Chairani Bustami Bustami, SH, SpN, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum Kerangka Teori

Telah diuji pada Tanggal : 06 Juli 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. H. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum

2. Chairani Bustami Bustami, SH, SpN, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum

4. Notaris Syahril Sofyan, SH, SpN, MKn

Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah bencana dasyat gempa bumi dan tsunami berlalu, kini para korban bencana yang tersisa, terutama bagi mereka yang rumahnya hancur diterjang gelombang tsunami atau bahkan hilang tidak berbekas akibat telah menjadi lautan memerlukan rumah tempat mereka berteduh demi kelangsungan hidup mereka. sebelumnya bagi mereka telah didirikan barak-barak, namun kondisi barak tersebut tidak memungkinkan bagi mereka untuk bisa hidup leluasa. hal ini disebabkan disamping barak tersebut sangat kecil, kebutuhan MCK Mandi, Cuci, Kakus tidak memadai, juga kebutuhan air bersih tidak mencukupi. mereka menginginkan adanya bantuan untuk didirikan rumah, walaupun rumah tersebut tidak sebagus tempat tinggal mereka sebelumnya yaitu sebelum bencana itu datang. Memulihkan kondisi Nanggroe Aceh Darussalam pasca Tsunami dan merealisasikan keinginan warga tentulah tidak mudah dan tidak segampang membalikkan telapak tangan. hal ini perlu dilakukan dengan bertahap-tahap. Pelaksanaan rekonstruksi oleh pemerintah pada tahap awal yang mereka bangun adalah sarana dan prasarana umum, seperti jalan, sekolah-sekolah, tempat-tempat ibadah, jembatan, pelabuhan, jaringan-jaringan listrik dan komunikasi dan lain sebagainya yang dapat memperlancar kehidupan sosial ekonomi. Pada berikutnya Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 mereka mendirikan rumah-rumah bagi mereka para korban Tsunami terutama bagi mereka yang telah lama tinggal dibarak-barak dan tenda-tenda pengungsian. 1 Penyerahan suatu pekerjaan kepada penyedia jasa konstruksi didahului dengan pemilihan oleh pengguna jasa terhadap penyedia jasa konstruksi yang dinilai mampu dan layak melaksanakan pekerjaan tersebut. Pemilihan ini didasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah. Berdasarkan Pasal 20 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 pada intinya menentukan bahwa cara pemilihan penyedia jasa, yaitu melalui 1 Pelelangan Umum; 2 Pelelangan Terbatas; 3 Penunjukan Langsung; dan 4 Pemilihan Langsung. Metoda Pelelangan UmumSeleksi Umum adalah metoda pemilihan Penyedia BarangJasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Metoda Pelelangan TerbatasSeleksi Terbatas adalah metoda pemilihan Penyedia BarangJasa yang dilakukan dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barangjasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barangjasa lainnya yang memenuhi kualifikasi. 1 www.e-aceh-nias.org Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Metoda Pemilihan LangsungSeleksi Langsung adalah metoda pemilihan Penyedia BarangJasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barangjasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan penumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet. Metoda Penunjukan Langsung adalah metoda pemilihan Penyedia BarangJasa yang dilakukan dengan menunjuk langsung 1 penyedia barangjasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Mengenai teknis pelaksanaan terdapat pula peraturan-peraturan lain seperti Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam lampiran 1 keputusan tersebut dicantumkan mengenai ketentuan-ketentuan tentang pelelangan, pengadaan dan penunjukan langsung unit pemborongpembelian. Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa penentuan pelaksana jasa konstruksi dapat dilakukan melalui penunjukan langsung. Penunjukan langsung merupakan salah satu sistem penetapan pelaksanaan kontrak kerja konstruksi tanpa melalui tender, dimana pengguna jasa dapat memilih pelaksana jasa yang dipandang layak dan memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Dalam menentukan pelaksana jasa yang akan ditetapkan sebagai pelaksana suatu proyek konstruksi dilakukan oleh panitia pemilihan langsung yang dibentuk oleh Kepala KantorSatuan Kerja atau Pemimpin Proyek yang beranggotakan 5 orang yang terdiri dari unsur-unsur 1 Perencanaan Pekerjaan, 2 Penanggung Jawab Keuangan dan 3 Penanggung Jawab Peralatan dan Pemeliharaan. Setelah penunjukan langsung perjanjian pelaksanaan pekerjaan konstruksi juga dibuat dalam bentuk kontrak konstruksi yang berisi perjanjian pemborongan seperti pada kontrak konstruksi melalui pelelangan umum maupun pelelangan terbatas. Dalam pembuatan kontrak selama ini tidak melibatkan Notaris baik dari segi pembuatan maupun dalam hal Legalisasi. kontrak yang dibuat merupakan perjanjian baku, dimana isi kontrak telah dibuat terlebih dahulu oleh pihak BRR selanjutnya kontraktor atau penyedia jasa tinggal menyetujui saja isi kontrak yang telah dibuat tersebut, selain kontrak yang telah dipersiapkan, pihak BRR juga yang menyediakan bestek rumah gambar rumah yang akan dibangun. Di dalam kontrak dimaksud juga ikut diperjanjikan hal-hal yang menjadi kewajiban pelaksana jasa konstruksi dalam masa pemeliharaan kecuali dalam hal tertentu. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Dalam rangka mencari pelaksana jasa yang benar-benar berbobot untuk melaksanakan pembangunan fisik ini, juga berpedoman pada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana jasakontraktor yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut yaitu antara lain : a. Telah lulus prakualifikasi sesuai dengan bidang dan klasifikasi yang telah ditentukan. b. Tidak termasuk Daftar Hitam Rekanan. Syarat-syarat tersebut di atas merupakan syarat yang harus dipenuhi penyedia jasa sebelum pelelangan pekerjaan dilaksanakan dan ini merupakan seleksi pendahuluan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini dilaksanakan oleh panitia pelelangan pekerjaan. Sedangkan pada kualifikasi yang dinilai adalah kemampuannya dalam menangani proyek, Termasuk kemampuan modal yang cukup untuk membiayai pekerjaan selama borongan itu belum diserahterimakan. Untuk kelancaran proses administrasi dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi, maka dibuat suatu perjanjian dibawah tangan dan ditandatangani antara para pihak pemerintahpimpinan proyek dengan perusahaankontraktor untuk melakukan pekerjaan pemborongan dimaksud. dalam hal ini perjanjian dibuat dengan menggunakan Bahasa Indonesia, yang dibuat dalam rangkap secukupnya dan masing- masing rangkap mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam surat perjanjian sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku antara pemilik pekerjaan dan kontraktor untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara pekerjaan termasuk bagian- bagiannya serta termasuk denda jika terjadi kelalaian atau tidak sesuai bestek. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Namun demikian, dalam pelaksanaannya penunjukan langsung yang dilakukan selama ini sering menyebabkan terjadinya kegagalan bangunan. Hal ini disebabkan pelaksana jasa tidak mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak. Dalam kontrak melalui penunjukan langsung ini juga menghendaki kontraktor pelaksana bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya sesusai dengan yang dimuat dalam kontrak. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih terdapat para pelaksana jasa konstruksi yang tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang ditentukan. Kondisi ini disebabkan kontraktor pelaksana yang menjadi rekanan dalam penunjukan langsung hanya melakukan pembangunan seadanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dapat dilihat dari proyek baik proyek bangunan maupun jalan di Provinsi NAD yang dibangun dengan asal-asalan. Hal ini dibuktikan dengan seringnya terjadi kegagalan bangunan akibat wanprestasi dari pelaksana jasa. Berdasarkan penelitian pada Deputi Perumahan dan Permukiman BRR NAD- NIAS diketahui bahwa dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan perumahan akibat bencana gempa dan tsunami juga dilakukan penunjukan langsung terhadap penyedia jasa. Pada tahun 2005 telah dilakukan penunjukan langsung kepada 5 lima kontraktor pelaksana pembangunan rumah 214 unit Type 36 di Kabupaten Aceh Besar yang kesemuanya berakibat pada terjadinya kegagalan bangunan sehingga merugikan pengguna jasa. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Hal ini seperti yang dilakukan oleh PT. Aceh Setia Abadi membangun 37 tiga puluh tujuh unit berlokasi di Kecamatan Lhoknga; PT. Putra Sinar Desa membangun 80 delapan puluh unit berlokasi di Kecamatan Leupung; CV. Putera H- Dua membangun 17 tujuh belas unit berlokasi di Kecamatan Baitussalam; PT. Jasa Mandiri membangun 40 empat puluh unit berlokasi di Kecamatan Baitussalam; PT. Jasa Adek membangun 40 empat puluh unit berlokasi di Kecamatan Peukan Bada. Kelima kontraktor pelaksana tersebut tidak mampu menyelesaikan pembangunan perumahan dilokasi proyek yang dibangun mereka masing-masing sebagaimana ditentukan dalam kontrak dengan pengguna jasa pemborongan. Setelah jangka waktu pembangunan habis, kontraktor pelaksana yang dipilih melalui penunjukan langsung tersebut hanya melaksanakan pekerjaan awal saja. Sebagian besar rumah telah ditempati oleh pemiliknya namun kondisi rumah tersebut seperti fasilitas listrik, air bersih dan jalan serta saluran belum ada, oleh karena itu pemilik berinisiatif untuk mengurus sendiri. Selain daripada tersebut diatas terdapat dua perusahaan yang melakukan hal yang sama adalah CV. Ranup Lampuan membangun 30 tiga puluh unit berlokasi di Kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh Besar dan CV. Fakta Utama Jaya membangun 13 tiga belas Unit rumah yang berlokasi di Desa Lambaro Najid, Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Kedua penyedia jasa tersebut sudah lama tidak ada kegiatan dan dibiarkan proyek terlantar begitu saja tanpa ada pemberitahuan pada pihak pengguna jasa, ketika dikonfirmasi kepada penyedia jasa mereka malah tidak ada tanda-tanda untuk memulai kembali pengerjaannya dan dianggap angin lalu saja, Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 yang selanjutnya berakibat pemutusan kontrak oleh pengguna jasa, tidak hanya itu kasus tersebut sudah diperkarakan ke pengadilan oleh pengguna jasa dalam hal Satuan Kerja Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kabupaten Aceh Besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan penunjukan langsung juga dapat menimbulkan kegagalan bangunan akibat pemilihan yang dilakukan tidak melalui prosedur dan pengawasan yang ketat. karena pengguna jasa dalam hal ini bidang Pengawasan BRR memprioritaskan kontraktor lokal yang mengerjakan proyek tersebut, padahal kalau dilihat dari segi kualitas maupun kemampuannya melaksanakan pekerjaan jauh dari kriteria atau prosedur yang telah ditetapkan, demikian juga situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu menjadi salah satu pertimbangan pihak BRR untuk menyerahkan proyek perumahan tersebut untuk dikerjakan sampai selesai meskipun tidak sesuai dengan prosedur dan pengawasan yang seharusnya dilakukan. 2 Peraturan mengenai hukum perjanjian tercantum dalam buku III KUHPerdata yang berjudul Perikatan. Memang antara perjanjian dengan perikatan mempunyai hubungan yang sangat erat, hal ini dapat diketahui dari isi Pasal 1233 Kitab Undang- undang Hukum Perdata yang menunjukkan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan di samping undang-undang. 2 Adjar Sabdo Budi, Inspektur II Deputi Pengawasan BRR NAD-NIAS, Wawancara, tanggal 27 Februari 2009. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Perjanjian pemborongan bangunan termasuk ke dalam perjanjian pemborongan pekerjaan yang merupakan bagian penting dari hukum perjanjian. Dalam hukum perjanjian dikenal istilah perjanjian umum dan perjanjian khusus. Perjanjian khusus biasanya disebut juga perjanjian bernama. Dengan istilah perjanjian khusus atau disebut juga perjanjian bernama maksudnya adalah perjanjian yang telah mempunyai nama-nama sendiri. Jadi jenis perjanjian ini telah mempunyai nama tersendiri yang diberikan oleh pembuat undang- undang berdasarkan tipe-tipe atau bentuk-bentuk yang banyak terjadi sehari-harinya. Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah termasuk salah satu dari jenis perjanjian khusus tersebut. Oleh sebab itu dalam menguraikan pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan secara bersama ada baiknya terlebih dahhulu diuraikan pula perjanjian. Mengenai definisi perjanjian, Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri dengan satu orang atau lebih”. Selain itu, juga perlu ditelaah beberapa pendapat para sarjana. Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan, pengertian perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang ataupun lebih. 3 Wirjono prodjodikoro, juga mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta kekayaan antara dua pihak dalam mana pihak yang satu berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal dan pihak yang 3 Sofwan, Sri Soedewi Masjchun, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Yayasan Gajah Mada, Yogyakarta, 1972 hal.18 Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 lain berhak menuntut. 4 Sedangkan menurut Subekti, perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 5 Dengan demikian jelaslah bagi kita tentang pengertian perjanjian tersebut yaitu suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya atau berjanji terhadap seorang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu hak tertentu yang meletakkan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain. Berkenaan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana yang telah disebutkan terlebih dahulu adalah termasuk jenis perjanjian khusus atau perjanjian bernama, diatur dalam Buku III, Bab VII a, Pasal 1601 b dan dari Pasal 1604-1616 KUH Perdata. Pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan tersebut oleh pasal 1601 b disebutkan: “Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan yang dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan”. Dari bunyi Pasal 1601 b KUHPerdata tersebut dapat ditafsirkan bahwa pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seseorang atau badan hukum pihak yang memborongkan pekerjaan dengan seseorang atau badan usaha lain si pemborong dimana pihak pertama menghendaki atau mengharapkan hasil pekerjaan tertentu yang telah diberikannya dan telah 4 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Bale, Bandung, 1986, hal.9 5 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1979, hal.1 Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 disanggupi untuk diadakan oleh pihak lain atas pembayaran sejumlah uang tertentu sebagai harganya. 6 Oleh karena itu hal terpenting yang perlu diperhatikan bagi tiap-taip orang yang membuat atau mengadakan suatu perjanjian adalah apapun yang telah diperjanjikannya secara sah berdasarkan hukum harus dilakukan dengan itikad baik sebagai hukum bagi mereka Pasal 1338 ayat 1 dan 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Menurut A, Meliala Qirom Samsudin, bahwa: Itikad baik dalam pengertian yang subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum, sedangkan itikad baik dalam pengertian yang objektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. 7 Dengan demikian dalam membuktikan adanya itikad baik dalam suatu perjanjian adalah apabila pada saat membuat perjanjian adanya kejujuran dari kedua belah pihak, dan pada tahap pelaksanaan perjanjian itikad baik itu ditunjukkan oleh kepatuhan dan kebiasaan. Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pengadaan jasa konstruksi menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 adalah suatu perjanjian antara dua pihak yang pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan berupa pembangunan suatu objek tertentu dengan ongkos tertentu pula. 6 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal.19 7 Qirom Syamsuddin Meliala.A, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1995, hal.2 Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Menurut syarat-syarat perjanjian pemborongan yang ditetapkan Direktorat Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Pasal 1 butir j bahwa: “Pengertian perjanjian pemborongan bangunan atau kontrak adalah suatu perjanjian tertulis sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku antara pemilik dan kontraktor meliputi segala aspek pelaksanaan pekerjaan”. Khusus bagi perjanjian pemborongan bangunan yang melibatkan pemerintah sebagai salah satu pihak, peraturan Hukum Administrasi juga berlaku dalam pembuatan dan pelaksanaan pemborongan bangunan. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa perjanjian pemborongan bangunan di samping tunduk kepada Hukum Perdata hukum privat juga tunduk kepada ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara hukum publik. Ketentuan Hukum Perdata mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak sedangkan ketentuan hukum publik mengatur soal-soal teknisadministrasi. Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan bahwa pengaturan standar tersebut selain berlaku bagi perjanjian pemborongan bangunan mengenai pekerjaan berlaku bagi pemborong bangunan oleh pihak swasta. 8 Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa perjanjian telah terjadi pada saat persetujuan itu disepakati. Dalam hal ini jelaslah persetujuan merupakan hal yang utama karena setiap pihak yang membuat perjanjiankontrak telah memikirkan 8 Sofwan, Sri Soedewi Masjchun, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan. Liberty, Yogyakarta, 1982, hal.5 Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 tentang hak yang akan diperoleh sebagai keuntungan baginya dan kewajiban sebagai beban prestasi yang harus dilaksanakan. Selanjutnya, dapat dilihat pula pendapat Djumialdji tentang kontrak kerja konstruksi yang mengatakan bahwa “Kontrak kerja konstruksi adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga ditentukan”. 9 Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa : 1. Pihak yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan disebut yang memborongkan bouwheeraanbestender, sedangkan pihak kedua disebut pemborongkontraktor rekananpelaksana annemer. 2. Objek perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya het maken van werk. 10 Dalam pelaksanaannya kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bentuk dokumen yang dikenal dengan dokumen kontrak kerja konstruksi. Dokumen tersebut yang merupakan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan konstruksi termasuk mengenai susunan model, letak dari suatu bangunan yang dijadikan objek kontrak. 9 Djumialdji FX, Hukum Bangunan dasar-dasar hukum dalam Proyek dan sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal.4 10 Ibid.,hal.5 Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 H.S. Salim mengatakan bahwa di dalam suatu dokumen kontrak jasa konstruksi memuat atau meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Surat perjanjian yang ditandatangani oleh pengguna jasa dan penyedia jasa; 2. Dokumen lelang, yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa yang merupakan dasar bagi penyedia jasa untuk menyusun usulan atau penawaran untuk melaksanakan tugas yang berisi lingkup tugas dan persyaratannya umum dan khusus, teknis dan administrasi, kondisi kontrak; 3. Usulan atau penawaran, yaitu dokumen yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan dokumen lelang yang berisi metode, harga penawaran, jadwal waktu, dan sumber daya; 4. Berita acara yang berisi kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hal yang menimbulkan keraguan; 5. Surat pernyataan dari pengguna jasa yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan. 11 Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban di antara para pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatangani kontrak konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. 12 Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi yaitu : 1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa; 2. Adanya objek, yaitu konstruksi; 11 Salim, HS., H., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 90. 12 Ibid. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. 13 Di dalam Blacklaws Dictionary, Contract construction, is : Type of contract in which plans and specification for construction are made a part of the contract it self and commonly it secured by performance and payment bonds to protect both subcontractor and party for whom building is being constructed. Artinya, kontrak konstruksi adalah suatu tipe perjanjian atau kontrak yang merencanakan dan khusus untuk konstruksi yang dibuat menjadi bagian dari perjanjian itu sendiri. Kontrak konstruksi itu pada umumnya melindungi kedua subkontraktor dan para pihak sebagai pemilik bangunan sebagai dasar dari perjanjian tersebut. 14 Unsur-unsur kontrak konstruksi yang tercantum dalam definisi di atas adalah a adanya kontrak; b perencanaan; c pembangunan; dan d melindungi subkontraktor dan pemilik bangunan. 15 Berdasarkan pengertian di atas, maka bila dilihat dari segi objek yang diperjanjikan, perjanjian atau kontrak jasa konstruksi terdapat persamaan dan perbedaan dengan perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa. Persamaannya, dimana sama-sama menyebutkan pihak yang satu setuju melaksanakan pekerjaan bagi pihak lainnya dengan pembayaran tertentu. Sedangkan perbedaan pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan antara bawahan dan atasan antara buruh dan majikan. Pada kontrak kerja konstruksi tidak terdapat hubungan yang demikian, melainkan penyedia jasa melaksanakan pekerjaan secara mandiri. 13 Ibid, hal. 91 14 Loc.cit 15 Loc.cit Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Selanjutnya dalam melaksanakan kontrak kerja konstruksi juga tidak terlepas dari ketentuan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata sebagai patokan yang berlaku umum untuk semua jenis dan bentuk perjanjian baik yang telah ada maupun yang akan ada. Dengan lain perkataan merupakan ketentuan yang mengatur syarat-syarat agar kedua belah pihak yang mengadakan janji dapat dinyatakan telah mengadakan perjanjian.

B. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Satker Perkim Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR NAD-NIAS? 2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung? 3. Bagaimanakah akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Satker Perkim Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR NAD-NIAS? Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Satker Perkim Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR NAD-NIAS. 2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi melalui penunjukan langsung. 3. Untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pada Satuan Kerja Perumahan dan Permukiman Satker Perkim Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR NAD-NIAS.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum kontrak. 2. Secara praktis, penulis juga berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan praktisi khususnya. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, ada penelitian atas nama Desi Helfira yang berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Perumahan Oleh BRR dan Non-Government Organization NGO Bagi Korban Bencana Alam Gempa Bumi Dan Tsunami Studi Pada Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh yang membahas tentang bentuk dan isi perjanjian pemborongan yang dilakukan oleh BRR dan Non-Government Organization NGO terhadap pembangunan perumahan bagi korban Gempa Bumi dan Tsunami dan Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pembangunan Perumahan Bagi Korban Bencana serta Perilaku Penerima Rumah Bantuan Terhadap Pembangunan Rumah, Jadi berbeda permasalahannya. karena penelitian ini berjudul “Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh BRR NAD –NIAS”, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, sehingga penelitian ini adalah asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan.

F. Kerangka teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kontrak jasa konstruksi adalah perjanjian pemborongan sebagai suatu kesepakatan antara pemilik proyek pengguna jasa dengan pelaksana pekerjaan penyedia jasa, untuk membangun suatu konstruksi dalam hal ini bangunan perumahan. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Penunjukan langsung adalah penetapan pelaksana jasa tanpa melalui tender atau pelelangan. Pelaksana jasa konstruksi adalah orang perseorangan atau badan usaha yang kegiatan usahanya menyediakan jasa layanan jasa konstruksi. Kegagalan bangunan adalah bangunan yang menjadi objek kontrak tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak atau bangunan yang terlambat diselesaikan. Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Rumah adalah kebutuhan dasar yang bersifat struktural. Perbaikan mutu hidup masyarakat yang diwujudkan dalam pembangunan nasional harus diikuti dan disertai perbaikan perumahan secara seimbang. Perbaikan bukan saja dalam pengertian kuantitatif, tetapi juga dalam pengertian kualitatif dengan memungkinkan terselenggaranya perumahan sesuai dengan hakekat dan fungsinya. Upaya pengadaan perumahan tidak harus diwujudkan dalam pemilikan tanah, akan tetapi sekurang-kurangnya daapt diwujudkan dalam mendapatkan kesempatan mempergunakan rumah. Masalah hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan sebagai hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau shelter for All serta perlunya pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari proses pembangunan yang berkelanjutan sustainable development dengan mengedepankan strategi pemberdayaan enabling strategy dalam penyelenggaraan pembangunan dan permukiman. Ditambah Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 dengan deklarasi “Cities Without Slums” yang mengamanatkan pentingnya upaya perwujudan daerah perkotaan yang bebas dari permukiman kumuh. 16 Untuk itu diperlukan partisipasi masyarakat sebagai pelaku utama guna mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan dalam mendukung terbentuknya masyarakat yang mandiri, produktif dan berjati diri. Pembangunan perumahan dan permukiman diatur dalam Undang- undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman LN Tahun 1992 No.23;TLN No.343669 mulai berlaku tanggal 10 Maret 1992. Undang-undang ini sebagai Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1964 Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 Tentang Pokok-pokok Perumahan LN Tahun 1962 No.40;TLN No.2476 menjadi undang-undang LN Tahun 1964 No.3;TLN No.2611. Pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan melalui penyediaan rumah sederhana sehat yang diatur dengan Keputusan Menteri Kepmen Kimpraswil No.403kptsm2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat dan Keputusan Menteri Kepmen Kimpraswil No.24kptsm2003 Tentang Pengadaan Rumah Sehat Sederhana Dengan Fasilitas Subsidi Perumahan. 16 Joko Kirmanto, Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman KSNPP, httpwww.kimpraswil.go.idDitjen_mukimensiklopediaperumahanksnpp.htm. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang-undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila. Perumahan dan Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan Permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata- mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati dirinya. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilihan setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan diatas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun ada juga yang dilakukan dengan hak sewa tanah dan tukar bangun, dimana dia hanya menyewa tanah orang lain untuk selanjutnya dapat didirikan rumah. Dalam hal ini antara rumah dan tanah terpisah dalam hal sertifikatnya. Muhammad Zaki : Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Di Kabupaten Aceh Besar Oleh Brr Nad – Nias, 2009 Kebijakan perbaikan permukiman dilakukan melalui pengembangan konsep Tridaya, yaitu pendayagunaan lingkungan, pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Dengan ketiga pendekatan tadi kelompok miskin dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk memperbaiki secara lebih mendiri kondisi perumahan dan permukiman mereka. 17 Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pembangunan perumahan untuk miskin, penataan lingkungan permukiman, rehabilitasi prasarana permukiman, pengembangan forum lintas pelaku sebagai dasar pemecahan konflik perumahan, pengembangan mekanisme relokasi yang lebih manusiawi dan pelibatan orang miskin dalam pengadaan perumahan.

2. Konsepsi