c. Teori Struktur Modal
Arifin 2005 : 80 menjelaskan bahwa ada tiga teori utama atas struktur modal, antara lain :
1. Agency cost Tax Shield Trade-Off Model
Teori ini sering disingkat dengan Trade-off Theory, berasumsi bahwa struktur modal suatu perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat pengurangan
pajak ketika hutang meningkat di satu sisi dan meningkatnya agency cost ketika hutang meningkat pada sisi yang lain. Ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi
dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih bisa meningkatkan hutangnya dan peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas
tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost.
Model Trade-off merupakan model yang sangat konsisten dengan upaya mencari struktur modal optimal agar nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. Model trade-off
juga banyak penganutnya sehingga masih dianggap sebagai mainstream teori struktur modal. bukan justru yang meminimalkan porsi hutangya. Namun demikian model ini
tidak dapat menjawab beberapa pertanyaan temuan penting dari pola struktur modal di perusahaan, yaitu, dalam setiap industri ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang
paling tinggi profitabilitasnya adalah perusahaan yang paling rendah debt rationya. Temuan ini bertentangan dengan prediksi trade-off model. Trade-off model
memprediksi perusahaan akan memilih utang sebagai sumber dana asal manfaat dari tambahan utang masih lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya. Dengan demikian
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang paling tinggi profitabilitasnya mestinya perusahaan yang sudah mengoptimalkan porsi utangnya, bukan justru yang meminimalkan porsi utangnya.
2. Pecking Order Hypothesis
Teori ini dibangun berdasarkan asumsi dan temuan empiris tentang perilaku keuangan perusahaan berikut : 1 kebijakan dividen perusahaan yang bersifat ‘sticky’ tidak
gampang naik maupun turun. Manajer selalu berusaha menjaga agar dividen per lembar saham tidak berubah meskipun terjadi fluktuasi yang bersifat temporer pada laba
perusahaan, 2 perusahaan lebih menyukai sumber dana internal laba ditahan dan depresiasi dibandingkan dengan sumber dana eksternal hutang dan ekuitas, 3 jika
harus memakai sumber dana eksternal maka perusahaan akan memilih sekuritas yang teraman, 4 ketika kebutuhan dana eksternal cukup besar maka perusahaan akan
memilih menerbitkan sekuritas menurut urutan ; hutang yang paling aman, kemudian hutang yang berisiko tinggi, convertible securities, preferred stock, dan terakhir saham
biasa Arifin, 2005 : 94. Penjelasan atas adanya urutan pemilihan sumber internal kemudian sumber eksternal
yang dikemukakan pada saat itu antara lain karena pasar yang tidak sempurna tingginya biaya transaksi, banyaknya investor yang tidak memiliki cukup informasi,
dan manajer yang sama sekali tidak sensitive terhadap nilai pasar saham perusahaan dimana gambaran tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi pasar modal yang
modern. Jika dianalisis lebih lanjut, Pecking Order Model juga dapat menjelaskan beberapa
temuan empiris yang lain. Karena penerbitan saham baru selalu negatif oleh pasar modal, maka dapat diartikan bahwa manajer hanya akan menerbitkan saham baru, atau
Universitas Sumatera Utara
melakukan aktivitas menurunkan porsi utang yang lain, hanya jika mereka terpaksa melakukannya karena tidak punya dana internal atau jika tidak, mungkin memang
sengaja mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemegang saham lama. Sebaliknya, pengumuman kenaikan porsi utang dapat diartikan sebagai
bukti bahwa perusahaan cukup yakin tentang peningkatan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang sehingga mereka berani
menaikkan porsi utangnya. Oleh karena itu, kenaikan porsi utang direspon positif oleh pasar.
3. Teori Signaling dan Model Asymmetric Information yang lain