Menggunakan sumber spiritual Mengontrol situasi dan perasaan

2.2.3 Menggunakan sumber spiritual

Koping klien dengan menggunakan sumber spiritual, diperoleh 48 responden 90,6 sangat setuju bahwa mereka percaya Tuhan akan memberikan kesembuhan. Sesuai dengan pendapat Setyabudhi 1999, dalam Nugroho, 2000 bahwa maut sering kali menggugah rasa takut dikarenakan bahwa mereka sadar akan penyakit yang diderita dan dekat dengan kematian sehingga cenderung menggunakan segi spiritual dalam menghadapinya. Hal ini juga erat kaitannya dengan teori bahwa lansia yang jika mengalami konflik dalam dirinya untuk mempertahankan aspek yang positif maka penting bagi lansia untuk tetap mempertahankan aspek spiritual yang dimilki. Berger dan William 1992 juga menjelaskan bahwa salah satu strategis koping yang berfokus pada masalah adalah berdoa pada Tuhan. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Atinah dan Winarsih 2008 menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus yang mengalami kecemasan sedang juga melakukan pendekatan religius dengan cara berdzikir, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan melakukan sholat meskipun dengan berbaring. Dengan melakukan pendekatan religius tersebut, kebanyakan pasien dapat merasakan ketenangan batin sehingga mampu mengendalikan kecemasannya dan melakukan koping yang adaptif. Hasil penelitian DR. Tony Styobuhi bahwa umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia. Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Mengontrol situasi dan perasaan

Berdasarkan koping lansia mengontrol situasi dan perasaan, mayoritas responden diperoleh 25 responden 47,2 tidak setuju dapat tidur lebih dari waktu biasanya, dan 25 responden 47,2 sangat setuju untuk menolak jika dikatakan pembawa masalah. Hasil penelitian yang menunjukkan 47,2 responden tidak setuju dapat tidur lebih dari waktu biasanya sesuai dengan yang dikemukakan oleh DR. Tony Styobuhi bahwa pada lansia terjadi gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas. Dan hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Arya 2009 bahwa dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang. Namun, biasanya pada masa lansia terjadi gangguan pada tidurnya, seperti insomnia BKKBN, 2006. Pada 2009 American Academy of Neurology Rapat Tahunan di Seattle pada tanggal 28 April, para peneliti melaporkan bahwa 59 persen dari 892 orang usia 70-89 sudah mengalami satu gangguan tidur yang diakui yaitu insomnia Nosworthy, 2009. Dalam National Institute on Aging studi lebih dari 9.000 orang berusia 65 dan lebih tua, lebih dari separuh dari orang-orang melaporkan sedikitnya satu keluhan tidur kronis. Dibandingkan dengan orang-orang muda, senior cenderung untuk mencapai Universitas Sumatera Utara total kurang tidur malam hari. Secara keseluruhan, siklus bangun-tidur pada lansia dapat mengalami fragmentasi, dengan bangun siang hari disela oleh tidur dan tidur malam hari terganggu. tidur siang sering senyawa situasi, dengan mengurangi dorongan untuk tidur pada jam tidur biasa.

2.2.5 Menerima kenyataan yang ada