29
4.2 Tampilan Representasi dan Interpretasi sosial Dayok Binatur
Sajian Dayok Binatur adalah tanda dasar ground berupa potongan- potongan daging dari setiap bagian tubuh ayam yang disusun sedemikian rupa.
Dayok Binatur bagi Simalungun direpresentasikan sebagai makanan adat dan digunakan sebagai tanda untuk menjembatani pesan-pesan ataupun petuah yang
kemudian Dayok Binatur itu dapat diinterpretasikan sebagai adat Simalungun. Makanan Dayok Binatur telah disepakati bersama yaitu banyak mengandung
nilai-nilai luhur adat Simalungun yang akhirnya dapat berfungsi untuk mengartur kehidupan Orang Simalugun. Dayok Binatur merupakan suatu representasi,
representasi menurut Yusuf 2005: 9 merupakan ”yang menjadi sebuah tanda a sign untuk sesuatu atau seseorang” istilah representasi memiliki dua pengertian.
Pertama, representasi sebagai sebuah proses sosial dari representing. Kedua, representasi sebagai produk dari proses sosial representing. Hal ini Dayok Binatur
dimasukkan kepada istilah representasi yaitu pegertian yang kedua. Alasan dasar mengapa hewan ayam dijadikan sebagai makanan adat yaitu
melalui kehidupan ayam dapat dilihat nilai-nilai yang baik untuk ditiru dan disamping itu ada hal-hal yang perlu dihindari juga. Nilai nilai kehidupan dari
ayam sekaligus dijadikan sebagai pesan atau petuah bagi orang Simalungun. Oleh karena itu, dari nilai-nilai kehidupan ayam yang baik untuk ditiru sebagai
representasi yang disampaikan melalui Dayok Binatur inilah sebagai dasar alasan orang Simalungun memilih ayam sebagai makanan adat, yaitu dapat diuraikan
sebagai berikut : 1 Induk ayam mengerami telornya. Lama ayam mengerami telornya adalah 21
hari dan selama mengerami ia selalu menjaga telur-telurnya dengan baik
Universitas Sumatera Utara
30 menjauhkan dari gangguan-gangguan yang dapat merusak telornya . Hal itu
juga dilakukannya sampai anak ayam dengan menahan panas, dingin, lapar dan serangan semut kecil tungou demi keberhasilan generasinya sebagai
representasi. Hal ini dapat diinterpretasikan juga oleh orang Simalungun dengan melihat sifat ayam tersebut supaya di dalam kehidupannya bisa meniru
sifat ayam yang dengan penuh ketekunan dan memiliki disiplin dalam menjaga anak-anaknya. Begitu juga orang Simalungun terhadap anak-anaknya
dapat memeliharanya dengan baik.
2 Saat ayam mengasuh anaknya yang masih bayikecil maranak poso, induk ayam tidak henti-hentinya mengais ’marhaer’ untuk mencari makanan anaknya
kemudian cacing yang didapatnya dibagi-bagikan kepada anak-anaknya. Selain itu juga saat hujan dan malam hari, sayapnya dikembangkan untuk tempat
anaknya berlindung. Kalau musuh datang mengganggu terus diserangnya sampai titik darah penghabisan demi keselamatan anaknya. Hal ini dapat
direpresentasikan suatu pengorbanan yang besar kepada anak-anaknya, kerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya kebutuhan jasmani
sebagai generasinya, dan melindungi anak-anaknya dari bahaya. Demikian halnya kita manusia jika diinterpretasikan dalam kehidupan supaya sebagai
orang tua haruslah memperhatikan atau bertanggungjawab penuh kepada anak- anaknya. Misalnya, orang tua melindungi anak-anaknya dari pergaulan bebas
dan bahaya-bahaya lainnya. 3 Induk ayam biasanya mematuk-matuk atau menghindar dari anaknya yang
sudah beranjak besar, direpresentasikan anak ayam dianggap sudah saatnya
Universitas Sumatera Utara
31 mandiri atau dipaksanya untuk mandiri. Contohnya, anak ayam sudah bisa
mencari makanannya sendiri tanpa mengikut induknya lagi. Kemudian orang Simalugun melihat cara hidup ayam itu baik untuk ditiru. Oleh karena itu,
dapat diinterpretasikan agar dalam mendidik anak demikian halnya kita lakukan. Mengajari anaknya supaya hidup mandiri dan dewasa dalam segala
segi kehidupan dengan tidak bergantung kepada orang tua terus.
4 Ayam waktu minum, yaitu kepalanya selalu ditundukkan ke bawah kemudian menaikkan kepalanya ke atas dengan cara menghadap ke langit penanda. Hal
ini sebagai petanda atau suatu representasi supaya jangan lupa kepada Tuhan yang menciptakannya. Sebagai interpretasinya mengingatkan kita supaya tetap
bersyukur kepada Tuhan yang menyediakan segala sesuatunya.
5 Ayam jantan pada dini hari selalu berseru ’martahuak’ penanda. Hal ini adalah suatu petanda bahwa hari sudah pagi. Seruan ayam merepresentasikan
kehidupan sudah dimulai dan saatnya beranjak utuk memulai pekerjaan artinya, manusia kembali kepada ke kehidupannya yang baru. Jadi, orang Simalungun
menginterpretasikan itu sebagai suatu pesan supaya menggunakan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Contohnya, sikap hidup yang malas itu dijauhkan dari
kehidupan kita.
6 Ayam jantan ketika berseru ’martahuak’ kepalanya selalu diangkat ke atas penanda. Kepala yang menghadap ke atas menggambarkan melihat hari
depan atau hari esok yang lebih jauh. Berusaha, bekerja keras, dan lebih giat
Universitas Sumatera Utara
32 untuk mepersiapkan hari esok atau masa depan kita sebagai representament
sehingga hari depan kita lebih cerah atau lebih baik sebagai interpretant.
7 Dayok Binatur adalah makanan yang terbuat dari daging ayam penanda. Ayam adalah makanan umat beragama oleh karena itu setiap orang dapat
memakannya sebagai representament. Sehingga dinterpretasikan dapat menjalin hubungan yang baik antar umat beragama karena ada rasa saling
menghormati dan saling menghargai agama yang satu dengan yang lain petanda.
Di samping nilai-nilai positif yang dilihat dari ayam itu ada juga hal yang perlu dihindari ayam itu:
a Sifat ayam jantan yang suka berkelahi penanda. Hal ini dapat kita lihat ketika ayam jantan asal jumpa dengan ayam jantan lainnya selalu beradu. Ayam
jantan yang suka beradu menggambarkan orang yang emosinya yang tidak bisa dikendalaikan tidak dapat menguasai dirinya, dan menganggap dirinya
yang selalu super tidak kenal mengalah, dll sebagai representament. Apabila ditarik dalam kehidupan ke dalam kehidupan manusia sifat yang suka berkelahi
adalah suatu hal yang harus dihindari atau bersifat larangan bagi masyarakat Simalungun karena dapat mengakibatkan kehidupan yang kacau karena tidak
adanya damai atau saling mengasihi antar sesama manusia. Artinya, ialah hindari permusuhan antar sesama manusia sebagai interpresentament.
b Anak ayam apabila diamati setelah beranjak besar dan sudah mandiri biasanya lupa akan induknya. Sifat seperti ini apabila direpresentasikan dalam
Universitas Sumatera Utara
33 kehidupan manusia maknanya dapat ditandai dengan sikap yang hanya
mementingkan diri sendiri, tidak kenal berterimakasih terutama pada Tuhan dan orang tua, dll. Kemudian sifat dari ayam yang lupa akan induknya
diinterpretasikan sebagai penanda larangan supaya tidak lupa pada nasehat dan perintah orang tua dan penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
c Ayam dalam kehidupannya apabila kita lihat atau teliti ayam yang tempat bertelurnya biasanya berpindah-pindah. Maksudnya ayam selalu meninggalkan
tempat ia bertelur dan meninggalkannya dan tidak kembali ke tempat nya semula. Ada pepatah mengatakan dalam istilah Simalungun disebutkan ’tading
gar-gar na marisi tunggou’ tinggal tanduk yang berisi kutu ayam, artinya : melupakan pembinaan, tempat asal, adat budaya asal, bahasa daerah asal, dll.
Tetapi harapannya supaya mengingat asal atau kampung kita dan berusaha membangun kampung asal kita dalam istilah di simalungun dikatakan
’Marsuipature hutan ni bei’ membangun kampung masing-masing dalam arti yang luas. Hal ini dapat lihat dengan ayam yang dipotong dan dimasak dapat
diatur kembali seperti letak bagian tubuh semasih hidup dalam piring yang kita sebut dengan Dayok Binatur sebagai petanda. Kemudian hal ini
diinterpretasikan sebagai penanda larangan supaya tidak lupa akan kampung asalnya tetapi membangun kampung asal kita masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
34
4.3 Makna Representasi dan Interpretasi Gori