dan besar-besaran. Kegiatan ini bahkan sebagian besar bersifat illegal yang cukup sulit ditangani karena keterbatasan sumberdaya aparatur
dan infrastruktur untuk pengawasan.
9. Hubungan dengan Penduduk Malaysia
Kesamaan budaya, adat, dan keturunan di kawasan perbatasan telah melahirkan kegiatan lintas batas tradisional, yang sebagian diantaranya
bersifat ilegal dan sulit dicegah. Kegiatan lintas batas tradisional ini telah berlangsung lama dan pada awalnya didorong oleh kebutuhan
dan manfaat bersama bagi penduduk kedua negara di perbatasan. Kegiatan ini bahkan telah diatur melalui perjanjian perdagangan lintas
batas Indonesia – Malaysia pada tanggal 11 Mei 1967, yang mengizinkan penduduk melakukan transaksi maksimum 600 RM per
bulan. Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu, kegiatan lintas batas
tradisional tersebut mulai dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu dari kedua negara untuk melakukan kegiatan ilegal, yaitu berupa transaksi
dagang yang melebihi ketentuan atau bahkan berupa penyelundupan. Kegiatan ilegal ini khususnya dilakukan untuk jenis komoditi yang
memiliki selisih harga relatif tinggi diantara kedua negara. Ironisnya, pelaku kegiatan ilegal ini sebagian besar justru penduduk yang barasal
dari luar perbatasan. Kalaupun ada penduduk asli perbatasan terlibat umumnya karena kepolosan dan ketidaktahuan, dan mereka
memperoleh peran serta bagian keuntungan yang kecil.
2.3. Harapan Masyarakat Perbatasan
Secara umum, pengembangan kawasan perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan yang menyeluruh holistic, meliputi
berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta kordinasi dan kerjasama yang efektif, yang dapat dimulai dari pemerintah pusat sampai ke tingkat
provinsi dan kabupaten. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui
LAPORAN PENELITIAN II - 16
penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro dan disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun
vertikal dengan pemerintah daerah terutama dengan masyarakat perbatasan.
Bagian paling penting dari proses yang partisipatif itu adalah mendengarkan apa saja yang menjadi harapan masyarakat. Rumitnya
permasalahan kawasan perbatasan disatu sisi dan adanya rencana pemerintah menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan NKRI
di sisi lain, telah memunculkan harapan baru bagi masyarakat perbatasan. Meskipun seringkali harapan baru ini mereka rajut dengan perasaan
ketidakpastian Uncertainty. Beberapa diantara harapan masyarakat perbatasan tersebut adalah:
1. Realisasikan Kawasan Perbatasan Sebagai “Beranda Depan”.
Selama ini kawasan perbatasan lebih banyak dipandang sebagai kawasan “belakang” yang harus dijaga dari ancaman pemberontak,
penyelundup, dan gerombolan lain yang dianggap sebagai pengacau keamanan. Karena itu, kawasan perbatasan menjadi kawasan yang
terlupakan, tertinggal dan terpencil, tempat yang baik bagi perdagangan ilegal dan tidak tersentuh oleh kegiatan pembangunan.
Oleh karena itu, masyarakat berharap keinginan menjadikan kawasan perbatasan menjadi beranda depan jangan hanya sebagai wacana dan
sekedar memberi kesenangan sesaat bagi masyarakat perbatasan. Akan tetapi harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dimulai dari
penyusunan penataan ruang kawasan perbatasan, membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, memelihara lingkungannya, dan
diupayakan sedemikian rupa sehingga menarik bagi pihak-pihak investor yang berniat mengembangkannya sebagai kawasan ekonomi
dan perdagangan antar kedua negara. Kebijakan demikian sesungguhnya sejalan dengan kebijakan yang sedang dan akan terus
dijalankan oleh negara tetangga Negara Bagian Serawak di Malaysia.
LAPORAN PENELITIAN II - 17
2. Pendekatan Kesejahteraan Dan Keamanan Secara Serasi
Membangun kawasan perbatasan pada masa kini dimana kondisi keamanan regional relatif stabil dan ancaman pemberontak relatif
berkurang, maka perlu dipertimbangkan aspek-aspek lain selain keamanan seperti aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Pada masa lalu
pendekatan yang digunakan lebih menekankan pada aspek keamanan, sesuai dengan kondisi dan paradigma yang digunakan saat itu. Namun
saat ini dimana negara tetangga telah mengembangkan kawasan perbatasan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, maka
masyarakat berharap pendekatan kesejahteraan yang diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan negara, perlu
dijadikan sebagai landasan bagi penyusunan perencanaan berbagai kegiatan.
Meskipun demikian, masyarakat juga berharap pembangunan pos-pos keamanan disepanjang perbatasan dapat ditingkatkan mengingat
semakin banyaknya pelanggaran berupa kegiatan ilegal. Selain itu, pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana utama dalam
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pertahanan dan keamanan di perbatasan perlu disediakan.
3. Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia
Kualitas sumberdaya
manusia di kawasan perbatasan pada umumnya masih relatif rendah jika dibandingkan dengan kawasan lainnya. Hal ini
disebabkan terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, serta komunikasi dan perhubungan yang dapat dinikmati oleh
masyarakat di kawasan perbatasan. Pada beberapa kampung di kawasan perbatasan, sebagian kecil masyarakat dapat memanfaatkan
pelayanan kesehatan, pendidikan, perhubungan, dan komunikasi yang tersedia di negara tetangga, namun sebagian besar lainnya tidak
LAPORAN PENELITIAN II - 18
menikmati pelayanan kesehatan, pendidikan, perhubungan, dan komunikasi yang memadai.
Masyarakat berharap pembangunan sarana dan prasarana sosial, seperti sekolah pusat kesehatan, fasilitas perhubungan dan komunikasi
dapat segera dilakukan, dengan kualitas yang setara dengan yang ada di negara tetangga. Jika tidak dikhawatirkan jumlah masyarakat
perbatasan yang sekolah dan berobat di negara tetangga akan terus meningkat. Hal ini dapat mengganggu kedaulatan negara dari perspektif
ekonomi dan politik.
4. Mengembangkan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat berharap, kecamatan-kecamatan di kawasan perbatasan
yang memiliki potensi ekonomi dapat dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan bagi kawasan disekitarnya, termasuk wilayah bagian
dalam hinterland dari kawasan perbatasan. Pusat pertumbuhan ekonomi tersebut dikembangkan secara bertahap dengan
memperhatikan perencanaan yang sama dari negara tetangga. Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu
upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan kerjasama perdagangan yang selama ini lebih banyak
dilakukan secara ilegal.
5. Memperjelas Status Kawasan dan Lembaga Pengelola.
Untuk mengefektifkan dan mempercepat pembangunan di kawasan perbatasan, maka harapan masyarakat sebaiknya di sepanjang
kawasan diberlakukan sebagai kawasan khusus yang ditetapkan dengan keputusan Presiden. Agar kawasan khusus tersebut terkelola
dengan baik serta dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah pusat perlu segera menyerahkan beberapa
kewenangan kepada daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan
LAPORAN PENELITIAN II - 19
yang mudah dan cepat, seperti kebijakan pertanahan, perumahan, perizinan investasi asing, prosedur ekspor-impor dan lain-lain.
Tidak seperti saat ini, kawasan perbatasan Entikong berkembang lambat karena Pemerintah kabupaten Sanggau tidak memperoleh
kewenangan dan sumber dana yang cukup dari pemerintah pusat. Demikian halnya dengan kawasan perbatasan Paloh dan Sajingan di
Kabupaten sambas, meskipun sudah memiliki master plan yang baik dan didukung oleh lembaga Badan Pengelola Palsa, juga belum dapat
berkembang karena ketidakjelasan status, wewenang, dan pendanaan. Namun sambil menunggu kejelasan status kawasan ini, kondisi
kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat perbatasan perlu ditingkatkan. Untuk itu, penguatan kelembagaan institutional building
melalui program peningkatan dan pengembangan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk lembaga adat sangat
membantu proses pembangunan yang partisipatif ini. Dalam kaitan itu, perhatian terhadap dewan adat dan temenggung perlu ditingkatkan
termasuk melibatkan mereka dalam forum pengambilan keputusan seperti Musrenbang desa dan kecamatan.
Dari aspek pembiayaan, masyarakat berharap dialokasikannya dana khusus untuk pembangunan kawasan perbatasan. Pertimbangannya
adalah bahwa daerah khusus perbatasan menyangkut kepentingan daerah dan nasional yang seyogyanya disediakan dalam bentuk Dana
Alokasi Khusus DAK kepada daerah.
6. Melindungi Sumberdaya Alam dan Mengembangkannya bagi Kesejahteraan Masyarakat Lokal.
Kawasan perbatasan memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Hampir seluruh kawasan perbatasan
terdiri atas hutan tropis dan kawasan konservasi. Potensi sumberdaya alam berupa hutan tropis dan kawasan konservasi ini diharapkan
LAPORAN PENELITIAN II - 20
masyarakat dapat dilindungi kelestariannya selain dibudidayakan bagi kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Selama ini harus diakui bahwa kesulitan ekonomi telah memaksa penduduk untuk terlibat dalam kegiatan ilegal logging, sehingga langkah
pemberantasan menjadi semakin rumit. Disamping itu, ketimpangan kondisi infrastruktur, pemahaman hukum yang berbeda, dan
ketimpangan ekonomi antara Malaysia dengan Indonesia juga turut menyebabkan kayu-kayu yang melewati garis batas sulit ditangkap oleh
aparat keamanan Indonesia.
7. Meningkatkan Kerjasama Pembangunan dengan Negara Tetangga.
Masyarakat perbatasan berharap terjadi peningkatan hubungan dengan negara tetangga dibidang sosial, ekonomi, dan keamanan. Peningkatan
hubungan ini mereka yakini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat perbatasan. Salah satu bentuk kerjasama
dalam bidang keamanan yang perlu diprioritaskan untuk segera dilaksanakan adalah penetapan batas antar negara yang sampai saat
ini belum jelas di beberapa titik kawasan perbatasan. Ketidakjelasan ini memunculkan kekhawatiran dan keragu-raguan bagi masyarakat dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk dalam berusaha seperti ketika membuka lahan perkebunan dan pertanian serta dalam
bepergian. Bentuk kerjasama lainnya adalah dalam bidang ekonomi, seperti
perubahan terhadap nilai maksimum perdagangan lintas batas yang saat ini disepakati sebesar 600 RM per bulan. Masyarakat berharap
segera dilakukan perubahan karena nilai 600 RM tersebut pada saat ini dirasakan terlalu kecil. Disamping itu, jenis komoditi yang dapat
diperdagangkan perlu diperjelas karena seringkali pada satu saat suatu komoditi dapat diperdagangkan, tapi pada saat lain tidak. Hal ini terjadi
hanya karena interpretasi yang berbeda dari aparatur pemerintah yang menjalankan tugas.
LAPORAN PENELITIAN II - 21
8. Percepatan Pembangunan Infrastruktur.
Masyarakat perbatasan berharap hasil kesepakatan bilateral dengan Malaysia segera ditindaklanjuti dengan pembangunan pos lintas batas
yang bersifat tradisional bagi penduduk di kawasan perbatasan, untuk selanjutnya dapat ditingkatkan statusnya menjadi tempat pemeriksaan
imigrasi. Sarana dan prasarana perbatasan yang telah ada tetapi masih bersifat darurat, perlu dilakukan standarisasi dan dipercepat
peningkatan kualitasnya. Jenis infrastruktur lain yang diharapkan masyarakat dipercepat penyediaannya adalah di bidang kelistrikan,
komunikasi dan informasi melalui pembangunan stasion relay atau pemancar radio dan telivisi, pemukiman beserta sarana lingkungannya,
serta pembangunan jalanjembatan dari ibukota provinsi ke kecamatan dan dari kecamatan menuju desa-desa di sepanjang perbatasan. Akibat
kualitas jalan yang jelek masyarakat perbatasan terpaksa mengeluarkan ongkos angkut yang relatif besar jika bepergian ke
ibukota kabupaten. Disamping itu, khusus masyarakat Paloh dan Sajingan berharap
dibangunnya pasar yang mampu menarik minat penduduk Malaysia untuk berbelanja. Sementara masyarakat Entikong dan Sekayam
menginginkan pemindahan pasar tradisional ke posisi yang lebih strategis karena posisi sekarang membuat penduduk Malaysia malas
berbelanja, sehingga kondisi ini sangat merugikan pedagang kita. Secara umum, transaksi yang terjadi selama ini antara penduduk kita
dengan Malaysia seringkali merugikan kita karena harga lebih banyak ditentukan oleh Malaysia. Bahkan jika diperiksa dengan teliti, maka
sering ditemui barang-barang hasil industri Malaysia yang diperdagangkan di kawasan perbatasan banyak yang hampir dan telah
kadaluarsa.
LAPORAN PENELITIAN II - 22
9. Penanggulangan Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan.
Masyarakat perbatasan berharap adanya pemberdayaan masyarakat di sepanjang perbatasan dalam rangka menanggulangi kemiskinan.
Program yang dapat dilakukan antara lain melalui penyediaan tempat usaha dan teknologi tepat guna sesuai dengan sumberdaya alam yang
potensial dilingkungannya. Program ini diharapkan akan memberikan nilai tambah berupa pendapatan yang lebih tinggi kepada masyarakat
dari kegiatan produksinya. Bantuan lain yang diharapkan masyarakat adalah terpenuhinya secara
rutin pasokan kebutuhan pokok seperti sembako, bahan makanan pokok lainnya dan keperluan sehari-hari melalui kerjasama dengan
aparat keamanan. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kestabilan harga, sehingga masyarakat tidak dihadapkan pada tingkat harga
kebutuhan pokok yang relatif tinggi.
10. Terwujudnya Penegakan Hukum.
Salah faktor yang menyebabkan investor kurang tertarik menanamkan modalnya di kawasan perbatasan adalah tidak adanya kepastian hukum
dan atau lemahnya penegakan hukum. Hal ini terjadi akibat banyak faktor, seperti ketidakjelasan status kawasan, ketidakjelasan
wewenang, sulitnya kordinasi, minimnya aparatur, terbatasnya infrastruktur, rendahnya kualitas Sumberdaya manusia, dan lain-lain.
Masyarakat perbatasan berharap faktor-faktor penyebab tersebut dapat segera diatasi sehingga penegakan hukum di kawasan perbatasan
dapat terwujud. Dengan demikian semua kegiatan ilegal yang selama ini marak terjadi akan berkurang baik kuantitas maupun kualitasnya.
Sejalan dengan itu, masyarakat juga berharap adanya penyuluhan hukum secara rutin untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang
hukum, karena keterlibatan mereka dalam kegiatan ilegal selama ini lebih banyak disebabkan ketidakpamahaman soal hukum.
LAPORAN PENELITIAN II - 23
11. Alokasi Anggaran yang Jelas Melalui APBN dan APBD.
Selama ini masyarakat hanya mendengar isu saja bahwa PALSA di Sambas dan Entikong di Sanggau akan dikembangkan. Masyarakat
juga mendengar bahwa pemerintah provinsi telah membentuk sebuah Badan Persiapan Pengembangan Kawasan Perbatasan BP2KP.
Disamping itu, masyarakat perbatasan semakin sering menerima kunjungan pejabat pusat, provinsi dan kabupaten. Akan tetapi dalam
kenyataan sehari-hari mereka belum merasakan adanya kemajuan yang berarti, terutama jika dilihat dari alokasi anggaran baik untuk
pembangunan fisik maupun nonfisik. Masyarakat berharap pembangunan kawasan perbatasan sebagai
beranda depan NKRI bukan sekedar wacana atau isu, tetapi benar- benar diwujudkan pemerintah. Salah satu bukti nyata dari perwujudan
itu adalah adanya alokasi anggaran yang jelas ke kawasan perbatasan baik yang bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi, maupun
dari APBN. Dengan demikian dalam satu tahun anggaran dapat diketahui dengan pasti besarnya anggaran dari APBD Kabupaten,
APBD Provinsi, dan APBN yang dialokasikan ke kawasan perbatasan.
12. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembangunan.
Masyarakat perbatasan berharap mereka dilibatkan dalam proses pembangunan mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan
hingga pada tahap evaluasi. Masih ada beberapa kegiatan pembangunan di kawasan perbatasan yang masyarakat sama sekali
tidak tahu-menahu, tiba-tiba saja sudah pada tahap pelaksanaan. Mereka tidak pernah dilibatkan sebelumnya dalam proses perencanaan.
Musrenbang desa dan Musrenbang kecamatan merupakan forum yang sering mereka ikuti. Akan tetapi mereka sangat kecewa karena
seringkali usulan yang disampaikan lewat forum itu menghilang pada saat Musrenbang Kabupaten. Menurut mereka, “percuma saja ikut
LAPORAN PENELITIAN II - 24
LAPORAN PENELITIAN II - 25
Musrenbang karena begitu naik ke kabupaten akan dihapus dan diganti dengan kehendak kabupaten”. Disamping itu, mereka juga
menyampaikan kekecewaan soal ketidaksesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan. Mereka berharap forum Musrenbang desa dan
kecamatan memiliki kekuatan dan pemerintah kabupaten memiliki komitmen serta konsitensi untuk melaksanakan semua agenda yang
tertuang dalam dokumen perencanaan.
13. Mencegah berkembangnya Penyakit Sosial Masyarakat
Meskipun pengembangan kawasan perbatasan masih relatif lamban namun jumlah orang yang berkunjung terus mengalami peningkatan,
baik untuk tujuan rekreasi, transit, penjajakan investasi, kedinasan, maupun untuk tujuan penelitian. Di perbatasan Entikong hal ini tentu
lebih terasa karena sudah merupakan pintu resmi berupa PPLB Pos Pemeriksaan Lintas Batas.
Tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan jumlah orang yang berkunjung ini disamping memberi dampak positif juga membawa dampak negatif.
Dampak negatif yang mulai terlihat adalah berkembangnya penyakit sosial masyarakat seperti maraknya peredaran minuman keras dan
obat-obatan terlarang, prostitusi, dan perjudian. Masyarakat di perbatasan Sanggau dan Sambas yang sempat kami wawancarai
mengaku bahwa pada awalnya penyakit sosial ini dibawa oleh pendatang, tetapi sekarang sudah mulai diikuti oleh penduduk asli
perbatasan. Masyarakat berharap pemerintah dapat segera mencegah
perkembangan penyakit sosial ini, baik melalui penyuluhan dan pengawasan, maupun melalui penegakan hukum yang memberi efek
jera. Disamping itu, pendataan terhadap pendatang terutama tujuan kunjungannya perlu terus dilakukan secara aktif dengan tetap
mengindahkan sopan santun dan tata kerama, agar tidak justru menimbulkan persoalan baru.
BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN
KAWASAN PERBATASAN
Lambatnya perkembangan kawasan perbatasan Indonesia dengan beberapa negara tetangga yang kita rasakan saat ini, tidak terlepas dari
masih tertanamnya paradigma lama dalam memandang perbatasan. Perbatasan beberapa waktu lalu dipandang sebagai suatu kawasan
penyangga sabuk keamanan, sarang perampok, dan pemberontak. Dengan konotasi seperti itu, kawasan perbatasan menjadi tidak menarik bagi para
investor untuk menanamkan modalnya yang sangat mengutamakan rasa aman atas investasinya.
Oleh karena itu, hingga saat ini kita masih harus meluruskan berbagai kesalahan pemahaman tersebut. Selain itu, persoalan mendasar lainnya
adalah keterbatasan akses dan jauhnya jarak kawasan perbatasan tersebut dengan pusat kota. Di sisi lain, pembahasan dan penanganan masalah
perbatasan hingga saat ini masih parsial dan bersifat ad hoc, sehingga penanganan perbatasan sebagai suatu kawasan mengalami kesulitan dalam
membuat keputusan yang komprehensif dan intergrasi. Sesungguhnya telah banyak kebijakan yang ditetapkan secara implisit
untuk membangun dan mengembangkan kawasan perbatasan, antara lain sebagaimana diamanatkan dalam GBHN Tahun 1999 – 2004 TAP MPR No.
IVMPR1999 memberikan landasan dan arah kebijakan pembangunan daerah yang lebih memprioritaskan pembangunan kawasan perbatasan
dengan menganut prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, sebagaimana termaktub dalam Bab IV butir G. Pembangunan Daerah, 1.h. ”Meningkatkan
pembangunan di seluruh daerah, terutama di Kawasan Timur Indonesia, daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada
prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
LAPORAN PENELITIAN III - 1