Prinsip Penilaian terhadap Pemberian Kredit Perbankan
mengalami perubahan dan penambahan beberapa pasal dengan pengundangan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1964 tentang
Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1955 tentang Pengawasan terhadap Urusan Kredit pada tanggal 2 Mei 1964.
Kemudian pada tahun 1966 tepatnya pada tanggal 5 Juli 1966, ditetapkanlah Ketetapan MPRS RI Nomor XXIIIMPRS1966 tentang
Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan yang memerintahkan untuk dilakukannya perbaikan
kemerosotan perekonomian negara yang disebabkan oleh tata kelola negara yang salah serta pemberontakan gerakan kontra revolusi
G.30.SPKI dan juga penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu target pembaharuan kebijaksanaan landasan
ekonomi, keuangan, dan pembangunan dalam Tap MPRS tersebut adalah sektor perbankan, sebagaimana Pasal 55 yang berbunyi:
“Dalam rangka pengamanan keuangan negara pada umumnya dan pengawasan serta penyehatan tata perbankan pada khususnya,
maka segera harus ditetapkan Undang-Undang Pokok Perbankan dan Undang-
Undang Bank Sentral.” Atas perintah Tap MPRS ini terutama Pasal 55 tersebut, maka
diundangkanlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan pada tanggal 30 Desember 1967 dan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral pada tanggal 7 Desember 1968. Kredit perbankan dalam undang-undang
perbankan mulai mendapat perhatian yang terlihat pengaturannya dalam UU ini yakni pada Bab V mengenai Usaha-Usaha Perbankan;
Pasal 23 sampai Pasal 25 untuk kredit yang diberikan oleh Bank Umum; Pasal 26 sampai Pasal 27 untuk kredit yang diberikan oleh
Bank Tabungan; serta Pasal 28 dan Pasal 29 untuk kredit yang diberikan oleh BankPembangunan.
Pada Bab V ini, jumlah kredit yang dapat dapat diberikan oleh masing-masing bank tersebut harus berdasarkan ketetapan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercamtum pada Pasal 25 ayat 1 untuk Bank Umum, Pasal 27 untuk Bank Tabungan, dan
Pasal 29 ayat 2 untuk Bank Pembangunan. Hal ini mengandung arti bahwa Bank Indonesia memiliki tugas sekaligus kewenangan untuk
menetapkan jumlah atau besaran kredit yang dapat diberikan oleh bank-bank yang telah disebutkan itu. Dengan demikian pada masa
berlakunya Undang-Undang Pokok-Pokok Perbankan ini, Bank Indonesia memiliki tugas dan kewenangan hanya sebatas penetapan
jumlah kredit yang dapat diberikan oleh bank dimaksud. Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional
yang senantiasa bergerak cepat disertai dengan tantangan-tantangan yang semakin luas, mendorong dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan tujuan agar perbankan nasional dapat menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya
kepada masyarakat guna menunjang pelaksanaan pembangunan