Perumusan Masalah Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Konsep

1.2 Perumusan Masalah

Saat ini masih terdapat peningkatan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung, dan belum diketahui secara jelas faktor risiko yang mempengaruhi. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor risiko yang berkaitan dengan lingkungan fisik rumah, maka diharapkan akan dapat diupayakan penanggulangannya yang lebih komprehensif di desa yang menjadi wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik responden, kualitas fisik rumah dan perilaku penghuni terhadap kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1 Untuk mengetahui karakteristik responden umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan alamat desa tempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. 2 Untuk mengetahui kondisi fisik rumah kondisi lantai, kondisi dinding, luas ventilasi, kelembaban kamar, suhu kamar, dan kepadatan hunian kamar di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. Universitas Sumatera Utara 3 Untuk mengetahui perilaku penghuni kebiasaan membersihkan rumah, kebiasaan menutupmembuka jendela, dan kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. 4 Untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dengan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. 5 Untuk mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. 6 Untuk mengetahui hubungan perilaku penghuni dengan kejadian ISPA pasca bencana erupsi Gunung Sinabung di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian

1 Ada hubungan karakteristik responden dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. 2 Ada hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015. Universitas Sumatera Utara 3 Ada hubungan perilaku penghuni dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Tiganderket, Karo, Sumatera Utara pada tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1 Sebagai informasi bagi masyarakat dalam upaya menjaga sanitasi lingkungan guna mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kejadian ISPA. 2 Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam penentuan intervensi dari permasalahan kesehatan yang terjadi yang berhubungan dengan faktor lingkungan dan kejadian ISPA. 3 Sebagai sarana belajar bagi penulis dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapat selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4 Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM USU dan peneliti selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura Depkes RI, 2008. ISPA merupakan radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran napas bawah, misalnya bronkitis,bila menyerang kelompok umur tertentu, khususnya bayi, anak-anak, dan orang tua, akan memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan seringkali berakhir dengan kematian Alsagaff dan Abdul, 2010.

2.1.2 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI 2009: 1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak. 2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok. Universitas Sumatera Utara

3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu

makan menurun. 2.1.3 Etiologi ISPA Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara lain Influenza, Adenovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan ISPA antara lain Aspergillus sp., Candida albicans, dan Histoplasma. Sedangkan aspirasi lain yang juga dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap kendaraan bermotor, BBM bahan bakar minyak biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, dan benda asing seperti biji-bijian Widoyono, 2008. Sebagian besar ISPA disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan seperti aspirasi minyak mineral, inhalasi bahan- bahan organik atau uap kimia seperti Berillium, inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung alergen, seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas tebu di pabrik gula, obat Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat, radiasi dan Desquamative interstitial pneumonia, Eosinofilic pneumonia Alsagaff dan Abdul, 2010.

2.1.4 Tanda dan Gejala Klinis ISPA

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan Universitas Sumatera Utara bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian anak yang menderita radang paru pneumonia, bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik akan menyebabkan kematian Fuad, 2008.

2.1.5 Faktor Resiko ISPA

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Maryani 2012 secara umum terdapat 3 faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, dan faktor perilaku. 2.1.5.1 Faktor Lingkungan a. Pencemaran Udara dalam Rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. b. Luas Ventilasi Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Menyuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan. 2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat- zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara. Universitas Sumatera Utara 3. Menyuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang. 4. Menyuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan. 5. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal. 6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata. c. Pencahayaan Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. d. Kualitas udara Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut: 1. Suhu udara nyaman berkisar 18 -30 Celcius. 2. Kelembaban udara berkisar antara 40-70. 3. Konsentrasi gas CO² tidak melebihi 0,10 ppm24 jam. 4. Pertukaran udara=5 kaki kubik per menit per penghuni. 5. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mgm³. e. Kepadatan hunian rumah Kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829MenkesSKVII1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan hunian ruang tidur minimal luasnya 8m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Universitas Sumatera Utara

2.1.5.2 Faktor Individu Anak

Faktor resiko terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA terkhusus pada anak-anak adalah sebagai berikut: a. Umur Anak b. Berat Badan lahir c. Status gizi d. Vitamin A e. Status Imunisasi

2.1.5.3 Faktor Perilaku

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga Maryani, 2012. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok Notoatmodjo, 2007: 1 Perilaku pemeliharaan kesehatan health maintanance atau usaha seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek : Universitas Sumatera Utara a Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan jika telah sembuh dari penyakit. b Perilaku peningkatan kesehatan. c Perilaku gizi, makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. 2 Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan atau disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking behavior. 3 Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang berespons terhadap lingkungannya sebagai determinan kesehatan manusia sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku ini antara lain mencakup : a Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan. b Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higiene, pemeliharaan, teknik, dan penggunaannya. c Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair, termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik. d Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya. e Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk vektor, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Cara Penularan ISPA

ISPA ditularkan lewat udara pada saat orang yang sudah terinfeksi akan mengalami batuk, bersin atau bernafas maka bersamaan dengan itu bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA secara tidak sengaja akan menginfeksi orang yang ada di sekitar yang menghirup udara tersebut. Faktor yang dapat memudahkan penularan Said, 2010: 1 Kuman bakteria dan virus yang menyebabkan ISPA mudah berkembangbiak dalam rumah yang lantainya lembab, pencahayaan kurang, ventilasi yang tidak memenuhi standar dan polusi udara entah karena asap rokok ataupun asap api sebagai bahan untuk memasak. 2 Orang yang terkena ISPA akan mudah menularkan kuman pada orang lain baik lewat kontak langsung maupun lewat udara saat bersin atau batuk tanpa menutup mulut dan hidung. 3 Kuman yang menyebabkan ISPA mudah sekali menular dari orang yang satu ke orang yang lain, terutama pada rumah yang anggota keluarganya banyak dan tinggal dalam rumah yang ukurannya kecil. 2.2 Rumah dan Kesehatan 2.2.1 Definisi Rumah Definisi perumahan housing menurut WHO adalah suatu bangunan fisik yang digunakan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan dan bangunan tersebut termasuk fasilitas dan perlengkapan pelayanan yang diperlukan, baik untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya, baik untuk keluarga maupun individu Sarudji, 2010. Universitas Sumatera Utara Menurut UU No.41992 dalam Sarudji 2010 yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi sarana lingkungan. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik kawasan perkotaan ataupun pedesaan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

2.2.2 Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah Depkes RI, 2003. 2.2.3 Syarat-syarat Umum Perumahan Sehat 1. Syarat Fisiologis Perumahan harus memenuhi persyaratan fisiologis agar kebutuhan faal tubuh terpenuhi melalui fasilitas yang tersedia. Yang termasuk dalam kebutuhan fisiologis dalam perumahan adalah: a. Pencahayaan Pencahayaan yang diperlukan untuk suatu ruangan dapat berbentuk cahaya alami sinar matahari dan cahaya buatan sinar lampu. Universitas Sumatera Utara b. Penghawaan Penghawaan untuk suatu ruangan di dalam rumah harus diperhitungkan aliran udara yang masuk dan kapasitas ruangan untuk suatu hunian atau jumlah udara yang diperlukan per orang yang tinggal di dalamnya. c. Kebisingan Tidak ada gangguan ketenangan akibat kebisingan baik yang bersumber dari luar maupun dari dalam rumah. d. Ruangan Tersedia ruang yang cukup untuk kegiatan bermain bagi anak, dan untuk belajar, ruang tamu, ruang tidur,dsb. 2. Syarat Psikologis Rumah menjamin ketenangan dan kebebasan anggota keluarga sehingga tidak terganggu oleh anggota keluarga lain. Selain itu, tersedianya ruang keluarga dan lingkungan yang sesuai juga merupakan syarat psikologis. Rumah juga harus memiliki halaman yang dapat ditanami pepohonan atau tumbuhan taman. Hewan peliharaan harus memiliki kandang sendiri terpisah dari rumah. 3. Mencegah Penularan Penyakit Beberapa persyaratan berikut yang berkaitan dengan tersedianya fasilitas sanitasi agar kesehatan penghuninya tetap terjaga, tidak tertular penyakit infeksi baik antar penghuni maupun dengan kehadiran anggota warga lainnya. a. Tersedianya persediaan air bersihair minum. b. Bebas dari vektor ataupun binatang pengerat. Universitas Sumatera Utara c. Tersedianya tempat pembuangan tinja dan air limbah. d. Luasukuran kamar mimimum ukuran 2,5 m x 3 m dengan ketinggian langit-langit 2,75-3 m. Sanitasi perumahan, khususnya yang menyangkut kepadatan penghuni kamar dan luas jendela berpengaruh terhadap timbul dan menularnya penyakit pneumonia. e. Fasilitas untuk pengolahan makananmemasak dan penyimpanan makanan yang terbebas dari pencemaran maupun binatang pengerat. 4. Mencegah Terjadinya Kecelakaan a. Adanya ventilasi di dapur b. Cukup intensitas cahaya c. Jauh dari pohon besar d. Bangunan mengikuti garis rooi garis sempadan. Jarak pagar dengan bangunan minimal ½ lebar jalan. e. Lantai yang selalu basah tidak licin dan tetap dipelihara. f. Bagian bangunan yang dekat api atau listrik terbuat dari bahan tahan api. g. Cara mengatur isi ruangan yang memberikan keleluasaan anggota keluarga. h. Cara menyimpan bahan beracun, hindarkan dari jangkauan anak-anak Sarudji, 2010.

2.2.4 Persyaratan Lingkungan Dalam Rumah Sehat

Persyaratan kesehatan suatu rumah tinggal sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829MenkesSKVII1999 adalah sebagai berikut: 1. Bahan bangunan Universitas Sumatera Utara a. Tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain: 1 Debu total tidak lebih dari 150 µgm³ 2 Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiberm³jam 3 Timah hitam Pb tidak melebihi 300 mgkg. b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen. 2. Komponen dan penataan ruang rumah Komponen rumah harus mempunyai persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut : a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan b. Dinding: 1 Di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara. 2 Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan. c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan. d. Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir. e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, kamar mandi dan ruang bermain anak. f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. Universitas Sumatera Utara 3. Pencahayaan Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan mata. 4. Kualitas Udara Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut : a. Suhu udara berkisar antara 18- 30˚C b. Kelembaban udara berkisar antara 40-70 c. Konsentrasi gas SO², tidak melebihi 0,10 ppm24 jam d. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm8 jam e. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mgm² 5. Ventilasi Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10 dari luas lantai. 6. Binatang penular penyakit Tidak ada tikus, nyamuk ataupun lalat yang bersarang di dalam rumah. 7. Penyediaan air a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 60 literhariorang b. Kualitas air minum harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8. Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman. Universitas Sumatera Utara 9. Limbah a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah. b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah. 10. Kepadatan hunian ruang tidur Luas ruang tidur minimal 8 m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah usia 5 tahun.

2.3 Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Skema Kerangka Konsep Kondisi Fisik Rumah 1. Kondisi Lantai 2. Kondisi Dinding 3. Luas Ventilasi 4. Kelembaban 5. Suhu 6. Kepadatan Hunian Kejadian ISPA pasca Erupsi Gunung Sinabung Perilaku Penghuni 1. Membersihkan Rumah 2. Menutupmembuka Jendela 3. Kebiasaan Merokok Karakteristik Responden 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Status pernikahan 4. Pendidikan 5. Pekerjaan 6. Alamat Desa Tempat Tinggal Universitas Sumatera Utara 23 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dokumen yang terkait

Redesain Permukiman Relokasi Masyarakat Gunung Sinabung

7 50 200

Potensi Seed Bank Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang Pasca Letusan Tahun 2010

1 64 73

Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Unsur Hara Makro di Kabupaten Karo

3 81 38

Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Hara P Oleh Tanaman Jagung Serta Terhadap Respirasi Mikroorganisme Pada Tanah Dystrandepts

3 88 65

Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara

6 97 49

Keanekaragaman dan Konservasi Vegetasi Hutan Gunung Sinabung Untuk Pembangunan Berkelanjutan

0 30 31

Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015

0 0 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA - Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Ta

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015

0 0 9

HUBUNGAN KUALITAS FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PASCA BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN TIGANDERKET KARO SUMATERA UTARA PADA TAHUN 2015

0 0 14