Konsep Outsourcing LANDASAN TEORI
Perjanjian outsourcing
dapat disamakan
dengan perjanjian
pemborongan pekerjaan. Ketentuan outsourcing di dalam UUK 2003 diatur dalam pasal 65:
Pasal 65
1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Perusahaan dalam hal ini dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. 2.
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan; c
Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d
Tidak menghambat proses produksi secara langsung. 3.
Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus berbentuk badan hukum.
4. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh pada
perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya
sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. 5.
Perubahan danatau penambahan syarat-syarat sebagaimaan dimaksud pada ayat 2 diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri.
6. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerjaburuh yang diperkerjakannya.
7. Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 6 dapat didasarkan atas
perjanjian-perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59. 8.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dan ayat 3, tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerjaburuh
dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerjaburuh dengan perusahaan pemberi kerja.
9. Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat 8, maka hubungan kerja pekerjaburuh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat 7.
Pasal 66
a. Pekerjaburuh dari perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh tidak boleh
digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi kecuali untuk
kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
b. Penyedia jasa pekerjaburuh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang
tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1 Adanya hubungan kerja antara pekerjaburuh dan perusahaan penyedia
jasa pekerjaburuh; 2
Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak; 3
Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia
jasa pekerjaburuh; 4
Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerjaburuh dan perusahaan penyedia pekerjaburuh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
5 Penyedia jasa pekerjaburuh merupakan bentuk usaha yang berbadan
hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
6 Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2 huruf
a, huruf b, dan huruf d serta ayat 3 tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerjaburuh dan perusahaan penyedia jasa
pekerjaburuh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerjaburuh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Ketentuan lain mengenai outsourcing diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata buku ketiga bab 7A bagian keenam
tentang Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, yaitu: a.
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu karya
tertentu bagi pihak yang lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan dimana pihak yang lain yang memborongkan
mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.
b. Dalam perjanjian pekerjaan tidak ada hubungan kerja antara
perusahaan pemborong dengan perusahaan yang memborongkan sebab dalam perjanjian tersebut tidak ada unsur “upah” sebagai salah satu
syarat adanya hubungan kerja. Jadi yang ada harga borongan.
c. Hubungan antara pemborong dengan yang memborongkan adalah
hubungan perdata murni sehingga jika terjadi perselisihan maka penyelesaiannya dilaksanakan melalui Pengadilan Negeri.
d. Perjanjianperikatan yang dibuat secara sah oleh pemborong dengan
yang memborongkan pekerjaan tunduk pada KUH Perdata Pasal 1338 dan Pasal 1320 yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. e.
Untuk sahnya suatu perjanjianperikatan harus dipenuhi 4 syarat yaitu : 1
Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3
Suatu hal tertentu; 4
Suatu sebab yang halal. f.
Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan dapat diperjanjikan bahwa: 1
Pemborong hanya untuk melakukan pekerjaan; 2
Pemborong juga akan menyediakan bahan-bahannya. g.
Dalam hal pemborong juga harus menyediakan bahan-bahannya dan hasil pekerjaanya kemudian karena apapun musnah sebelum
diserahkan maka kerugian tersebut dipikul oleh pemborong kecuali yang memborongkan lalai untuk menerima hasil pekerjaan tersebut.
h. Dalam hal pemborong hanya harus melakukan pekerjaan dan hasil
pekerjaan tersebut musnah maka pemborong hanya bertanggung jawab
atas kemusnahan tersebut sepanjang hal itu terjadi karena kesalahan pemborong.
i. Jika hasil pekerjaan diluar kelalaian dari pihak pemborong, musnah
sebelum penyerahan dilakukan dan tanpa adanya kelalaian dari pihak yang memborongkan untuk memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan
tersebut maka pemborong tidak berhak atas harga yang dijanjikan kecuali jika barang itu musnah karena bahan-bahannya ada cacatnya.
j. Jika pekerjaan yang diborongkan dilakukan secara potongan atau
ukuran, maka hasil pekerjaan dapat diperiksa secara sebagian demi sebagian.
k. Perjanjian pemborongan pekerjaan berakhir karena meninggalnya
pemborong. l.
Jika pemborong meninggal dunia maka yang memborongkan pekerjaan wajib membayar kepada ahli waris pemborong hasil
pekerjaan yang telah selesai dan harga bahan bangunan yang telah diselesaikan menurut perbandingan dengan harga yang telah
diperjanjikan asal hasil pekerjaan itu atau bahan bangunan tersebut ada manfaatnya bagi pihak yang memborongkan.
m. Pemborong bertanggung jawab atas tindakan pekerja yang
diperkerjakan. n.
Pekerja yang memegang barang milik orang lain untuk mengerjakan sesuatu pada barang itu berhak menahan barang tersebut sampai biaya
dan upah dibayar seluruhnya, kecuali telah dikeluarkan tanggungan secukupnya.
4
3. Jenis-jenis Outsourcing a.
Labor Supply Outsourcing yang hanya menyalurkan SDM dan administrasi saja.
b. Full Outsourcing
Outsourcing yang tidak hanya kegiatan administrasi saja melainkan juga bagian produksi termasuk manusia, fasilitas, peralatan, teknologi dan aset
lain serta pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan.
5
Selain dua jenis outsourcing diatas ada beberapa tipe outsourcing lainnya. Tipe-tipe tersebut diantaranya adalah:
a. Contracting
Ini adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama.
Biasanya ini menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah, seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput dan
kebun. Langkah ini adalah langkah jangka pendek hanya mempunyai arti taktis. Langkah ini juga bukan merupakan bagian dari strategi
perusahaan untuk mengambil posisi dalam pasar misalnya, tetapi sekedar mencari cara yang praktis saja. Praktis dalam arti menghindari
4
http:www.economic-law.netjurnalZulkarnainIbrahim.doc .
5
Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, Jakarta; Harvarindo, 2008 h. 28
kesulitan dan keruwetan yang tidak perlu dan juga menghemat tenaga serta biaya.
6
b. Outsourcing
Adalah penyarahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja pekerjaan yang profesional dan
berkelas.
7
c. Insourcing
Jenis ini adalah kebalikan dari Outsourcing, dimana perusahaan bukan menyerahkan aktivitas perusahaan lain yang dianggap lebih
kompeten. Namun justru mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai motivasi. Yang penting ialah menjaga
tingkat produktifitas dan penggunaan asset yang maksimal agar biaya satuan dapat ditekan sehingga menjaga dan meningkatkan keuntungan
perusahaan.
8
d. Co-sourcing hubungan
Adalah jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas, dimana hubungan antara perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar Outsourcing
biasa.
6
Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing, h. 35
7
Libertus Jehani, Hak-hak Karyawan Kontrak, Jakarta, Forum Sahabat, Jakarta: 2008, Cet.2
8
Bisma Murti, Mengelola SDM Secara Contracting Out, dalam Workshop: pertemuan tahunan ke-7 Desentralisasi kesehatan 2008. Yogyakarta: UGM, 2008 h, 2
e. Benefit-based-relationship
Adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak mengadakan investasi bersama, dengan pembagian pekerjaan
tertentu dengan demikian kedua belah pihak betul-betul saling mendukung dan sebaliknya juga saling tergantung. Kedua belah pihak
mendapat pembagian keuntungan berdasarkan formula yang disetujui bersama. Kedua jenis terakhir ini yaitu, Outsourcing Benefit-based-
relationship adalah bentuk- bentuk yang baru. Oleh karena itu masih dalam tahap percobaan.
4. Jenis-Jenis Bentuk Hubungan Outsourcing
Bentuk-bentuk hubungan yang dimaksud disini adalah hubungan antara perusahaan pemberi jasa dan perusahaan penerima jasa. Bentuk-bentuk hubungan
ini dapat bermacam-macam yaitu: a.
Hubungan biasa Hubungan yang paling umum dan sederhana adalah hubungan
sebagaimana layaknya hubungan antara dua perusahaan, yang satu memerlukan dan menggunakan jasa, dan yang satu lagi memberikan atau
menyediakan jasa. Hubungan ini dijalin dalam suatu perjanjian atau persetujuan, baik lisan maupun tertulis, tergantung cakupan perjanjian.
Perjanjian tertulis atau kontrak berisikan semua kebutuhan, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak bersama dengan sejumlah
persyaratan yang terkait. Hubungan ini dapat berjangka waktu pendek satu tahun atau kurang, berjangka waktu sedang, satu sampai tiga atau lima
tahun, dan jangka waktu panjang diatas tiga atau lima tahun. b.
Hubungan Kemitraan Hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dapat
berkembang menjadi suatu hubungan kemitraan dan hubungan kemitraan dapat berkembang menjadi aliansi strategis. Namun, tidak berarti bahwa
hubungan jangka panjang selalu berakhir dengan kemitraan. Hubungan kemitraan lebih dari sekedar hubungan jangka panjang, tetapi hubungan atas
dasar kesadaran penuh bahwa kedua belah pihak bekerja sama dalam suatu misi bersama.
c. Hubungan Ventura Bersama
Hubungan bentuk ini ialah suatu hubungan yang berkembang menjadi pembuatan perusahaan patungan joint venture, dimana perusahaan dimiliki
oleh dua belah pihak yang berhubungan. Hubungan semacam ini ingin lebih mengikat lebih erat lagi antara yang semula pencari jasa dan pemberi jasa
sehingga lebih menjamin kedua belah pihak untuk berusaha lebih keras untuk memuluskan kerja sama semula. Jadi, di sini akan terjadi semacam hubungan
segi tiga, antara perusahaan pencari jasa, perusahaan pemberi jasa, dan perusahaan patungan yang melaksanakan pemberian jasa tersebut. Dalam
pengertian ventura ini, porsi saham perusahaan tidak harus di bagi sama yaitu 50 - 50, tetapi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Yang
penting ada suatu ikatan tertentu antara kedua belah pihak yang bekerja sama. Ini bentuk hubungan kerja sama yang lebih maju lagi daripada bentuk
kemitraan. d.
Hubungan Integrasi Hubungan integrasi pada hakikatnya ialah hubungan dalam satu
perusahaan karena hakikat integrasi ialah penggabungan beberapa perusahaan, dalam hal ini perusahaan penerima jasa dan perusahaan pemberi jasa, dalam
satu kepemilikan. Jadi, ini merupakan hubungan yang paling erat karena sudah merupakan hubungan antara dua bagian dalam satu perusahaan. Dengan
demikian, sebenarnya sudah diluar pembicaraan di sini karena sudah bukan merupakan hubungan antar dua perusahaan, tetapi sudah dalam satu
perusahaan
9
. 5. Sifat Strategis Outsourcing
Pada mulanya keputusan untuk melakukan outsourcing memang hanya dalam rangka pemecahan masalah taktis belaka. Pada sejarahnya outsourcing
tahap pertama digunakan untuk memecahkan masalah pembayaran gaji saja. Setelah itu, di gunakan untuk mendapatkan tenaga ahli. Dalam tahap ini kebutuhan
taktis yang masih yang menguasai pemikiran itu. Tetapi, tahap selanjutnya sudah mengenai masalah taktis dan srategs, dimana outsourcing digunakan untuk
memecah stagnasi proses, kemunduran produktivitas yang terus menerus,
9
Dr. Richardus Eko Indrajit Drs. Richardus Djokopranoto.2003. Proses Bisnis Outsourcing. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia. h. 49-50
banyaknya karyawan kunci yang meninggalkan perusahaan, pokoknya hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidup perusahaan. Sifat strategis dari outsourcing
makin menonjol karena menyangkut masalah yang sangat fundamental dari perusahaan, termasuk hal-hal berikut ini:
a. Visi yang akan datang,
b. Kemampuan utama sekarang dan yang akan datang,
c. Struktur sekarang dan yang akan datang,
d. Biaya sekarang dan yang akan datang,
e. Kinerja sekarang dan yang akan datang, dan
f. Keunggulan kompetitif sekarang dan yang akan datang.
Di samping
itu, ada
perkembangan-perkembangan lain
yang menyebabkan bahwa outsourcing disambut dengan antusias sebagai alat
manajemen yang penting. Perkembangan-perkembangan itu, adalah: a.
Organisasi yang besar sudah tidak lagi merupakan keunggulan kompetitif; b.
Pesaing yang kecil dan lincah sekarang ini mampu mengubah industry dalam sekejap saja;
c. Tekanan persaingan sekaran ini makin besar dalam perkembangan
ekonomi dunia; d.
Waktu siklus produk dan jasa akan cepat dan kompetisi berdasarkan waktu ini memerlukan tanggapan yang cepat;
e. Kinerja, perkembangan, dan besar oganisasi, bukan lagi penentu utama
dalam keuntungan di masa mendatang;
f. Perbaikan yang besar dalam kinerja operasi dan keuangan sangat
menentukan keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan untuk jangka waktu lama yang akan datang;
g. Penyediaan tenaga ahli cukup banyak di pasaran sehingga
mempekerjakan mereka secara penuh tidaklah perlu
10
. 6. Tahapan Proses dalam Outsourcing
a. Tahapan Awal:
1 Penetapan Core dan Non Core Bussines
a Berdasarkan anggaran Dasar PT.
b Berdasarkan Surat Keputusan Direksi, yang menetapkan Core
Bussines Perusahaan. 2
Inventarisasi Pekerjaan yang akan di-outsourcing-kan 3
Pematangan mengenai konsep outsourcing yang akan diterapkan. 4
Inventarisasi permasalahan yang ungkin timbul dalam pelaksanaan outsourcing.
5 Analisis pemecahan masalah.
6 Memilih vendor yang berkualitas dan memenuhi syarat.
b. Tahap pelaksanaan:
1 Hubungan hukum adalah antara Vendor dan Principal.
a Buat perjanjian antara Vendor dengan Principal
10
Ibid. h 42-43
b Perjanjian kerja antara Vendor dengan Principal
Ruang lingkup tanggung jawab Perusahaan Principal: 1
JasaProyek a
Supervisi kualitas dan target kerja b
Menjaga Internal Policy Perusahaan tidak dilanggar 2
Tenaga KerjaTenaga Ahli a
Supervisi langsung terhadap proses kerja. b
Bekerja sama dengan provider outsourcing dalam hal kinerja karyawan.
Ruang lingkup tanggung jawab provider: 1
JasaProyek a
Sumber daya yang dibutuhkan tersedia sesuai kebutuhan. b
Pencapaian target dan kualitas sumber daya manusia. c
Supervisi terhadap proses kerja 2
Tenaga kerjatenaga ahli a
Sumber daya manusia tersedia sesuai kriteria b
Pengelolaan administrasi c
Penenganan hubungan industrial
11
11
Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus,Jakarta; Harvarindo,2008 h.30-32