b. Pencucian
Pencucian akan mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam lilin yang melapisi kulit pada beberapa jenis hasil pertanian seperti buah-
buahan, untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan yang dapat menunjukkan adanya populasi mikroorganisme, untuk menghilangkan adanya
sisa-sisa insektisida. Air yang digunakan untuk mencuci harus bersih, sebaiknya digunakan air yang mengalir dan bersih. Pencucian dapat digunakan dengan
berbagai cara yaitu dengan cara basah atau kering, penyemprotan angin, perendaman bak perendaman atau disemprot air Afrianti, 2008.
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran yang menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian
dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat Buckle, 1987.
c. Pengupasan
Pengupasan yaitu proses pemisahan kulit jeruk bagian dalam yang bewarna putih seperti jaringan busa dengan kulit jeruk bagian luar atau flavedo
bewarna kuning atau orange dengan menggunakan pisau. d. Penghancuran
Penhancuran dilakukan dengan blender, penambahan air dalam penghancuran ditujukan agar memudahkan proses penghancuran, sedangkan
tepung maizena agar lebih kental bubur yang dihasilkan. Proses penghancuran dilakukan sampai halus Suprapti, 2001.
Universitas Sumatera Utara
e. Pemasakan
Tahap pemasakan adalah tahap yang paling kritis, pemasakn bertujuan untuk menghilangkan bau mentah. Pemasakan dilakukan dengan suhu tidak
terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Suhu yang terlalu rendah memunculkan bau relative rendah sebaliknya suhu yang terlalu tinggi membuat kulit jeruk gosong.
f. Pengemasan
Faktor-faktor yang saling berkaitan dalam pemilihan bahan pengemas yang terbaik untuk suatu produk adalah bahan pengemas, produk yang dikemas
dan teknik pengemasannya. Pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah yaitu wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan.
Wadah utama harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan perubahan-
perubahan lainnya Winarno, 1992. Sebelum dilakukan pengisian kedalam wadah, wadah terlebih dahulu
disterilisasi dengan cara mencuci bersih dan direndam selama kurang lebih 15 menit dan hanya dikeringkan saat akan mengemas selai.
2.5.1 Resep Dasar Pengolahan Selai Nanas
Nanas yang dipakai untuk membuat selai sebaiknya tidak banyak mengandung air, rasanya manis, harum, dan matang. Kondisi ini akan
mempersingkat proses pengentalan selai dan mencegah terjadinya reaksing browning kecoklatan akibat pengolahan yang terlalu lama. Adapun bahan yang
digunakan dalam pengolahan selai nanas yaitu bahan bakunya adalah 500 gram nanas dan 250 gram gula pasir sedangkan bahan tambahan yaitu 1 sdm margarin,
Universitas Sumatera Utara
kayu manis atau daun pandan, garam. Alat yang digunakan dalam proses pengolahan selai nanas yaitu timbangan, gelas ukur, mesin pemarut blender,
pisau, telenan, saringan, wajan stainless, pengaduk kayu, kompor, alat pengukus atau pasteurisasi dan sendok. Lies, M, 2001.
Proses pengolahan selai nanas yaitu sebagai berikut : 1.
Pilihlah nanas yang matang, tidak banyak mengandung air. 2.
Kupas nanas, dan bersihkan mata buahnya. 3.
Daging nanas dicuci dengan air bersih yang mengalir untuk menghilanglan kotoran-kotoran yang masih melekat pada daging buah.
4. Kemudian daging buah direndam kedalam air hangat selama 10 menit.
Kadang-kadang air perendaman ditambahkan garam, lalu tiriskan. 5.
Daging buah nanas dipotong dengan pisau menjadi dua bagian. 6.
Parut, peras dan saring nanas hingga yang tersisa tinggal bagian padatnya saja 60.
7. Hasil pemarutan nanas dimasukkan kedalam panci. Kemudian dimasak,
masukan seluruh bahan kedalam parutan nanas sambil diaduk. 8.
Setelah mendidih, kecilkan api. Sementara itu, percepat pengadukan sampai terbentuk gel, adonan tidak menetes atau berbentuk stabil saat dipindahkan ke
piring. 9.
Matikan api diamkan selama 10 menit hinga dingin. 10.
Kemas selai dalam wadah Lies, M, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Daya Terima Makanan
Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang dalam menghabiskan makanan yang disajikan Susiwi, 2009. Daya terima atau preferensi makanan
dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Tingkat kesukaan ini berbeda setiap individu. Sehingga
berpengaruh terhadap konsumsi pangan Suhardjo, 1989. Menurut Wirakusumah 1990 yang dikutip oleh Dewinta 2010,
kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan,
serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman,
umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun
demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.
2.6.1 Penampilan dan Cita Rasa Makanan
Cita rasa makanan mencakup aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut
sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan
oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pengecap. Walaupun demikian faktor utama yang
akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan
Universitas Sumatera Utara
cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen
Menurut Winarno 1992. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan
karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu dalam
penyeleggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk tehnik memasak
maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi makan.
2.6.2 Konsistensi atau Tekstur Makanan
Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh
konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.
Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh
upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera
perasa, penglihatan sehingga membuat konsumen tertarik untuk mencicipinya.
2.6.3 Rasa dan Aroma Makanan
Rasa pada makanan merupakan faktor selanjutnya yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan
makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga
Universitas Sumatera Utara
mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera
penciuman dan indera perasa. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah
menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.
2.7 Uji Organoleptik
Uji organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah
lama dikenal. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang
penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitive
Susiwi, 2009. Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian
di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur
penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data Rahayu, 1998.
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini
terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka,
netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti
Rahayu, 1998.
2.8 Panelis