d. Jika Ho adalah dua-ujung, yaitu bahwa tidak ada serial autokorelasi baik positif
ataupun negatif, maka jika d dl : menolak Ho
d 4 - dl : menolak Ho du
≤ d ≤ 4 - du : tidak menolak Ho dl
≤ d ≤ 4 - du atau
pengujian tidak meyakinkan 4 - du
≤ d ≤ 4 - dl
3.5.2 Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi tidak terjadi keidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidak adanya heterokedastisitas adalah dengan menggunakan uji rank spearman yaitu
dengan membandingkan antara residu dengan seluruh variabel bebas. Menurut Singgih Santoso 2002 : 301 deteksi adanya
heterokedastisitas adalah : a.
Nilai probabilitas 0,05 berarti bebas dari heterokedastisitas. b.
Nilai probabilitas 0,05 berarti terkena heterokedastisitas.
3.5.3. Multikolinearitas
Salah satu asumsi model linear klasik adalah tidak adanya multikolinearitas diantara variable-variabel bebas. Multikolinearitas itu
terjadi bila ada korelasi diantara variable-variabel bebas. Gejala multikolinearitas yang cukup tinggi dapat menyebabkan standar error dari
koefisien regresi masing-masing variable bebas menjadi sangat tinggi. Identifikasi statistik ada atau tidaknya gejala multikolinearitas dapat
dilihat pada nilai Variance Inflation Factor VIF masing-masing variable bebas. VIF yang lebih dari 5 menunjukkan bahwa variabel bebas mengalami
gejala multikolinearitas. Hal ini berarti variabel bebas dengan nilai VIF lebih dari 5 berkorelasi dengan variable bebas lain. Sehingga tidak dibutuhkan
dalam model regresi karena sudah terwakili oleh variabel bebas lain, sehingga tidak dibutuhkan dalam model regresi karena sudah terwakili oleh variabel
bebas lain dalam model regesi. Selain itu, ukuran sampel yang kurang banyak dapat menimbulkan gejala multikolinearitas sehingga memperbesar ukuran
sampel merupakan cara lain untuk menanggulangi gejala multikolinearitas, selain menghilangkan salah satu variabel bebas yang berkorelasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Pasar Modal Indonesia
Sejarah pasar modal di Indonesia mengungkapkan bahwa di Indonesia pernah dibentuk suatu Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek yaitu pada
tanggal 11 Januari 1925 atau tiga belas tahun setelah dibentuknya perserikatan yang sama di kota Jakarta 1912. Kemudian pada tahun 1927 dibentuk bursa-
bursa efek di tiga kota besar di Indonesia yaitu di Jakarta, Semarang, Surabaya. Pada masa revolusi kemerdekaan kegiatan perdagangan di bursa-bursa
efek tersebut praktis terhenti karena situasi politik saat itu. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tepatnya tahun 1951, pemerintah
memberlakukan Undang-Undang Darurat No. 13 Tahun 1951 yang kemudian disahkan sebagai Undang-Undang. Yaitu Undang-Undang No. 15 Tahun 1952
tentang Bursa Efek. Pasar modal di Indonesia dari tahun 1977 sampai tahun 1987 kurang
memberikan hasil seperti yang diharapkan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang menarik dana dari pasar
modal. Tersendat-sendatnya perkembangan pasar modal selama ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang
terlalu ketat. Adanya batasan fluktuasi harga saham dan saham campur tangan pemerintah dalam penetapan harga saham pada pasar perdana.
36