Waktu dan Lokasi Penelitian Analisis Data

Nephelium lappaceum. Flora langka yang khas di Taman Nasional Gunung Leuser adalah Raflesia atiehensis dan Johanesteismania altifrons.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April 2010, di kawasan ekowisata pusat rehabilitasi orang utan Bohorok Kabupaten Langkat Penelitian dilakukan di lima 5 trail, yakni trail 1, 2, 4, 11, dan 1-2 Lampiran 2 pusat rehabilitasi orang utan Bohorok. Identifikasi jamur makroskopis dilakukan di Laboratorium Ekologi Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini : GPS, Peta Lokasi, Keranjang Plastik, Parang, Pisau, Label, Sekop Tangan, Sarung Tangan, Kamera Digital, Lup, RolSkala Pengukuran. Alat-alat pengukur faktor fisik kimia seperti : Termometer udara, Termometer Tanah, Higrometer, Lux meter, Soil tester, Humidy tester, dan buku-buku identifikasi jamur : Paccioni 1981; Alexopoulos 1979; Zoberi 1972; Arora 1986; Nurtjahya dan Widhiastuti 2009.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan : Kertas koran, Karet pengikat, Isolasi, Kertas label, Catatan lapangan. Universitas Sumatera Utara 3.4 Pelaksanaan Penelitian di Lapangan 3.4.1 Penelitian di Lapangan Penentuan plot dengan purpossive sampling pada lima 5 trail di kawasan ekowisata pusat rehabilitasi orang utan Bohorok, pengamatan data secara eksploratif. Pengamatan dan pengambilan koleksi jamur menggunakan metode petak. Pada setiap trail dibuat petak 20 x 100 meter, untuk pengamatan dan pengkoleksian jamur makroskopik. Pengamatan dilakukan ulangan sebanyak 3 tiga kali. Jamur makroskopis yang ditemui di lokasi pertama sekali di lakukan pemotretan dengan disertai skala pengukur selanjutnya dicatat data jamur dari penampakan fisik secara mendetail. Data faktor fisik selama penelitian juga diukur meliputi suhu udara, kelembaban, penetrasi cahaya, suhu tanah, pH tanahmedia untuk setiap spesies jamur yang didapat. Bila memungkinkan, objek langsung diidentifikasi di lapangan, dan jika tidak maka objek harus dikoleksi. Dalam proses pengkoleksian, jamur diambil dengan hati-hati terutama yang mempunyai tubuh buah lunak, agar didapat tubuh buah yang utuh, kemudian dibungkus dengan kertas koran, diberi label, dan diletakkan di dalam keranjang dengan susunan jamur yang keras dan berat pada posisi bagian bawah. Selanjutnya sample dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi, memakai buku acuan identifikasi jamur makroskopis.

3.4.2 Penelitian di Laboratorium

Spesimen yang tidak teridentifikasi di lapangan disimpan dalam lemari pendingin untuk mencegah kerusakan spesimen. Selanjutnya diamati karakteristik makroskopik dan mikroskopik. Ciri makroskopik yang diamati adalah bentuk tubuh Universitas Sumatera Utara buah. Ciri mikroskopik dilakukan pada spora dengan mikroskop meliputi warna dan bentuk. Untuk spesimen awetan dilakukan pengeringan yang diletakkan di atas kawat kasa yang dibawahnya diberi pemanas berupa bola lampu bohlam 60 atau 100 watt sampai spesimen benar-benar kering dan selanjutnya disimpan di dalam plastik kedap udara.

3.5 Analisis Data

Dari data yang diperoleh, jamur dikelompokkan pada setiap ordo, dihitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, indeks nilai penting indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks kesamaan, dan tempat hidup jamur, dan analisis korelasi keanekaragaman jenis dengan faktor fisik-kimia lingkungan. a. Kerapatan suatu jenis K 100 x contoh petak Luas jenis suatu Individu K ∑ ∑ = b. Kerapatan relatif suatu jenis KR 100 x jenis seluruh K jenis suatu K KR ∑ ∑ = c. Frekuensi F ∑ ∑ = contoh petak sub Seluruh spesies suatu ditemukan petak Sub Frekuensi Universitas Sumatera Utara d. Frekuensi Relatif FR 100 . . Re x jenis Seluruh F jenis Suatu F latif Frekuensi = e. Indeks Nilai Penting INP INP = KR + FR f. Indeks Keanekaragaman H’ ∑ = − = 5 1 ln i pi pi H Keterangan : H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner Pi : niN ni : Jumlah individu satu jenis N : Jumlah total individu S : Jumlah jenis g. Indeks Kemerataan E Max H H E . = Keterangan : H ’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H. Max = ln S ; S = Jumlah jenis Menurut Krebs 1985 bahwa Indeks Kemerataan rendah 0 E 0,5 dan indeks kemerataan tinggi apabila 0,5 E 1. Universitas Sumatera Utara h. Indeks Kesamaan Menurut Odum 1993 untuk mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat dipergunakan rumus sebagai berikut : B A C IS + = 2 Keterangan : IS : Indeks Kesamaan C : Jumlah jenis yang sama pada kedua lokasi yang dibandingkan. A : Jumlah jenis yang ada pada lokasi A. B : Jumlah jenis yang ada pada lokasi B. Menurut Suin 2002 jika IS ≤ 25 berarti sangat tidak mirip, jika IS 25-50 berarti tidak mirip, jika IS 50-75 berarti mirip dan jika IS ≥ 75 berarti sangat mirip. i. Tempat Hidup Jamur Dikelompokan berdasarkan data yang ditemui di lapangan. j. Analisis Korelasi Menggunakan Analisis Korelasi Keanekaragaman Jenis dengan Faktor Fisik-Kimia dengan Software SPSS Ver.16.00. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis Jamur Makroskopis Di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan ekowisata Bukit Lawang, diperoleh 83 jenis. Jenis-jenis tersebut termasuk dalam 19 Famili dari 8 Ordo dan 2 Kelas yaitu Ascomycetes dan Basidiomycetes. Jamur makroskopis ini tersebar pada 5 lokasi penelitian. Dari Tabel 4.1. dapat dilihat jumlah jenis dari tumbuhan yang diamati pada 5 lokasi penelitian. Dari 19 famili yang diperoleh, Polyporaceae merupakan famili terbesar yang terdiri dari 25 jenis, diikuti oleh Tricholomataceae dengan 21 jenis. Famili lainnya adalah Pezizaceae, Xylariaceae, Boletaceae, Cortinaceae, Entolomataceae, Hydnellaceae, Hygroporaceae, Lepiotaceae, Rusullaceae, Strophariaceae, Cantharellaceae, Clavariaceae, Stereaceae, Auriculariaceae, Lycoperdaceae, Dacrymycetaceae dan Tulostomataceae. Dapat kita lihat dari Tabel 4.1. bahwa trail 1.2 memiliki kekayaan jenis yang paling tinggi yaitu 35 jenis dan 14 famili. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi daerahnya yang dekat dengan alur air, sehingga kelembaban tinggi dan sangat sesuai sebagai lingkungan tempat hidup jamur. Universitas Sumatera Utara