Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami ”apa alasan konsumen melakukan suatu tindakan”. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa dan melakukan kegiatan mengevaluasi Sumarwan, 2003. Para pemasar yang memahami perilaku konsumen akan mampu mempengaruhi perilaku konsumen sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan pemasar. Oleh karena itu, para pemasar berkewajiban untuk memahami konsumen, mengetahui apa yang dibutuhkannya, apa seleranya, dan bagaimana ia mengambil keputusan Sumarwan, 2003. Memperkirakan perilaku yang akan datang dari seorang konsumen, khususnya perilaku pembelian mereka, adalah aspek yang sangat penting dalam peramalan dan perencanaan pemasaran. Akan tetapi, sebelum kegiatan jual beli terjadi, ada hal yang menjadi prediktor utama dalam menentukan perilaku, yaitu intensi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Engel, Blackwell dan Miniard 1995 yang mencatat bahwa sikap sejalan dengan intensi dan merupakan prediktor yang baik terhadap perilaku di masa yang akan datang. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu pertama sikap individu terhadap perilaku merupakan aspek personal dan kedua adalah persepsi Universitas Sumatera Utara individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang bersangkutan yang disebut norma subjektif Azwar, 1995. Menurut Gollwitzer dalam Ajzen, 2005 implementasiperwujudan intensi ke dalam perbuatan akan efektif jika individu dapat mengontrol perilaku mereka berdasarkan stimulus yang ada. Kontrol ini sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal informasi, keahlian, dan kemampuan, emosi dan dorongan, dan faktor eksternal kesempatan, dan ketergantungan pada orang lain. Menurut Ajzen 2005 intensi merefleksikan keinginan individu untuk mencoba menetapkan perilaku, yang terdiri dari tiga hal, yaitu: a. Keyakinan terhadap sikap dan perilaku Individu yang memiliki keyakinan positif terhadap suatu perilaku akan memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku tersebut. Sikap yang mengarah pada perilaku ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku. b. Keyakinan terhadap norma lingkungan dan norma subjektif Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka ia akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Dapat disimpulkan, bahwa norma kelompok inilah yang membentuk norma subjektif dalam diri individu, yang akhirnya akan membentuk perilakunya. c. Keyakinan terhadap suatu kontrol dan kontrol perilaku yang disadari Keyakinan ini didasari oleh pengalaman terdahulu tentang perilaku tersebut, yang dipengaruhi oleh informasi dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal teman-teman. Selain itu juga dipengaruhi oleh Universitas Sumatera Utara faktor-faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan jika melakukan tindakan atau perilaku tersebut. Selain itu Horton 1984 mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait pada dua hal berbeda namun saling berhubungan yaitu: kecenderungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. Dari pemikiran – pemikiran ini dapat dilihat bahwa antara intensi dan perilaku memiliki hubungan. Warshaw dan Davis dalam Landry, 2003 menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukkan suatu tujuan di masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Warshaw dan Davis juga menambahkan bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen perilaku untuk menunjukkan suatu tindakan dilakukan atau tidak, dimana ada harapan yang diperkirakan seseorang dalam menunjukkan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Intensi menunjukkan kuatnya faktor motivasional dalam diri individu yang melakukan suatu tindakan. Apabila dikaitkan dengan perilaku, intensi merupakan disposisi dan akan menjadi aksi pada saat dan situasi yang tepat. Oleh karena itu, intensi paling dekat hubungannya dengan kecenderungan untuk berperilaku dalam Brotoharsojo, 2005. Mowen dan Minor 2002, mengatakan bahwa intensi perilaku berkaitan dengan keinginan konsumen berperilaku menurut cara tertentu untuk memiliki, membuang, dan menggunakan produk. Intensi membeli merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap suatu objek. Intensi membeli juga merupakan minat pembelian ulang yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan Universitas Sumatera Utara pembelian ulang dalam Assael, 1998. Oleh karena itu untuk meningkatkan intensi membeli para konsumen, perusahaan harus berusaha meyakinkan para konsumen untuk memahami dan mengingat produk mereka. Perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen, sehingga mereka tertarik pada produk yang ditawarkan Sumarwan, 2003. Proses mempengaruhi konsumen biasanya dilakukan melalui strategi pemasaran yang tepat. Salah satu konsep pemasaran yang saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa dan menjadi popular di kalangan dunia bisnis adalah cause-related marketing CRM. Cause-related marketing CRM adalah sebuah strategi pemasaran yang dipilih demi pencapaian penjualan dengan carfa mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa sebagian dari hasil penjualan akan didonasikan kepada suatu kegiatan sosial tertentu http:web.bisnis.comkolom2id1965.html . Menurut Varadarajan Menon dalam Lafferty, 1999, cause-related marketing merupakan proses implementasi aktivitas pemasaran yang dikarakteristikkan dengan sebuah penawaran dari perusahaan untuk menyumbangkan sebagian keuntungan dari produk yang terjual untuk tujuan sosial tertentu, melibatkan hasil pertukaran konsumen dan organisasi. Perusahaan bekerja sama dengan organisasi-organisasi amal untuk mempromosikan program sumbangan dalam cause-related marketing tersebut. Menurut Rothschild dalam Lafferty, 1999, konsumen tidak hanya menyumbangkan untuk tujuan yang tepat, akan tetapi juga memperoleh keuntungan baik itu berupa jasa ataupun barang. Selain itu, menurut Assael 1998 Universitas Sumatera Utara jumlah yang disumbangkan dari program cause-related marketing akan berpengaruh pada intensi membeli konsumen, dengan demikian dapat dikatakan juga bahwa jumlah sumbangan yang dapat diberikan sangat bergantung pada jumlah unit produk yang dijual, maka intensi membeli para konsumen perlu di tingkatkan. Berger, dkk dalam Riffon dan Trimble, 2006 mengatakan bahwa strategi pemasaran dengan menggunakan cause-related marketing dapat meningkatkan minat membeli dan sikap konsumen serta memperkuat kepercayaan konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Baron, dkk dalam Brink, dkk. 2006 juga sependapat dan mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya, cause-related marketing juga memiliki efek pada pilihan konsumen, keputusan membeli konsumen, dan sikap konsumen yang mengarah pada cause-related marketing itu sendiri. Di Indonesia, setelah krisis moneter 1997 dan bersamaan dengan proses reformasi yang berjalan selama sepuluh tahun 1998-2007, beberapa tahun terakhir ini kita menyaksikan pergeseran warna promosi yang digelar para pemasar. Gaya promosi simpatik yang mengundang konsumen untuk terlibat dalam program kepedulian seperti cause-related marketing mulai diminati produsen. Strategi pemasaran yang melibatkan konsumen agar mengeluarkan uang untuk belanja sekaligus berderma demi kemanusiaan atau mengatasi masalah sosial ini makin populer. Promosi jenis ini penting untuk variasi, karena kita bisa memilah dan mengukur berapa besar konsumen yang loyal kepada produk yang memiliki kepedulian sosial atau membeli bukan karena hadiah semata. Selain itu, Universitas Sumatera Utara menjadi ajang promosi simpatik guna menjaring konsumen yang mau membeli sekalian beramal http:www.inkubator-bisnis.comcetak.phi?id:618. Penggunaan sistem pemasaran seperti ini sudah banyak digunakan di Indonesia dalam www.kabarindonesia.com. Diantaranya:  Sabun Lifebuoy pernah meluncurkan kampanye Berbagi Sehat yang mendonasikan Rp.10 dari setiap hasil penjualan pada kemasan sabun bertanda khusus ‘Sehat Ada di Tangan Kita’ untuk membangun fasilitas Mandi Cuci Kakus MCK di seluruh Indonesia.  Aqua membuat program 1 untuk 10, yang berjanji akan menyediakan air bersih untuk desa-desa yang mengalami masalah ketersediaan air bersih di Nusa Tenggara. Setiap satu liter Aqua produk tertentu yang terjual, Aqua berjanji akan menyediakan sepuluh liter air bersih untuk masyarakat target.  Es krim Viennetta dari Walls meluncurkan Berbagi 1000 Kebaikan yang menyumbangkan Rp. 1000 setiap penjualan es krimnya untuk anak-anak korban gempa Sumatera dan dukungan pendidikan untuk anak-anak berprestasi dari kalangan yang tidak mampu. Pepsodent menyumbangkan Rp. 5000,- dari setiap photo senyum yang dikirimkan untuk membantu membiayai perawatan gigi.  Menjelang akhir 2005 misalnya, Indosat dan Telkom menyisihkan dana dari setiap sambungan telepon untuk disumbangkan kepada masyarakat yang kurang beruntung.  Demikian juga Morinaga Peduli Sahabat mengimbau konsumen agar mengumpulkan mainan bekas untuk disumbangkan kepada anak-anak warga Universitas Sumatera Utara miskin. Program Morinaga ini mirip dengan Rinso Kasih yang mengimbau masyarakat untuk menyumbang pakaian bekas laik pakai, lalu dicuci dulu dengan Rinso sebelum disalurkan kepada warga yang membutuhkan.  Grup Tempo , perusahaan farmasi menyisihkan Rp.50,- dari setiap penjualan produk Hemaviton, Neo-rheumacyl, Bodrex, Bodrexin, dan Marina, ketika merayakan ulang tahun ke-50 pada Oktober 2003. Dana yang terkumpul disalurkan melalui Depdiknas sebagai beasiswa bagi para mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir dan kesulitan biaya. Setahun kemudian, Grup Tempo menyisihkan Rp25,- dari setiap penjualan rangkaian produk Hemaviton periode 12 Oktober hingga 12 November 2004. Dana yang terkumpul disumbangkan untuk korban tragedi bom di Kuta Bali, Hotel JW Marriot dan depan Kedubes Australia http:www.inkubator-bisnis.comcetak.phi?id:618. Pokok permasalahan saat ini adalah hal apa yang menyebabkan para konsumen mempersepsikan tujuan sosial pada cause-related marketing relevan atau tidak bagi mereka, yang akan mempengaruhi keputusan mereka untuk turut berpartisipasi atau tidak di dalamnya Folse dan Grau, 2007. Bagaimanapun, konsumen tidaklah dengan membabi buta dalam mendukung setiap program cause-related marketing yang mereka hadapi terutama ketika cause-related marketing telah menjadi hal yang biasa Webb dan Mohr dalam Kim, 2007. Beberapa konsumen menunjukkan bahwa mereka merasa ragu-ragu tentang motivasi yang mendasari program tersebut, apakah untuk tujuan sosial atau semata-mata untuk memperoleh laba yang diperoleh dari penjualan merek. Keragu-raguan konsumen bisa menjadi suatu rintangan utama untuk kesuksesan Universitas Sumatera Utara program cause-related marketing. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan promosi, karena promosi dapat memberikan informasi dan meyakinkan para konsumen mengenai produk dan cause-related marketing yang dilakukan Setiadi, 2003. Informasi yang diberikan perusahaan mengenai penggunaan cause-related marketing pada produk yang mereka tawarkan akan mempengaruhi persepsi konsumen. Perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen sehingga mereka berminat untuk berpartisipasi dalam program cause-related marketing Folse dan Grau, 2007 . Persepsi adalah proses dimana individu mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan. Menurut England 1974, konsumen membentuk keterikatan emosi berdasarkan persepsi mereka terhadap nilai-nilai yang mereka terima. Hal-hal yang terjadi di lingkungan akan dipersepsi menurut standar nilai dalam Loudon Bitta, 1993. Selain itu, nilai juga menjadi dasar evaluasi alternatif dari produk yang diharapkan, dan hasilnya akan mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Menurut Kotler 2000, seorang konsumen akan bertindak sesuai dengan nilai- nilai yang mereka ikuti. Konsumen akan mengetahui bahwa suatu penawaran akan memenuhi harapan nilainya yang akan berpengaruh pada kepuasannya dan kemungkinan akan melakukan pembelian ulang. Hermawan 1995 menambahkan bahwa konsumen akan cenderung memilih tawaran yang paling sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka, serta melakukan pembelian sesuai dengan nilai- nilai mereka. Atkinson 1991 menyebutkan persepsi konsumen terhadap Universitas Sumatera Utara stimulus yang diterimanya memiliki peran yang cukup penting dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi konsumen diperoleh dari bagaimana konsumen menilai elemen struktur cause-related marketing yang dilakukan oleh perusahaan Landreth dkk dalam Kotler, 2000 yaitu: pertama, manfaat sumbangan, perusahaan harus mempertimbangkan manfaat apa yang akan diberikan dan sejauh mana manfaat tersebut dirasakan oleh masyarakat. Perusahaan juga harus menginformasikan kepada masyarakat bagaimana penghitungan jumlah sumbangan yang akan digunakan untuk kegiatan amal donasi, apakah berdasarkan persentase harga produk atau keuntungan, atau jumlah tertentu dari sumbangan. Kedua, ukuran jumlah sumbangan yang diberikan dari setiap harga produk, yaitu perbandingan dari jumlah harga yang akan disumbangkan dengan harga produk. Ketiga, penggunaan sumbangan oleh perusahaan, kesuksesan dari cause- related marketing yang dilakukan perusahaan bergantung pada sejauh mana masyarakat mengetahui dan percaya bahwa kegiatan amal yang dijanjikan oleh perusahaan akan benar-benar dilaksanakan, waktu penggunaan sumbangan dan keterbukaan perusahaan akuntabilitas terhadap penggunaan sumbangan yang telah diperoleh perusahaan masyarakat. Barone, Miyazaki Talor dalam Battacharya, 2004 menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap motivasi perusahaan merupakan kunci utama yang akan menentukan sukses tidaknya cause-related marketing yang dilakukan perusahaan. Persepsi konsumen terhadap stimulus yang diberikan perusahaan cause-related marketing akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan Universitas Sumatera Utara konsumen. Apa yang dipersepsikan konsumen terhadap cause-related marketing sedapat mungkin akan mempengaruhi minat mereka. Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara persepsi terhadap cause-related marketing dengan intensi membeli.

B. Perumusan Masalah