KAJIAN KUAT TARIK LANGSUNG BETON RINGAN METAKAOLIN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR

(1)

commit to user

i

KAJIAN KUAT TARIK LANGSUNG BETON RINGAN

METAKAOLIN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR

(A Study on Direct Tension Strength Of Post-Burn Alumunium-Fibred Metacaoilin Lightweight Concrete)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

SETIAWAN

I 1106055

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

iv

MOTTO

“Jadilah Orang yang Berguna Bagi Orang Lain”.

“Kerjakanlah Pekerjaan yang Membawa Berkah Bagimu dan Orang Yang Kamu Cinta”

PERSEMBAHAN

“Bapak dan Ibuku”, yang tidak berhenti memberikan kasih sayang, semangat dan dukungan selama ini.

“Kakakku dan seluruh keluargaku”, yang selalu aku sayangi dan ku cinta. “Seseorang”, yang masih di hati yang selalu memberi kecerahan dan kedamaian sampai saat ini.

“Sahabatku, temen2 satu kelompokku, temen2 angkatan 2006, 2005, 2007, anak2 kontrakan, temen2 futsal”, terima kasih atas kebersamaannya dan dukungannya, semua tidak akan pernah aku lupa dan aku kenang sepanjang masa.

“Ratna, Tri, Vian, terimakasih atas dukungan serta motivasinya, kita akan bersahabat untuk selamanya”

“Pak Medi dan Ibu Endah Safitri”, terima kasih atas bimbinggannya selama ini.


(3)

commit to user

v

Setiawan, 2011. ”KAJIAN KUAT TARIK LANGSUNG BETON RINGAN

METAKAOLIN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR”. Skripsi

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selama ini kuat tarik beton sangat sulit diukur dibandingkan kekuatan tekan. Pada penelitian ini untuk mengetahui nilai kuat tarik beton, yaitu dengan melakukan pengujian terhadap beton komposit dan baja tulangan yang nantinya akan diperoleh nilai kuat tarik pada beton. Pada penelitian dipilih beton ringan sebagai bahan kajian karena beton ringan kini menjadi salah satu material yang menjadi alternatife dalam dunia kontruksi. Beton ringan mempunyai nilai isolasi yang lebih tinggi dari pada beton normal. Adanya penambahan serat alumunium dan metakaolin bertujuan untuk meningkatkan mutu dan memperbaiki sifat-sifat beton ringan itu sendiri.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental di laboratorium dengan benda uji berupa balok komposit dengan ukuran 100mm x 100mm x 300mm dan baja tulangan D10 dengan menggunakan alat Universal Testing Machine. Total benda uji 45 buah yang terdiri dari 3 variasi campuran, 15 benda uji komposit beton ringan, 15 benda uji dengan penambahan serat alumunium 0,75% dari volume adukan beton, dan 15 benda uji dengan penambahan serat alumunium 0,75% dari volume adukan beton + metakaolin 0,75%dari berat semen. Benda uji dibakar dengan 5 variasi pembakaran yaitu tanpa pembakaran dengan suhu 300°C, 400°C, 500°C dan 500°C dengan curing ulang. dan setiap variasi pembakaran terdiri dari 3 buah benda uji.

Dari hasil pengujian diketahui bahwa nilai kuat tarik bertambah dengan penambahan serat aluminium. Selain itu pengaruh peningkatan suhu tanpa pembakaran dan pembakaran 300°C, 400°C, 500°C mengakibatkan nilai kuat tarik pada beton semakin menurun. Nilai kuat tarik pada beton ringan berturut-turut adalah 0,2133; 0,2; 0,1133;0,167; pada beton ringan alumunium 0,2667; 0,19; 0,093; 0,0867; pada beton ringan metakaolin alumunium 0,2; 0,1867; 0,1667; 0,0867. Curing ulang pada beton ringan, beton ringan alumunium, beton ringan metakaolin alumunium yang dibakar 500°C terjadi perbaikan nilai kuat tarik yang besarnya 0,1933; 0,1533; 0,14 rata-rata masing-masing kenaikan adalah 42,13 % dari nilai suhu 500°C tanpa perawatan.

Kata kunci : Beton Ringan, kuat tarik, Metakaolin, Pasca bakar, Serat Aluminium


(4)

commit to user

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Dalam kontruksi bangunan, beton mempunyai peranan yang sangat penting dan dominan. Oleh karena itu saat ini teknologi beton banyak mengalami penyempurnaan dalam hubungannya dengan kekuatan, umur, manfaat dan jenisnya.

Yang menjadi dasar penelitian ini adalah bagaimana memadukan keunggulan semua material penyusun untuk mendapatkan hal yang baru. Dalam penelitian ini menggunakan beton ringan, karena selama ini beton ringan belum mendapatkan tempat yang luas dalam penggunaanya sebagai elemen struktur. Penyebab sedikitnya pemakaian beton ringan sebagai elemen struktur adalah adanya anggapan bahwa beton ringan mempunyai kuat tekan yang rendah dibandingkan dengan beton normal. Hal ini tidak dapat dibenarkan seluruhnya karena beton ringan dapat dibuat dengan kekutan mencapai 65 Mpa (koyati et a,1999). Bukti berikut dapat digunakan sebagai pendukung yaitu Dhir et. Al (1984) dengan kuat desak maksimum yang dihasilkan sebesar 60 Mpa pada umur beton satu tahun, Vincent (2003) yang melakukan penelitian dengan menguji campuran beton lightweight high strength (55 MPa) dan Mediyanto dkk (2003) menguji campuran alumunium beton lightweight (33 MPa, 28 hari).

Parameter kuat tarik beton secara tepat sulit untuk diukur. Biasanya untuk mendapatkan nilai kuat tarik beton dilakukan dengan pengujian kuat tarik belah beton yang hasilnya digunakan untuk menentukan nilai kuat tarik beton. Selain itu dengan mencari nilai modulus of rupture (modulus runtuh), yang hasilnya digunakan untuk mengetahui batas beban yang bekerja pada struktur tanpa mengalami keruntuhan.


(5)

commit to user

Seperti beton normal, selain mempunyai keunggulan, beton ringan juga mempunyai kekurangan. Yaitu reduksi kuat tarik beton yang mencapai 30%, modulus elastisitas yang berkisar 0,5 – 0,75 kali beton normal pada kuat desak yang sama. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk memperbaiki kuat tariknya, misalnya dengan menambahkan baja tulangan pada elemen struktur yang mengalami tegangan tarik sehingga terbentuk suatu struktur komposit yang dikenal dengan sebutan beton bertulang. Selain itu dapat dipakai serat sebagai bahan tambah pada beton ringan,seperti dilaporkan mediyanto dkk. (2004) bahwa serat-serat alumunium telah dapat meningkatkan kuat tekan, kuat belah, modulus elastisitas, MOR, dan meningkatkan kinerja beton bertulang.

Pada beton serat, analisis kontribusi kuat tarik beton serat pada tulangan bajanya belum banyak dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan uji tarik langsung yaitu beton dengan baja tulangan. Pada uji ini, diharapkan dengan membandingkan antara grafik tegangan-regangan baja dan komposit antara baja dan beton ringan dapat diketahui besarnya nilai kuat tarik langsung beton akibat penambahan serat alumunium. Disamping itu akan dapat dievaluasi pula peningkatan beban tarik baik leleh maupun maksimum, daktilitas, kekakuan dan serapan energy baja tulangan yang diselimuti oleh beton ringan metakaolin berserat alumunium.

Untuk meningkatkan kekuatan beton biasanya diberikan bahan tambah tertentu. Salah satunya adalah metakaolin, metakaolin merupakan hasil pembakaran kaolin (china clay) pada suhu 4500C – 9000C. Metakaolin yang digunakan dalam campuran beton memberi konstribusi yang cukup signifikan baik sifat fisik maupun durabilitasnya (sambowo,2003). Hal ini terlihat dari kenaikan kuat tekan, modulus elastisitas dan modulus runtuh dari beton dimana metakaolin ditambahkan untuk menggantikan semen sampai kadar optimumnya. Disamping dapat meningkatkan kekuatan beton, metakaolin juga berkonstribusi dalam memperkecil permeabilitas dan meningkatkan kepadatan. Sebagai bahan tambah, metakaolin mempunyai ukuran partikel metakaolin lebih kecil dari semen tetapi lebih besar dari silika fume.


(6)

commit to user

Kebakaran merupakan salah satu fenomena yang setiap saat bisa terjadi kapan saja, panas atau kenaikan suhu pada saat terjadi kebakaran menjadi beban beton yang menerimanya.

Dalam penelitian ini akan membahas kuat tarik langsung beton ringan metakaolin berserat alumunium yang terjadi pada saat pasca bakar dan setelah perawatan. Suhu pembakaran diberikan berdasarkan suhu leleh aluminium yaitu kira-kira 6600 C dan suhu pembakaranya adalah 3000 C, 4000 C, dan 5000 C. Perawatan yang dimaksud adalah dengan membasahi beton dengan karung basah selama 28 hari. Beton yang mengalami perawatan setelah dibakar papa suhu 5000 C.

Pada penelitian ini diharapkan diperoleh kombinasi keunggulan yakni beton ringan metakaolin berserat alumunium yang memiliki sifat mekanis tinggi terhadap kuat tarik langsung.

1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil rumusan masalah yaitu: seberapa besar pengaruh pembakaran pada suhu 3000 C, 4000 C, 5000 C dan perawatan dengan air pada:

1. beton ringan

2. beton ringan berserat alumunium

3. beton ringan metakaolin berserat alumunium yang ditinjau pada kuat tariknya?

1.3.

Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :


(7)

commit to user

2) Kadar alumunium 0,75% dari volume total campuran beton yang dipotong-potong dengan panjang 50 mm dan lebar 2 mm.

3) Kadar metakaolin 7,5% dari berat semen

4) Seluruh agregat kasar menggunakan ALWA sebagai pengganti batu pecah. 5) Suhu pembakaran adalah 3000 C, 4000 C, dan 5000 C.

1.4.

Tujuan Penelitian

Secara singkat tujuan dari penelitian ini adalah : Mengevaluasi pengaruh pembakaran pada suhu 3000 C, 4000 C, 5000 C dan perawatan dengan air pada beton ringan, beton ringan berserat alumunium, beton ringan metakaolin berserat alumunium.

1.5.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

· Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.

· Mengetahui pengaruh metakaolin, serat aluminium, pembakaran, dan perawatan dengan air pada kuat tarik langsung beton ringan.

2. Manfaat Praktis

· Memberi allternatif komposisi beton dengan berbagai bahan tambah terhadap beban suhu.


(8)

commit to user

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1.

Tinjauan Pustaka

Pada keadaan suhu tinggi sifat-sifat beton juga dipengaruhi oleh agregatnya. Pengaruh agregat karbonat, agregat silikat dan agregat berbobot ringan akan memberi pengaruh yang berbeda pada sifat-sifat beton (dan tulangan baja)selama kebakaran atau pasca bakar.

Sisa tengan leleh baja dalam % dari awal akibat kenaikan suhu berturut-turut; 2000 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C, 6000 C, 7000 C, dan 8000 C adalah berturut-turut; 95%, 90%, 85%, 80%, 60%, 25%, dan 20% (Brocken Brough dan Johnston, 1987)

Sisa modulus elastisitas baja dalam % dari nilai awal akibat kenaikan suhu berturut-turut; 2000 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C, dan 6000 C adalah berturut-turut; 95%, 90%, 85%, 80%, dan 75% (Gustafero, 1987)

Angka muai baja akibat kenaikan suhu berturut-turut; 2000 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C, dan 6000 C adalah berturut-turut; 0,002; 0,003; 0,004; 0,006; dan 0,008 (Gustafero, 1987)

Dari peneletian yang telah dilakukan Gustaffero diketahui bahwa beton bertulang struktural atau bersifat statis tak tentu akan mengalami perubahan tegangan bila terbakar. Perubahan tegangan ini dapat terjadi karena gradien suhu dalam elemen-elemen struktural atau perubahan kekuatan bahan-bahan struktural pada suhu tinggi.


(9)

commit to user

Angka muai beton ringan akibat kenaikan suhu berturut-turut; 2000 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C, 6000 C, 7000 C, dan 8000 C adalah berturut-turut; 0,0011; 0,0020; 0,0027; 0,0040; 0;0051; 0,0062; dan 0,0073 (Gustafero, 1987)

Sisa modulus elastisitas beton ringan dalam % dari nilai awal kenaikan suhu berturut-turut; 2000 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C, 6000 C, dan 7000 C, adalah berturut-turut; 65%, 55%, 40%, 38%, 35%, dan 30% (Crus, 1987)

Sisa tengan beton ringan dalam % dari awal akibat kenaikan suhu berturut-turut; 2000 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C, 6000 C, 7000 C, 8000 C, dan 8500 C adalah berturut-turut; 95%, 92%, 90%, 95%, 75%, 60%, dan 50% (Abram, 1987)

Mediyanto (2004) melaporkan bahwa dengan kadar serat alumunium 0,75% dari volume beton (yang merupakan kadar aluminium yang menghasilkan sifat mekanis maksimum), serat aluminium telah dapat meningkatkan kuat tekan, kuat belah, MOR dengan meningkatkan kwalitas matriknya baik karena proses fiber bridging, dowel action, dan aksi kompositnya. secara rinci penelitian tersebut menyimpulkan bahwa beton ringan yang diberi serat alumunium dapat mencapai kuat tekan 33,12 MPa, peningkatan berturut-turut ; kuat tarik belah, MOR kapasitas momen, daktilitas, dan beban retak pertama karena penambahan serat alumuniumadalah berturut-turut sebesar 16,2%; 22,7%; 21,00%; 72,40%; dan 55,60%.

Dari hasil penelitian terhadap pengujian kuat tarik belah dan MOR (usia beton ringan 28 hari), pada saat pengujian pembakaran pada suhu 3000C,4000C,5000C mengalami penurunan pada nilai kuat tarik belah dan MOR terhadap suhu kamar, setelah dilakukan perawatan (curing) pada beton ringan berserat alumunium yang dibakar pada suhu 5000C mengalami kenaikan pada nilai kuat tarik belah dan MOR juga diikuti dengan kenaikan terhadap suhu 5000C mencapai 120,00 % untuk kuat tarik belah dan juga kenaikan mencapai 33,33% untuk pengujian MOR. (Mediyanto,2009).


(10)

commit to user

Mengacu pada penelitian mediyanto (2009) yang menggunakan serat alumunium dengan kadar 0,75% dari volume adukan beton dan kadar metakolin sebesar 7,5% dari berat semen, maka penelitian lanjutannya menggunakan kadar yang sama.

2.2.

Dasar Teori

2.2.1. Fire Resistance

Daya tahan terhadap api didefinidikan sebagai lamanya bahan bertahan terhadap kebakaran standar sebelum titik kritis akhir pertama dicapai. Sifat-sifat baja dan beton dan beton akan dipengaruhi oleh factor lingkungan, antaranya adalah suhu. Pada suhu yang sama pada suhu kebakaran, kekuatan dan modulus elastisitas berkurang. Selain itu sifat beton pada suhu tinggi dipengaruhi juga (dalam batas tertentu) oleh agregat. Pengaruh agregat karbonat, agregat silikat dan agregat silikat ringan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat-sifat beton (dan tulangan baja) selama kebakaran atau pasca bakar (Gustaferro, 1987).

2.2.2. Beton Ringan

Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996), beton ringan adalah beon yang mempunyai berat jenis kurang dari 1800 kg/m3 karena pada dasarnya beton normal mempunyai berat jenis 2400 kg/m3. Beton ringan digunakan untuk mengurangi berat struktur itu sendiri dan mengurangi penghantaran panasnya.

Beton ringan dapat direduksi dengan kekuatan yang lebih besar dari 30 MPa dan bahkan high performance dengan penambahan additive yang diperhitungkan. Murdock dan Brook menyebutkan bahkan penulangan beton ringan, sehingga selimut harus titambah ketebalannya 10 mm dari pada beton normal yang padat. Hal ini disebabkan beton ringan lebih mudah terkarbonasi dari pada beton biasa. Kekurangan beton ringan yang harus ditingkatkan adalah reduksi kuat tarik beton yang mencapai 30% terhadap beton normal, modulus elastisitas yang berkisar 0,5 – 0,7 kali beton normal pada kuat desak yang sama, serta niali deformasi,


(11)

commit to user

penyusutan dan perayapan yang lebih besar dari beton normal. Sehingga ntuk memikul beban yang sama diperlukan tulangan tambahan (Murdock dan Brook, 1999 : 394-395).

2.2.3. Pengertian Beton Ringan dengan Bahan Tambah Serat Aluminium dan Metakaolin

Beton ringan dengan bahan tambah serat aluminium dan metakaolin adalah suatu material bangunan yang dibuat dengan cara mendaur ulang aluminium bekas dan mencampurkannya dengan pasir, semen portland, metakaolin serta air dengan perbandingan tertentu. Penggunaan beton metakaolin berseat aluminium dapat dilakukan sama seperti proses pengecoran beton pada biasanya, misalnya pengecoran dinding partisi atau dak atap.

2.2.4. Material Penyusun Beton Ringan dengan Bahan Tambah Metakaolin

dan Serat Alumunium

Material pennyusun beton ringan dengan bahan tambah serat aluminium dan metakaolin terdiri dari semen, metakaolin, agregat halus, air dan serat aluminium. Kualitas atau mutu beton dapat ditentukan antara lain dengan cara pemilihan bahan-bahan penyusun beton yang baik, perhitungan proporsi campuran yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan beton yang baik serta cara pemilihan bahan tambah yang tepat dengan dosis optimum yang diperlukan.

2.2.4.1. Semen Portland

Fungsi semen yaitu untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan mengisi juga rongga-rongga diantara butir-butir agregat. Dalam konsep PBI, 1971 ditentukan bahwa semen yang dipergunakan untuk pembuatan beton hanya semen portland dan semen portland pozzolan. Semen yang digunakan dalam pembuatan beton termasuk dalam semen hidraulis (hydraulic cement), artinya semen akan bekerja sebagai bahan pengikat bila


(12)

commit to user

dicampur dengan air yang pada akhirnya bahan pengikat ini akan mengeras. Sement Portland merupakan semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis dengan gips sebagai bahan tambahnya. Penambahan air pada bahan ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu.

Berdasarkan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis-jenis Semen Portland

Jenis Semen Karakteristik Umum

Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus

Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan awal yang tinggi setelah terjadi pengikatan

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan yang kuat terhadap sulfat

(Sumber : Kardiyoni Tjokrodimuljo, 1996)

Pada penelitian ini digunakan Semen Portland Komposit (PCC), kekuatan kelas 42,5 R

1) PCC yang digunakan untuk konstruksi beton umum mirip dengan Semen Portland jenis I dengan kekuatan yang kompatibel.

2) Perbedaan dengan semen Portland tipe I hanya pada penambahan zat adiktif pada semen PCC.


(13)

commit to user 2.2.4.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian dalam campuran mortar dan beton. Agregat ini akan menempati sebanyak 60% sampai 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, namun agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton.

Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Agregat Halus

Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14– 5mm yang didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadi.

Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.2. berikut ini : Tabel 2.2 Persyaratan gradasi agregat halus ASTM C 33-74

Ukuran Saringan (mm)

Persentase Lolos Saringan (%)

9,5 100

4,75 95 – 100

2,36 80 – 100

1,18 50 – 85

0,85 25 – 60

0,30 10 – 30

0,15 2 - 10

0,00 0


(14)

commit to user

b. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya yan licin, sedangkan batu pecah (kricak) ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling / dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5 – 70mm.

Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada tabel 2.3. berikut ini : Tabel 2.3 Persyaratan gradasi untuk agregat kasar ASTM C 33

Ukuran Saringan (mm)

Persentase Lolos (%)

38 100

25 95 - 100

19 -

12,5 35 - 70

9,5 -

4,75 10 - 30

2,36 0 - 5

1,18 -

0,6 -

0,3 -

0,00 -

(Sumber : Murdock & Brook, 1979)

Agregat kasar yang digunakan pada penelitian kali ini adalah agregat ringan berupa Artificial Light Weight Coarse Agregate (ALWA) yang diproduksi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia.

Berdasarkan Supranggono (1991), dalam Ahmad Khaerun (2004) beberapa keuntungan penggunaan ALWA pada kontruksi bangunan, antara lain


(15)

commit to user

1. Dapat menghemat biaya kontruksi, karena berat jenisnya rendah

2. Banguna dengan bentang yang panjang dapat dibuat dengan biaya yang lebih murah

3. Biaya transport dan penbuatan elemen pracetak lebih murah

ALWA ini dibuat dari partikel lempung yang dapat mengembang (expanded clay). Pada tahap persiapan, lempung dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil dengan diameter antara 5 sampai 20 mm, kemudian dikeringkan dan dibakar dengan cepat (5 sampai 10 menit) dalam tungku pembakaran yang dapat berputar dengan suhu antara 11500C sampai 12500C.

2.2.4.3. Air

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air dapat dipakai untuk campuran beton. Di dalam adukan beton, air mempunyai dua fungsi, yang pertama adalah untuk memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan antara pasta semen dengan agregat pada saat terjadinya pengerasan, dan yang kedua adalah sebagai pelincir campuran kerikil, pasir, dan semen agar mudah dalam proses pencetakan beton.

2.2.4.4. Metakaolin

Metakaolin adalah pozzolan yang terbentuk dari pembakaran mineral kaolin pada kisaran suhu 450-9000C, dan metakaolin akan terbentuk secara sempurna pada kisaran suhu 700-8000C. (RMC Group, 1996)

Metakaolin mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan klorida berkurang. Karena efek keuntungan pada kualitas pasta semen, metakaolin meningkatkan kuat tekan pada umur 28 hari. Daya tahan terhadap abrasi juga meningkat dengan penggunaan metakaolin. (Sabir, 2001)


(16)

commit to user

Metakaolin mengandung SiO2 sebanyak 54,64% dan Al2O3 sebanyak 42,87%

yang merupakan unsur utama semen, sehingga dapat digunakan sebagai bahan tambah semen. Proses kalnisasi kaolin menjadi metakaolin menurut reaksi kimia adalah sebagai berikut :

Panas

Al2SiO5(OH)4 Al2O3SiO2 + 2H2O

Dalam penelitian ini digunakan metakaolin dengan suhu pembakaran 7500 C. Metakaolin juga telah diuji untuk mengetahui unsur kimiawi dan prosentasenya oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian, Yogyakarta.

Hasil pengujian komposisi dan bentuk fisik disajikan dalam tabel 2.4 dan 2.5 berikut ini :

Tabel 2.4 Komposisi senyawa kimia metakaolin

Komposisi Kimia Prosentase (%)

SiO2 73,35

Al2O3 15,74

Fe2O3 4,28

CaO 1,94

H2O 0,11

MnO 0,03

MgO 0,48

K2O 1,35

Na2O 1,60

TiO2 0,00

HD 1,00


(17)

commit to user Tabel 2.5 Komposisi Fisik Metakaolin

Bentuk Fisik Bubuk

Warna Putih

Berat Jenis (Specifik Gravity) 2,6

Berat isi (Bulk Density) 400 kg/m3

Presentase max tertinggal ayakan 44 micron 0,05 % Presentase max tertinggal ayakan 16 micron 2 %

Sumber : Power Pozz, 2002 & RMC Group, 1996

Partikel metakaolin yang lolos ayakan 44 micron hampir 100 %, sedangkan pada semen jumlah presentase yang lolos ayakan 44 micron 80 %.

Secara umum keuntungan penggunaan metakaolin antara lain adalah : 1. Sebagai pengisi pori-pori beton (filler effect)

Ukuran partikel yang lebih kecil dari semen tetapi lebih besar dari silica fume memungkinkan metakaolin untuk mengisi pori-pori yang tidak terisi oleh semen, sehingga meningkatkan kepadatan dan kekuatan beton, memperkecil permeabilitas dan mengurangi porositas beton.

2. Sebagai pozzolan

Metakaolin sebagai pozzolan yang mengandung silika (SiO2) akan bereaksi

dengan kapur (Ca(OH)2) hasil reaksi hidrasi semen akan menghasilkan

kalsium silikat hidrat (C-S-H) yang memiliki sifat perekat. Reaksi hasil hidrasi semen dan metakaolin adalah :

C3S/C2S (clinker) + H2O C-S-H + Ca (OH)2

Ca(OH)2 + MK C-S-H pozz + Crystaline products (C2AHS8)

Ketika semen portland bereaksi dengan air dihasilkan C-S-H yang merupakan bahan stabil yang membentuk kekerasan, kekuatan dan keawetan pada beton, namun reaksi ini juga menghasilkan kristal kapur (Ca(OH)2) yang dalam

jangka waktu panjang akan melemahkan beton karena mudah larut dan bereaksi dengan sulfat. Penambahan metakaolin dapat mengurangi efek


(18)

commit to user

merugikan dari kapur karena metakaolin akan bereaksi dengan kapur dan menghasilkan C-S-H dan crystalline products.

2.2.4.5. Serat Alumunium

Telah banyak peneliti yang mencoba mencari alternatif bahan yang dapat memperbaiki kelemahan sifat-sifat beton, terutama berbagai macam jenis bahan serat. Beberapa macam serat dapat dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat beton yang telah dilaporkan oleh ACI Committee 54 (1902) dan Soroushian & Bayasi (1987). Sifat-sifat dasar (basic properties) dari berbagai macam serat disajikan pada tabel 2.6 di bawah ini :

Tabel 2.6 Spesifikasi serat-serat yang sering digunakan :

Fiber

Spesific grafity

Tensite Strenght

Young’s Modulus (103 ksi)

Comman Diameters (in)

Comman Length

(in)

Steel 7,86 100-300 30 0,0005-0,04 0,5-1,5

Glass 2,7 Up to 180 11 0,004-0,003 0,5-1,5

Poly propilen 0,91 Up to 100 0,14-1,2 Up to 0,1 0,5-1,5

Carbon 1,6 Up to 100 Up to 7,2 0,0004-0,0008 0,5-1,5

Soroushian dan Bayasi, 1987

Dalam penelitian ini menggunakan bahan tambah berupa alumunium. Berdasarkan pada penelitian beton ringan berserat alumunium oleh Mediyanto (2003) beberapa sifat dan perilaku beton yang dapat diperbaiki setelah penambahan serat adalah :

a. Kekuatan terhadap lentur dan tarik b. Ketahanan terhadap beban kejut (impact) c. Sifat daktilitas beton

d. Ketahanan terjadap keausan (abrasion) e. Kekutan geser beton


(19)

commit to user

Keunggulan inilah yang dijadikan dasar dalam pemilihan serat alumunium dalam pembuatan beton normal berserat, delain dikarenakan serat alumunium memiliki unit densitas yang lebih rendah dari serat baja.

Karakteristik serat alumunium yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran panjang 50 mm dan lebar 2 mm, berat jenis sekitar 2,212 t/m3, dengan variasi prosentase campuran maksimal 1 % dari volume adukan beton.

2.2.4.6. Baja Tulangan

Beton kuat terhadap tekan tetapi lemah terhadap atrik sehingga perlu tulangan untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton. Jenis-jenis baja tulangan yang sering digunakan untuk beton bertulang dapat diliha pada Tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7. Jenis-jenis baja tulangan

Mutu baja Tulangan Sebutan Fy karakteristik yang memberi regangan plastis 0.2% (kg/cm2)

U22 Baja Lunak 2200

U24 Baja Lunak 2400

U32 Baja Sedang 3200

U39 Baja Keras 3900

U48 Baja Keras 4800

(sumber: PBI 1971/N2 tabel 13, 71:29)

2.2.5. Kuat Tarik Beton

Kuat tarik beton berkisar seper-delapan belas kuat desak pada waktu umurnya masih muda, dan berkisar seper-dua puluh sesudahnya. Kuat tarik merupakan bagian penting di dalam menahan retak-retak akibat perubahan kadar air dan suhu. Pengujian kuat tarik biasanya diadakan untuk pembuatan kontruksi jalan raya dan lapangan terbang (L.J. Murdock dan K.M. Brook, 1991).


(20)

commit to user

Kekuatan tarik beton relative rendah. Kekuatan tarik lebih sulit diukur dibandingkan dengan kekuatan tekan karena masalah penjepitan (griping) pada mesin. Beton berbobot ringan hampir selalau mempunyai kekuatan tarik yang lebih kecil dibandingkan dengan beton berbobot normal (E.G. Nawi, 1990).

Tujuan utama penambahan serat ke dalam beton adalah untuk menambah kuat tarik beton, mengingat kuat tarik beton yang sangat rendah. Kuat tarik beton yang sangat rendah mengakibatkan beton mudah retak, yang pada akhirnya mengurangi keawetan beton (Kardiyono Tjokrodimulyo).

Untuk mengetahui besarnya kuat tarik beton harus terlebih dahulu diketahui besarnya kuat tarik beton komposit dan besarnya kuat tarik baja polos. Dari besarnya masing-masing akan diketahui besarnya kuat tarik betn ringan yang merupakan selisih dari besarnya kuat tarik beton komposit dengan besarnya kuat tarik baja polos dibagi dengan luas penampang benda uji.

P 1

6 0 c m

G a m b a r 2 . 1 P e n g u j i a n k u a t t a r i k l a n g s u n g p a d a b a j a t u l a n g a n D 1 0

P 2

b

h

P 2

6 0 c m

G a m b a r 2 .2 P e n g u j i a n k u a t t a r i k l a n g s u n g p a d a b e n d a u j i


(21)

commit to user

Kuat tarik langsung beton ringan dihitung dengan rumus tegangan yaitu gaya persatuan luas atau dapat dirumuskan sebagai berikut :

A P

=

s (2.1)

) (P2 P1

P= - (2.2)

h b

A= ´ (2.3)

h b

P P

´

-= ( 2 1)

s (2.4)

Dimana :

s = tegangan tarik langsung beton ringan (Mpa)

P = gaya yang diterima beton komposit (N) P1 = gaya pada baja tulangan

P2 = gaya pada benda uji

b = Lebar balok benda uji (mm) h = Tinggi balok benda uji (mm)

2.2.6. Pengaruh Suhu Tinggi pada Beton

Kebakaran hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combusuble material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas pada pembakaran ini diteruskan pada beton dengan berbagai macam mekaisme yaitu :

1. Secara radiasi, pancaran panas diterima oleh permukaan beton hingga permukaan beton menjadi panas, pancaran panas akan sangat potensi jika suhu sumber panas terlalu tinggi.

2. Panas konveksi, selama pembakaran terjadi tiupan angin/udara melewati sumber panas. Udara ini bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton hingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin menjadi kencang maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi makin banyak.


(22)

commit to user

Setelah permukaan beton menerima panas atau kalor, mengakibatkan shu permukaan beton lebih tinggi dibanding suhu bagian dalam beton. Adanya beda suhu didalam masa beton mengakibatkan terjadi perambatan panas secara konduksi (penghantaran).

Apabila kebakaran yang tidak dikendalikan akan berkembang menurut tiga periode yaitu periode pertumbuhan (growth), periode pembakaran tetap (steady combustion) dan periode menghilang (decay). Pada periode pertumbuahan suhu yang timbul masih rendah, jarang melebihi 2500C. Pada periode pembakaran tetap, suhu meningkat dengan cepat dan dapat mencapai suhu lebih dari 10000C, tergantung pada jenis dan banyaknya bahan yang dapat terbakar. Pada suatu ruangan gedung terbakar, suhu maksimum yang dapat dicapai adalah sekitar 12000C, sedangkan shu rata-rata dalam tersebut adalah 8000C-9000C, periode menghilang dimulai jika seluruh bahan sudah mulai terurai secara kimiawi.

Menurut Al-Mutairi dan Al-Saleh, 1997 (dalam Raharjo, 2002), beton dalam lingkungan beban temperature yang sangat tinggi akan mengalami hal-hal sebagai berikut :

1. Kuat desak akan sangat berkurang pada temperature di atas 3000C

2. Kekuatan tarik akan langsung berkurang dan akan berangsur-angsur berkurang dengan semakin meningkatnya temperature panas.

3. Warna beton akan berubah sejalan dengan perubahan temperature, yang mana perubahan warna ini sangat tergantung dari jenis agregat.

4. Perbedaan sifat termal antar semen dan agregat menimblkan tegangan geser internal.

5. Perubahan panas dalam inti beton yang terpanaskan megakibatkan kerusakan pada kohesi antara agregat dan semen dalam bentuk retakan yang kemudian diikuti dengan fenomena disintegrasi struktur beton.

6. Pelepasan elemen beton (spalling).

7. Pelepasan peledakan (explosive spalling) dalam 30 menit pertama eksposur pada panas yang berlebihan.


(23)

commit to user

8. Pengelupasan (sloughing-off) yang merupakan pemisahan bertahap yang tidak membahayakan yang terjadi pada balok dan kolom pada temperature rendah.

9. Retakan beton yang terbagi dalam retakan ringan atau retak rambut dan retak lebar atau besar.

10. Pada temperature sampai 3000C beton akan mengalami pengurangan kandungan air yang mengakibatkan pengurangan sedikit tertahap kemampuan menahan desak.

11. Pada temperature diatas 6000C beton menjadi warna putih keabu-abuan, sedangkan di atas 9000C warna beton menjadi lebih buram. Dalam kondisi kedua temperature tersebut beton telah menjadi lemah dan rapuh (brittle). 12. Perilaku beton pada termperatur yang tinggi dalam hal-hal tertentu tergantung

pada jenis agregat yang dikandung. Jenis beton ringan akan mengalami kerusakan akibat panas api yang tinggi, berupa pelemahan permukaan beton. Secara umum beton merupakan material bangunan yang memiliki ketahanan terhadap api/panas yang lebih baik dibanding dengan jenis material yang lain, seperti kayu atau baja. Selain keunggulan tersebut beton juga relative lebih mudah untuk diperbaiki karena kehilangan kekuatan beton akibat dehidrasi dapat terbatas pada lapisan permukaan.

2.2.7. Sifat – sifat Beton pada Temperatur Tinggi

Sifat dari bahan beton pada temperature tinggi dipengaruhi oleh jenis agregat yang digunakan pada campuran beton. Beberapa agregat yang digunakan pada campuran beton dapat mengalami perubahan sifat kimiawi pada temperature yang tinggi.

Dari pengalaman visual dapat juga diperkirakan suhu yang pernah dialami oleh beton. Warna beton yang terbakar dapat menunjukkan tingkat kebakaran.

Perubahan warna permukaan beton yang dipanaskan dipengaruhi temperature karena kandungan logam. Hubungan antar suhu, warna dan kondisi beton disajikan dalam tabel 2.8


(24)

commit to user

Tabel 2.8 Hubungan antar suhu warna dan kondisi beton terbakar

Suhu Warna Kondisi beton

00C – 3000C 3000C – 6000C 6000C – 9000C >9000C

Normal Merah jambu Putih keabu-abuan Kuning muda

Tidak mengalami penurunan kekuatan Mengalami penurunan kekuatan Tidak mempunyai kekuatan lagi Tidak mempunyai kekuatan lagi (Sumber : Nugraha 1989)

Perubahan warna dapat memberikan perkiraan suhu bakar, dan kekuatan beton residu. Perubahan warna beton dari abu-abu tua (normal) ke merah muda-merah bata bila terbakar pada suhu 3000C – 6000C, beton mengalami penurunan kekuatan 0-50%. Warna abu-abu terjadi pada beton pasca bakar 6000C – 9000C dan sisa kekuatan 50-15% (Neville, 1977: 440).

Dari penelitian Mahotra (1982), disebutkan ada tiga sifat beton yang terpenting dalam hubungannya dengan meningkatnya termperatur yaitu sifat fisik, mekanik dan termal.

1. Sifat fisik

Akibat pertama dari pemanasan beton adalah menguapnya air ke permukaan melalui saluran-saluran kapiler, jika terperatur beton lebih dari 1000C. Hilangnya kelembaban akan menyebabkan kepadatan beton sedikit berkurang tetapi hal ini dapat diabaikan.

Beton akan mengalami retak atau kehilangan kekuatan bila dipanasi sampi suhu 2500C, karena senyawa C-S-H terhidrasi pada suhu tinggi serta tidak ada kesesuaian antara perubahan volume agregat dan pasta semen. Perbedaan koefisien muai panas bahan penyusun beton menimbulkan tegangan intern, bila melebihi tegangan ikat, maka timbul retak di antara pasta semen dan agregat. Warna beton yang terbakar akan mengalami perubajan seperti tabel 2.8


(25)

commit to user

2. Sifat Mekanis

Hasil penelitian Neville menunjukkan bahwa kenaikan temperature mengakibatkan penurunan kuat desak beton. Pada beton dengan agregat alami terjadi kenaikan kuat desak pada temperature 2000C – 3000C, tetapi kuat desak pada temperature 4000C tidak lebih dari 90% dari kuat desak normalnya dan kuat tekan pada temperature 7000C tidak lebih dari 30% kuat tekan normalnya.

Penurunan drastic juga akan terjadi pada tegangan lenturnya. Beton dengan agregat alami sangat lentur pada temperature 4000C tidak lebih dari 30% tegangan lentur normal.

3. Sifat Termal

Thermal ceductivity adalah keadaan beton dalam kondisi kering. Thermal ceductivity beton ditentukan oleh faktor-faktor antar jenis agregat porosias beton dan kadar kelembaban. Peningkatan suhu beton menyebabkan keluarnya air yang terkandung di dalam pori-pori beton. Indikator secara fisis pasca bakar (pasca reaksi kebakaran) akan memberikan cirri bahwa beton tersebut sangat porous. Hal ini disebabkan keluarnya air-air Kristal dari fasa mineral untuk kebakaran yang hebat diperkirakan mempunyai suhu permukaan beton yang tinggi dan fenomena ini memungkunkan terjadinya reaksi dekomposisi dari massa semen dan hidrasi sangat besar


(26)

commit to user

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Uraian Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode ini dapat dilakukan di dalam ataupun di luar laboratorium. Dalam penelitian ini akan dilakukan di dalam laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan suatu pengujian terhadap beton ringan, beton ringan berserat alumunium dan beton ringan metakaolin berserat alumunium terhadap kuat tarik langsung pada pasca bakar dan setelah mendapat perawatan.

Untuk uji kuat tarik langsung menggunakan sampel balok beton berdimensi 10 x 10 x 30 cm, dimana sampel dengan tulangan (As = 3 f 10 mm) dan diuji pada

umur 28 hari. Untuk uji kuat tarik langsung menggunakan mesin yang ada di laboratorium Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil.

3.2.

Benda Uji Penelitian

Benda uji yang digunakan untuk uji kuat tarik langsung adalah balok berukuran 10cm x 10cm x 30cm sebanyak 45 buah. 15 buah untuk beton ringan, 15 untuk beton ringan berserat alumunium dan 15 lagi untuk beton ringan metakaolin berserat alumunium untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel 3.1


(27)

commit to user

Tabel 3.1 Jumlah dan ukuran penampang balok uji tarik langsung

Kode

Panjang balok (mm)

Penampang (mm2) dan

jumlah tulangan

Volume serat dan

MK (%)

Jumlah sampel

BR 300 100x100

As= 3 f 10

0,00

3 tanpa pembakaran 3 pembakaran 3000C 3 pembakaran 4000C 3 pembakaran 5000C

3 pembakaran 5000C+curing BRF 300 100x100

As= 3 f 10

0,75 % Alumunium

BRMF 300 100x100 As= 3 f 10

0,75% Alumunium

Dan 7,5% Metakaolin

B e to n 1 0 c m x 1 0 cm x 3 0 c m

3 Ø 1 0

6 0 c m

Ø 1 0

1 0 cm 1 0 c m


(28)

commit to user

3.3.

Alat – Alat yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan alat-alat yang ada pada Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Adapun alat-alat yang dipakai pada penelitian ini antara lain:

1. Timbangan

Ada dua jenis timbangan yang digunakan dalam penelitian ini :

a) Neraca merk Murayama Seisakusho Ltd Japan, dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian hingga 0,10 gram. Alat ini digunakan untuk menimbang berat material yang berada di bawah kapasitasnya.

b) Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,10 kg. Jenis ini digunakan untuk mengukur berat material yang jauh lebih berat dan tidak memerlukan ketelitian yang sangat tepat.

2. Ayakan

Ayakan yang digunakan adalah merk Control Italy, bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran 38 mm, 25 mm, 19,0 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm dan pan.

3. Mesin penggetar ayakan.

Mesin penggetar ayakan yang digunakan adalah mesin penggetar dengan merk ”Controls italy, mesin digunakan sebagai dudukan sekaligus penggetar ayakan. Penggunaannya untuk uji gradasi agregat halus maupun kasar.

4. Oven

Oven yang digunakan merk Binder, dengan temperatur maksimum 300o C, daya listrik 1500 W, digunakan untuk mengeringkan material (pasir dan kerikil).


(29)

commit to user

5. Corong konik / Conical mould

Corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) agregat halus.

6. Corong / Kerucut Abrams

Kerucut Abrams terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm dan diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm dilengkapi dengan tongkat baja yang ujungnya ditumpulkan, panjang 60 cm diameter 16 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.

7. Mesin Los Angeles

Mesin Los Angeles dengan merk ”Controls”, italy, yang dilengkapi dengan 12 buah bola baja. Alat ini digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.

8. Cetakan benda uji

Digunakan untuk mencetak benda uji beton yang berbentuk balok. Cetakan benda uji yang digunakan adalah cetakan balok dengan ukuran panjang 10 cm, lebar 10 cm dan tinggi 30 cm, dilengkapi tongkat pemadatan yang sama dengan tongkat penumbuk untuk slump test guna mendapatkan pemadatan yang sempurna.

9. Alat bantu

Untuk kelancaran dan kemudahan penelitian, pada saat pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu yaitu:

a) Vibrator yang digunakan untuk pemadatan saat pembuatan benda uji

b) Cetok semen, digunakan untuk memindahkan bahan batuan dan memasukkan campuran beton kedalam cetakan beton.

c) Gelas ukur kapasitas 250 ml digunakan untuk meneliti kandungan zat organik dan kandungan lumpur agregat halus.


(30)

commit to user

d) Ember untuk tempat air dan sisa adukan. e) Cangkul untuk mengaduk campuran beton.

f) Gelas ukur dengan kapasitas 1000 ml, untuk mengkur kebutuhan air.

10. Satu Set Alat Uji Kuat Tarik Langsung yaitu mesin UTM (Universal Testing Machine)

3.4.

Tahap dan Prosedur Penelitian

Sebagai penelitian ilmiah, penelitian dilaksanakan dalam sistematika dengan urutan yang jelas dan teratur agar hasil yang didapat baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini dibagi beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap I (Tahap Persiapan)

Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

2. Tahap II (UJi Bahan)

Tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat kasar dan agregat halus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut. Selain itu juga untuk mengetahui apakah bahan uji tersebut memenuhi syarat atau tidak.

3. Tahap III (Tahap Pembuatan Benda Uji)

Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut : a. Penetapan rancang campur (mix design) adukan beton. b. Pembuatan adukan beton.

c. Pemeriksaan nilai slump. d. Pembuatan benda uji.


(31)

commit to user

4. Tahap IV (Tahap Perawatan Benda Uji/Curing)

Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap III. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji pada hari kedua selama 7 hari, kemudian diangin-anginkan hingga waktu dilakukan pengujian terhadap benda uji yaitu 28 hari.

5. Tahap V (Tahap Pengujian Benda Uji)

Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat tarik langsung terhadap benda uji. Setelah umur 28 hari, sebagian dilakukan pengujian, sebagian diuji setelah dibakar pada suhu berturut-turut: 300 0 C, 400 0 C, dan 500 0 C. Sebagian dari yang dibakar 500 0C, diuji setelah dilakukan perawatan dengan membasahi air selama 28 hari. Cara pembasahan yaitu dengan karung goni yang diselimutkan dalam kondisi basah dengan air.

6. Tahap VI (Analisis Data)

Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil pengujian lalu dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel – variabel yang diteliti dalam penelitian.

7. Tahap VII (Kesimpulan)

Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianalisis yang berhubungan langsung dengan tujuan penelitian.

Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada gambar 3.2 sebagai berikut :


(32)

commit to user

Persiapan

Semen Agregat Halus Agregat ALWA Air

Perhitungan Rencana Campuran Pembuatan Adukan Beton

Pembuatan Benda Uji

Tahap

Tahap II

Tahap III

MULAI

Data properti

Uji Slump Tidak

Ya

Beton Ringan Beton Ringan Berserat Alumunium

Beton Ringan Metakaolin Berserat Alumunium

Alumunium Metakaolin

Uji Lab

Memenuhi Stadar

Tidak

Ya

Data properti Data properti Data properti

A


(33)

commit to user

Perawatan tiap jenis beton

Pengujian kuat tarik langsung tiap jenis beton

Analisis Data Kesimpulan

Tahap IV

Tahap V TAhap VI

Tahap VII 500 °-3 buah + Curing(Tiap jenis

beton)

SELESAI

Pengujian kuat tarik langsung 3 buah sampel tiap jenis beton

Pengujian kuat tarik lansung tiap jenis beton

300 °-3 buah sampel 400 °-3 buah sampel 500 °-3 buah sampel Pembakaran benda uji tiap jenis

beton 300 °-3 buah sampel 400 °-3 buah sampel 500 °-6 buah sampel

A


(34)

commit to user

3.5.

Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Beton

Pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton perlu dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan penyusun beton tersebut. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM & SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6

3.5.1. Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik dalam agregat halus.

b. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos saringan no. 200 dengan pencucian (tes kandungan lumpur).

c. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari agregat halus.

d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.

Spesifikasi bahan untuk agregat halus adalah sebagai berikut : a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat halus. b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.

3.4.1. Standar Pengujian Agregat Kasar

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian terhadap agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari agregat kasar.


(35)

commit to user

b. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan agregat kasar. c. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat kasar.

Spesifikasi bahan untuk agregat kasar adalah sebagai berikut : a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar. b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

3.6.

Pengujian Bahan Dasar Beton

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karateristik dari material pembentuk beton. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan kasar, sedangkan terhadap semen tidak dilakukan pengujian.

3.6.1. Pengujian Agregat Halus

3.6.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus

Pasir adalah salah satu bahan dasar pembentuk beton yaitu sebagai agregat halus. Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang akan dihasilkan. Untuk itu maka pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih. Pasir bersih yaitu pasir yang tidak mengandung lumpur lebih dari 5 % dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian-bagian pasir yang lolos dari ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur dalam pasir lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pembuatan campuran adukan beton.

a) Tujuan :

Untuk mengetahui kadar lumpur yang terkandung dalam pasir. b) Alat dan bahan :

1. Pasir kering oven 2. Air bersih

3. Gelas ukur ukuran 250 cc 4. Oven


(36)

commit to user

5. Timbangan 6. Cawan c) Cara kerja :

1. Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkannya dalam oven.

2. Mengeringkan pasir dalam oven dengan temperatur 1100 C selama 24 jam. 3. Mengambil pasir kering oven 100 gram lalu dimasukkan ke dalam gelas

ukur 250 cc.

4. Menuangkan air ke dalam gelas ukur hingga setinggi 10 cm di atas permukaan pasir.

5. Mengocok air dan pasir minimal 10 kali, lalu membuang airnya. 6. Mengulangi perlakuan di atas hingga air tampak bersih.

7. Memasukkan pasir kedalam cawan lalu mengeringkan pasir dalam oven dengan temperatur 1100 C selama 24 jam.

8. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga mencapai suhu kamar.

9. Menimbang pasir dalam cawan

Berat pasir awal G0 = 100 gram, berat pasir akhir = G1, sehingga dapat

dirumuskan :

Kadar lumpur = â Zâ

â

× 100 %

(3.1)

10. Membandingkan dengan persyaratan PBI NI-2 1971, yaitu kadar lumpur maksimum 5 %. Bila lebih dari 5 % maka sebelum digunakan pasir harus dicuci terlebih dahulu.

3.6.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik dalam Agregat Halus

Pasir umumnya diambil dari sungai, maka kemungkinan pasir kotor sangat besar, misalnya bercampur dengan lumpur maupun zat organik lainnya. Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3 % sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971).


(37)

commit to user

Tabel 3.2. Pengaruh zat organik terhadap persentase penurunan kekuatan beton No. Warna Persentase kandungan zat organik

1 2 3 4 5 6

Jernih Kuning muda

Kuning tua Kuning kemerahan

Coklat kemerahan Coklat tua

0 % 0 % - 10 % 10 % - 20 % 20 % - 30 % 30 % - 50 % 50 % - 100 % Sumber : Tabel Prof. Ir. Rooseno, 1995

a) Tujuan :

Untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir berdasarkan tabel perubahan warna (tabel 3.2).

b) Alat dan bahan : 1. Pasir kering oven 2. Larutan NaOH 3 % 3. Gelas ukur 250 cc 4. Oven

5. Timbangan 6. Cawan c) Cara kerja :

1. Mengambil pasir kering oven sebanyak 130 gr dan dimasukkan ke dalam gelas ukur.

2. Memasukkan NaOH 3 % hingga volume mencapai 200 cc. 3. Mengocok pasir selama ± 10 menit.

4. Mendiamkan campuran tersebut selama 24 jam.

5. Mengamati warna air yang terjadi, bandingkan dengan tabel 3.3

3.6.1.3. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus

Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan.


(38)

commit to user

a) Tujuan :

1. Untuk mengetahui bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total.

2. Untuk mengetahui bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.

3. Untuk mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir.

4. Untuk mengetahui daya serap (aborbsion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering.

b) Alat dan bahan : 1. Cawan alumunium 2. Volumetric flash

3. Conical mould

4. Timbangan 5. Oven listrik

6. Pasir kering oven 500 gr 7. Air bersih

c) Cara kerja :

1. Membuat dalam kondisi SSD(Saturated Surface Dry) dengan cara :

a. Mengambil pasir yang telah disediakan. Dianggap kodisi lapangan SSD.

b. Memasukkan ke dalam conical mould 1/3 tinggi lalu ditumbuk dengan temper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm.

c. Pasir ditambah lagi hingga 2/3 tinggi lalu ditumbuk lagi sebanyak 15 kali.

d. Pasir ditambah hingga penuh lalu ditumbuk lagi sebanyak 15 kali. e. Memasukkan pasir lagi sampai penuh kemudian diratakan

permukaanya.

f. Mengangkat conical mould lalu mengukur penurunan pasir yang terjadi. Pasir berada dalam kondisi SSD apabila penurunan yang terjadi sebesar 1/3 tinggi conical mould.


(39)

commit to user

2. Mengambil pasir dalam kondisi SSD sebanyak 500 gram dan memasukkan ke dalam volumetric flask dan direndam dalam air selama 24 jam.

3. Menimbang berat volumetric flask + air + pasir (c).

4. Mengeluarkan pasir dari volumetric flask lalu menimbang volumetric flask + air (b).

5. Mengeringkan pasir dalam oven selam 24 jam. 6. Menimbang pasir yang telah kering oven (a).

7. Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 – 3.5 sebagai berikut :

Bulk Specific gravity :

DDZ

(3.2)

Bulk Specific gravity SSD : DD

DDZ

(3.3)

Apparent Specific gravity :

Z (3.4)

Absorbtion : DDZ

× 100%

(3.5)

3.6.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus

Gradasi adalah keseragaman diameter pasir sebagai agregat haluis lebih diperhitungkan dari pada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan kohesi campuran adukan beton.

a) Tujuan :

Pengujian ini untuk mengetahui variasi diameter butiran pasir, persentase gradasi dan modulus kehalusannya.

b) Alat dan bahan :

1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 mm, dan pan.

2. Mesin penggetar ayakan. 3. Timbangan

4. Pasir kering oven. c) Cara kerja :


(40)

commit to user

2. Memasang saringan dengan susunan sesuai dengan urutan besar diameter lubang dan yang paling bawah adalah pan.

3. Memasukkan pasir ke dalam saringan teratas kemudian ditutup rapat.

4. Memasang susunan saringan tersebut pada mesin penggetar selama 5 menit, kemudian mengambil susunan tersebut.

5. Memindahkan pasir yang tertinggal dalam masing-masing saringan ke dalam cawan lalu ditimbang.

6. Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan rumus :

Modulus kehalusan pasir = (3.6)

Dimana : d = å prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan.

e = åprosentase berat pasir yang tertinggal.

3.6.2. Pengujian Agregat Kasar ALWA

3.6.2.1. Pengujian Spesific Gravity

Mengetahui sifat-sifat bahan bangunan yang akan dicapai dalam suatu konstruksi adalah sangat penting, karena sifat-sifat tersebut dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengerjakan banguna tersebut. Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan.

a) Tujuan :

1. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat ALWA dalam kondisi kering dengan volume ALWA total.

2. Bulk specific gravity dalam kondisi SSD, yaitu perbandingan dari berat ALWA jenuh dalam keadaan kering permukaan dengan volume ALWA total.

3. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan berat butiran kondisi kering dan selisih berat butiran dalam keadaan kering dengan berat dalam air.


(41)

commit to user

4. Absoption, yaitu perbandingan berat air yang diserap oleh ALWA jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan berat ALWA kering.

b) Alat dan bahan : 1. Oven listrik 2. Neraca

3. Bejana dan container 4. ALWA

5. Air bersih. c) Cara kerja :

1. Mencuci ALWA lalu keringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam.

2. Mengambil ALWA kering permukaan lalu timbang seberat 1500 gr dan diamkan hingga mencapai suhu kamar.

3. Merendam ALWA dalam air selama 24 jam, lalu keringkan dengan kain lap agar permukaan ALWA kering, lalu menimbang ALWA tersebut (g). 4. Memasang container pada neraca, lalu menuangkan air dalam bejana

hingga container terendam seluruhnya dan mengatur posisinya agar neraca seimbang. Memasukkan ALWA ke dalam container hingga seluruhnya terendam air.

5. Menimbang ALWA tersebut (h)

6. Menganalisa hasil pengujian tersebut dengan rumus-rumus :

Bulk specific gravity :

h g

f

- (3.7)

Bulk specific gravity SSD : h g

g

- (3.8)

Apparent specific gravity : h f

f

- (3.9)

Absoption : x100%

h h g


(42)

commit to user 3.6.2.2. Pengujian Abrasi

Agregat kasar ALWA merupakan salah satu bahan dasar beton yang harus memenuhi standar tertentu untuk daya tahan keausan terhadp gesekan. Standar ini dapat diketahui dengan alat yang disebut Bejana Los Angelos. Agregat kasar harus tahan terhadap gaya aus dan bagian yang hilang karena gesekan tidak boleh lebih dari 50 %.

a) Tujuan :

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya.

b) Alat dan bahan :

1. Bejana Los Angelos dan 11 bola baja. 2. Neraca

3. Saringan 4. ALWA c) Cara kerja :

1. Mencuci ALWA dari kotoran dan debu yang melekat, lalu keringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam.

2. Mengambil ALWA dari oven dan membiarkannya hingga suhu kamar kemudian mengayak dengan ayakan 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, dengan ketentuan : lolos ayakan 12,5 mm dan tertampung 9,5 mm sebanyak 2,5 kg. lolos ayakan 9,5 mm dan tertampung 4,75 mm sebanyak 2,5 kg.

3. Memasukan agregat kasar ALWA yang sudah diayak sebanyak 5 kg ke mesin Los Angelos (i)

4. Mencuci lubang mesin Los Angelos rapat-rapat lalu menghidupkan mesin dan mengatur perputaran mesin sampai 500 kali putaran.

5. Mengeluarkan ALWA lalu disaring menggunakan saringan 2,36 mm (j). 6. Menganalisa presentase berat agregat yang hilang dengan rumus : 7. Presentase berat yang hilang = x100%

i j i


(43)

commit to user 3.6.2.3. Pengujian Gradasi

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variasi diameter agregat kasar, prosentase, dan modulus halusnya. Modulus kehalusan merupakan angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat keausan butir dalam agregat.

a) Tujuan :

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variasi ukuran butiran dan agregat kasar, prosentase, dan modulus halusnya.

b) Alat dan bahan :

1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 38 mm, 25 mm, 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, pan dan mesin penggetar.

2. Mesin penggetar. 3. Neraca.

4. ALWA kering oven. c) Cara kerja :

1. Menyiapkan ALWA sebanyak 1500 gram.

2. Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan (paling bawah), hingga ayakan 9,5 mm (paling atas), lalu susunan ayakan tersebut diletakkan pada mesin penggetar.

3. Menuangkan pasir ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat susunan ayakan tersebut.

4. Menghidupkan mesin penggetar selama 5 menit.

5. Setelah 5 menit matikan mesin, lalu menimbang dan mencatat berat agregat halus yang tertinggal pada masing-masing ayakan.

6. Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan rumus 7. Modulus kehalusan =

e d

(3.12) dimana :

d = ∑ persentase komulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan. e = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal


(44)

commit to user 3.6.3. Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tegangan luluh dan tegangan maksimum baja sehingga diketahui mutu baja yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari lelehnya baja tulangan sebelum benda uji mengalami kondisi keruntuhan, yang ditandai dengan tergelincirnya baja tulangan atau terbelahnya beton setelah gaya tarik diterapkan pada ujung tulangan. Pengujian ini menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine).

Tegangan leleh baja dapat dihitung menggunakan persamaan 3.13, yaitu:

A Pleleh leleh =

s (3.13)

A Pmaks maks =

s (3.14)

dengan:

σ

leleh = tegangan leleh baja (kgf/mm2)

Pleleh = gaya tarik leleh baja (kgf)

σ

maks = tegangan maksimum baja (kgf/mm2) Pmaks = gaya tarik maksimum baja (kgf)

3.7.

Perencanaan

Campuran

Beton

Dalam penelitian ini digunakan campuran adukan beton. Cara yang digunakan dalam perencanaan campuran adukan beton merupakan cara yang direkomendasikan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Perhitungan perencanaan campuran beton disajikan dalam lampiran.


(45)

commit to user 3.8.

Pembuatan

Benda Uji

Langkah-langkah pembuatan benda uji dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menyiapkan material (semen, metakaolin, agregat halus, ALWA, air, metakaolin dan serat aluminium ) dan peralatan yang akan digunakan untuk campuran beton.

2. Menyiapkan cetakan beton.

3. Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan mix design beton.

4. Membuat adukan beton dengan cara manual, mengaduk material yang telah ditimbang menggunakan cangkul atau cetok semen dan serat aluminium disebar secara random.

5. Memeriksa nilai slump dari adukan beton tersebut.

6. Selanjutnya dilakukan pengecoran dengan menuangkan adukan beton ke dalam cetakan dan memberi tanda untuk masing-masing sampel.

7. Kemudian dilakukan pemadatan. Setelah cetakan terisi penuh maka permukaan diratakan dan dibiarkan selama 24 jam.

8. Merawat beton dengan cara merendamnya dalam air sampai waktu pengujian dan pembakaran.

3.9.

Pengujian Nilai Slump

Slump beton adalah besaran kekentalan ( viscocity ) atau plastisitas dan kohesif beton segar. Menurut SK SNI M-12-1989-F, cara pengujian nilai slump adalah sebagai berikut :

1. Membasahi cetakan dan pelat dengan kain basah 2. Meletakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh


(46)

commit to user

3. Mengisi cetakan sampai penuh dalam 3 lapisan dimana tiap lapisan berisi kira-kira ⅓ isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 x tusukan

4. Segera setelah selesai penusukan, ratakan permukaan benda uji dengan tongkat dan semua sisa benda uji yang ada di sekitar cetakan harus disingkirkan

5. Mengangkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas 6. Mengukur nilai slump yang terjadi

3.10.

Perawatan Benda Uji

Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan beton segar selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Hal ini di maksudkan untuk menjamin agar proses hidrasi dapat berlangsung dengan baik dan proses pengerasan terjadi dengan sempurna sehingga tidak terjadi retak-retak pada beton dan mutu beton dapat terjamin.

Perawatan ini dilakukan dengan cara merendam beton ke dalam bak selama 7 hari. Kemudian beton diangin-anginkan selama 21 hari atau sampai benda uji berumur 28 hari dan diadakan pengujian beton.

3.11.

Pembakaran Benda Uji

Setelah melakukan perawatan benda uji selama 28 hari, proses selanjutnya yaitu sebagian besar benda uji dibakar dengan ketentuan variasi suhu 300° C, 400° C, dan 500°C. Pembakaran benda uji dilakukan di tungku pembakaran kerajinan keramik di desa Bayat, Klaten.


(47)

commit to user

3.12.

Perawatan Benda Uji Pasca Bakar

Setelah benda uji mengalami pembakaran maka proses selanjutnya adalah perawatan tahap II. Pada tahap ini, benda uji yang telah dibakar 5000 C sebagian akan mendapatkan perawatan ulang dengan cara diselimuti dengan kain goni basah samapi benda uji berumur 28 hari terhitung sejak selesainya prses pembakaran benda uji.

3.13.

Pengujian Kuat Tarik Beton

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kuat leleh beton komposit. Adapun langkah-langkah pengujian kuat tarik beton komposit adalah sebagai berikut:

1. Benda uji dipasang pada mesin uji sesuai dengan arah tariknya.

2. Meletakkan kertas millimeter pada mesin uji untuk mendapatkan grafik hubungan antara bebab (P) dengan perubahan panjang (ΔL)

3. Menghidupkan alat uji kuat tarik dan mengamati jarum penunjuk manometer sesuai dengan besarnya pembebanan.

4. Pada saat pembebanan dimualai mesin uji akan menggambar grafik hubungan antara (P) dengan perubahan panjang (ΔL) dari baja komposit tersebut secara otomatis.

5. Pada saat beban maksimum yyang mampu ditahan oleh benda uji terlampaui dan benda uji patah, maka salah satu jarum akan kembali keposisi angka nol. Sedangkan jarum lainnya tetap menunjukan nilai kuat leleh beton komposit. 6. Melakukan percobaan berulang ulang sesuai variasi bahan tambahnya dan


(48)

commit to user

3.14.

Analisis Data dan Pembahasan

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengujian ini dipakai microsoft excell untuk menyajikan data menjadi informasi yang lebih sederhana, mudah dimengerti dan dipahami oleh setiap pembaca yang kemudian dilakukan pembahasan guna menarik kesimpulan.


(49)

commit to user

BAB 4

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Pengujian Agregat

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus

Pengujian agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kandungan zat organik, kadar lumpur, spesific gravity, dan gradasi. Hasil pengujian agregat halus dapat dilihat dalam tabel 4.1. Perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran A.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus

No Jenis Pengujian Hasil

Pengujian Standar Kesimpulan

1 Kandungan zat

organik Jernih kuning muda Memenuhi syarat 2 Kandungan lumpur 2.3 % Maksimum 5 % Memenuhi syarat

3 Bulk spesific gravity 2,43 - -

4 Bulk spesific gravity

SSD 2,50 - -

5 Modulus halus butir 2,69 2,3 - 3,1 Memenuhi syarat Sumber: Hasil penelitian

Hasil pengujian gradasi agregat halus serta persyaratan batas dari ASTM C 33-97 dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1. Perhitungan dan analisis dari gradasi agregat halus dapat dilihat pada Lampiran A.


(50)

commit to user

Tabel 4.2. Hasil pengujian gradasi agregat halus dan Syarat ASTM C 33

No Diameter

Ayakan

Berat Tertahan Berat Lolos

Kumulatif (%)

ASTM C 33-48 Berat

(gram) %

Kumulatif (%)

1 9.5 0 0.000 0.000 100.000 100

2 4.75 50 1.807 1.68067 98.3193 95-100

3 2.36 350 11.765 13.4454 86.5546 85-100

4 1.18 485 16.303 29.7479 70.2521 50-85

5 0.85 320 10.756 40.5042 59.4958 25-60

6 0.3 1105 37.143 77.6471 22.3529 10-30

7 0.15 450 15.126 92.7731 7.22689 2-10

8 PAN 215 7.2269 100 0 0

Jumlah 2975 100 348.236

Modulus kehalusan ditentukan dengan rumus :

Modulus Kehalusan (MK) =

100

100

beratkomilatiftertinggal

=

100 100 236 ,

348

-= 2,48

Agregat yang hilang =

3000

% 100 ) 2975 300

( - x

= 0,833 %

Dari tabel 4.2 gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-97 sebagai berikut :


(51)

commit to user

Gambar 4.1 Gr

Dari gambar 4.1. dapat dili maksimum dan minimum, syarat dan layak digunakan da

4.1.2. Hasil Pengujian Agr

Pengujian yang dilakukan spesific gravity, abrasi (ke yang telah dilakukan dapat ASTM C 33-97 dapat pengujian dan analisis seleng

0 20 40 60 80 100 120

0 0.15

K

u

m

u

lat

if

L

o

lo

s

(%

)

GRAD

% Kum P

4.1 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus

ilihat gradasi agregat halus yang diuiji berada pa um, sehingga agregat halus yang digunakan me

an dalam pembuatan benda uji.

Agregat Kasar ALWA

an terhadap agregat kasar (ALWA) meliputi pe (keausan), dan pengujian gradasi. Hasil-hasil pe at dilihat pada tabel 4.3. Pengujian gradasi kasar at dilihat pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2. Da

lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran A.

0.3 0.85 1.18 2.36 4.75 9.5

Diameter Saringan (mm)

RADASI AGREGAT HALUS

um Pengujian % Kum Min % Kum Max

pada batas memenuhi

pengujian pengujian ar menurut Data hasil


(52)

commit to user Tabel 4.3. Hasil pengujian agregat kasar

No Jenis Pengujian Hasil

Pengujian Standar Kesimpulan

1 Bulk spesific gravity 1.308 - -

2 Bulk spesific gravity

SSD 1.478 - -

3 Abrasi 27.2 % Maksimum 50

% Memenuhi syarat 4 Modulus halus butir 6.84 5-8 Memenuhi syarat Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi agregat kasar (ALWA)

No Diameter

Ayakan

Berat tertinggal Berat Lolos

Kumulatif (%)

ASTM C33 Berat

(gram) %

Kumulatif (%)

1 25,00 0 0 0 100 100

2 19,00 28.5 1.91 1.91 98.09 90-100

3 12,50 534 35.77 37.68 62.32 -

4 9,50 261.5 17.52 55.2 44.8 25-55

5 4,75 521 34.90 90.1 9.89 0-10

6 2,36 147.7 9.89 100 0 0-5

7 1,18 0 0 100 0 -

8 0,85 0 0 100 0 -

9 0,3 0 0 100 0 -

10 0,15 0 0 100 0 -

11 Pan 0 0 100 0 -


(53)

commit to user

Modulus Kehalusan (MK) =

100

100

beratkomilatiftertinggal

=

100 100 29 .

784

-= 6,84

Agregat yang hilang =

3000

% 100 ) 7 . 1492 1500

( - x

= 0,48 %

Dari tabel 4.4 gradasi agregat kasar di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C33-84 sebagai berikut :

Gambar 4.2 Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar

Dari Gammbar 4.2. dapat dilihat gradasi agregat kasar yang telah diuji berada dalam maksimum dan minimum, sehingga agregat kasar yang digunakan memenuhi syarat dan layak digunakan dalam pembuatan beton benda uji.

0 20 40 60 80 100 120

Pan 0.15 0.3 0.85 1.18 2.36 4.75 9.5 12.5 19 25

K

u

m

u

lat

if

L

o

lo

s

(%

)

Diameter Saringan (mm)

GRADASI AGREGAT KASAR ALWA


(54)

commit to user 4.2.

Hasil

Pengujian Metakaolin

Metakaolin dibuat dengan cara memanaskan kaolin (china clay) pada suhu 450oC - 900 oC, selama 6 sampai 9 jam. Dalam pengujian ini Kaolin yang digunakan berasal dari Desa Semin, Gunung Kidul, Yogyakarta. Pengujian yang dilakukan dikhususkan untuk pengujian kandungan unsur kimia yang terdapat pada metakaolin. Pengujian unsur kimia metakaolin dilakukan oleh Badan Vulkanologi dan Gunung Berapi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Kandungan Kimia Metakaolin

Komposisi Kimia Prosentase (%)

SiO2 73,35

Al2O3 15,74

Fe2O3 4,28

CaO 1,94

MgO 0,48

K2O 1,35

Na2O 1,60

Sumber: Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Gunung Api Yogyakarta

4.3. Hasil

Pengujian

Alumunium

Untuk mengetahui kuat tarik alumunium sebelum digunakan pada campuran maka dilakukan uji tarik. Sampel yang digunakan adalah lembaran alumunium dengan panjang 50 mm dan lebar 2 mm dengan tebal 0.18 mm. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.6. berikut:


(1)

commit to user Gambar 4.17. Diagram Hubung

Metakaolin A

Tabel 4.32. Penghitungan pe Alumunium set Kode

benda uji

Suhu (0C)

BRMF 500

BRMF 500+Curing

Gambar 4.18. Pengaruh P Metakaolin A 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 K u at T ar ik 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 K u at T ar ik

Hubungan Suhu terhadap Nilai Kuat Tarik Beton in Alumunium (BRMF)

n perubahan Nilai Kuat Tarik Beton Ringan Meta setelah Curing Ulang

Nilai kuat tarik beton (MPa)

Penurunan (%) 0.1867

ng 0.14 -33.333

h Perawatan terhadap Nilai Kuat Tarik Beton olin Alumunium (BRMF)

Tanpa Pembakaran 300 400 500 500 500+Perawatan on Ringan etakaolin


(2)

commit to user 4.7. Pembahasan

1. Dari tabel 4.27 nilai kuat tarik beton ringan sebelum, setelah dibakar dan setelah dilakukan perawatan adalah

a. Suhu kamar : 0.053

b. Suhu 3000C : 0.32

c. Suhu 4000C : 0.1133

d. Suhu 5000C : 0.1067

e. Suhu 5000C+curing : 0.26

2. Dari tabel 4.29 nilai kuat tarik beton ringan alumunium sebelum, setelah dibakar dan setelah dilakukan perawatan adalah

a. Suhu kamar : 0.2667

b. Suhu 3000C : 0.275

c. Suhu 4000C : 0.0933

d. Suhu 5000C : 0.0867

e. Suhu 5000C+curing : 0.1533

3. Dari tabel 4.31 nilai kuat tarik beton ringan alumunium metakolin sebelum, setelah dibakar dan setelah dilakukan perawatan adalah

a. Suhu kamar : 0.323

b. Suhu 3000C : 0.1867

c. Suhu 4000C : 0.11

d. Suhu 5000C : 0.1867

e. Suhu 5000C+curing : 0.14

Pada penelitian ini jelas terlihat bahwa serat berperan penting dalam proses peningkatan kuat tarik beton. Hal ini dibuktikan dengan penambahan serat nilai kuat tariknya naik 80% dibandingkan dengan beton ringan tanpa serat hal ini dapat dilihat pada gambar 4.8 diatas. Seperti yang dikemukakan oleh suhendro (2002) disebabkan karena adanya dowel action (aksi lekatan antar muka pada serat dengan beton). Dengan adanya mekanisme dowel action dalam beton telah terbukti secara efektif menunda terjadinya retakan-retakan mikro beton yang pada akhirnya mampu meningkatkan secara dramatis berbagai sifat mekanik beton.


(3)

commit to user

Sementara setelah beton dibakar pada suhu 3000C, 4000C, 5000Cnilai kuat tariknya mengalami penurunan berturut-turut niali tersebut sebesar 14.06%; 17.65%; 18.75%. Hal ini disebabkan karena beton serat sangat komplek. Dengan adanya serat panas rambatan menjadi lebih cepat, sehingga beton mengalami kenaikan suhu karena pengaruh induksi panas yang sangat kuat.

Untuk benda uji dengan penambahan metakaolin nilai kuat tarik beton juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 83.5% dapat dilihat pada tabel 4.22. Hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh Jirawat S. (2001) bahwa metakaolin mempunyai ukuran rata-rata partikel yang lebih kecil dari pada ukuran rata-rata partikel semen sehingga dapat bekerja untuk mengisi ruang antar butiran semen dan dapat memperkuat ikatan antar partikel-partikelnya.

Pada kondisi pasca bakar dengan suhu diatas 3000C baja tulangan akan cepat memuai. Hal ini disebabkan karena baja akan cepat mengembang bila dikenai panas serta cepat menyusut bila panas yang ada dihilangkan. Inilah yang menyebabkan adanya rongga antara baja tulangan dengan beton.

(Athur raharjo 2002)

Dari data-data diatas pada setiap penambahan suhu pembakaran terjadi penurunan kuat tarik, baik pada beton ringan, beton ringan alumunium, maupun beton ringan alumunium metakolin. Dapat terlihat jelas pada gambar 4.13 sampai 4.18 hubungan kuat tarik dengan kenaikan suhu pembakaran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Al-Mutairi dan Al-Shaleh bahwa kekuatn tarik beton akan langsung berkurang dan berangsur-angsur berkurang dengan semakin meningkatnya suhu.

Pada suhu 3000C terjadi penurunan kuat tarik pada beton ringan berserat alumunium metakaolin yaitu besarnya penurunan adalah 42.47% hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pada suhu 3000C sudah terjadi transformasi bentuk beton, terjadi proses evolusi dalam struktur pori yang terdiri dari kehilangan air bebas pada suhu kamar sampai suhu 1000C dan kehilangan air pada


(4)

commit to user

CSH atau air terikat mulai terjadi pada suhu 1500C serta tidak adanya kesesuaian antara perubahan volume agregat.

Penurunan yang terjadi pada pembakaran suhu 4000C, terjadi karena pada suhu ini terjadi tegangan internal yang disebabkan oleh perbedaan suhu antar lapisan beton. Besarnya penurunan berturut-turut adalah 64.58%; 66.06%; 41.07%, pada suhu ini pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembai, dari C-S-H menjadi kapur bebas CaO, SiO2, dan uap air pengisi pori-pori beton, sehingga dengan

pengurangan jumlah unsure C-S-H tersebut, kekuatan beton mulai terganggu. Selain itu juga terjadi proses karbonasi, yaitu terbentuknya kalsium karbonat yang berwarna keputih-putihan dan merubah warna pada beton menjadi lebih terang.

Pada pembakaran suhu 4000C-5000C terjadi penurunan nilai kuat tarik yang besranya berturut-turut 5.88%; 7.14%; 41.07% hal ini disebabkan karena kalsium hidroksida mengalami dihidrasi dan berubah menjadi kalsium oksida yang kekuatannya menjadi lebih rendah sekali. Penurunan pada suhu ini juga disebabkan volume agregat tidak stabil, hal ini menyebabkan beton mengalami ledakan (spalling), selain itu meledaknya beton dipengaruhi oleh volume dan permukaan pori meningkat serta menimbulkan tekanan pori yang menyebabkan beton mengalami spalling, hal ini mulai terjadi pada suhu 1500C-5000C.

Setelah dilakukan perawatan ulang, beton pada suhu 5000C, mengalami kenaikan. Pada beton ringan kuat tariknya mengalami kenaikan sebesar 58.97%, sedangkan pada beton ringan alumunium sebesar 43.478% dan pada beton ringan alumunium metakaolin nilainya turun 33.03%.

Kenaikan pada beton yang dilakukan perawatan ulang disebabkan adanya perubahan αCSH menjadi βCSH, dimana perubahan β ini menguntungkan, karena nilainya lebih besar dari α, walaupun nilainya tidak bias kembali seperti sebelum terbakar.


(5)

commit to user

73

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penambahan suhu pembakaran mengakibatkan penurunan kuat tarik pada beton. Nilai kuat tarik rata-rata beton sebelum dan setelah dilakukan pembakaran berturut-turut adalah:

v Beton Ringan:

a. Suhu kamar : 0.053 MPa

b. Suhu 3000C : 0.32 MPa

c. Suhu 4000C : 0.1133 MPa

d. Suhu 5000C : 0.1067 MPa

Penurunan kuat tarik beton ringan dalam % dari nilai awal akibat kenaikan suhu berturut-turut: 3000C, 4000C dan 5000C adalah berturut-turut: 83.33%, 64.58%, 5.88%. Peningkatan nilai kuat tarik beton yang telah dilakukan

curing ulang adalah sebesar 0.26 MPa atau naik 58.97%

v Beton Ringan Alumunium

a. Suhu kamar : 0.2667 MPa

b. Suhu 3000C : 0.275 MPa

c. Suhu 4000C : 0.0933 MPa

d. Suhu 5000C : 0.0867 MPa

Penurunan kuat tarik beton ringan dalam % dari nilai awal akibat kenaikan suhu berturut-turut: 3000C, 4000C dan 5000C adalah berturut-turut: 3.03%, 66.06%, 7.143%. Peningkatan nilai kuat tarik beton yang telah dilakukan


(6)

commit to user

73

v Beton Ringan Alumunium metakaolin

a. Suhu kamar : 0.323 MPa

b. Suhu 3000C : 0.1867 MPa

c. Suhu 4000C : 0.11 MPa

d. Suhu 5000C : 0.1867 MPa

Penurunan kuat tarik beton ringan dalam % dari nilai awal akibat kenaikan suhu berturut-turut: 3000C, 4000C dan 5000C adalah berturut-turut: 42.268%, 41.07%, 41.07%. Nilai kuat tarik beton yang telah dilakukan curing ulang mengalami penurunan sebesar 0.14 MPa atau turun 33.03%

2. Nilai kuat tarik beton mengalami penurunan seiring dengan penambahan suhu pembakaran, hal ini disebabkan hilangnya kandungan air dalam pori-pori beton dan perbedaan koefisien muai dari material penyusun beton

3. Perlakuan curing ulang pada beton pasca bakar dapat meningkatkan kekuatan beton, hal inni terbukti dengan naiknya kuat tarik beton setelah dilakukan curing ulang selama 28 hari.

5.2.

Saran

Untuk menindaklanjuti penelitian ini kiranya dilakukan beberapa koreksi yang diperlukan agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik.

Adapun saran-saran untuk penelitian selanjutnya antara lain :

1. Perlu dilakukan penelitian dengan kadar alumunium dan metakaolin yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penilitian yang mengatur suhu pembakaran dengan waktu tertentu.