Populasi Penelitian ... 58
4.4.2 Sampel Penelitian ... 58
4.4.2.1 Kriteria Inklusi ... 58
4.4.2.2 Kriteria Drop Out ... 58
4.4.3 Penentuan Besar Sampel ... 59
4.5 Variabel Penelitian ... 59
4.5.1 Identifikasi Variabel ... 59
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ... 59
4.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 63
4.6.1 Alat Penelitian ... ... 63
4.6.2 Bahan Penelitian ... 64
4.7 Prosedur Penelitian ... 65
4.7.1 Sebelum Perlakuan ... 65
4.7.2 Saat Perlakuan ... 66
(15)
4.8 Alur Penelitian ... ... 71
4.9 Analisis Data ... ... 72
BAB V. HASIL PENELITIAN ... ... 73
5.1 Tebal Stratum Korneum ... 73
5.2 Tinggi Papila Dermis ... 75
BAB VI. PEMBAHASAN ... ... 79
6.1 Tebal Stratum Korneum ... 79
6.2 Tinggi Papila Dermis ... 82
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 86
7.1 Simpulan ... ... 86
7.2 Saran ... ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... ... 87
LAMPIRAN - LAMPIRAN ... ... 97
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perubahan Histologi Epidermis Akibat Photoaging ... 20
2.2 Perubahan Histologi Dermis Akibat Photoaging ... 20
2.3 Hasil Evaluasi Masker Gel Peel Off Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 52
4.1 Jadwal Paparan, Dosis dan Lama Paparan Sinar UVB ... 67
5.1 Perbedaan Rerata Tebal Stratum Korneum Tikus Wistar ... 74
(17)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Anatomi Kulit Manusia ... ... 11
2.2 Lapisan Epidermis pada Kulit Tebal ... 13
2.3 Lapisan Epidermis pada Kulit Tipis ... 14
2.4 Gambar Tepi Atas dan Tepi Bawah Stratum Korneum ... 17
2.5 Papila Dermis ... ... 19
2.6 (A) Pohon Buah Manggis ... 31
(B) Buah Manggis ... ... 31
2.7 Struktur Umum Xanton ... 34
2.8 Struktur Umum Flavonoid ……… ... 35
3.1 Kerangka Konsep ... ... 55
4.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 56
4.2 Alur Penelitian ... ... 71
5.1 Profil Tebal Stratum Korneum Tikus Wistar ... 73
5.2 Tebal Stratum Korneum Tikus Wistar dengan Pengecatan Hematoxillin Eosin 75 5.3 Profil Tinggi Papila Dermis Tikus Wistar ... 76 5.4 Tinggi Papila Dermis Tikus Wistar dengan Pengecatan Hematoxillin Eosin…. 78
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ... 97
2. Determinasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 98
3. Kadar α-Mangostin Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 99
4. Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 104
5. Hasil Analisis Kadar Antioksidan dan IC 50% Ekstrak Kulit Buah Manggis .. 108
6. Hasil Analisis Kuantitatif Flavonoid dan Fenol ... 109
7. Data Hasil Penelitian Tebal Stratum Korneum dan Tinggi Papila Dermis Pada Tikus Wistar ………. ... 110
8. Analisis Statistik Hasil Uji Normalitas Tebal Stratum Korneum dan Tinggi Papila Dermis Pada Tikus Wistar yang dipapar sinar UVB ... 111
9. Hasil Uji Homogenitas Tebal Stratum Korneum dan Tinggi Papila Dermis Pada Tikus Wistar yang Dipapar Sinar UVB ... 113
10. Uji One Way Anova Tebal Stratum Korneum dan Tinggi Papila Dermis Pada Tikus Wistar yang dipapar sinar UVB ... 114
11. Hasil Analisis Komparasi Tebal Stratum Korneum dan Tinggi Papila Dermis Pada Tikus Wistar yang dipapar sinar UVB ... 115
(19)
DAFTAR SINGKATAN
BHA : Butil Hidroksi Anisol BHT : Butil Hidroksi Toluen
Cu : Cuprum
DEJ : Dermal-epidermal junction DNA : Deoxyribonucleic Acid
Fe : Ferrum
HE : Hematoxilin Eosin
HPMC : Hidroksipropil Metil Selulosa
NADPH : Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phospate PVA : Polyvinil Alkohol
ROS : Reactive Oxygen Species SOD : Superoxide Dismutase SC : Stratum Corneum
TBHQ : Ter-butil Hidoksi Quinon TEWL : Trans Epidermal Water Loss UV : Ultraviolet
UVA : Ultraviolet A UVB : Ultraviolet B UVC : Ultraviolet C
(20)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan adalah suatu proses yang terjadi dalam kehidupan manusia. Kita berharap dapat melewati penuaan dalam kondisi sehat dan tanpa keluhan penyakit. Penuaan sebenarnya dapat dicegah dan atau dihambat sehingga meskipun usia bertambah tetapi tetap dapat menjalani kehidupan dengan baik. Melalui konsep Anti Aging Medicine, masalah-masalah penuaan dapat diatasi sehingga kualitas hidup tetap terjaga dengan baik.
Penuaan terjadi oleh karena ada faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi penumpukan radikal bebas, hormon yang berkurang, glikosilasi, metilasi, apoptosis, imunitas yang menurun dan genetik. Faktor eksternal meliputi gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Faktor-faktor di atas berasal dari berbagai teori penuaan yang diajukan oleh para ahli. Teori radikal bebas adalah salah satu yang berkembang luas dan digunakan untuk menjelaskan proses penuaan (Pangkahila, 2007).
Kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara langsung memperlihatkan terjadinya proses menua. Proses penuaan kulit yang lebih cepat dari seharusnya disebut premature aging (penuaan dini). (Cunningham, 2003; Soepardiman, 2003). Photoaging merupakan proses penuaan dini pada kulit yang disebabkan paparan sinar ultraviolet secara terus menerus dalam waktu
(21)
2
yang lama. (Fisher et al., 2001; Rabe et al., 2006).
Diperkirakan bahwa sekitar 50% kerusakan yang disebabkan oleh UV terjadi karena pembentukan radikal bebas, sedangkan kerusakan seluler langsung dan mekanisme lainnya merupakan penyebab untuk sisanya (Rabe et al., 2006). Kerusakan kulit pada photoaging dapat terjadi pada komponen epidermis, dermis maupun jaringan appendages kulit. Tanda – tanda klinis yang tampak pada kulit yang mengalami photoaging yaitu kulit kering, kasar, bersisik, kusam, kendor, adanya kerutan lebih dalam dan nyata, bintik – bintik hitam, pelebaran pembuluh darah, hingga timbulnya kanker kulit (Jusuf, 2005; Helfrich et al., 2008, Barel et al., 2009).
Kulit yang kering, kasar dan bersisik disebabkan oleh karena aktivitas metabolik yang menurun pada kulit yang menua, sebagai defisiensi fungsional dari stratum korneum. Secara histologis tampak adanya penebalan stratum korneum yang disebabkan karena hiperkeratinisasi dan deskuamasi stratum korneum yang lebih lambat (Tagami, 2008; Wiraguna , 2015).
Perubahan tinggi papila dermis disebabkan karena dermal-epidermal junction (DEJ) yang mendatar. Pendataran DEJ juga disebabkan karena MMP yang diinduksi sinar UV akan mendegradasi kolagen kulit dan merusak struktur dermis. Pertukaran nutrisi dan oksigen serta pembuangan produk-produk yang tidak diperlukan antara epidermis dan dermis menjadi terganggu dikarenakan luas permukaan antara epidermis dan dermis menurun karena pendataran DEJ. Secara klinis kulit menjadi rentan terhadap trauma oleh gesekan, kemampuan untuk penyembuhan luka menurun dan kulit menjadi kendor (Farage et al, 2013).
(22)
3
Radikal bebas mempunyai peranan yang besar dalam mekanisme kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Ada 4 cara untuk mengurangi kerusakan kulit dari radikal bebas akibat paparan sinar UV, yaitu 1) menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan, 2) memakai pakaian pelindung sinar matahari, 3) menggunakan tabir surya krim atau lotion yang mengandung antioksidan, 4) menggunakan antioksian baik secara sistemik maupun topikal (Wiraguna, 2015). Untuk itu, kulit membutuhkan antioksidan sebagai perlindungan tambahan dari kerusakan kulit, menghambat penuaan, dan memperbaiki penampilan kulit (Palmer dan Kitchin, 2010).
Pemanfaatan efek antioksidan pada sediaan yang digunakan untuk kulit wajah lebih baik bila diformulasikan dalam bentuk sediaan kosmetika topikal dibandingkan oral karena mampu memberikan efek lokal pada kulit (Draelos dan Thaman, 2006; Pouillot et al., 2011).
Manggis diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tomat, anggur, stroberi, jeruk, dan apel berdasarkan nilai Oxygen Radical Absorbance Capacity/ ORAC (Haytowitz dan Bhagwat, 2010). Penelitian melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan (Moongkarndi et al., 2004). Kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak kulit buah manggis diantaranya senyawa golongan alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, tanin, steroid/ triterpenoid, xanthone, fenol, antosianin, vitamin B1 20,66 mg, vitamin B2 1,79 mg, vitamin B6 0,948 mg, dan vitamin C 17,92 mg (Zhou et al., 2011; Pasaribu et al., 2012).
(23)
4
berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker wajah peel off (Shai et al., 2009). Ekstrak kulit buah manggis diolah menjadi masker gel peel off dan telah dilakukan formulasi dan evaluasi fisika dan kimia dan didapatkan hasil telah memenuhi persyaratan sediaan yang baik (Iswari, 2011; Sukmawati, 2013).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah manggis dalam bentuk masker gel peel off pada penuaan kulit tikus secara histopatologi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah masker ekstrak kulit buah manggis menghambat peningkatan tebal stratum korneum tikus wistar yang dipapar sinar ultraviolet B?
2. Apakah masker ekstrak kulit buah manggis menghambat penurunan tinggi papila dermis tikus wistar yang dipapar sinar ultraviolet B?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah dengan pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat photoaging pada kulit tikus wistar yang dipapar sinar ultraviolet B
(24)
5
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa :
1. Masker ekstrak kulit buah manggis menghambat peningkatan tebal stratum korneum tikus wistar yang dipapar sinar ultraviolet B.
2. Masker ekstrak kulit buah manggis menghambat penurunan tinggi papila dermis tikus wistar yang dipapar sinar ultraviolet B.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi ilmiah tentang peranan ekstrak kulit buah manggis sebagai antioksidan yang memberikan efek protektif pada kulit akibat paparan UV-B, sehingga diharapkan dapat dipakai sebagai pencegahan pada proses photoaging.
(25)
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan (Aging) 2.1.1 Definisi
Penuaan adalah proses penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Sehingga tubuh tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan tidak dapat memperbaiki kerusakan tersebut. Proses penuaan ini akan terjadi pada seluruh organ tubuh , meliputi organ dalam tubuh dan organ terluar dan terluas tubuh, yaitu kulit. (Cunningham, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2007)
2.1.2 Patogenesis Penuaan
2.1.2.1 Teori Terjadinya Proses Penuaan (Klatz dan Goldman, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2008)
1. Teori Radikal Bebas
Banyak teori yang menjelaskan mengenai penuaan, yang paling banyak dianut adalah teori radikal bebas. Radikal bebas adalah elektron dalam tubuh yang tidak memiliki pasangan sehingga akan berusaha mencari pasangan agar dapat berikatan dan stabil. Sebelum mendapat pasangan radikal bebas akan terus menerus merusak sel tubuh termasuk sel tubuh normal. Hal tersebut mengakibatkan sel akan cepat rusak dan menua, bahkan mungkin dapat menimbulkan terjadi kanker atau keganasan. Radikal superoksid dan hidroksil akan terbentuk saat respirasi
(26)
7
mitokondria yang timbul akibat autooksidasi berbagai molekul intraseluler serta akibat pengaruh lingkungan seperti sinar ultraviolet. Enzim superoksid dismutase (SOD) yang dirusak oleh radikal bebas akan menyebabkab fungsi sel menurun dan rusak. Seiring bertambahnya umur, SOD akan menurun jumlahnya sehingga mengakibatkan antioksidan alami tubuh tidak mampu lagi menetralisir oksidan yang terbentuk. Proses penuaan pada kulit yang dipicu oleh sinar UV (photoaging) merupakan salah satu bentuk implementasi dari teori ini.
2. Teori Replikasi DNA (Deoxyribonucleic Acid Replication Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa proses menua merupakan akumulasi bertahap kesalahan dalam masa replikasi DNA. Kerusakan DNA akan menyebabkan pengurangan kemampuan replikasi DNA yang mempengaruhi masa hidup sel. Diperkirakan sekitar 50% DNA akan menghilang dari jaringan pada usia kira kira 70 tahun.
3. Teori Kelainan Alat (Orgel Error Theory)
Kesalahan transkripsi DNA akan dapat menghasilkan RNA yang tidak sempurna, hal tersebut mengakibatkan kelainan pada berbagai enzim dan protein intraseluler sehingga terjadi gangguan fungsi sel dan menyebabkan kerusakan atau kematian sel bersangkutan.
4. Teori Ikatan Silang (Cross Linkage Theory)
Proses menua terjadi akibat terbentuk ikatan silang yang progresif antara protein intraseluler dan interseluler seperti contoh pada serabut
(27)
8
kolagen. Ikatan silang ini akan meningkat dengan bertambahnya umur. Ikatan silang ini akan menyebabkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen pada membran basalis atau pada substansi dasar jaringan penyambung dan hal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi organ.
5. Teori Program Genetik
Teori ini mengatakan bahwa, organ tubuh kita sudah memiliki program genetik dalam DNA masing masing yang akan mengatur fungsi fisik dan mental masing - masing individu. Program ini yang akan menentukan berapa usia kita mulai menua, usia berapa kita akan meninggal. Setiap seakan memiliki bom waktu yang berdetik terus sampai masanya habis dan setelah itu meninggal.
6. Teori Endokrin
Proses menua dikendalikan oleh alat pacu antara lain timus, hipotalamus, hipofise, kelenjar tiroid yang bekerjasama mengatur keseimbangan hormonal dan regenerasi sel tubuh manusia. Jumlah produksi hormon adalah saling berinteraktif. Bilamana salah satu hormon produksinya berkurang akan menyebabkan produksi hormon yang lain dapat berubah, bisa berkurang dan bahkan malah bertambah. Ketidakseimbangan sistem hormonal menyebabkan proses penuaan.
7. Teori Telomerase
Telomer adalah rangkaian asam nukleat yang terdapat di ujung kromosom yang berfungsi sebagai penjaga keutuhan kromosom.
(28)
9
Setiap kali sel tubuh membelah maka telomer akan menjadi lebih pendek. Bila ujung telomer sudah terlalu pendek maka kemampuan sel untuk membelah atau mereparasi akan berkurang, melambat dan sel akhirnya tidak dapat membelah lagi atau mati.
2.1.2.2 Proses Penuaan pada Kulit
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang secara langsung akan memperlihatkan terjadinya proses penuaan. Penuaan kulit berlangsung secara perlahan. Penampilan kulit, kehalusan, elastisitas, warna serta kecerahannya memberikan gambaran usia seseorang. Penampilan kulit wajah tidak hanya sebagai pantulan penuaan kulit, namun juga mencerminkan perubahan akibat pengaruh penuaan ekstrinsik yang dapat membuat seseorang tampak lebih tua dari usianya (Breinneisen et al., 2002; Yaar dan Gilchrest, 2008).
Proses menua kulit terdiri atas dua hal yang saling berkesinambungan, yaitu:
1. Penuaan intrinsik (penuaan sejati/intrinsic aging )
Penuaan intrinsik merupakan proses menua fisiologik yang berlangsung secara alami, yang disebabkan oleh berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri misalnya genetik, ras dan hormonal. Faktor genetik, mempengaruhi awal terjadi proses menua pada seseorang. Faktor ras, terutama struktur kulit berperan dalam sistem pertahanan tubuh terhadap lingkungan. Faktor hormonal sangat erat kaitannya dengan usia. Proses alamiah ini tidak dapat dihindari (Soepardiman, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2007; Baumann dan Saghari, 2009)
(29)
10
2. Penuaan ekstrinsik (photoaging/extrinsic aging )
Penuaan ekstrinsik terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh. Faktor lingkungan seperti pajanan sinar matahari / ultraviolet yang berlebihan, kelembaban udara, suhu, asap rokok, polusi dan berbagai faktor eksternal lainnya seperti cara perawatan kulit yang salah, penyakit menahun, gizi buruk, bahan tambahan pada makanan (pengawet, pewarna, pelezat makanan), kebiasaan merokok, minum alkohol maupun kopi secara berlebihan, sering mengalami stres, pajanan bahan-bahan kimia, penurunan berat badan yang terlalu cepat dan pemakaian kosmetik yang tak diperlukan, berulang-ulang dan berlangsung lama dapat mempercepat proses menua kulit. Lebih kurang 90% kulit menua dimulai pada usia 20 tahun. Proses ini dapat dicegah dengan menghindari faktor - faktor yang mempercepat proses tersebut. (Wlascheck et al, 2001; Chung et al, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2007; Baumann dan Saghari, 2009 )
2.2 Kulit
2.2.1 Definisi dan Anatomi Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasi organ lainnya dari lingkungan hidup manusia. Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi
(30)
11
dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).
Gambar 2.1 Anatomi Kulit Manusia (Mescher, 2009)
Kulit terdiri dari tiga lapisan yang mempunyai fungsi dan karakteristik berbeda. Ketiga lapisan tersebut yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutan/hipodermis .
2.2.1.1 Lapisan epidermis.
Lapisan kulit yang paling luar disebut epidermis. Epidermis sangat penting dalam kosmetika karena lapisan ini memberikan tekstur, kelembaban serta warna kulit. Sel penyusun utama lapisan epidermis adalah keratinosit. Keratinosit
(31)
12
diproduksi oleh lapisan sel basal. Apabila keratinosit matang akan bergerak ke lapisan di atasnya yang disebut dengan proses keratinisasi (Baumann dan Saghari, 2009). Epidermis merupakan epitel gepeng (skuamosa) ber lap is. Pada berbagai bagian tubuh, epidermis memiliki ketebalan yang berbeda, paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Lapisan epidermis terbagi dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5 lapisan, yakni (Chu, 2008; Mescher, 2013):
1. Lapisan Tanduk (Stratum Corneum)
Stratum korneum merupakan lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Lapisan Jernih (Stratum Lucidum)
Stratum lusidum berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
3. Lapisan berbutir-butir (Stratum Granulosum)
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas keratohialin. Granula keratohialin mengandung profilagrin dan akan berubah menjadi filagrin dalam dua sampai tiga hari. Filagrin akan terdegradasi menjadi molekul yang
(32)
13
berkontribusi terhadap hidrasi pada stratum korneum dan membantu penyerapan radiasi sinar ultraviolet.
4. Lapisan Malphigi (Stratum Spinosum atau Malphigi Layer)
Stratum spinosum (stratum malphigi) lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah.
5. Lapisan Basal (Stratum Germinativum atau Membran Basalis)
Merupakan lapisan paling bawah dari epidermis. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumner) yang tersusun vertikal berbaris seperti pagar pada perbatasan dermo-epidermal. Lapisan sel basal berfungsi melindungi epidermis dengan terus menerus memperbarui selnya.
(33)
14
2.2.1.2 Lapisan Demis
Merupakan lapisan yang terletak di antara lapisan epidermis dan subkutan. Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis, terdiri atas sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida.
Dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu: a) pars papilare, bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah; b) pars retikulare terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas asam hialuronat dan kondroitin sulfat, serta fibroblas.
Serabut kolagen dihasilkan oleh fibroblas, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin. Serabut elastin biasanya bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. Gambar 2.3 Lapisan epidermis pada kulit tipis (C=Stratum Corneum; S=Stratum
Spinosum; G=Stratum Granulosum, B=Stratum Basale; Ep=Epidermal Pegs; DP=Dermal Papillare; D=Dermis) (Mescher, 2009)
(34)
15
Retikulin mirip dengan kolagen muda (Chu, 2008). Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam dermis terdapat juga folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang tedapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.2.1.3Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan atau hipodermis terdapat di antara dermis dan jaringan serta organ di bawahnya. Lapisan ini terdiri dari sebagian besar jaringan adiposa dan merupakan tempat penyimpanan lemak tubuh. Lapisan ini juga memiliki fungsi sebagai pengikat kulit dengan permukaan di bawahnya, menyerap guncangan dari benturan kulit, dan menyediakan penyekatan suhu (Pack, 2007).
2.2.2 Stratum Korneum
Di antara berbagai fungsi kulit, fungsi yang paling vital dijalankan oleh stratum korneum (SC). SC merupakan lapisan paling superfisial dari epidermis. Pada lapisan ini, keratinosit yang sudah matang akan mengalami proses keratinisasi. Lapisan ini memberikan perlindungan mekanik pada kulit dan sebagai barier untuk mencegah kehilangan air pada kulit atau untuk mencegah terjadi transepidermal water loss (TEWL) (Baumann dan Saghari, 2009). Sehingga dapat mempertahankan hidrasi kulit yang menyebabkan kulit tetap lembut dan lembab bahkan dalam lingkungan yang sangat kering sekalipun (Elias, 2004; Fore-Pflinger, 2004).
(35)
16
SC secara efektif melindungi tubuh kita dari lingkungan yang kering dan dari faktor – faktor eksternal yang merusak, meskipun SC merupakan membran barier biologis yang tipis dengan ketebalan kurang dari 20µ m. SC terdiri dari kumpulan sel kulit mati yang bentuknya cenderung pipih dari keratinosit epidermis dan interseluler lipid lamellae. Korneosit dilapisi oleh lapisan keras yang mengalami kornifikasi oleh protein-protein yang berada dalam ikatan silang, terdiri dari kadar ceramide yang hampir sama, asam lemak bebas rantai panjang, dan kolesterol. Bagian dari ceramide dan lapisan korneosit dewasa yang mengalami kornifikasi menjadikan SC sebagai membran barier yang padat.
SC tersusun dari 15 lapisan korneosit yang tersusun rapat pada sebagian besar area tubuh kecuali beberapa bagian tertentu seperti wajah dan area kelamin yang SC nya jauh lebih tipis yakni terdiri dari <10 lapisan sel. Atau area palmoplantar yang SC nya sangat tebal, terdiri dari lapisan sel >50 lapis. Pada umumnya, korneosit yang terletak di permukaan kulit mengalami deskuamasi dengan kecepatan satu lapisan sel per hari, sementara korneosit lapisan di bawahnya yang baru terbentuk akan menambah lapisan yang berada di atasnya. Jadi, waktu pergantian (turnover) SC pada hampir sebagian besar tubuh individu usia muda adalah sekitar 2 minggu, yang menyebabkan seluruh SC secara total tergantikan oleh korneosit yang baru terbentuk (Chuong, 2002; Oaklander et al, 2005; Tagami, 2008).
SC merupakan sel yang tidak berinti mengandung banyak protein (profilagrin, filagrin dan granula keratohialin) (Byun et al, 2011). Protein filaggrin penting dalam menjaga fungsi barier kulit yang efektif. Profilaggrin, disintesis di
(36)
17
lapisan granular epidermis, merupakan komponen utama keratohyalin. Melalui berbagai modifikasi post translational, profilaggrin dikonversikan ke filaggrin, yang menggabungkan antara filamen keratin di lapisan bawah korneum. Filaggrin adalah proteolyzed dan dimetabolisme menghasilkan asam amino bebas yang dapat berperan penting sebagai senyawa yang mengikat air di atas SC.
Siklus normal dari kulit, hidrasi dan dehidrasi berperan dalam deskuamasi normal. Pada kulit yang terpapar sinar matahari secara kronis dan terus menerus dapat menyebabkan siklus ini terganggu (Schwartz, 2001). Deskuamasi SC yang lebih lambat dapat menyebabkan penurunan proliferasi epidermis. Hal ini menyebabkan SC menjadi lebih tebal, yakni terdiri dari korneosit yang membesar. Secara klinis kulit akan menjadi kering, kasar dan mudah terjadi kelainan pada kulit (Tagami, 2008).
(37)
18
2.2.3 Papila Dermis
Zona membran basalis yang membentuk perbatasan antara epidermis dan dermis disebut dermal-epidermal junction (DEJ). Lapisan ini berfungsi untuk melekatkan lapisan epidermis dan demis, mempertahankan terhadap kerusakan dari luar, serta mempertahankan integritas kulit. Penuaan pada kulit dapat menyebabkan perbatasan dermo-epidermal mendatar sehingga dapat menyebabkan tinggi papila dermis menurun. Papila dermis merupakan tonjolan jaringan dermis ke arah epidermis. Tinggi papila dermis adalah daerah dari tepi atas papila dermis hingga dasar bawah epidermal ridge (Giangreco et al, 2009).
Sel penyusun utama lapisan dermis adalah fibroblas yang mensintesis kolagen, elastin dan glikosaminoglikan. Selain itu, terdapat sel dendrosit, sel mast, makrofag dan limfosit. Fibroblas juga mensekresi enzim matriks metaloproteinase (MMP) yang dapat mendegradasi sebagian besar protein pada matriks ekstraseluler dermis (Chu, 2008).
Bertambahnya usia dan paparan sinar UV yang terus menerus menyebabkan jumlah fibroblas akan menurun, kemampuan membelahnya juga menurun, terjadi peningkatan produksi MMP yang semuanya menyebabkan terjadinya penurunan produksi dan jumlah kolagen serta komponen lainnya di dalam matriks ekstraseluler dermis. Dengan demikian, sinar UV yang menginduksi MMP akan mendegradasi kolagen kulit dan merusak integritas struktur dermis dan akan menyebabkan perbatasan dermo-epidermal mendatar (Seo dan Chung, 2006; Helfrich et al., 2008).
(38)
19
permukaan antara epidermis dan dermis menurun sehingga kulit menjadi rapuh karena berkurangnya nutrisi dan oksigen serta terganggunya pembuangan produk-produk yang tidak diperlukan. Hal ini sesuai dengan pengamatan klinis bahwa kulit pada usia tua menjadi keriput, kendor dan rentan terhadap trauma oleh gesekan dan kemampuan untuk penyembuhan luka menurun (Farage et al, 2013).
(39)
20
2.2.4 Perubahan Histologis Epidermis dan Dermis Akibat Photoaging
Perubahan yang terjadi pada epidermis dan dermis yang mengalami photoaging dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.1 Perubahan Histologis Epidermis Akibat Photoaging
Tabel 2.2 Perubahan Histologis Dermis Akibat Photoaging
Bagian Kulit Akibat photoaging
Lapisan epidermis Tebal
Sel – sel epidemis - Sel – sel tidak seragam
- Sel – sel terdistribusi tidak merata - Pembesaran berkala
Stratum korneum - Peningkatan lapisan sel
- Ukuran serta bentuk korneosit bervariasi Melanosit - Peningkatan jumlah sel
- Sel – sel bervariasi
- Peningkatan produksi melanosom
Sel – sel langerhans - Pengurangan sel dalam jumlah yang besar - Sel – sel bervariasi
Bagian Kulit Akibat photoaging
Jaringan elastin - Meningkat secara drastis
- Berubah menjadi massa yang tidak berbentuk Kolagen - Serat kolagen dan jaringan ikat ikut menurun
jumlahnya Retikular dermis:
Fibroblast Sel mast Sel inflamasi
- Semakin tebal - Meningkat dan aktif - Meningkat
- Berperan Pembuluh kapiler - Abnormal
(40)
21
2.3 Sinar Ultraviolet
Sinar matahari terdiri dari spectrum kontinu radiasi elektromagnetik yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu, sinar ultraviolet (45%), sinar tampak (5%), dan sinar inframerah (50%). Panjang gelombang sinar UV berada antara 100nm – 400nm. Radiasi UV dibagi menjadi 3 kategori tergantung pada panjang gelombangnya yaitu gelombang panjang (UVA), gelombang medium (UVB), dan gelombang pendek (UV-B) (Svobodova et al., 2006).
Sinar UV-A dengan spektrum 320-400 nm, adalah jenis radiasi yang lemah. 1000 kali lebih lemah daripada UV-B namun 100 kali lebih banyak mencapai permukaan bumi, sekitar 90-95% dari total radiasi sinar matahari yang berhasil sampai ke permukaan bumi. UV-A dapat menembus sampai kedalaman
1000 μm. Radiasi UV-A diserap sebagian besar pada lapisan epidermis, tetapi 20-30% mencapai bagian yang lebih dalam dermis kulit manusia. Dan bertanggung jawab atas timbulnya tumor kulit baik yang jinak maupun kanker (Svobodova et al., 2006).
Sinar UV-B dengan spektrum 280-320 nm, paling banyak menembus atmosfer bumi. Walaupun hanya 5% dari total radiasi sinar matahari, tetapi bertanggungjawab atas sebagian besar photodamage pada kulit. Sinar UV-B dapat memicu baik langsung maupun tidak langsung, kerusakan DNA, stres oksidatif, penuaan dini kulit dan berbagai efek terhadap sistem imun, serta memiliki efek penting terhadap timbulnya tumor kulit. Sinar UVB dapat menginduksi perubahan terutama pada lapisan epidermis, yang merupakan tempat dimana sebagian besar sinar UVB diserap. Sinar UVB dapat merusak DNA dalam
(41)
22
keratinosit dan melanosit, juga bertanggung jawab dalam munculnya thymidine dimer. Sel-sel yang terkena dampak dari sinar UVB akan muncul sebagai sel kulit yang terbakar (sunburn) yang terlihat 8 sampai 12 jam setelah paparan serta beberapa efek lainnya yang muncul seperti keratosis actinic, lentigo, karsinoma, dan melanoma (Svobodova et al., 2006; Ivic, 2008).
Sinar UV-C dengan spektrum 100-280 nm, adalah radiasi yang paling banyak diserap di lapisan ozon atmosfer bumi dan normalnya tidak mencapai permukaan bumi. Sinar UV-C memiliki potensi yang sangat besar dalam menyebabkan terjadinya kerusakan biologis dengan waktu yang sangat singkat. Panjang gelombang ini memiliki energi yang sangat hebat dan bersifat sangat mutagenik (Svobodova et al., 2006).
Radiasi UV-B yang mencapai kulit, 70 % diserap pada stratum korneum, 20% mencapai seluruh epidermis, dan hanya 10% mencapai bagian atas dermis. Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada epidermis, dan hanya 10% mencapai bagian atas dermis. Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada epidermis, tetapi 20-30% radiasi ini mencapai bagian yang lebih dalam dermis dibandingkan dengan UV-B. Walaupun UV-B memiliki panjang gelombang yang lebih pendek tetapi lebih efisien mencapai permukaan bumi, lebih kuat terserap pada epidermis dan lebih eritemogenik dibandingkan dengan
UV-A (Rigel, 2004).
2.4 Radikal bebas dan Photoaging
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lapisan terluarnya. Hal ini mengakibatkan
(42)
23
radikal bebas bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, lipida, karbohidrat dan DNA. Radikal bebas akan mengambil elektron dari molekul stabil terdekat sehingga mengakibatkan reaksi berantai pembentukan radikal bebas (Pangkahila, 2011; Hartanto, 2012).
Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Bahan radikal bebas dalam tubuh paling banyak berasal dari oksigen disebut sebagai ROS, yang dapat timbul dalam pembentukan energi dalam tubuh atau pada waktu netrofil menghancurkan benda asing dalam tubuh. Sebaliknya radikal bebas dari luar sebagian besar berasal dari sinar matahari (Pillai et al., 2005)
Adanya molekul oksigen (O2) dalam kulit yang terdapat pada bagian bawah epidermis merupakan target utama gelombang sinar UV yang masuk ke dalam kulit (Jenkins, 2000; Bicker dan Athar, 2006). Molekul oksigen bersifat unik karena elektron yang terdapat pada lapisan luar tidak lengkap berada dalam orbit elektron sehingga mempunyai kecenderungan untuk menarik eletron dalam melengkapi pasangan elektronnya. Sinar UV dapat berperan sebagai donatur elektron untuk molekul oksigen di epidermis (Schwarz, 2001).
Ketika kulit terkena sinar matahari, radiasi UV-B yang banyak terserap ke epidermis dan papila dermis dapat menghasilkan suatu senyawa berbahaya yaitu ROS, yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan oksidatif untuk komponen seluler seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria dan DNA.
UV-B dapat mengakibatkan terbentuknya ROS dengan berinteraksi langsung dengan DNA melalui induksi kerusakan DNA, berupa crosslinking basa
(43)
24
pirimidin yang berdekatan. Pembentukan ROS terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit setelah paparan UV, level hidrogen peroksida meningkat lebih dari dua kali lipat pada kulit. Hidrogen peroksida kemudian dengan cepat membentuk ROS lain, seperti radikal hidroksil. Keratinosit menunjukan terbentuknya NADPH oksidase, yang mengkatalisasi reduksi molekul oksigen menjadi anion superoksid. Hidrogen peroksida dan anion superoksid kemudian mengakibatkan oksidasi komponen sel yaitu DNA, protein, dan membran sel dan mengaktivasi jalur seluler sehingga menyebabkan stress oksidatif.
Cara kedua UV-B menimbulkan kerusakan yaitu dengan cara tidak langsung, melalui fotosensitisasi. Penyerapan energi UV pada fotosensitisasi akan merubah elektron pada kromosfor, menjadi singlet elektron sehingga terjadi produksi radikal bebas. Pada reaksi minoritas, superoksida anion juga diproduksi melalui fotosensitisasi, yang diikuti oleh dismutase ke hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tidak mampu menyebabkan kerusakan dengan sendirinya, akan tetapi dengan bantuan kation logam (Fe,Cu) hidroksil radikal yang dihasilkan oleh reaksi Fenton. Radikal bebas yang terbentuk akan berinteraksi dengan biomolekul seluler lainnya memprovokasi respon biologis akhir (Svobodova et al., 2006).
Aktivasi ROS ini menyebabkan stress oksidatif yang diinduksi UV yang merupakan penyebab photoaging (Fisher et al., 2001). Photoaging menggambarkan suatu efek kronis dari paparan sinar UV pada kulit. Tanda-tanda klinis photoaging seperti kulit kering, kulit menebal dan kasar, kerut lebih dalam dan nyata, bercak pigmentasi tidak teratur, pelebaran pembuluh darah
(44)
25
(telangiektasi) hingga timbulnya tumor jinak, prakanker maupun kanker kulit (Helfrich et al., 2008; Jusuf, 2005). Secara histologis tampak adanya penebalan stratum kornuem, perubahan pada tinggi papila dermis, jumlah glikosaminoglikan dan proteoglikan meningkat, serat kolagen berkurang, terjadi solar elastosis dan tampak adanya infiltrat radang (Gilchrest dan Krutmann, 2006).
2.5 Peranan Antioksidan pada Photoaging
2.5.1 Definisi Antioksidan
Antioksidan adalah substansi kecil yang mampu menetralkan radikal bebas dengan cara menstabilkan, menonaktifkan, atau meminimalkan reaksi oksidatif dalam sel akibat reaksi dari radikal bebas. Dalam hal ini senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor). (Priyadarsini, 2005; Halliwell dan Guttridge, 2007).
Makhluk hidup mempunyai mekanisme pertahanan yang sangat khusus yaitu berupa antioksidan untuk melindungi sel-sel jaringan dari efek negatif radikal bebas. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat larut dalam air (water soluble) atau larut dalam lemak (lipid soluble), ada yang diproduksi oleh tubuh sendiri dan ada juga yang hanya berasal dari luar tubuh. Semakin bertambah usia seseorang, maka kadar antioksidan di dalam tubuh semakin berkurang juga (Baynes dan Dominiczak, 2005).
(45)
26
2.5.2 Jenis Antioksidan
Berdasarkan mekanisme pencegahan dampak negatif oksidan, antioksidan dapat dibagi menjadi 2 golongan (Murray, 2009) yaitu :
1. Antioksidan Pencegah
Antioksidan pencegah adalah antioksidan yang berfungsi mencegah terbentuknya radikal yang paling berbahaya bagi tubuh. Yang termasuk dalam antioksidan pencegah adalah :
1. Super Oxide Dismutase (SOD) yang di tubuh manusia, yaitu yang berada di mitokondria (Mn SOD) dan sitoplasma (Cu Zn SOD) 2. Katalase (catalase) dalam sitoplasma dapat mengkatalisir H2O2
menjadi H2O dan O2. Komponen katalase adalah Fe.
3. Bermacam – macam enzim peroksidase, seperti glutation peroksidase yang dapat meredam H2O2 menjadi H2O melalui sistem siklus redoks glutation.
4. Senyawa yang mengandung gugusan sulfhidril (glutation, sistein, kaptopril) dapat mencegah timbunan radikal hidroksil dengan mengkatalisir menjadi H2O.
2. Antioksidan pemutus rantai ( Chain Breaking)
Antioksidan pemutus rantai adalah zat yang dapat memutuskan rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lemak. Antioksidan pemutus rantai dapat digolongkan menjadi:
(46)
27
1. Golongan antioksidan eksogen, contohnya : vitamin c, vitamin E dan betakaroten.
2. Golongan antioksidan endogen, contohnya : glutation dan sistein.
2.5.3 Klasifikasi Antioksidan
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik.
1. Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami (Hartanto, 2012). Senyawa antioksidan alami tumbuhan disebut juga phytoantioxidants (Pouillot et al., 2011). Contoh
antioksidan alami adalah vitamin C, vitamin E, dan -karoten.
2. Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Contoh antioksidan sintetik adalah BHA, BHT, dan TBHQ (Santoso, 2005).
Terdapat dua cara untuk memperoleh antioksidan yakni dari dalam tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen) (Hartanto, 2012) :
1. Antioksidan endogen dari bahan tubuh sendiri
a. Antioksidan Enzimatis misalnya, SOD, katalase, glutathion reduktase, glutathion peroksidase, glukosa 6 phosfatase dehidrogenase (G6PD), sistem sitokrom oksidase, peroksidase.
b. Sistem Antioksidan Non Enzimatis : glutathion, bilirubin, albumin, transferin, plasmin, feritin, sistein, dan lainnya.
(47)
28
dengan cara mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung
vitamin C dan E, -karoten maupun antioksidan sintetik seperti BHA, BHTdan TBHQ.
2.5.4 Mekanisme Kerja Antioksidan
1. Antioksidan Primer
Antioksidan primer bekerja dengan cara menetralisir radikal bebas dengan cara mendonasi satu elektronnya. Contohnya : SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas, CAT dan GPx. Sebenarnya enzim-enzim tersebut sudah ada dalam tubuh kita hanya saja untuk mendapatkan kerja yang maksimal harus dapat bantuan dari zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng dan tambaga. Jika ingin menghambat gejala dan penyakit degeneratif, maka sebaiknya memiliki ketersediaan mineral-mineral tersebut yang cukup dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari. Antioksidan ini bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal bebas yang baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang dampak negatifnya kurang,sebelum radikal bebasnya bereaksi. Karena kekurangan satu elektron maka molekul antioksidan itu akan menjadi radikal bebas yang baru. Radikal bebas yang baru terbentuk relatif stabil yang selanjutnya akam di netralisir oleh antioksidan lain seperti : vit C, vit E, LA, CoQ10, flavanoid, asam urat dan bilirubin (Moini et al., 2002).
(48)
29
2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan ini berfungsi menangkap berbagai senyawa dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Mekanisme ini bekerja dengan cara mengkelat ion logam, menghilangkan oksigen radikal, memecah reaksi rantai inisiasi, menyerap energi oksigen singlet, mencegah pembentukan radikal, menghilangkan dan atau mengurangi jumlah oksigen. Antioksidan yang termasuk dalam antioksidan sekunder ini adalah Vitamin E, Vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin, transferin, laktoferin, seruloplasma, Xanton dan albumin (Hartanto, 2012)..
3. Antioksidan Tertier
Antioksidan tertier ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas, dimana kerja dari antioksidan ini sebagai sistem enzim DNA repair dan metionin sulfoksida reduktase, sehingga protein yang telah teroksidasi di proses oleh sistem enzim proteolitik dan lipid teroksidasi dan diproses oleh enzim lipase, peroksidase (Pouillot et al., 2011).
Sinar ultraviolet menyebabkan photoaging melalui mekanisme pembentukan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan berbagai molekul jaringan mulai dari lipid, protein, lemak, dan DNA. Paparan sinar UV juga mengurangi kadar antioksidan tubuh seperti pada penuaan alami. Kulit secara alami memiliki sistem antioksidan baik enzimatik maupun nonenzimatik, tetapi peranannya sangat dipengaruhi oleh kondisi nutrisi dan juga antioksidan dari luar
(49)
30
(Pandel et al., 2013).
Oleh karena itu antioksidan secara teoritis seharusnya mampu mencegah terjadinya penuaan kulit akibat paparan sinar matahari. Diketahui bahwa pemberian antioksidan topikal mampu mengurangi kadar radikal bebas pada kulit. Natural antioksidan dapat menanggulangi photoaging dengan berperan sebagai sunscreen maupun regulator jalur sinyal kerusakan kulit akibat sinar UV. Penggunaan antioksidan baik secara oral maupun topikal juga terbukti dapat secara nyata mencegah bahkan mengembalikan keadaan kulit yang telah mengalami photoaging (Yaar dan Gilchrest, 2007). Antioksidan tersebut antara lain berasal dari golongan favonoid, seperti polifenol, catechin, antosianin, isoflavon, proantosianindin, serta golongan non flavonoid seperti asam monofenolik dan stilbene (Bosch et al., 2015).
2.6 Manggis (Garcinia mangostana L.) 2.6.1 Klasifikasi Tanaman
Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New Guinea, Kamboja, Thailand, Srilanka, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara (Nugroho, 2012). Daging buah manggis berwarna putih, bertekstur halus dan rasanya manis bercampur asam sehingga menimbulkan rasa khas dan segar. Bentuk fisik dari buah manggis
(50)
31
disajikan pada gambar 2.3 (Hadriyono, 2011)
Secara taksonomi, manggis diklasifikasikan sebagai berikut (Hadriyono, 2011)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Klasis : Dicotyledonaceae Ordo : Guttiferae
Famili : Guttiferae Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana Linn
Gambar 2.6 (A) Pohon Manggis; (B) Buah Manggis (Hadriyono, 2011)
2.6.2 Nama Daerah
Manggis memiliki nama daerah diantaranya Manggoita (Aceh), Manggista (Batak), Manggih (Minangkabau), Manggus (Lampung), Manggu
(A) (B(B)
(51)
32
(Sunda), Kirasa (Makasar), dan Manggis (Bali) (Pitojo dan Hesti, 2007).
2.6.3 Deskripsi Buah Manggis
Manggis merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia. Manggis menyimpan banyak manfaat bagi kesehatan atau bisa disebut sebagai pangan fungsional (functional food). Di beberapa negara manggis terutama kulitnya sudah bisa dijadikan sebagai obat dan bahan terapi (Permana et al., 2012).
Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun, berbentuk pohon dengan bagian bawah lebar dan bagian ujung menyempit, tinggi pohon 6 hingga 20 meter. Batang berkayu, bulat, tegak, percabangan simpodial, berwarna hijau. Akarnya tunggang berwarna putih kecoklatan. Bunga tunggal, berkelamin dua, benang sari berwarna kuning. Mahkota bunga terdri dari 4 kelopak daun. Kelopak bunga melengkung kuat, tumpul, berdaging tebal, berwarna hijau kuning dengan tepi merah. Kepala putik berjari-jari 4-8 cm, putik berwarna putih kekuningan. Daun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, percabangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar 6-9 cm, tangkai silindris, berwarna hijau. Buah manggis, bulat, diameter 6-8 cm, kulit buah berdinding tebal lebih dari 9 mm, pada waktu muda kulit buah berwarna hijau namun setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging buah berwarna putih dan mengandung banyak air. Biji bulat dengan diameter 2 cm, dalam 1 buah terdapat 5-7 biji berwarna coklat (Pitojo dan Hesti, 2007).
Simplisia kulit buah manggis berupa potongan padat, agak keras, bentuk seperempat bola atau setengah bola dengan garis tengah 4-6 cm, tebal 3-6 mm,
(52)
33
permukaan luar agak kasar, agak mengkilat, warna kecoklatan sampai coklat kehitaman sedangkan permukaan dalam licin, berwarna coklat, dan terdapat sisa sekat yang membagi buah menjadi 4 bagian atau lebih, bekas patahan tidak rata, tidak berbau dengan rasa pahit. Secara mikroskopik yang menjadi fragmen penanda adalah sel batu, parenkim endokarp, parenkim eksokarp, periderm dan parenkim mesokarp (DepKes RI, 2010).
2.6.4 Kandungan Kimia Kulit Buah Manggis
Penelitian melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan (Moongkarndi et al., 2004). Kandungan kimia yang terdapat dalam kulit buah manggis diantaranya senyawa golongan alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, tanin, steroid/ triterpenoid, xanthone, fenol, antosianin, vitamin B1 20,66 mg, vitamin B2 1,79 mg, vitamin B6 0,948 mg, dan vitamin C 17,92 mg (Zhou et al., 2011; Pasaribu et al., 2012).
2.6.4.1 Xanthone
Xanthone merupakan salah satu flavonoid minor yang memiliki reaksi warna dan gerakan kromatrografi serupa dengan flavonoid. Antioksidan yang unik dengan kadar tinggi pada kulit buah manggis adalah senyawa xanthone yang termasuk dalam kelas polifenol. Kulit buah manggis mengandung xanton yang sangat tinggi yaitu mencapai 123,97 mg/100 mL (Yatman, 2012). Senyawa
xanthone yang telah teridentifikasi diantaranya adalah α-mangostin dan -mangostin.(Chaverri et al., 2008).
(53)
34
radikal bebas perusak sel di dalam tubuh sehingga Xanthone dapat menghambat proses degenerasi atau kerusakan sel. Xanthone juga berfungsi merangsang regenerasi atau pemulihan sel tubuh yang rusak dengan cepat sehingga membuat tetap awet muda. Selain itu Xanthone juga efektif untuk mengatasi sel kanker dengan mekanisme apoptosis (bunuh diri sel) yaitu dengan memaksa sel mengeluarkan cairan dalam mitokondria sehingga sel kanker mati. Senyawa
Xanthone juga mengaktifkan sistem kekebalan tubuh dengan merangsang sel pembunuh alami (natural killer/NK cell) dalam tubuh. NK cell inilah yang berfungsi membunuh sel kanker dan virus yang masuk dalam tubuh manusia (Miryati et al., 2011).
Xanthone yang diisolasi dari kulit buah manggis menunjukkan aktivitas antioksidan, antitumor, antialergi, antiinflamasi, antibakteri, antifungal, dan antiviral (Lim, 2012). Kemampuan antioksidan xanthone melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai antioksidan yang paling efektif (Prihatman, 2000).
Gambar 2.7 Struktur Umum Xanton (Obot et al, 2011)
2.6.4.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga mempengaruhi proses
(54)
35
metabolisme (Poeloengan et al, 2010)
Gambar 2.8 Struktur Umum Flavonoid (Poeloengan et al, 2010)
2.6.4.3 Tannin
Tannin terdiri atas berbagai asam fenolat. Tannin mempunyai rasa sepat dan dapat digunakan dalam menyamak kulit. Beberapa senyawa tannin mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor dan menghambat enzim seperti reverse transkriptase dan DNA topoisomerase, antidiare, hemostatik dan antihemoroid (Yunitasari, 2011). Tannin merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel. Selain itu, tannin dapat menghambat sintesis kitin yang merupakan komponen penting dinding sel jamur (Najib, 2009). Tannin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri dengan cara mengkoagulasi atau menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri. Selain itu, pada saluran pencernaan tannin mampu mengeliminasi toksin (Poeloengan et al, 2010)
2.6.4.4 α-mangostin
(55)
36
pembentukan senyawa karsinogen pada kolon. Selain alfa-mangostin, senyawa xanton juga mengandung -mangostin yang juga memiliki banyak manfaat dalam memberikan proteksi atau melakukan upaya pencegahan terhadap serangan penyakit.
2.6.4.5 Antosianin
Antosianin memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang baik dan memiliki peranan yang cukup penting dalam mencegah beberapa penyakit seperti kanker, diabetes, kardiovaskuler, dan neuronal. Antosianin merupakan kelompok pigmen yang terdapat dalam tanaman dan biasanya ditemukan dalam bunga, sayuran maupun buah-buahan seperti Manggis, Stroberry, Rasberry, Apel, dan lainnya.
2.6.4.6 Saponin
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel. Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri atau sel jamur, maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis (Utami, 2013)
Senyawa-senyawa ini diduga berperan dalam menentukan aktivitas antioksidan pada kulit buah manggis. Xanthone bersama - sama dengan antioksidan lain yang berasal dari tumbuhan, seperti tannins, lignans, stilbenes, coumarins, quinones, phenolic acids, flavones, flavonols, cathechins, anthocyanins and proanthocyanins dapat berfungsi sebagai donor hidrogen dengan mekanisme memutus rantai pembentuk radikal dan mengikat ion logam transisi sehingga menghambat pembentukan radikal bebas (Salihoglu et al., 2010).
(56)
37
Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol kulit buah manggis secara kualitatif yang dilakukan peneliti di Lab. Fitokimia Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana Jimbarana positif mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, triterpenoid dan fenol (Lampiran 4). Analisa kuantitatif senyawa Flavonoid dan Fenol dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian Unit Layanan Laboratorium Universitas Udayana masing-masing sebesar 118,27 mg/100g QE dan 1197,12 mg/100g GAE (Lampiran 6). Analisis kuantitatif senyawa α-mangostin dilakukan di UPT Laboratorium Forensik Sains dan Krimininologi Universitas Udayana Jimbaran dengan hasil ekstrak kulit buah manggis sebanyak 200 mg/2 ml mengandung 0,4524 mg α-mangostin (Lampiran 3).
2.6.5 Manfaat Kulit Buah Manggis
Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu. Kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai pengobatan di negara India, Myanmar, Sri langka dan Thailand. Secara luas, masyarakat Thailand memanfaatkan kulit buah manggis untuk pengobatan penyakit sariawan, disentri, diare, gonorea (Obolskiy et al., 2009). Saat ini pemanfaatan kulit buah manggis secara luas di negara tersebut memicu minat para ilmuwan untuk meneliti dan mengembangkan lebih lanjut aspek ilmiah kekhasiatan kulit buah manggis tersebut (Nugroho, 2012).
2.6.6 Aktivitas Farmakologi
(57)
38
aktivitas farmakologi sebagai antioksidan, antikanker, antiviral, antiinflamasi, kardioprotektif, antimikroba, antiamoeba, larvasida, dan efek farmakologi lainnya (Lim, 2012). Menurut Mardawati et al., (2009) ekstrak kulit buah manggis yang diperoleh dengan dengan menyari menggunakan pelarut etanol 96% memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan nilai IC
50 sebesar 9,26 mg/L.
Ekstrak kulit buah manggis yang dipakai dalam penelitian ini telah di uji aktivitas antioksidan dan kadar IC 50% menggunakan metode 2,2-difenil-l-pikrilhidrazil (DPPH). Uji aktivitas antioksidan dan kadar IC 50% dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Analisa Pangan Universitas Udayana dengan hasil yang diperoleh, di dalam 25 mg ekstrak kulit buah manggis aktivitas antioksidannya sebesar 107982,6840 mg/L GAEAC dan kadar IC 50% sebesar 0,2545 µg/ml (Lampiran 5). Kadar IC 50% < 50 µg/ml berarti aktivitas antioksidannya tinggi (Supiyanti et al., 2010).
Pemberian antioksidan topikal pada kulit menurut Yaar dan Gilcherst (2007), mampu mencegah kerusakan kulit yang disebabkan oleh stres oksidatif dengan berkurangnya akumulasi peroksida pada kulit.
Senyawa xanton yang memiliki efek antioksidan dibutuhkan dalam suatu formulasi sediaan farmasi, terapi, kosmetik yang ditujukan untuk memberikan perlindungan yang efektif dari efek jangka pendek, jangka panjang dan stress oksidatif yang disebabkan oleh sinar UV (Moffet dan Parag, 2006). Susanti et al., (2012), telah melakukan uji efek perlindungan senyawa xanton dalam ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap sinar UV yang dilakukan secara in vitro dengan teknik spektroskopi UV yang diukur pada rentang panjang
(58)
39
gelombang sinar UV (200-400 nm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa xanton yang terdapat dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat menyerap sinar UV, dimana xanton memiliki panjang gelombang maksimum 305-330 nm yang merupakan rentang panjang gelombang sinar UV.
2.7 Masker Wajah Gel Peel off
Masker adalah sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah. Jenis kosmetika ini berfungsi menjaga kesehatan kulit diantaranya membersihkan, menjaga kelembaban, perlindungan dari bahaya UV, antioksidan, memutihkan, mencegah penuaan kulit, mencegah kerutan, mencegah pengenduran dan jerawat pada kulit. Masker dioleskan pada kulit wajah dalam bentuk lapisan yang relatif tebal dan dihapuskan beberapa waktu kemudian, biasanya 15-30 menit (Shai et al., 2009).
Masker wajah berdasarkan cara membersihkan dari permukaan kulit dapat dibedakan menjadi :
a. Masker yang dilepaskan dengan dibilas.
b. Masker yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel Off).
Masker yang terkelupas terbuat dari polimer, seperti polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet alam. Saat mengering masker pada kulit wajah akan membentuk lapisan yang fleksibel yang membentuk lembaran transparan pada kulit. Dalam hal ini masker tidak dibersihkan dengan cara dibilas tetapi dikelupas. Fungsi utama dari masker wajah ini adalah untuk mencegah penguapan air dari
(59)
40
permukaan kulit. Sehingga sebagai hasilnya akan diperoleh kulit dengan kelembaban yang meningkat. Masker ini baik digunakan untuk wanita dengan kulit wajah yang relatif kering (Shai et al., 2009). Tipe masker wajah yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel Off) berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi tiga yakni gel, pasta dan powder (serbuk). Masker wajah peel off dengan bentuk gel merupakan masker wajah yang transparan atau semi transparan yang menyebar dengan baik serta membentuk lapisan pada kulit yang mudah diangkat setelah dikeringkan. Setelah lapisan film tersebut dikelupas maka kulit akan terasa lembab, lembut dan terasa bersih (Shai et al., 2009).
Masker wajah gel peel off memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan masker lain seperti pasta dan serbuk diantaranya dapat menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya respiratio sensibilis karena tidak membentuk lapisan lilin yang melapisi permukaan kulit secara kedap serta tidak menyumbat pori-pori kulit, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan daya lekat baik, serta mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Shai et al., 2009).
Dalam formulasi masker wajah peel off tipe gel, komposisi bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah gelling agent, agen peningkat viskositas, dan humektan yang akan mempengaruhi sifat fisika dan kimia dari basis masker wajah gel peel off.
(60)
41
Polimer pembentuk lapisan film yang umumnya dipergunakan adalah polivinil alkohol (PVA) dan polivinil pirolidon (PVP). Lapisan film terbentuk melalui proses hidrasi komponen pelarut dan rantai polimer yang kemudian akan bergabung membentuk sebuah lapisan film ketika mengering (Siepmann et al., 2007).
b. Agen peningkat viskositas
Agen peningkat viskositas yang dapat digunakan adalah HPMC, karbomer, gom guar, dan CMC Na (Vieira, 2009; Septiani et al., 2011; Selviani, 2012).
c. Humektan
Humektan berfungsi menjaga kestabilan dengan cara mengabsorbsi lembap dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan, secara tidak langsung humektan juga dapat mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering. Jenis humektan yang banyak digunakan adalah gliserin, propilen glikol dan sorbitol (Yuliani, 2010).
2.7.1 Polivinil Alkohol (PVA) 2.7.1.1 Deskripsi
Polivinil alkohol merupakan serbuk berwarna putih agak krem dan tidak berbau (Rowe et al., 2009).
2.7.1.2Penggunaan
(1)
Aktivitas antibakteri metil paraben dan paraben lainnya akan menurun jika terdapat surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80, yang dapat menghasilkan misel. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan substansi lain seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak essensial, sorbitol, dan atropin. Metil paraben juga bereaksi dengan beberapa gula dan gula alkohol. Polietilen dengan berat jenis rendah dan tinggi tidak menyerap metil paraben. Metil paraben kehilangan warnanya dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisis dengan basa lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).
2.7.5 Propil Paraben 2.7.5.1 Deskripsi
Propil paraben merupakan serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe et al., 2009).
2.7.5.2 Penggunaan
Propil paraben dengan persentase 0,01–0,6% digunakan sebagai bahan pengawet pada sediaan topikal. Propil paraben bersama dengan metil paraben digunakan pada berbagai formulasi sediaan farmasetika (Rowe et al., 2009). 2.7.5.3 Titik lebur dan pKa
Propil paraben memiliki titik lebur 96-98°C dan memiliki pKa 8,4 pada suhu 22oC.
2.7.5.4 Kelarutan
Propil paraben sangat mudah larut dalam aseton serta eter, larut dalam 1,1 bagian etanol 96%, larut dalam 5,6 bagian etanol 50%, larut dalam 3,9 bagian
(2)
propilen glikol, sukar larut dalam air mendidih (Rowe et al., 2009). 2.7.5.5 Stabilitas
Larutan propil paraben berair pada pH 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terjadi dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan berair stabil (terdekomposisi kurang dari 10%) untuk penyimpanan pada suhu kamar selama 4 tahun, sementara pada pH di atas 8 dapat cepat terhidrolisis (10% atau lebih setelah penyimpanan selama 60 hari pada suhu kamar) (Rowe et al., 2009).
2.7.5.6 Penyimpanan
Propil paraben disimpan dalam wadah tertutup baik. 2.7.5.7Inkompatibilitas
Aktivitas antibakteri propil paraben akan menurun jika terdapat surfaktan nonionik yang dapat menghasilkan misel. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan substansi lain seperti magnesium aluminium silikat, magnesium trisilikat, tembaga oksida dan ultramarin biru hingga mampu mengurangi daya pengawet propil paraben (Rowe et al., 2009).
2.7.6 Akuades 2.7.6.1Deskripsi
Akuades merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau (Depkes RI, 2010).
2.7.6 .2Pengunaan
Akuades digunakan sebagai pelarut (Depkes RI, 2010). 2.7.6.3 Massa jenis
(3)
Akuades memiliki massa jenis 1 g/cm3 (Depkes RI, 2010). 2.7.6.4 Kelarutan
Akuades larut dalam etanol dan gliserol (Depkes RI, 2010).
2.7.6.5 Penyimpanan
Akuades disimpan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 2010).
2.8 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Buah manggis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali.Sampel diambil di satu wilayah agar meminimalkan kemungkinan variasi kandungan kimia tumbuhan akibat perbedaaan iklim dan lingkungan.Letak geografis yang berbeda dari suatu tanaman yang sama dapat menyebabkan variasi kandungan metabolit yang dimiliki, sehingga dapat terjadi perbedaan aktivitas farmakologi yang dihasilkan (Collegate dan Molyneux, 2008).
Sampel buah manggis yang telah dikumpulkan kemudian dideterminasi di Balai Konservasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kebun Raya Eka Karya Bali.Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui kebenaran jenis tanaman yang diteliti. Data hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar jenis Garcinia mangostana L. dan termasuk dalam family Clusiaceae (Lampiran 2).
Buah manggis dicuci lalu dipisahkan daging dan buahnya. Kulit buah manggis kemudian diiris tipis dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada
(4)
suhu 65oC. Kulit buah yang telah kering kemudian diserbuk menggunakan blender dan diayak dengan pengayak mesh 20. Serbuk kering yang diperoleh disimpan di dalam wadah kering dan tertutup rapat (Utami, 2014). Serbuk kering yang diperoleh ditetapkan kadar airnya dengan metode gravimetric dan diperoleh kadar air sebesar 8,867 ± 0,115%.
Selanjutnya serbuk kering kulit buah manggis didefating dengan n-heksan selama 1 hari dan dimaserasi dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:10 b/v dan disertai pengadukan sesekali selama 3 hari pada suhu ruang. Ampas diremaserasi 1 kali dengan etanol 96% dengan perbandingan ampas : pelarut 1:4 b/v selama 1 hari di suhu ruang. Maserat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 50oC hingga dapat dituang kemudian diuapkan menggunakan oven pada suhu 50oC hingga diperoleh ekstrak kental (Utami, 2014).
Selanjutnya ekstrak kental yang diperoleh dikeringkan dengan metode freeze drying. Daya aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah manggis yang dikeringkan dengan metode freeze drying lebih besar dari pada dikeringkan di bawah matahari langsung (Suryadi,2013). Rendemen ekstrak kering yang diperoleh sebesar 8,08% dengan organo leptis berwarna coklat, berbau khas dan rasa pahit. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar air ekstrak kulit buah manggis dengan menggunakan metode gravimetri. Metode gravimetric digunakan untuk penetapan kadar air pada ekstrak yang tidak mengandung senyawa mudah menguap seperti minyak atsiri. Pada kulit buah manggis tidak mengandung minyak atsiri (Praptiwi, 2010). Berdasarkan hasil penetapan kadar air, diperoleh
(5)
kadar air ekstrak yakni 4,95 ± 0,187%. Hasil tersebut telah sesuai dengan persyaratan kadar air ekstrak kering yang baik yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar air yang tinggi dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jamur serta memicu terjadinya reaksi enzimatik pada ekstrak yang mengakibatkan kandungan kimia dalam ekstrak terdegradasi (Pasaribu et al., 2012)
2.9 Formulasi dan Evaluasi Masker Gel Peel Off Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Formula yang digunakan adalah PVA 10%, HPMC 2,64%, gliserin 7,61%, ekstrak etanol 96% kulit buah manggis (Garciniamangostana L.) 0,5%, metil paraben 0,075%, propil paraben 0,025%, dan air 76,28% dibuat masker peel off sebanyak 100ml. Pertama-tama PVA didispersikan dalam akuades dengan pengadukan konstan dan didiamkan pada suhu 90ºC (campuran 1). HPMC dikembangkan dalam akuades dengan suhu 90oC, kemudian diaduk konstan dan dibiarkan selama 10 menit (campuran 2). Ekstrak dicampurkan kedalam gliserin (campuran 3). Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam akuades (campuan 4). Campuran 1, 2, 3 dan 4 dicampurkan dan diaduk hingga homogeny (Utami, 2014).
Hasil evaluasi dari penelitian ini sudah memenuhi persyaratan fisika dan kimia. Hasil dapat dilihat pada tabel 2.3.
(6)
Tabel 2.3 Hasil Evaluasi Masker Gel Peel Off Ekstrak Kulit Buah Manggis
Evaluasi Satuan Hasil Pustaka
(Adhiningrat, 2015)
Kesimpulan Viskositas cps 3626±107,8 2000-4000 Memenuhi
Dayasebar Cm 6,6 ± 0,53 5-7 Memenuhi
Waktu sediaan mengering
menit 20 15-30 Memenuhi