50
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Aerasi selama 10 jam mampu menurunkan konsentrasi amonia di lapisan hipolimnion Danau Lido rata-rata sebesar 34,97. Penurunan terbesar pada jarak
1,5 m dari titik outlet aerasi 61, penurunan terkecil pada jarak 8 m dari titik outlet aerasi 13. Setelah aerasi dihentikan, konsentrasi amonia kembali
mengalami peningkatan.
5.2. Saran
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai konsentrasi oksigen terlarut dan amonia hingga memenuhi baku mutu kualitas perairan bagi kegiatan perikanan PP
RI No.82 Tahun 2001 hingga jarak 3 m dari outlet aerasi adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion selama 98,33 jam dengan alat aerasi yang sama flow rate = 24
litermenit. Aerasi hipolimnion dapat pula dilakukan selama 24 jam, namun harus disertai peningkatan flow rate sebesar 98,33 litermenit. Peningkatan flow rate
sebesar 4 kali lipat tersebut diduga mampu memperluas jangkauan aerasi hingga radius lebih dari 3 m. Untuk mempertahankan kualitas perairan agar sesuai dengan
baku mutu, maka aerasi hipolimnion hendaknya dilakukan terus menerus.
51
DAFTAR PUSTAKA
[APHA] American Public Health Association. 1989. Standard methods for the examination of water and wastewater. 14
th
ed. APHA, AWWA, WPCP. Washington DC. 1527 p.
[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard methods for the examination of water and wastewater. 21
st
ed. APHA, AWWA, WPCP. Washington DC. 1527 p.
Amalia FJ. 2010. Pendugaan status kesuburan Danau Lido, Bogor, Jawa Barat melalui beberapa pendekatan [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. xiii + 82 hlm.
Ashley KI. 1981. Effects of hypolimnetic aeration on functional component of the lake ecosystem [tesis]. Department of Zoology and Institut of Animal
Resource Ecology, The University of British Columbia: Vancouver, Canada. x + 120 p.
Basmi J. 1991. Pola distribusi dan peran bahan organik terhadap kualitas air pada zona eufotik di sekitar perikanan net apung di Danau Lido-Jawa Barat [tesis].
Program Studi Ilmu Perairan, Program Pascasarjana, Insititut Pertanian Bogor. Bogor. xv + 124 hlm.
Beutel MW. 2006. Inhibition of ammonia release from anoxic profundal sediments
in lakes using hypolimnetic oxygenation. Ecological Engineering. 28: 271- 279.
Beveridge MCM. 1996. Cage Aquaculture, 2
nd
ed. Fishing News Books LTD. Farnham, Surrey, England. 352 p.
Boer M. 2001. Perancangan Percobaan-Edisi 1. Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hlm. Boyd CE. 1979. Water quality in warmwater fish ponds. Auburn University.
Alabama. vii + 354 p. Boyd CE. 1989. Water quality management and aeration in shrimp farming. Auburn
University. Alabama. 83 p. Boyd CE. 1998. Water quality for pond aquaculture. Research and development
series No.43. ICCAAE, Auburn University. Alabama. 37 p.
52 Burgess RM, Pelletier MC, Ho KT, Serbst JR, Ryba SA, Kuhn A, Perron MM,
Raczelowski P, Cantwell MG. 2003. Removal of ammonia toxicity in marine sediment TIEs: a comparison of Ulva lactuca, zeolite, and aeration
methods. Marine Pollution Bulletin. 46: 607-618.
Cole GA. 1983. Textbook of Limnology, 3
rd
ed. Waveland Press Inc. Illinois. xii + 401 p.
Hartoto DI Yustiawati. 1995. The Effect of hypolimnetic aeration to ammonification, nitritation, and denitrification bacteria in Lake Bojongsari.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 28: 25-35. Hartoto DI. 1993. Experimental aeration with Limnotek 3.1, impacts to dissolved
oxygen level. Limnotek. 11: 33-38. Hasan I. 2004. Analisis data penelitian dengan statistik. Bumi Aksara. Jakarta.
Irfim G, Bahrim G, Rapeanu G. 2008. Nitrogen removal strategy from baker’s yeast industry effluents. Innovative Romanian Food Biotechnology. 2: 11-24.
Jamieson TS, Stratton GW, Gordon R, Madani A. 2003. The use of aeration to enhance ammonia nitrogen removal in constructed wetlands. Canadian
Biosystems Engineering. 45: 1.9-1.11. Llyod R. 1992. Pollution and freshwater fish. Fishing News Books. USA. xvi + 176
p. Liboriussen L, Søndergaard M, Jeppesen E, Thorsgaard I, Grünfeld S, Jakobsen TS,
Hansen K. 2009. Effects of hypolimnetic oxygenation on water quality: results from five Danish lakes. Hydrobiologia. 625: 157–172.
Mattjik AA Sumertajaya IM. 2000. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. 282 hlm.
Novotny V Olem H. 1994. Water quality, prevention, identification, and management of diffuse pollution. Van Nostrand Reinhold. New York.
Nursandi J. 2011. Peningkatan oksigen terlarut dengan metode aerasi hipolimnion di daerah keramba jaring apung Danau Lido, Bogor [tesis]. Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. xxii + 56 hlm. PP No.82 Thn.2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran Air. Pratiwi A. 2009. Pengaruh pencampuran massa air terhadap ketersediaan oksigen
terlarut pada lokasi keramba jaring apung di waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. xiii + 70 hlm.
53 Ryding SO Rast W. 1989. The control of eutrophication of lakes and reservoirs.
The Parthenon Publishing Group. New Jersey. Satoh Y, Ura H, Kimura T, Shiono M, Seo SK. 2002. Factors controlling
hypolimnetic ammonia accumulation in a lake. Limnology. 31: 43-46. Simarmata AH. 2007. Kajian keterkaitan antara kemantapan cadangan oksigen
dengan beban masukan bahan organik di Waduk Ir. H. Juanda Purwakarta, Jawa Barat [disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
xx + 142 hlm.
Sotirakou E, Kladitis G, Diamantis N, Grigoropoulou H. 1999. Ammonia and phosphorus removal in municipal wastewater treatment plant with extended
aeration. Global Nest, The Int. J. 11: 47-53. Strauss EA. 2000. The effects of organic carbon and nitrogen availability on
nitrification rates in stream sediments [disertasi]. Department of Biological Sciences, Notre Dame, Indiana. vii + 95 p.
Subagiyo, Azizah R, Supriyantini E. 2002. Bioremediasi amonia dalam media kultur larva udang menggunakan kombinasi acclimated konsortia dan sukrosa
[laporan penelitian]. Pusat Kajian Pesisir dan Laut Tropis, Universitas Diponegoro.
Sudaryanti S. 1991. Dampak mekanisme alat Limnotek 3.1. terhadap sebaran oksigen terlarut studi restorasi di peraran Situ Bojongsari, Bogor [tesis].
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. viii + 78 hlm. Tambunan F. 2010. Kajian daya dukung perairan berkaitan dengan budidaya ikan
sistem keramba jaring apung di Danau Lido [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. xiii + 67 hlm.
Walpole RE. 1993. Pengantar statistika, ed ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wetzel RG. 2001. Limnology: lake and river ecosystems, 3
rd
ed. Academic Press. San Diego, California. 1006 p.
Wielgosz E, Jóźwiakowski K, Bielińska EJ. 2010. Numbers of ammonifying, nitrifying, and denitrifying bacteria in sewage treated in a system of
biological stabilisation ponds. Teka Kom. Ochr. Kszt. Środ. Przyr. – OL PAN. 7: 446
–456. Yusoff FM, Law AT, Soon J. 2003. Effects of aeration and chemical treatments
on nutrient release from the bottom sediment of tropical marine shrimp ponds. Asian Fisheries Science. 16: 41-50.
54 Zhang J, Wu P, Hao B, Yu Z. 2011. Heterotrophic nitrification and aerobic
denitrification by the bacterium Pseudomonas stutzeri YZN-001. Bioresource Technology. 102: 9866-9869.
55
LAMPIRAN
56 Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Kegiatan Alat
Bahan
Pengambilan contoh Alat aerasi hipolimnion
Generator System GPS
Van Dorn water sampler Tali berskala
pH meter Botol BOD
Pipet Gelas ukur
Erlenmeyer Syringe
Botol sampel Cool Box
Contoh air Akuades
Es batu Reagen yang digunakan untuk
pereaksi
Analisis contoh Beaker glass
Tabung reaksi Bulb
Kertas saring Pipet
Parafilm Vibrofix
Hotplate Spektrofotometer
Erlenmeyer Buret
Contoh air Akuades
Reagen yang digunakan untuk pereaksi
57 Lampiran 1. lanjutan
Alat aerasi hipolimnion Generator System
Van Dorn water sampler
DO meter pH meter
Cool box
Botol sampel Spektrofotometer
Botol COD
Gelas piala
Tabung reaksi Erlenmeyer
Pipet Gelas ukur
Buret Parafilm Bulb
58 Lampiran 2. Gambaran kondisi Danau Lido selama penelitian
Petak KJA Keramba Jaring Apung Danau Lido
Ikan nila merah yang dibudidayakan di KJA Danau Lido
Eceng gondok banyak dijumpai di lokasi budidaya ikan KJA
59 Lampiran 2. lanjutan
Aktivitas pemberian pakan ikan berupa pelet ke KJA
Dermaga perahu wisata di dekat KJA Danau Lido
Rumah makan terapung di Danau Lido
Aktivitas masyarakat di sekitar Danau Lido
60 Lampiran 3. Proses aerasi hipolimnion
Keterangan Gambar:
1. Air dari kedalaman hipolimnion 4 m dipompa dan
dialirkan ke talang aerasi. 2.
Air akan mengalami sirkulasi di talang aerasi yang bersekat-sekat dan bertingkat 16 m selama 5 menit.
3. Air yang telah mengalami sirkulasi dikembalikan ke
kedalaman lapisan hipolimnion 4 m melalui ember.
1
2
3
61 Lampiran 4. Spesifikasi alat aerasi hipolimnion
1 Talang aerasi disusun bertingkat
Jumlah talang : 4 buah
Panjang 1 talang : 4 m
Lebar 1 talang : 15 cm
Tinggi 1 talang : 10 cm
Tinggi air di talang : 5 cm
Sudut kemiringan : 20-25°
Waktu tempuh air : 5 menit
Debit air flow rate : 24 litermenit
2 Permukaan talang aerasi bersekat-sekat
agar proses difusi oksigen dapat berlangsung efektif
4 Gasoline Generator System
Sebagai sumber listrik
Merk : Hatsudenki AC 220 V, DC 12 V
Bahan bakar: bensin Daya tampung bensin : 3 liter
5 Pipa kucuran air
Sumber air dari lapisan hipolimnion dialirkan ke talang aerasi
6 7 6
Ember volume = 20 liter Untuk menampung air yang telah
mengalami sirkulasi di talang aerasi. Bagian bawah ember mengecil untuk
memberi tekanan pada air yang akan dikembalikan ke lapisan hipolimnion.
7 Pipa di bawah ember memiliki 5 lubang
agar air dapat terdistribusi ke segala arah 3
Pompa untuk mengangkat air dari lapisan
hipolimnion ke talang aerasi
Panasonic GP-29JXY 220 V, 50 Hz, 125 Watt
Debit air maksimum: 30 Lmenit Ukuran
: 200 x 156 x 214 mm Berat
: 6 kg
62 Lampiran 5. Perhitungan flow rate air yang diaerasi
Laju aliran flow rate air yang diaerasi dapat ditentukan dengan mengetahui volume air dan lamanya air mengalir di talang aerasi
Volume air 1 talang = P
talang
× L
talang
× T
air yang mengalir di talang
= 4 m × 0,15 m × 0,05 m = 0,03 m
3
atau 30 liter Volume air
4 talang = 4 × 30 liter = 120 liter
flow rate = volume air
waktu tempuh air =
120 liter 5 menit
= 24 liter menit
63 Lampiran 6. Baku mutu kualitas air berdasarkan PP RI No.82 Tahun 2001
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Parameter Satuan Kelas
Keterangan I
II III
IV FISIKA
Temperatur C
deviasi 3
deviasi 3
deviasi 3
deviasi 5
Deviasi temperatur dari keadaan alamiah
KIMIA
pH 6-9
6-9 6-9
6-9 Apabila secara alamiah
di luar rentang tersebut, maka ditentukan
berdasarkan kondisi alamiah
COD mgl
10 25
50 100
DO mgl
6 4
3 Angka batas minimum
NO
3
sebagai N mgl
10 10
20 20
NH
3
-N mgl
0,5 -
- -
Bagi perikanan, kandungan amonia
bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mgl
sebagai NH
3
Nitrit sebagai N
mgl 0,06
0,06 0,06
- Bagi pengolahan air
minum secara konvensional, NO
2
- N ≤
1 mgl
Keterangan : Kelas I:
air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut. Kelas II:
air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasaranasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman,
dan atau
peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas III: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Kelas IV: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
64 Lampiran 7. Penentuan kedalaman aerasi hipolimnion penelitian pendahuluan
Lapisan hipolimnion ditentukan dengan melihat distribusi suhu perairan secara vertikal pada kedalaman 0 m hingga 7 m, pada waktu pagi, siang, dan sore hari.
Kedalaman m
Suhu °C Pagi
06.00 wib Siang