Fungsi Dan Wewenang Mahkamah Agung

peraturan yang berlaku Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-Undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985. Kemudian tugas lain erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu hak untuk menguji atau menilai peraturan perundangan dibawah undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya materinya mengandung pertentangan dengan peraturan dan tingkat yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku Pasal 31 Undang-Undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985. b. Fungsi pengawasan Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara Pasal 4 dan Pasal 10 Undang- Undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim Pasal 32 Undang- Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985. Mahkamah Agung melakukan pengawasan juga terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan Pasal 36 Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985. c. Fungsi nasehat Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan- pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain Pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985. Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan Grasi Pasal 35 Undang- Undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985. Selanjutnya perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat 1, Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain Grasi juga Rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai Rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang- undangan yang mengatur pelaksanaannya. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 38 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan UUD NRI 1945 Mahkamah Agung juga berwenang untuk mengajukan 3 orang anggota hakim konstitusi. d. Fungsi administratif Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Undang-Undang No.35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. e. Fungsi mengatur Dapat dilihat dalam Pasal 24A UUD NRI 1945, yaitu, “Mahkamah Agung berwenang mengadili di tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang ”. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan Pasal 27 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 dan Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang- undang. Bentuk pengaturan itu dikenal dalam 3 bentuk pranata pengaturan, yaitu : 31 a Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA, yaitu suatu bentuk edaran dari pimpinan Mahkamah Agung keseluruh jajaran peradilan yang isinya merupakan petunjuk dalam penyelenggaraan peradilan yang lebih bersifat administrasi. b Peraturan Mahkamah Agung PERMA yaitu suatu bentuk peraturan dari pimpinan Mahkamah Agung keseluruh jajaran peradilan tertentu yang isinya merupakan ketentuan bersifat hukum acara. c Beberapa Skep ketua Mahkamah Agung yang merupakan petunjuk bersifat pembinaan administratif dan SDM. Lahirnya Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, merupakan salah satu contoh pengaturan yang dibentuk guna menunjang kelancaran penyelenggaraan hukum acara peradilan pidana. 31 Henry Pandapotan Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung Bersifat Pengaturan 1966- 2003 , Yogyakarta: Liberty, 2005, h.2. 60 BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

A. Penyesuaian Batasan Tindak Pidanan Ringan Dan Jumlah Denda Dalam

KUHP Menurut PERMA No.02 Tahun 2012 Sebagaimana diketahui bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP yang berlaku sekarang ini merupakan hasil adaptasi dari peraturan pidana yang berlaku pada masa Hindia-Belanda. Keberlakuan KUHP tersebut kemudian disahkan melalui Undang-undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia. Nilai objek perkara pada pasal-pasal tindak pidana ringan pada masa tersebut hanyalah sebesar Rp. 25,00 dua puluh lima rupiah. Pada tahun 1960, pemerintah mengeluarkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PERPU yang mengatur penyesuaian nilai objek perkara tersebut dan uang denda dalam KUHP. PERPU No.16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP mengubah nominal objek perkara dalam pasal-pasal tindak pidana ringan menjadi Rp. 250,00 dua ratus lima puluh rupiah. Pasal-pasal tindak pidana ringan yang dimaksud antara lain Pasal 364, 373, 379, 384, 407 ayat 1 dan 482 KUHP. Sedangkan PERPU No.18 Tahun 1960 menyesuaikan nilai denda dalam KUHP menjadi 15 kali lipat. Akan tetapi, dalam kurun waktu semenjak PERPU tersebut dikeluarkan hingga pada penghujung tahun 2011, nilai objek perkara dalam pasal-pasal tindak pidana ringan tersebut tidak pernah lagi diperbaharui. Oleh sebab itu, pasal-pasal yang dimaksud tersebut menjadi tidak relevan dan efektif lagi untuk diterapkan. Beberapa kasus yang sempat muncul di media massa, seperti kasus pencurian buah kakao, pencurian sandal jepit, dan lain-lain dianggap kurang memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Terhadap kasus-kasus tersebut, jaksa lebih cenderung menggunakan pasal pencurian biasa yang diatur dalam Pasal 362. Setiap pencurian dengan nilai barang di atas Rp.250,00 dua ratus lima puluh rupiah dipandang sebagai pencurian biasa. Akan tetapi, dalam kasus- kasus tersebut sekalipun nilai barang yang dicuri lebih dari Rp.250,- namun penanganannya terkadang dianggap tidak proporsional dengan perbuatannya. Sebagai contoh, kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan oleh AAL. Korban dalam kasus tersebut kemudian meminta ganti rugi 3 sandal yang hilang dengan masing-masing harga Rp.85.000 kepada orang tua AAL. Kerugian yang dialami korban memang lebih dari Rp.250. Akan tetapi, ancaman hukuman yang diberikan pada AAL sama dengan ancaman hukuman yang diberikan pada kasus-kasus pencurian dengan nilai barang hingga jutaan rupiah, yaitu 5 tahun penjara. Disinilah letak ketidakadilan yang dianggap oleh masyarakat. Oleh karenanya penelitian ini perlu mengetahui bagaimana penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP menurut PERMA No.02 Tahun 2012 beserta implikasi yang ditimbulkan. Tindak pidana ringan yang dibahas disini adalah tindak pidana yang berkaitan dengan harta benda. PERMA ini menyesuaikan nilai barang dalam

Dokumen yang terkait

RASIONALISASI BATAS NILAI KERUGIAN PADA TINDAK PIDANA RINGAN DALAM KUHP

4 69 109

PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATAS TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERKAIT VONIS PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN.

0 6 15

IS PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATAS TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERKAIT VONIS PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN.

0 3 11

I B PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATAS TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERKAIT VONIS PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN.

1 3 16

II PENERAPAN PERMA NO. 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATAS TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERKAIT VONIS PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN.

0 3 6

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG MELALUI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO 02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA.

0 1 17

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENERAPAN KELUARNYA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP OLEH HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TINDAK PIDAN.

0 0 1

Tindak Pidana Penyiksaan dalam R KUHP

0 0 41

Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp Di Kepolisian Resor Rembang (Studi Kasus Pada Tindak Pidana Pencurian Ringan)

0 0 10

TESIS KEWENANGAN PENYIDIK RADEN BAGUS TESIS KEWENANGAN PENYIDIK DAN PENUNTUT UMUM DALAM HAL PENAHANAN BERDASARKAN KUHAP SETELAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

0 0 20