subtipe gambaran histopatologi tumor sinonasal dibandingkan dengan sinus paranasal.
4.2 Pembahasan
Pada tabel 4.1 menunjukkan insidensi tumor sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dari tahun 2009 sampai
dengan 2011, dari tahun ke tahun baik tumor sinonasal jinak maupun ganas mengalami peningkatan jumlah kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke dokter, dan mungkin juga didukung oleh meningkatnya pengetahuan dan kelengkapan
fasilitas kesehatan dalam menangani tumor sinonasal. Tabel 4.2 menunjukkan distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi
Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011 berdasarkan pada tipe gambaran histopatologi Klasifikasi WHO 2005,
dimana dari 43 kasus, tumor ganas lebih banyak dijumpai yaitu sebanyak 31 kasus 72,09
dibandingkan tumor
jinak sebanyak
12 kasus
27,91. Subtipe gambaran histopatologi yang paling banyak dijumpai pada tumor
sinonasal jinak adalah inverted papilloma sebanyak 10 kasus 23,26, sedangkan pada tumor sinonasal ganas adalah nonkeratinizing squamous cell
carcinoma sebanyak 18 kasus 41,86. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa secara umum tumor sinonasal jinak tersering adalah sinonasal papilloma
schneiderian papilloma terutama subtipe inverted papilloma, dan keganasan pada sinonasal yang tersering adalah squamous cell carcinoma 70.
2
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Tabel 4.3 menunjukkan distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011
berdasarkan kelompok umur, dimana penderita tumor sinonasal baik jinak maupun ganas paling banyak dijumpai pada kelompok umur 49-59 tahun,
yaitu masing-masing sebanyak 7 kasus 16,28 pada tumor sinonasal jinak, dan 9 kasus 20,92 pada tumor sinonasal ganas. Jadi secara keseluruhan
tumor sinonasal yang terbanyak dijumpai pada kelompok umur 49-59 tahun yaitu sebanyak 16 kasus 37,21. Berdasarkan subtipe gambaran histopatologi
tabel 4.6 pada tumor sinonasal jinak yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini adalah inverted papilloma dengan kelompok umur 49-59 tahun
sebanyak 5 kasus 11,63, sedangkan tumor sinonasal ganas yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini adalah nonkeratinizing squamous cell carcinoma
dengan kelompok umur 49-59 tahun sebanyak 6 kasus 13,96. Hal ini sesuai dengan literatur dimana hampir 80 tumor sinonasal ditemukan pada kelompok
umur 45-85 tahun,
2
dan kelompok umur 49-59 tahun ini berada di dalam rentang kelompok umur tersebut. Pada penelitian ini juga dijumpai tumor sinonasal
mengenai kelompok umur di bawah 45 tahun, yaitu sebanyak 16 kasus dari 43 kasus. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan literatur, dimana dinyatakan
bahwa perjalanan penyakit ini dianggap sangat lambat. Paparan debu pada saluran pernafasan merupakan salah satu faktor resiko yang memicu terjadinya
tumor pada sinonasal. Namun pada literatur dikatakan bahwa efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap
setelah penghentian paparan. Sayangnya pada penelitian ini tidak didapatkan data riwayat pekerjaan yang lengkap. Selain itu infeksi virus juga dikatakan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dapat berhubungan dengan terjadinya keganasan, namun hal ini belum cukup diteliti.
Studi terdahulu
memperlihatkan bahwa
peningkatan ekspresi
dari epidermal growth factor reseptor EGFR dan transforming growth factor- alpha TGF-alpha mungkin berhubungan dengan paparan awal karsinogen
yang menyebabkan papilloma inverting. Infeksi Human papilloma virus HPV dan Epstein-Barr virus EBV mungkin juga merupakan awal dari proses panjang
yang menyebabkan perubahan papilloma inverting menjadi ganas. Beberapa penelitian lain juga membuktikan bahwa pengaruh faktor lingkungan pada
sinonasal juga dapat menyebabkan terjadinya mutasi TP53 dan K-ras, yang pada akhirnya memicu terjadinya keganasan. Tumor sinonasal dapat juga muncul
secara sporadis, tanpa didahului oleh riwayat terjadinya paparan. Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka penting untuk menanyakan
riwayat sosial dan pekerjaan pada pasien dengan gejala-gejala yang mengarah pada keganasan sinonasal.
2,3,6
Tabel 4.4 menunjukkan distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011
berdasarkan jenis kelamin, dimana penderita tumor sinonasal jinak lebih banyak dijumpai pada laki-laki yaitu sebanyak 10 kasus 23,26 dibandingkan pada
perempuan yang hanya 2 kasus 4,65. Sedangkan pada tumor sinonasal ganas lebih banyak dijumpai pada perempuan yaitu sebanyak 18 kasus 41,86
dibandingkan pada laki-laki yaitu sebanyak 13 kasus 30,23. Namun secara keseluruhan tumor sinonasal lebih banyak dijumpai pada laki-laki yaitu sebanyak
23 kasus 53,49 dibandingkan pada perempuan yaitu sebanyak 20 kasus 46,51. Sedangkan berdasarkan subtipe gambaran histopatologi tabel 4.7,
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
pada tumor sinonasal jinak didapatkan kasus inverted papilloma lebih banyak dijumpai pada laki-laki yaitu sebanyak 9 kasus 20,93 dibandingkan pada
perempuan yang hanya 1 kasus 2,32, sedangkan pada tumor sinonasal ganas didapatkan kasus nonkeratinizing squamous cell carcinoma lebih banyak dijumpai
pada perempuan yaitu sebanyak 10 kasus 23,26 dibandingkan pada laki-laki yaitu sebanyak 8 kasus 18,60. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dari
insidensi dari kepustakaan yang dinyatakan oleh WHO2005 yang menyatakan bahwa insiden keganasan pada sinonasal dijumpai pria dua kali lebih sering
dibandingkan pada wanita.
2,5
Pada penelitian ini kasus tumor sinonasal secara keseluruhan lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan pada perempuan,
namun perbandingannya tidak mencapai dua banding satu. Tabel 4.5 memperlihatkan distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi
Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011 berdasarkan lokasi pengambilan jaringan, dimana rongga hidung lebih sering
dibandingkan sinus paranasal, baik pada tumor sinonasal jinak maupun ganas. Pengambilan jaringan pada rongga hidung dijumpai sebanyak 39 kasus 90,70,
sedangkan pada sinus paranasal hanya sebanyak 4 kasus 9,30. Begitu juga berdasarkan subtipe gambaran histopatologi tabel 4.8 dimana dijumpai rongga
hidung sebagai lokasi pengambilan jaringan paling sering pada seluruh subtipe gambaran histopatologi dibandingkan dengan sinus paranasal. Hal ini tentu sangat
tidak sesuai dengan predileksi tumor sinonasal, yaitu tersering pada sinus maksila 60, diikuti oleh rongga hidung 20-30, sinus etmoid 10-15, sedangkan
sinus frontal dan sphenoid jarang dijumpai kurang dari 1.
2
Secara anatomi pengambilan jaringan tumor pada rongga hidung akan lebih mudah,
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
karena lokasinya dipermukaan bahkan mungkin sudah menonjol keluar dari rongga hidung, sedangkan tumor pada sinus biasanya lambat terdeteksi,
karena lokasinya yang tertutup, yaitu dalam rongga dengan dinding tulang. Sementara pada literatur juga dikatakan bahwa sinonasal terdiri dari
rongga-rongga yang saling berhubungan dan dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini
sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah dari rongga hidung atau sinus paranasal karena biasanya penderita datang berobat
dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor telah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.
1,2
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan pada penderita tumor sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan
tahun 2009-2011, didapatkan bahwa : 1. Berdasarkan subtipe gambaran histopatologi, dijumpai tumor ganas lebih
banyak dibandingkan tumor jinak, dan subtipe yang terbanyak pada tumor sinonasal jinak adalah inverted papilloma, sedangkan pada
tumor sinonasal ganas adalah nonkeratinizing squamous cell carcinoma. 2. Berdasarkan
kelompok umur
dan distribusi
subtipe gambaran
histopatologi berdasarkan kelompok umur, baik penderita tumor sinonasal jinak maupun ganas, paling banyak dijumpai pada kelompok umur
49-59 tahun. 3. Berdasarkan jenis kelamin dan distribusi subtipe gambaran histopatologi
berdasarkan jenis kelamin, penderita tumor sinonasal jinak lebih banyak dijumpai pada laki-laki, sedangkan penderita tumor sinonasal ganas lebih
banyak dijumpai pada perempuan. 4. Berdasarkan lokasi pengambilan jaringan dan distribusi subtipe gambaran
histopatologi berdasarkan lokasi pengambilan jaringan, baik pada tumor sinonasal jinak maupun ganas, rongga hidung merupakan
lokasi pengambilan jaringan yang paling sering.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA