Fasilitas LSM Rifka Annisa

61 d. Prinsip keempat, self determination atau pengambilan keputusan pada korban sendiri dengan adanya prinsip pemberdayaan, korban mendapat banyak informasi untuk menentukan hidupnya sendiri berdasarkan berbagai informasi dan pertimbangan yang telah diperolehnya. Prinsip-prinsip diatas sesuai dengan apa yang diterapkan dalam pendampingan korban KDRT. Seperti yang diungkapkan oleh ibu “In” selaku pendamping psikologi di LSM Rifka Annisa, bahwa: “Pendampingan di Rifka Annisa tidak bersifat menggurui klien tapi disini kita memberikan informasi-informasi untuk si korban dapat memilih jalan hidupnya sendiri. Dengan kita membangun suasana nyaman sehingga klien bisa terbuka dengan permasalahannya dan tidak menutup- nutupi..” e. Prinsip kelima merupakan kerahasiaan yang tujuannya tetap menjaga kerahasiaan masalah yang dihadapi oleh korban untuk memberikan rasa aman dan nyaman sehingga dapat memperlancar proses penanganan kasus. Dan prinsip terakhir yang keenam adalah intervensi crisis, yakni intervensi terhadap situasi darurat korban karena tidak sedikit korban yang datang dalam kondisi terluka secara fisik atau dalam kondisi kecemasan yang berlebihan. Ketika hal tersebut terjadi, Rifka Annisa memanfaatkan jaringan layanan medis yang terdapat di wilayah Yogyakarta. Diperkuat dari ungkapan “In” saat di wawancarai: “...memunculkan kerjasama berjejaring karena Rifka Annisa tidak melakukan pendampingan sendiri, ada beberapa hal yang misalnya 62 tidak bisa dilakukan sendiri. Contohnya terdapat luka-luka fisik sedangkan kita tidak mempunyai dokter sehingga harus kita bawa kerumah sakit.” Selain prinsip-prinsip yang menjadi pegangan pendamping dalam melaksanakan pendampingan. Rifka Annisa memiliki alur penanganan kasus yang dapat memperlihatkan prosedur baku ketika korban masuk dalam pendampingan dan kegiatan lain yang mendukung tersebut. Berikut ini merupakan alur pemberdayaan perempuan dalam pendampingan korban kekerasan dalam rumah tangga di LSM Rifka Annisa, sebagai berikut: